"Sini, aku bantu bawa!"
Diana lantas menyerahkan beberapa belanjaan kepada suaminya. Kali ini dia menatap suaminya dengan sangat dekat. Dia tidak menyangka pernikahannya dengan Yoga akan seperti ini."Ayo jangan lambat! Aku sudah lapar," ucap Yoga sambil menenteng beberapa barang.Diana tampak mengekorinya dari belakang. "Iya, ini juga sudah cepat. Kamu pikir kamu saja yang lapar? Aku juga lapar," ucap Diana ketus."Awas saja jika istri barumu nanti kurang ajar! Aku sudah banyak membantu persiapan pernikahan kalian. Ini sangat melelahkan," ucap Diana seraya mengibaskan rambutnya."Halah, orang membantu dibayar saja, hitung-hitungan," sindir Yoga kesal."Bayaranmu tidak seberapa, rasa lelahku tidak bisa dibayar dengan uangmu," ucap Diana ketus."Sudah! Sudah! Jangan membahas soal bayaran. Aku istrimu. Uangmu itu ada hakku juga. Tanpa harus menjadi suruhanmu, aku punya hak atas uangmu," ucap Diana yang sudah tak bisa menahan amarahnya."Ya sudah! Jangan bawel! Cepatlah masuk! kita cari restoran sekarang," ucap Yoga setelah menaruh barang belanjaan dalam bagasi.Mobil melesat menuju sebuah restoran.Kali ini Diana hanya menurut, ke mana suaminya membawanya.Sudah sekian lama, Diana tak pernah jalan berdua dengan suaminya.Tentu saja, Diana tidak menyia-nyiakan kesempatan ini.Walaupun Diana sadar, setelah ini posisinya akan terancam. Akan ada wanita lain yang memperlakukan suaminya seperti dirinya.Diana sudah menata hatinya, berharap pernikahan antara keduanya, tidak akan membuatnya terpuruk dalam kesedihan.Biar bagaimanapun, dia adalah seorang istri yang memiliki perasaan. Sungguh ia tak pernah menginginkan suaminya menginginkan suaminya menikah lagi.Ia hanya ingin suaminya berubah, menjadi suami yang sesungguhnya. Suami yang bertanggung jawab, baik, setia, penuh perhatian dan cinta. Akan tetapi Diana harus membuang jauh-jauh harapannya itu, karena faktanya pernikahan kedua suaminya hanya menunggu beberapa hari ke depan."Mau makan apa?" tanya Yoga singkat."Terserah saja, yang penting penyajiannya tidak terlalu lama. Perutku sudah sangat lapar."Yoga menghentikan mobilnya tepat di depan restoran yang menawarkan menu nusantara. Ada banyak pilihan makanan di sana. "Makanlah yang kenyang! Tugasmu masih banyak," ucap Yoga membuat Diana menghentikan suapannya."Tugas apalagi? Hari ini sudah sangat melelahkan. Apa tidak bisa calon istrimu saja yang mengurus tugas berikutnya," protes Diana."Tidak bisa. Rista tidak boleh kelelahan," ucap Yoga enteng."Lalu, haruskah aku yang menanggung semuanya? Aku ini istrimu, tega sekali!” ucap Diana dengan wajahnya yang cemberut menggemaskan sekali."Jangan bodoh! Jangan merasa kamu saja yang lelah. Aku juga lelah. Sudah dari jauh-jauh hari aku mengurus semuanya sendiri," ucap Yoga tak mau kalah."Kalau seperti itu, ya jangan menikah lagi! Enak saja, kalian yang mau nikah, aku yang capek," ucap Diana ketus."Sudah! Jangan mendebatku lagi! Makanlah! Tugasmu sebentar lagi akan berakhir. Akan ada Rista yang membantumu nanti," ucap Yoga tenang."Ya kalau dia mau bantu, kalau tidak? Makin banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan sendiri," keluh Diana."Jangan kebiasaan! Menebak