Share

Bab3

last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-12 20:00:37

MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#3

Kamu pikir aku sebo-doh itu? Kamu pikir aku selemah itu. Selama ini aku hanya bersembunyi dibalik wajah sendu yang teraniaya sembari mengumpulkan banyak trik untuk melawanmu. Sekarangpun, aku sedang berusaha terlihat lemah agar kalian bisa tertawa dalam kemenangan semua.

Pun, tak cuma surat rumah dan toko. Aku juga membawa beberapa surat penting, seperti kartu keluarga, surat nikah, BPJS-ku, Khalila, bahkan punyanya mas Mande serta surat BPKB dan STNK mobil juga kubawa. Karena surat apapun yang menurutku penting pasti akan membuat mas Mande sulit dalam berurusan jika semuanya kubawa kecuali surat nikah dan KTP punyanya. Karena, waktu dia membuat surat-surat itu atas namanya kami mempunyai perjanjian kalau aku-lah, istrinya yang berhak menyimpannya. Pun, meskipun semua itu atas namanya kami juga mempunyai surat hitam diatas putih dengan berlebelkan materai sepuluh ribu kalau dia tidak bisa menjualnya seenak hati tanpa persetujuanku. Pun, jika ia menceraikanku maka harta gono-gini akan diberikan kepadaku sebanyak 60 persen. Surat itu ia tanda tangani tanpa ia baca lagi, karena saking senangnya saat aku menyetujui bahwa semua aset dibuat atas namanya.

Ia terkecoh waktu itu, dan semuanya sudah kupegang sekarang. Lihat saja, mas, akan kubuat kamu menyesal.

Aku melangkah melewati wajah-wajah bengis yang menatapku dengan perasaan tidak suka. Tetap tegar adalah jalan satu-satunya, meskipun hati ini ingin sekali menjerit dan menangis. Namun kendati demikian, pertahananku tak boleh runtuh, aku tidak boleh ciut begitu saja.

"Tunggu apalagi? Ayo, pergi!" Teriak mertua, dengan sangar.

"Rani ... Coba dipikir lagi, buat apa mempertahankan bapakmu itu. Sebentar lagi ia juga akan mati!" Teriak mas Mande, diiringi dengan kekehan mereka.

Aku tak perduli, tak kuhiraukan suara mereka yang terus mencemooh kami. Tekad ini sudah bulat untuk keluar dari rumah yang telah kami bangun dengan segala susah payah dan keringat jagung. Walau pada akhirnya aku harus angkat kaki. Akan tetapi, ini bukanlah akhir, melainkan awal bagiku untuk masuk ke dalam permainan mereka.

_________________________

Khalila terbangun dengan tangisnya, gadis kecilku yang baru berusia 3 tahun ini menangis saat di perjalanan. Aku berusaha menenangkan Khalila dan juga berusaha tetap bisa mengawasi bapak, karena, jika lengah sedikit saja bapak bisa-bisa menghilang.

Kuambil jilbab segi empat di dalam tas, lalu mengikat satu tangan bapak pada tanganku. Agar aku bisa tetap menyadari kalau bapak masih bersamaku.

"Bunda, kita mau kemana?" tanya Khalila dengan nada cadelnya.

"Kita mau pulang ke rumah kakek," sahutku. Ah ... Dadaku menjadi sesak dengan pertanyaan Khalila. Bukan berarti aku menangisi keputusanku untuk meninggalkan rumah. Akan tetapi, kepolosan khalila-lah yang membuat hati ini sakit. Ditambah dengan mas Mande yang tega dengan anaknya sendiri.

Walaupun begitu, aku tidak boleh lemah. Jangan menangis Rani, kamu pasti kuat. Mereka tidak pantas ditangisi, apalagi jika sampai airmatamu jatuh hanya karena orang-orang yang tidak punya hati seperti mereka. Kamu pasti kuat Rani, ingat! Bapakmu masih membutuhkanmu.

Aku bergelut dengan bathin, terkadang aku merasa lemah namun di dalam sana bathinku terus memberi semangat.

__________________________________________

Entah berapa jam perjalanan, aku, Khalila dan bapak akhirnya sampai di kampung. Rumah batu yang masih berlantai semen licin mengingatkanku pada masalalu, terakhir pulang ya, setahun yang lalu, saat menjemput bapak dan membawanya ke kota.

Ketika dibuka, kami sudah disambut dengan debu yang berterbangan dan rumah ini sedikit apek karena tidak pernah dibersihkan. Di tambah banyak kotoran cicak dan kecoa di pinggiran sudut.

Keadaan rumah masih lengkap, seperti perabotan dapur dan juga alat masak lainnya. Di rumah ini juga memakai kompor gas sehingga mempermudahku jika ingin memasak, kebetulan seingatku gasnya masih berisi sehingga hanya tinggal dipasang saja lagi dan aku sudah bisa menyalakan kompor.

