"Diana Mama lapar, buatkan Mama nasi goreng yang enak!" titah bu Rossa, dengan memegangi perutnya dan muka memelas.
"Iya Ma," jawab Diana singkat.Diana segera ke dapur untuk membuat nasi goreng yang diminta mama mertuanya."Ini, nasi goreng spesial buat Mama. Ya sudah Diana mau ke kamar dulu, Ma." Diana meletakkan nasi goreng itu di meja makan, tepat di depan bu Rossa dan segera berbalik badan menuju ke tempat favoritnya.Bu Rossa menyuapkan suapan pertamanya. "Enak sekali." Bu Rossa melahapnya tanpa sisa."Memang betul apa kata Yoga, kamu perlu dipertahankan. Berjaga-jaga siapa tahu istri baru Yoga nanti tidak tahu masak." Bu Rossa terus saja berbicara sendiri.Tanpa disadari, rupanya Diana mendengar semuanya. "Oh jadi seperti ini permainan kalian. Saya tulus buatkan nasi goreng itu buat Mama, tapi, ah sudahlah. Mereka memang tidak akan benar-benar berlaku baik terhadapku. Oke aku ikuti permainan kalian.""Aku akan mengambil keuntungan yang lebih banyak lagi dari kamu, Mas. Kamu keterlaluan. Kamu mempertahankan aku, karena kamu ingin aku jadi pembantu di rumah kamu. Pembantu gratis tepatnya. Sungguh malang sekali nasibmu Diana!” ucapnya merutuki nasibnya sendiri.Tangan perempuan itu mengepal. Semakin yakin dengan keputusannya untuk membuktikan diri.*******Bu Bianca terus saja gelisah. Hatinya tak tenang memikirkan nasib Rista.Entah mengapa, dirinya kembali teringat peristiwa tragis masa lalu yang menyebabkan dirinya kehilangan putrinya yang lain--saudari kembar dari Rista."Rista! Mama ingin kamu tahu satu hal. Selama ini, Mama menyembunyikannya darimu," ucap bu Bianca sembari mendekati Rista, dengan membawa sebuah bingkai foto.Rista tertegun. Akhir-akhir ini, ibunya tampak aneh.Lalu, rahasia? Adakah sesuatu yang mampu disembunyikan wanita itu darinya, hingga saat ini?"Apa yang sudah Mama sembunyikan dariku? Katakan Mah!" ucap Rista tak sabaran."Kamu lihat foto ini baik-baik!" Bu Bianca duduk di samping Rista dan menyerahkan sebuah bingkai berisi foto dua anak bayi perempuan."Foto bayi, Mah? Mereka besarnya sama. Baju mereka sama. Mereka bayi kembar Mah? Apa hubungannya foto ini dengan rahasia Mama?" ucap Rista kebingungan.Bu Bianca menghembuskan nafasnya kasar. "Itu fotomu bersama saudara kembarmu. Sampai sekarang kakakmu belum diketahui keberadaannya. Saudara kembarmu menghilang di ruang tamu saat kalian tengah bermain. Saat Mama ketiduran, seseorang telah mengambilnya," ucap Bu Bianca dengan suaranya yang mulai parau."Jadi aku punya saudara, Mah? Dia saudaraku, Mah?" tanya Rista tak percaya."Iya kamu punya kembaran. Ada tanda lahir di bawah telinga. Mama sangat mengingatnya. Hanya saja sampai sekarang Mama belum mengetahui keberadaannya,""Siapa nama saudara kembarku, Mah?" tanya Rista penasaran."Namanya Diana Risty Nasution. Hampir sama seperti namamu, Rista Putri Nasution," jawab bu Bianca.Deg!‘Diana bukankah nama istri Mas Yoga? Ah tapi tidak mungkin dia saudaraku. Pasti bukan dia,’ gumam Rista dalam hati."Mah! Apakah kita bisa bertemu lagi dengan Risty? Apakah masih ada kemungkinan dia ada di sekitar kita?" tanya Rista penuh harap."Mama juga tidak tahu, Mama sebenarnya berharap bisa bertemu dengan Risti lagi. Tapi nihil pencarian kami selama ini tidak membuahkan hasil. Sampai akhirnya Mama dan papa menyerah. Kami pasrah, jika ada keajaiban, kita pasti akan dipertemukan lagi suatu hari nanti," ucap bu Bianca