apa yang belum terjadi. Kamu tak perlu khawatir! Rista bukanlah wanita pemalas. Habiskan makananmu! Stop berdebatnya. Anggap saja ini kencanmu yang terakhir denganku, sebelum aku menikah lagi. Nanti setelah aku dan Rista menikah, kita selalu bertiga," ucap Yoga singkat.Singkat, namun, mampu membuat hati Diana sakit. Ingin rasanya Diana melempar suaminya itu ke planet Mars. Diana melanjutkan makan siangnya, tanpa berbicara sedikit saja. Diana memilih diam. Hatinya saat ini sedang tidak baik-baik saja********"Bagaimana persiapan pernikahan kalian? Apakah sudah selesai?” ucap bu Rossa sembari menatap keduanya."Sudah Mah, semua sudah beres, aman Mah," jawab Yoga bersemangat."O iya bagaimana dengan Diana? Apakah kamu bisa memastikan, istri pertamamu itu, tidak akan membuat kekacauan?" ucap bu Rossa ragu."Aman Mah, dia tidak akan berbuat macam-macam," ucap Yoga penuh percaya diri.Sementara dari balik tembok, Diana berdiri tenang, mendengar semuanya. Dadanya bergemuruh, mendengar kenyataan yang begitu menyakitkan baginya.Dia memang idak akan mengacaukan pernikahan suamunya. Tapi sebentar lagi, menantu yang sekarang mertuanya itu remehkan, akan membalas semua kebusukan mereka. Bukan dalam waktu dekat karena Diana akan coba ikuti permainan terlebih dulu."Jangan pernah mengira, aku akan diam saja dan tidak berani. Kalian dulu memintaku dengan baik-baik, tapi sekarang aku hanya kalian jadikan pembantu gratis di rumah ini," gumam Diana, "jadi, tunggu pembalasanku."Sementara bu Rossa dan Yoga berbincang, Rista hanya diam dan mendengarkan. Rupanya, dirinya masih memikirkan perbincangan dengan mamanya di rumah, tentang saudara kembarnya yang belum ketemu hingga sekarang."Rista, bagaimana denganmu? Apa kamu sudah siap menjadi istri kedua Yoga?" ucap bu Rossa membuat Rista terkejut."Iya Rista siap Tante," jawab Rista singkat."Lantas kenapa dari tadi kamu hanya diam saja? Apa kamu masih belum yakin?" tanya bu Rossa ragu."Bukan begitu Tante, Rista hanya dilema saja, dengan status baru Rista nanti, sebagai istri kedua mas Yoga. Bukan hal mudah Tante, pasti akan ada saja orang yang membenciku," ucap Rista ragu-ragu."Kamu tenang saja! Lagian kalian akan menikah dengan restu Diana. Diana sudah mengizinkan, jadi jangan khawatir akan hal itu!" ucap bu Rossa menenangkan."Baik Tante, Rista tidak lagi memikirkan hal itu. Rista sudah tidak sabar menjadi bagian dari keluarga ini," ucap Rista dengan senyum yang mengembang di wajahnya."Nah, begitu, jangan
Pagi-pagi sekali Diana pergi. Diana berniat ke salon untuk mengubah penampilannya. Uang yang selama ini ia kumpulkan, sudah lumayan banyak. Tak hanya mengubah penampilan, Diana juga ingin mengubah cara berpakaiannya. Dirinya sudah lelah diremehkan oleh suami sendiri. "Cantik sekali!" ucap pegawai salon yang tengah mengerjakan tugasnya, mengubah gaya rambut Diana. Pegawai itu juga mengajari cara berdandan kepada Diana. Hasil kerjanya sangat baik. Diana berubah menjadi sangat cantik. "Terima kasih! Ini juga berkat kecekatan Mbak dalam bekerja, sehingga penampilan saya benar-benar berubah. Saya sendiri hampir tidak mengenali wajah saya," ucap Diana memberi pujian, seraya memutar-mutarkan badannya di depan cermin dengan rasa puas. "Sama-sama Mbak, semoga tidak jera perawatan di salon ini," ucap pegawai Salon sopan. Setelah selesai, Diana segera pulang. Ia tak sabar, mendengar pengakuan dari suaminya, tentang perubahannya. Sesampainya di rumah Diana terkejut, melihat ayah dan ibunya