Hanya saja token listriknya yang habis, mungkin karena sudah terlalu lama dan tidak pernah diisi. Beruntungnya aku selalu menyimpan apa-apa saja yang penting menyangkut rumah ini, seperti nomor token listrik dan kepentingan yang lain. Sehingga, aku bisa mengisinya di konter saat singgah sebentar mencari makan siang waktu di bis tadi.

"Bunda, laper," ucap Khalila. Bapak juga kedip-kedip, sepertinya ia juga kelaparan.

Kuambil keresek hitam, sengaja saat membeli makan siang aku membelinya sedikit banyak, dengan nasi dan lauk yang dipisah agar bisa di makan saat kami sampai di kampung.

____________________________

Saat berberes rumah teleponku berdering. Kulihat beberapa panggilan tak terjawab dari mas Mande, heh! Apakah mereka sedang panik sekarang? Aku tersenyum getir saat ia menelponku berkali-kali namun tak terjawab.

[Rani, apa kamu sudah sampai di kampung?] tanyanya melalui pesan. Untuk apa dia bertanya? Apa dia kehilangan banyak barang?

Kuabaikan pesannya dan kembali berberes rumah sembari mengawasi Khalila dan bapak. Mereka bermain layaknya seperti anak kecil, kadang main kejar-kejaran dan terkadang main kuda-kudaan.

Pun, seperti yang kubilang. Rumah kami di kampung tidak begitu jelek, lantainya sudah permanen dan rumah ini cukup luas jika berada di kampung seperti ini. Soalnya, dulu sebelum bapak mengalami penyakit alzheimer hidup kami lumayan berkecukupan. Entah kenapa mendadak berubah setelah bapak hilang ingatan. Aku juga bingung?

Ponselku berdering lagi, kali ini bapak yang mengotak-atiknya. Aku tidak terlalu perduli karena ponselku itu menggunakan sandi pengaman, namun aku mendengar sesuatu dari seberang sana. Terdengar suara mertua berteriak, sementara bapak mendengarkannya sembari tersenyum.

Aku mencoba mengamati bapak, apa yang akan dia lakukan. Setelah lelah mendengar mertuaku mengoceh tidak jelas bapak kembali meletakkan ponselku di atas meja tanpa mematikan sambungan telepon.

"Dasar orang gila!" kata bapak dan meletakkan ponselku pada tempatnya kemudian ia lanjut bermain dengan Khalila.

Sedikit aku merasa terbahak, bagaiamana perasaan mertua setelah berbicara panjang lebar tapi malah dikatai oleh bapak 'orang gila' haha.

Aku beringsut mendekat, meraih ponsel yang baru saja dilepas bapak dan membukanya. Terlihat ada beberapa pesan yang tak terbaca dari mas Mande.

[Kemana BPKB dan STNK mobilku? Surat rumah dan toko, semua bukannya kamu yang pegang? Di mana kamu menaruhnya? Jangan bilang kalau kamu membawanya bersamamu.] Heh! Aku tersenyum getir, apakah mereka baru menyadarinya. Sekarang kalian mulai tahu bukan, siapa Rani yang selama ini kalian anggap lemah dan kampungan ini.

Bab terkait

  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Bab4

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#4POV Mande."Sudahlah Mande, jangan disergah! Biarkan saja dia pergi. Ibu yakin, kalau dia gak akan bisa bertahan di luaran sana. Paling sebentar lagi dia akan berbalik dan kembali," ucap ibu saat aku berusaha menahan Rani. Kupikir dengan caraku mengancam dan tidak memberinya uang sepeserpun akan membuat niatnya urung meninggalkan rumah ini. Tapi, ternyata Rani begitu keras kepala. Ia tetap pada pilihannya untuk pergi dari sini dan memilih membawa bapaknya yang pikun itu."Iya mas. Yang jelas dia itu udah gak punya apa-apa. Perhiasan saja tidak punya kan, untuk digadaikan. Heh! Palingan juga bentar lagi nangis-nangis minta maaf dan ngemis agar kita mau terima dia lagi. Kalau dia datang kembali jangan pernah dibukakan pintu," timpal Manisah dengan cengirannya yang nyinyir."Kamu dan ibu benar, mana mungkin Rani akan sampai pulang ke kampung dengan keadaan tangan kosong. Apalagi harus naik bis, memangnya dia sanggup beli tiket." Aku tersenyum m

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-12
  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Bab5

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#5POV Rani.Kumatikan ponsel agar mas Mande tidak lagi menelpon. Biarkan saja mereka merasakan bagaimana rasanya penasaran. Mungkin mereka berpikir aku akan kembali dan memohon pada mereka, akan tetapi keputusan ini sudah bulat dan aku tidak akan runtuh meskipun dengan alasan apapun.Kulihat bapak juga masih asyik bermain dengan Khalila, sesekali ia berhenti karena ngos-ngosan. Biasanya kalau bapak kecapekan ia bisa ngompol atau buang air besar sembarangan. Jadi, aku menghentikan kegiatan sejenak lalu menanyai bapak apakah dia ingin buang air."Pak, bapak mau pipis?" tanyaku dan ia menggeleng."Kalau BAB?" tanyaku lagi, dan ia juga menggeleng."Bapak lapar, belum makan. Sudah dari sehabis pulang kerja bapak belum minum seteguk air." Aku mengernyit, padahal baru saja bapak habis makan banyak. Tapi, ia sudah lupa kalau dia sudah makan."Pak, tadi bapak sudah makan," ujarku. Karena, aku belum sempat memasak. Belanja saja belum, apalagi harus memas