sedih."Ya sudah Mah, kita berdoa saja, semoga kita bisa berkumpul bersama lagi. O iya Mah, pernikahan kami sudah tinggal menunggu hari saja. Andai saja Risti ada, pasti dia akan sangat bahagia," ucap Rista percaya diri."Ya sudah, fokuslah pada pernikahanmu! Nanti saja kita pikirkan cara untuk menemukan saudara kembarmu itu," ucap Bu Bianca."Baiklah Mah, ya sudah Rista mau mandi dulu, ya?" ucap Rista seraya berdiri meninggalkan bu Bianca yang masih duduk santai di sofa.Namun, perempuan itu terdiam."Bagaimana jika Diana adalah saudara kembarku? Ah tidak mungkin, aku tidak akan mau menikah dengan Mas Yoga, jika wanita itu adalah kembaranku. Ini hanya sebuah kebetulan. Aku tak perlu mencemaskannya.”Rista berusaha meyakinkan diri.“Pernikahanku dengan mas Yoga harus terlaksana secepat mungkin. Setelah menikah nanti aku bisa meminta bantuan kepadanya untuk membantuku mencari keberadaan Risti." Rista masih saja bermonolog degan dirinya sendiri.*******Sementara itu, Yoga terlihat sibuk dengan beberapa urusan menjelang pernikahannya.Tak jarang ia melibatkan Diana.Diana dengan senang hati membantu suaminya itu. Ia akan ikuti permainan yang menyenangkan ini. Ia sudah muak menjadi istri yang hanya diam dan menurut. Sekarang ia akan banyak menuntut."Tak bisakah kau berjalan sedikit pelan? Aku lelah mengikutimu. Seharusnya calon istrimu yang melakukannya, bukan aku. Aku meminta bayaran satu juta untuk kegiatan kita hari ini. Kamu pikir gampang memilih hantaran pernikahan?" cerocos Diana sembari mengusap peluh yang membanjiri wajahnya."Baiklah tidak masalah, yang penting kamu cari barang untuk hantaran yang disukai calon istriku," ucap Yoga menatap tajam istrinya."Bukan hal sulit untuk mencarinya, serahkan saja padaku!" ucap Diana enteng.Bagaimana bisa dia setenang itu, padahal pernikahan suami dengan adik madunya sebentar lagi akan digelar? Apakah Diana sudah benar-benar rela dimadu? Atau dia sedang bersandiwara dengan berpura-pura tenang? Padahal hatinya sangat sakit.Diana sendiri terkejut bahwa dirinya mampu menyembunyikan perasaannya dengan baik. Mungkin, dunia seni peran dapat dijadikan pilihan di kemudian hari?"Bagaimana? Apakah masih ada yang kurang?" ucap Diana menatap suaminya."Sudah cukup. Sebelum pulang, kita makan dulu, aku lapar," ucap Yoga."Baiklah, kebetulan aku juga lapar," ucap Diana senang."He tunggu! Belanjaan sebanyak ini kamu suruh aku membawanya sendiri? Keterlaluan kamu. Kalau calon istrimu melihatnya, dia bisa langsung meninggalkanmu," ucap Diana menghentikan langkah suaminya yang terburu-buru tanpa memikirkan dirinya."Iya oke, bawel banget jadi istri," cerocos Yoga kesal.Diana tersenyum pias melihat tingkah suaminya.‘Enak saja kamu jadikan aku pembantu, biar bagaimanapun aku ini istrimu Mas,’ gumam Diana dalam hati."Sini, aku bantu bawa!"Diana lantas menyerahkan beberapa belanjaan kepada suaminya. Kali ini dia menatap suaminya dengan sangat dekat. Dia tidak menyangka pernikahannya dengan Yoga akan seperti ini."Ayo jangan lambat! Aku sudah lapar," ucap Yoga sambil menenteng beberapa barang.Diana tampak mengekorinya dari belakang. "Iya, ini juga sudah cepat. Kamu pikir kamu saja yang lapar? Aku juga lapar," ucap Diana ketus."Awas saja jika istri barumu nanti kurang ajar! Aku sudah banyak membantu persiapan pernikahan kalian. Ini sangat melelahkan," ucap Diana seraya mengibaskan rambutnya."Halah, orang membantu dibayar saja, hitung-hitungan," sindir Yoga kesal."Bayaranmu tidak seberapa, rasa lelahku tidak bisa dibayar dengan uangmu," ucap Diana ketus."Sudah! Sudah! Jangan membahas soal bayaran. Aku istrimu. Uangmu itu ada hakku juga. Tanpa harus menjadi suruhanmu, aku punya hak atas uangmu," ucap Diana yang sudah tak bisa menahan amarahnya."Ya sudah! Jangan bawel! Cepatlah masuk! kita cari
