MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN."Mas, ayam goreng yang tinggal sepotong di atas meja itu siapa yang makan?" tanyaku."Ibuku. Tadi, dia mau lagi jadi aku berikan saja," sahutnya dengan santai."Mas, itukan buat bapakku. Beliau belum ada makan apa-apa dari tadi, lagian ibu kamu juga udah makan beberapa potong," ujarku."Bapak kamu itu kan, pikun. Kasih aja nasi sama garam. Lagian dia juga pasti udah lupa dengan rasa makanan," ucapnya.Bapakku menderita penyakit alzheimer semenjak sepuluh tahun yang lalu, sebelumnya ada ibu yang merawat bapak di kampung. Namun, setahun yang lalu ibu meninggal dan aku terpaksa membawa bapak ke kota untuk tinggal bersamaku. Akan tetapi hal itu membuat Mas Mande cemburu, sehingga ia juga memboyong ibu serta dua adiknya ke rumah ini. Ia tak suka jika bapakku saja yang hidup enak-enak di rumah ini, katanya.Kami mempunyai sebuah usaha, yaitu toko baju. Lumayan laris, sih. Usaha itu kami rintis bersama meskipun dengan atas nama Mas Mande, kami juga m
MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.#2"Bagus! Kalau begitu jangan mengulur-ulur waktu lagi," ujar Mertua, seharusnya jika mereka tidak menyukaiku setidaknya mereka kasian pada Khalila. Karena, Khalila adalah cucu dan anaknya Mas Mande.Namun tak apa, aku tidak ingin terlihat lemah. Kugiring bapak menuju kamar lalu menggantikan pakaiannya, dan aku pun mengemas pakaian bapak terlebih dahulu. Kemudian, aku kembali ke kamarku dengan tetap membawa bapak agar aku bisa mengawasinya.Kutatap Khalila yang sedang tertidur pulas, sembari mengemasi pakaian. Mungkin karena aku hanya lulusan SMP jadi mereka menilaiku sangat rendah. Aku terpaksa berenti sekolah waktu dulu karena bapak sedang parah-parahnya. Sehingga, ibu tidak bisa memperhatikanku dan pada akhirnya aku tidak melanjutkan sekolah. Memang saat ia ingin membuat surat rumah dan toko ia meminta agar surat rumah itu hanya namanya saja yang tercantum. Ia bilang kalau kita harus memilih salah satu nama dari istri atau suami yang akan
MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#3Kamu pikir aku sebo-doh itu? Kamu pikir aku selemah itu. Selama ini aku hanya bersembunyi dibalik wajah sendu yang teraniaya sembari mengumpulkan banyak trik untuk melawanmu. Sekarangpun, aku sedang berusaha terlihat lemah agar kalian bisa tertawa dalam kemenangan semua.Pun, tak cuma surat rumah dan toko. Aku juga membawa beberapa surat penting, seperti kartu keluarga, surat nikah, BPJS-ku, Khalila, bahkan punyanya mas Mande serta surat BPKB dan STNK mobil juga kubawa. Karena surat apapun yang menurutku penting pasti akan membuat mas Mande sulit dalam berurusan jika semuanya kubawa kecuali surat nikah dan KTP punyanya. Karena, waktu dia membuat surat-surat itu atas namanya kami mempunyai perjanjian kalau aku-lah, istrinya yang berhak menyimpannya. Pun, meskipun semua itu atas namanya kami juga mempunyai surat hitam diatas putih dengan berlebelkan materai sepuluh ribu kalau dia tidak bisa menjualnya seenak hati tanpa persetujuanku. Pun, jika
MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#4POV Mande."Sudahlah Mande, jangan disergah! Biarkan saja dia pergi. Ibu yakin, kalau dia gak akan bisa bertahan di luaran sana. Paling sebentar lagi dia akan berbalik dan kembali," ucap ibu saat aku berusaha menahan Rani. Kupikir dengan caraku mengancam dan tidak memberinya uang sepeserpun akan membuat niatnya urung meninggalkan rumah ini. Tapi, ternyata Rani begitu keras kepala. Ia tetap pada pilihannya untuk pergi dari sini dan memilih membawa bapaknya yang pikun itu."Iya mas. Yang jelas dia itu udah gak punya apa-apa. Perhiasan saja tidak punya kan, untuk digadaikan. Heh! Palingan juga bentar lagi nangis-nangis minta maaf dan ngemis agar kita mau terima dia lagi. Kalau dia datang kembali jangan pernah dibukakan pintu," timpal Manisah dengan cengirannya yang nyinyir."Kamu dan ibu benar, mana mungkin Rani akan sampai pulang ke kampung dengan keadaan tangan kosong. Apalagi harus naik bis, memangnya dia sanggup beli tiket." Aku tersenyum m
MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#5POV Rani.Kumatikan ponsel agar mas Mande tidak lagi menelpon. Biarkan saja mereka merasakan bagaimana rasanya penasaran. Mungkin mereka berpikir aku akan kembali dan memohon pada mereka, akan tetapi keputusan ini sudah bulat dan aku tidak akan runtuh meskipun dengan alasan apapun.Kulihat bapak juga masih asyik bermain dengan Khalila, sesekali ia berhenti karena ngos-ngosan. Biasanya kalau bapak kecapekan ia bisa ngompol atau buang air besar sembarangan. Jadi, aku menghentikan kegiatan sejenak lalu menanyai bapak apakah dia ingin buang air."Pak, bapak mau pipis?" tanyaku dan ia menggeleng."Kalau BAB?" tanyaku lagi, dan ia juga menggeleng."Bapak lapar, belum makan. Sudah dari sehabis pulang kerja bapak belum minum seteguk air." Aku mengernyit, padahal baru saja bapak habis makan banyak. Tapi, ia sudah lupa kalau dia sudah makan."Pak, tadi bapak sudah makan," ujarku. Karena, aku belum sempat memasak. Belanja saja belum, apalagi harus memas
MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#6Gegas aku mengeluarkan ATM dari mesin, menggendong Khalila dan membawanya pulang. Tak lupa, aku menarik uang dulu beberapa juta dari kartu ATM pribadiku, karena aku masih takut untuk menggunakan uang simpanan bapak. Aku harus mencari tahu dahulu tentang uang ini dan paman yang bernama Hamsar. Sebab, aku lupa-lupa ingat dengan nama itu, karena kata ibu bapak hanya pernah membawaku sekali ke tanah kelahirannya sewaktu aku berumur lima tahun. Sementara ibu tidak pernah sama sekali ke sana, karena ibu menderita penyakit asma yang tak memungkinkan untuk beperjalanan jauh.Pun, saat mereka sehabis menikah ibu hanya pernah sekali saja kesana. Karena, setelah beberapa bulan mereka menikah orang tua dari bapak meninggal secara bersamaan saat melakukan umroh di tanah suci Mekkah. Maka dari itulah ibu tidak pernah lagi ke kampung bapak.Sesampainya di rumah, aku langsung mengemas pakaian kembali. Mumpung masih pagi, sepertinya masih bisa mencari tiket m
MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#7POV Mande."Sudah seharian semalaman Rani mengabaikan pesan dan teleponku, Bu. Sepertinya dia tidak akan kembali," ucapku sesaat kami sedang sarapan di meja."Heh! Istri kamu itu ngelunjak, sudah miskin banyak tingkah lagi. Lebih baik kita susul saja dia ke kampungnya," sahut ibu menggebrak meja, geram."Aku setuju. Aku akan ikut dan Salma jaga rumah, kita hajar saja sekalian. Kalau perlu kita rampas surat-surat penting itu dengan secara paksa, jangan sampai rumah ini digadaikan oleh mbak Rani. Bisa bangkrut kamu, mas," ujar Manisah menimpali."Ide bagus itu Manisah. Dia pikir dia siapa? Cuma wanita kampungan yang cara berpakaian saja masih norak, tapi berani banget mengabaikan kita. Apa dia berpikir kalau kita tidak bisa datang kesana dan mengambil semua yang seharusnya menjadi milik Mande. Kalau perlu kita berangkat hari ini juga," ujar Ibu."Tunggu apa lagi, mas, cepat keluarkan mobil dari garasi. Kami akan bersiap-siap, sekarang juga kita
MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#8POV Rani.Aku mencharger ponsel yang sudah habis baterai . Sebab disepanjang perjalanan baterai ponsel tidak mendapat colokkan, sehingga saat baru sampai di kampung ini ponselku lowbate dan baru sempat menchargernya pagi ini."Rani .... " Paman mendekat saat aku duduk di kursi ruang tamu, sembari menatap layar ponsel."Iya, paman," sahutku. Kulirik di depan layar terpampang beberapa kali panggilan tak terjawab dari mas Mande melalui aplikasi hijau. Pun, banyak juga chat yang masuk beruntun dari keluarga itu. Tidak hanya Mas Mande saja, tapi juga Manisah dan ibu mertua.Kuletakkan ponsel ke samping colokkan yang kabelnya bisa ditarik karena panjang."Rani, paman mau ngomong sesuatu," ujar paman."Mau ngomong apa, paman?" tanyaku."Mungkin kamu tidak tau, bapakmu banyak sekali berjasa di dalam hidup paman. Terlebih, saat kedua orang tua kami meninggal. Bapakmu lah yang membuat paman bisa bangkit dan memberi semangat agar paman tidak hancur kare
MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YABG PIKUN#31Rani dengan berat meninggalkan area pemakaman, saat mereka ingin beranjak pergi dokter Ridwan pun datang."Nyonya Rani, saya baru tahu kalau pak Hamdar mening ...." ucapannya terjeda saat melihat mata Rani yang sembab dan merah."Ehm ... Maaf, saya datang di waktu yang tidak tepat," ujar dokter Ridwan."Tidak papa, Dok," sahut Khalila."Tapi, kami sudah mau pulang," lanjutnya."Silahkan, saya akan menyusul nanti." Dokter Ridwan kemudian mendekat pada kuburan pak Hamdar, ia berjongkok sembari menengadahkan kedua tangannya. Memanjatkan doa-doa dan surat-surat Al-Qur'an, terakhir ia membaca surat Yasin dan menabur bunga.Sementara Hamsar menyarankan agar mereka menunggu dokter Ridwan di gerbang utama, tidak enak saja meninggalkan orang yang datang untuk melayat keluarganya. Apalagi, orang tersebut sudah akrap dengan keluarganya."Eh, kalian masih di sini?" tanya dokter Ridwan saat ia keluar dari gerbang pemakaman umum tersebut."Pulangnya baren
MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#30Setelah beberapa hari tidur di tempat yang kurang layak, hari ini Mande memutuskan untuk pindah ke hotel yang lebih mewah dan nyaman. Ia juga makan di restoran yang mahal dan tentunya memakan pesanan yang ia pesan hingga tandas tak bersisa.Malam itu Mande dikagetkan dengan kedatangan dua orang polisi ke restoran tersebut, sembari menodongkan senjata api dan menyuruh Mande mengangkat kedua tangannya. Peluh jagung mulai bercucuran dan Mande menjadi tegang."Angkat tangan! anda kami tahan." Salah satu dari polisi tersebut mengancam.Mande pun tak bisa berbuat apa-apa, ia terpaksa manut agar tak di tembak oleh polisi tersebut. Percuma saja ia kabur, yang ada ia akan di dor saat mencoba berlari."Salah saya apa ya, pak?" tanya Mande berpura-pura tidak tahu."Anda kami tangkap atas tindakan pencurian di rumah, nyonya Rani," ujar polisi tersebut dan salah satu dari mereka memborgol tangan Mande."S-saya tidak mencuri, pak," ucap Mande masih mengel
MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#29 "Heh! Bercanda lagi." Khalila mengangkat satu bibirnya dan menghembuskan nafas kasar. "Apa udah gak punya cara lain, sehingga harus berpura-pura pingsan. Atau ... Emang sengaja mau cari simpati. Bangun, aku enggak akan luluh dengan sandiwara receh seperti ini." Khalila berbalik dan mengguncang tubuh Mande. Namun Mande tak bergerak, tubuhnya begitu lemas. Selain ia menahan sakit, ia juga tidak sempat makan dari pagi. Apalagi, dia juga kelelahan karena berlari kesana-kemari beberapa hari ini. "Enggak bangun, Bun. Apa dia meninggal?" Khalila melirik pada bundanya. Rani yang mendengar ucapan Khalila tersentak dan takut. "Biar kakek periksa," ujar Hamsar mendekat. "Dia pingsan," ucap Hamsar. "Terus gimana dong, kek?" tanya Khalila. "Kita panggil dokter Ridwan saja," usul Hamsar. Khalila dan Rani mengangguk, Lila pun segera mengambil ponsel dan menekan nomor dokter Ridwan, dokter langganan mereka yang biasa di panggil ke rumah. Sekian pu
MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#28Khalila menyuruh beberapa orang untuk menebar brosur, poster Mande pun sudah terpampang di berbagai jalan. Banyak tiang-tiang yang bertempelkan wajah Mande dengan caption yang sama. Sontak, para pejalan kaki dan pengendara roda dua langsung tergiur dengan hadiah yang dicantumkan oleh Khalila. Di jaman yang serba mahal ini, uang lima juta sangat banyak bagi kaum menengah ke bawah.Ya, mulai hari ini hidup Mande diawali dengan ketidak nyamanan. Tadi pagi saja saat ia membeli sarapan di warung terdekat banyak orang menatapnya dengan tatapan sinis dan aneh, ada juga yang mengikuti ia hingga sampai ke depan gang. Untungnya Mande segera berlari sekencang mungkin untuk menghindar, takut saja jika orang-orang tersebut berniat jahat atau mungkin pencuri organ tubuh. Siapa tau, kan?Nafas Mande dibuat ngos-ngosan karena berlari sekuat yang ia bisa. Tenaganya terkuras dan tenggorokan kering sebab kekurangan dahaga. Mande mengambil botol air mineral lal
MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#27Badan Mande serasa mau patah gara-gara digempur oleh Khalila dan Rani. Kalau Hamsar sih, tidak seberapa, yang sakit itu pukulan sapu dari Rani. Rasanya pedas dan perih.Dan ternyata membawa Khalila tidak semudah yang ia bayangkan. Ia pikir ia bisa membawa Khalila dengan gampang, sebab hanya Khalila lah penyelamat satu-satunya bagi Mande. Dikarenakan Mande memiliki banyak hutang keliling pinggang pada rentiner sehingga ia kebingungan saat ingin membayarnya. Belum lagi ia dikejar-kejar kesana-kemari bahkan beberapa kalian digebuki karena tidak bisa membayar.Pun, seorang pengusaha kaya-raya yang sudah berumur, dan lebih tepatnya bisa disebut lelaki hidung belang menawarinya uang yang banyak asalkan ia bisa memberikan gadis yang masih perawan untuk dinikahi secara siri. Sementara ia hanya mempunyai satu putri yaitu Khalila."Huh! Kurang ajar! Pukulan Rani kencang juga," decak Mande saat ingin meninggalkan halaman rumah tersebut.Sementara Rani
MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#26"Hai, Rani!" Mande menyapa Rani dengan senyumnya, diangkatnya tangan sembari melambai pada Rani.Saat itu juga Rani seperti menyaksikan kilatan petir yang bersambaran. Ia merosot ke bawah seakan tak percaya kalau hari ini ia bertemu lagi dengan mantan suaminya."Siapa, Bun?" tanya Khalila, airmata Rani seketika jatuh."Bukan siapa-siapa," sahut Rani."Khalila!" Mande malah sengaja memanggil untuk memancing Khalila keluar."Iya." Khalila mendekat, berjalan menuju arah Rani yang kini mulai tersungkur ke bawah."Anda siapa?" tanya Khalila, ia memang sudah lupa bagaimana sosok dan rupa ayahnya. Sebab, saat sang Bunda memutuskan untuk pindah ia masih kecil dan baru berumur tiga tahun saat itu."Aku adalah .... ""Dia hanya salah alamat." Rani memotong ucapan Mande."Kalau begitu silahkan pergi, mungkin anda salah alamat," ujar Rani mengusir Mande."Tunggu dulu! Tapi, dia tau namaku, Bun," sergah Khalila penasaran."Mungkin kamu yang salah dengar,
MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#24"Sebentar, Bun. Lila cas dulu," ujar Khalila mengambil charger. Beberapa menit kemudian ia menghidupkan kembali ponselnya."Tadi Bu Manisah ingin ngomong sama Bunda. Please, Bunda izinin Khalila untuk kuliah di Jakarta," pinta Khalila memohon.Kemudian Khalila menelpon Vidio dosen tersebut. Rani dengan gugup mengambil ponsel itu dari Khalila, lalu bertatapan wajah dari layar ponsel dengan Manisah dosen dari universitas tempat Khalila ingin berkuliah.Manisah cantik, mempunyai rambut pirang dengan penampilan modis. Ia seperti terlihat baru berumur dua puluh tujuh tahunan. Huh! Rani mengelus dada lega ternyata Manisah yang menjadi dosen di universitas itu bukanlah Manisah mantan iparnya. Karena jelas terlihat dari perbedaan umur dan bentuk wajah serta rupa yang tak sama. Meskipun sudah lima belas tahun lamanya tidak mungkin Manisah berubah menjadi semakin muda.Mereka berbincang panjang lebar, Manisah meyakinkan kalau ia akan bertanggung jawab
MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#24“Sebentar, Bun. Lila cas dulu,” ujar Khalila mengambil charger. Beberapa menit kemudian ia menghidupkan kembali ponselnya.“Tadi Bu Manisah ingin ngomong sama Bunda. Please, Bunda izinin Khalila untuk kuliah di Jakarta,” pinta Khalila memohon.Kemudian Khalila menelpon Vidio dosen tersebut. Rani dengan gugup mengambil ponsel itu dari Khalila, lalu bertatapan wajah dari layar ponsel dengan Manisah dosen dari universitas tempat Khalila ingin berkuliah.Manisah cantik, mempunyai rambut pirang dengan penampilan modis. Ia seperti terlihat baru berumur dua puluh tujuh tahunan. Huh! Rani mengelus dada lega ternyata Manisah yang menjadi dosen di universitas itu bukanlah Manisah mantan iparnya. Karena jelas terlihat dari perbedaan umur dan bentuk wajah serta rupa yang tak sama. Meskipun sudah lima belas tahun lamanya tidak mungkin Manisah berubah menjadi semakin muda.Mereka berbincang panjang lebar, Manisah meyakinkan kalau ia akan bertanggung jawab
MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#23“Ibu! Jangan pergi!” teriak Mande saat melihat Juleha melangkah kesal dengan wajahnya yang memberut dan bibir mengerucut sempurna.Juleha tak mengindahkan teriakkan putra sulungnya itu, ia tidak perduli sekarang apapun yang akan terjadi pada Mande. Sementara ia saja harus tetap memikirkan bagaimana menjalani kehidupan dan mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan.“Heh!” Juleha melempar tasnya ke sembarangan, ia menghempaskan bokongnya pada kursi kayu yang ada di kontrakkan itu. Kesal, karena Mande tidak mau membagi sedikit uangnya untuk mereka.“Dasar anak pelit! Anak durhaka! Semoga saja menderita di dalam sel sana!” Umpat Juleha melontarkan sumpah serapah.“Apa sih, Bu, datang-datang marah-marah gak jelas?” tanya Manisah.“Ibu sekarang pusing! Gimana caranya kita bisa menyambung hidup tanpa pegangan uang. Sementara Mande tidak mau membagi uang tabungannya pada kita,” sungut Juleha sembari memegangi kepalanya yang jenong.“Terus gimana don