Diana hanya bisa menangis dalam kesendirian. Di rumah ini hanya Papa Hansmertuanya dan mbok Ranti yang peduli padanya. Yang lain akan tertawa bahagia melihatnya rapuh dan menderita. Ini sebabnya Diana lebih memilih diam di kamarnya. Andai saja Papa mertuanya tahu, kelakuan istri muda Yoga, tentu saja Papa akan marah besar. Tapi sayangnya papa Hans tidak tahu. Diana juga tidak berniat untuk menceritakan semua hal yang dialaminya, kepada Ayah dan Ibunya. Diana tidak mau mereka terbebani oleh pikiran berat. Biarkan saat ini Diana yang memikulnya sendiri. Suatu saat Diana akan menceritakan kepahitan ini, jika dirinya sudah bahagia dan terlepas dari pernikahan palsu ini. Pernikahan yang sah atas hukum dan agama, tapi dipermainkan oleh manusianya. Suami yang tidak bertanggung jawab dan suka berlaku semena-mena terhadap istrinya.***** Pagi ini Diana terlihat jauh lebih baik. Walaupun matanya terlihat sedikit menyipit karena tengah menangis semalaman, tapi dia terlihat jauh lebih kuat.
Baiklah, Diana pasti bisa. Jangan biarkan mereka yang meremehkanmu semakin menjadi," ucap Diana menyemangati dirinya sendiri. Diana bekerja dengan cekatan. Hasil kerjanya juga tidak luput dari pujian atasannya. "Diana, setelah ini temani saya makan di restoran depan," ucap pria itu, membuat Diana mengedipkan matanya berkali-kali. Ini seperti mimpi. Atasannya berlaku begitu baik, jauh berbeda dengan Yoga suaminya."Maaf Pak, sebaiknya tidak usah, takutnya nanti istri Bapak salah paham," balas Diana.Seketika pria itu tertawa kecil. "Bagaimana bisa kamu berpikir saya sudah menikah? Calon saja saya tidak punya," ucap pria itu."Maaf Pak saya tidak tahu," Diana menunduk menahan malu."Tenang saja, kamu bukan orang satu-satunya yang mengatakan demikian. Ibu-ibu jualan sayur, juga mengira saya sudah menikah. Saya sering dikatai suami takut istri, karena selalu membeli kebutuhan dapur sendiri," balas pria itu. Diana menahan tawa, mendengar cerita atasannya. "Jadi bagaimana? Apa kamu mau
Pagi harinya, suasana di perusahaan Alvin tampaknya sedikit kacau. Diana menangis dan memohon maaf kepada Alvin atas kejadian yang sangat tidak terduga ini. Diana tidak menyangka ada yang dengan sengaja membakar dokumen penting perusahaan. "Bagaimana, sudah kalian cek CCTV?" tanya Alvin kepada salah satu pegawainya."Sudah Pak. Pelakunya adalah salah satu karyawan lama di perusahaan ini," jawab pegawai itu."Siapa? Berani sekali dia melakukan keteledoran ini," tanya Alvin penasaran. "Ima Pak," jawab pegawai itu singkat.Wajah Alvin yang tadinya panik, kini berubah menjadi merah padam. Tangannya mengepal, emosinya bisa meledak saat ini juga. "Lantas apa yang mendasari Ima bisa melakukan ini semua?" ucap Alvin seraya berpikir.Diana masih saja menangis. Dirinya merasa sangat bersalah atas terbakarnya dokumen itu. Lantaran dokumen penting itu, sudah diserahkan kepadanya. Namun Diana gagal menjaga dokumen penting itu, sehingga dokumen itu dirusak oleh orang yang tidak bertanggung jawab