Sementara bu Rossa dan Yoga berbincang, Rista hanya diam dan mendengarkan. Rupanya, dirinya masih memikirkan perbincangan dengan mamanya di rumah, tentang saudara kembarnya yang belum ketemu hingga sekarang."Rista, bagaimana denganmu? Apa kamu sudah siap menjadi istri kedua Yoga?" ucap bu Rossa membuat Rista terkejut."Iya Rista siap Tante," jawab Rista singkat."Lantas kenapa dari tadi kamu hanya diam saja? Apa kamu masih belum yakin?" tanya bu Rossa ragu."Bukan begitu Tante, Rista hanya dilema saja, dengan status baru Rista nanti, sebagai istri kedua mas Yoga. Bukan hal mudah Tante, pasti akan ada saja orang yang membenciku," ucap Rista ragu-ragu."Kamu tenang saja! Lagian kalian akan menikah dengan restu Diana. Diana sudah mengizinkan, jadi jangan khawatir akan hal itu!" ucap bu Rossa menenangkan."Baik Tante, Rista tidak lagi memikirkan hal itu. Rista sudah tidak sabar menjadi bagian dari keluarga ini," ucap Rista dengan senyum yang mengembang di wajahnya."Nah, begitu, jangan
Pagi-pagi sekali Diana pergi. Diana berniat ke salon untuk mengubah penampilannya. Uang yang selama ini ia kumpulkan, sudah lumayan banyak. Tak hanya mengubah penampilan, Diana juga ingin mengubah cara berpakaiannya. Dirinya sudah lelah diremehkan oleh suami sendiri. "Cantik sekali!" ucap pegawai salon yang tengah mengerjakan tugasnya, mengubah gaya rambut Diana. Pegawai itu juga mengajari cara berdandan kepada Diana. Hasil kerjanya sangat baik. Diana berubah menjadi sangat cantik. "Terima kasih! Ini juga berkat kecekatan Mbak dalam bekerja, sehingga penampilan saya benar-benar berubah. Saya sendiri hampir tidak mengenali wajah saya," ucap Diana memberi pujian, seraya memutar-mutarkan badannya di depan cermin dengan rasa puas. "Sama-sama Mbak, semoga tidak jera perawatan di salon ini," ucap pegawai Salon sopan. Setelah selesai, Diana segera pulang. Ia tak sabar, mendengar pengakuan dari suaminya, tentang perubahannya. Sesampainya di rumah Diana terkejut, melihat ayah dan ibunya
Diana hanya bisa menangis dalam kesendirian. Di rumah ini hanya Papa Hansmertuanya dan mbok Ranti yang peduli padanya. Yang lain akan tertawa bahagia melihatnya rapuh dan menderita. Ini sebabnya Diana lebih memilih diam di kamarnya. Andai saja Papa mertuanya tahu, kelakuan istri muda Yoga, tentu saja Papa akan marah besar. Tapi sayangnya papa Hans tidak tahu. Diana juga tidak berniat untuk menceritakan semua hal yang dialaminya, kepada Ayah dan Ibunya. Diana tidak mau mereka terbebani oleh pikiran berat. Biarkan saat ini Diana yang memikulnya sendiri. Suatu saat Diana akan menceritakan kepahitan ini, jika dirinya sudah bahagia dan terlepas dari pernikahan palsu ini. Pernikahan yang sah atas hukum dan agama, tapi dipermainkan oleh manusianya. Suami yang tidak bertanggung jawab dan suka berlaku semena-mena terhadap istrinya.***** Pagi ini Diana terlihat jauh lebih baik. Walaupun matanya terlihat sedikit menyipit karena tengah menangis semalaman, tapi dia terlihat jauh lebih kuat.
Baiklah, Diana pasti bisa. Jangan biarkan mereka yang meremehkanmu semakin menjadi," ucap Diana menyemangati dirinya sendiri. Diana bekerja dengan cekatan. Hasil kerjanya juga tidak luput dari pujian atasannya. "Diana, setelah ini temani saya makan di restoran depan," ucap pria itu, membuat Diana mengedipkan matanya berkali-kali. Ini seperti mimpi. Atasannya berlaku begitu baik, jauh berbeda dengan Yoga suaminya."Maaf Pak, sebaiknya tidak usah, takutnya nanti istri Bapak salah paham," balas Diana.Seketika pria itu tertawa kecil. "Bagaimana bisa kamu berpikir saya sudah menikah? Calon saja saya tidak punya," ucap pria itu."Maaf Pak saya tidak tahu," Diana menunduk menahan malu."Tenang saja, kamu bukan orang satu-satunya yang mengatakan demikian. Ibu-ibu jualan sayur, juga mengira saya sudah menikah. Saya sering dikatai suami takut istri, karena selalu membeli kebutuhan dapur sendiri," balas pria itu. Diana menahan tawa, mendengar cerita atasannya. "Jadi bagaimana? Apa kamu mau
Pagi harinya, suasana di perusahaan Alvin tampaknya sedikit kacau. Diana menangis dan memohon maaf kepada Alvin atas kejadian yang sangat tidak terduga ini. Diana tidak menyangka ada yang dengan sengaja membakar dokumen penting perusahaan. "Bagaimana, sudah kalian cek CCTV?" tanya Alvin kepada salah satu pegawainya."Sudah Pak. Pelakunya adalah salah satu karyawan lama di perusahaan ini," jawab pegawai itu."Siapa? Berani sekali dia melakukan keteledoran ini," tanya Alvin penasaran. "Ima Pak," jawab pegawai itu singkat.Wajah Alvin yang tadinya panik, kini berubah menjadi merah padam. Tangannya mengepal, emosinya bisa meledak saat ini juga. "Lantas apa yang mendasari Ima bisa melakukan ini semua?" ucap Alvin seraya berpikir.Diana masih saja menangis. Dirinya merasa sangat bersalah atas terbakarnya dokumen itu. Lantaran dokumen penting itu, sudah diserahkan kepadanya. Namun Diana gagal menjaga dokumen penting itu, sehingga dokumen itu dirusak oleh orang yang tidak bertanggung jawab
Kamu tidak perlu merasa cemburu, lagian selama kita menikah, aku hanya fokus sama hubungan kita. Aku sudah tidak pernah lagi tidur dengannya," ucap Yoga terus terang. Rista masih tak bergeming, tatapannya hampa. Yoga membawa Rista dalam dekapannya. Yoga bisa melihat istri mudanya sedang tidak baik-baik saja. Rista benar-benar cemburu dengan Diana. ***Diana pulang lebih awal hari ini. Kepalanya mendadak pusing, setelah kejadian tadi pagi. Diana bergegas masuk setelah mengucap salam. Tidak ada orang di setiap ruangan yang Diana lewati. Semua sedang berada di dalam kamarnya masing-masing. Diana mendadak sakit, saat melewati kamar pengantin baru. Melihat suaminya mendekap wanita lain. Tetapi Diana memilih untuk tidak peduli. Dia melengos masuk ke kamarnya. Setelah mencuci tangan dan kakinya, Diana berganti pakaian santai untuk tidur siang. Saat sedang nyenyak-nyenyaknya tertidur, ada yang diam-diam mengendap-endap masuk ke kamarnya. Pria itu berniat jahat terhadap Diana. Rupanya pria
Alvin memasukkan Diana ke dalam mobilnya. Diana masih menangis sesenggukan. Kejadian yang mengerikan itu membuatnya trauma. Alvin memberikan minuman agar Diana lebih tenang."Sudah, jangan takut lagi! Saya akan mengantarkanmu pulang," ucap Alvin. "Terima kasih sudah menolong saya, Pak." "Maaf jika saya lancang, siapa pria yang menculikmu tadi?" tanya Alvin hati-hati. "Maaf Pak, saya sama sekali tidak mengenali pria tersebut.""Seingat saya, saya sepulang kerja, langsung pulang ke rumah. Saya tidur siang, tetapi saat saya terbangun, saya sudah di mobil bersama pria itu," ucap Diana parau. Wajahnya terlihat sedang ketakutan. Alvin mencoba menenangkan Diana. Alvin tidak lagi banyak bertanya. Ia segera melajukan mobilnya menuju ke rumah Diana.Di dalam perjalanan Diana hanya diam. Wajahnya sedikit kacau, oleh ulah pria jahat itu. Sesekali Alvin melempar pandang. "Diana di mana rumahmu? Saya akan mengantarkanmu pulang," ucap Alvin lirih. Diana memberitahukan alamat rumahnya. Alvin m