Kamu tidak perlu merasa cemburu, lagian selama kita menikah, aku hanya fokus sama hubungan kita. Aku sudah tidak pernah lagi tidur dengannya," ucap Yoga terus terang. Rista masih tak bergeming, tatapannya hampa. Yoga membawa Rista dalam dekapannya. Yoga bisa melihat istri mudanya sedang tidak baik-baik saja. Rista benar-benar cemburu dengan Diana. ***Diana pulang lebih awal hari ini. Kepalanya mendadak pusing, setelah kejadian tadi pagi. Diana bergegas masuk setelah mengucap salam. Tidak ada orang di setiap ruangan yang Diana lewati. Semua sedang berada di dalam kamarnya masing-masing. Diana mendadak sakit, saat melewati kamar pengantin baru. Melihat suaminya mendekap wanita lain. Tetapi Diana memilih untuk tidak peduli. Dia melengos masuk ke kamarnya. Setelah mencuci tangan dan kakinya, Diana berganti pakaian santai untuk tidur siang. Saat sedang nyenyak-nyenyaknya tertidur, ada yang diam-diam mengendap-endap masuk ke kamarnya. Pria itu berniat jahat terhadap Diana. Rupanya pria
Alvin memasukkan Diana ke dalam mobilnya. Diana masih menangis sesenggukan. Kejadian yang mengerikan itu membuatnya trauma. Alvin memberikan minuman agar Diana lebih tenang."Sudah, jangan takut lagi! Saya akan mengantarkanmu pulang," ucap Alvin. "Terima kasih sudah menolong saya, Pak." "Maaf jika saya lancang, siapa pria yang menculikmu tadi?" tanya Alvin hati-hati. "Maaf Pak, saya sama sekali tidak mengenali pria tersebut.""Seingat saya, saya sepulang kerja, langsung pulang ke rumah. Saya tidur siang, tetapi saat saya terbangun, saya sudah di mobil bersama pria itu," ucap Diana parau. Wajahnya terlihat sedang ketakutan. Alvin mencoba menenangkan Diana. Alvin tidak lagi banyak bertanya. Ia segera melajukan mobilnya menuju ke rumah Diana.Di dalam perjalanan Diana hanya diam. Wajahnya sedikit kacau, oleh ulah pria jahat itu. Sesekali Alvin melempar pandang. "Diana di mana rumahmu? Saya akan mengantarkanmu pulang," ucap Alvin lirih. Diana memberitahukan alamat rumahnya. Alvin m
Tiada hari tanpa pertengkaran. Itulah yang terjadi kepada pasangan muda yang telah menikah hampir dua tahun ini. Yoga tidak memberikan hak yang seharusnya diterima oleh Diana--istrinya, sehingga perempuan itu merasa tidak dihargai sebagai seorang istri.Tidak hanya itu. Diana harus melakukan begitu banyak pekerjaan di rumah suaminya seorang diri. Padahal, penghuninya tidak hanya dirinya. Namun, dialah yang bertanggung jawab penuh. Menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga yang tiada habisnya. Belum lagi, ibu mertua dan adik ipar perempuannya, selalu minta dimasakkan setiap saat, tanpa melihat kondisinya yang telah kelelahan--seperti saat ini."Lama sekali! Apa kamu tidak bisa lihat, kami sudah kelaparan dari tadi?" teriak bu Rossa marah. Suaranya menggelegar dari arah dapur, sangat memekikkan telinga. Wanita yang sibuk menatap makanan di meja, terkesiap mendengar teriakan ibu mertuanya. "Maafkan Diana. Diana sudah berusaha memasak semuanya dengan cepat," ucap Diana pelan sambil