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-12
  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Bab6

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#6Gegas aku mengeluarkan ATM dari mesin, menggendong Khalila dan membawanya pulang. Tak lupa, aku menarik uang dulu beberapa juta dari kartu ATM pribadiku, karena aku masih takut untuk menggunakan uang simpanan bapak. Aku harus mencari tahu dahulu tentang uang ini dan paman yang bernama Hamsar. Sebab, aku lupa-lupa ingat dengan nama itu, karena kata ibu bapak hanya pernah membawaku sekali ke tanah kelahirannya sewaktu aku berumur lima tahun. Sementara ibu tidak pernah sama sekali ke sana, karena ibu menderita penyakit asma yang tak memungkinkan untuk beperjalanan jauh.Pun, saat mereka sehabis menikah ibu hanya pernah sekali saja kesana. Karena, setelah beberapa bulan mereka menikah orang tua dari bapak meninggal secara bersamaan saat melakukan umroh di tanah suci Mekkah. Maka dari itulah ibu tidak pernah lagi ke kampung bapak.Sesampainya di rumah, aku langsung mengemas pakaian kembali. Mumpung masih pagi, sepertinya masih bisa mencari tiket m

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-12
  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Jejak Yang hilang

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#7POV Mande."Sudah seharian semalaman Rani mengabaikan pesan dan teleponku, Bu. Sepertinya dia tidak akan kembali," ucapku sesaat kami sedang sarapan di meja."Heh! Istri kamu itu ngelunjak, sudah miskin banyak tingkah lagi. Lebih baik kita susul saja dia ke kampungnya," sahut ibu menggebrak meja, geram."Aku setuju. Aku akan ikut dan Salma jaga rumah, kita hajar saja sekalian. Kalau perlu kita rampas surat-surat penting itu dengan secara paksa, jangan sampai rumah ini digadaikan oleh mbak Rani. Bisa bangkrut kamu, mas," ujar Manisah menimpali."Ide bagus itu Manisah. Dia pikir dia siapa? Cuma wanita kampungan yang cara berpakaian saja masih norak, tapi berani banget mengabaikan kita. Apa dia berpikir kalau kita tidak bisa datang kesana dan mengambil semua yang seharusnya menjadi milik Mande. Kalau perlu kita berangkat hari ini juga," ujar Ibu."Tunggu apa lagi, mas, cepat keluarkan mobil dari garasi. Kami akan bersiap-siap, sekarang juga kita

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-26
  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Rencana

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#8POV Rani.Aku mencharger ponsel yang sudah habis baterai . Sebab disepanjang perjalanan baterai ponsel tidak mendapat colokkan, sehingga saat baru sampai di kampung ini ponselku lowbate dan baru sempat menchargernya pagi ini."Rani .... " Paman mendekat saat aku duduk di kursi ruang tamu, sembari menatap layar ponsel."Iya, paman," sahutku. Kulirik di depan layar terpampang beberapa kali panggilan tak terjawab dari mas Mande melalui aplikasi hijau. Pun, banyak juga chat yang masuk beruntun dari keluarga itu. Tidak hanya Mas Mande saja, tapi juga Manisah dan ibu mertua.Kuletakkan ponsel ke samping colokkan yang kabelnya bisa ditarik karena panjang."Rani, paman mau ngomong sesuatu," ujar paman."Mau ngomong apa, paman?" tanyaku."Mungkin kamu tidak tau, bapakmu banyak sekali berjasa di dalam hidup paman. Terlebih, saat kedua orang tua kami meninggal. Bapakmu lah yang membuat paman bisa bangkit dan memberi semangat agar paman tidak hancur kare

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-26
  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Melawan mertua

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#9POV Author."Mande, apa kamu sudah mendapat kabar tentang Rani?" tanya Juleha sembari duduk menyilangkan kakinya."Boro-boro Bu, pesanku saja dibalasnya dengan angkuh. Kayaknya dia sedang nantangin kita," sahut Mande menggenggam kedua tangannya."Heh! Kalau sampai kita menemukannya akan ibu tampar wajahnya. Geram sekali ibu denga wanita itu, sudah miskin tidak sadar diri!" cetus ibu dengan ekspresi jengkel."Kalau gitu aku mau ke toko, dulu," ujar Mande.Mande nekat membawa mobilnya pergi, kendati ia tau kalau BPKB dan STNK sedang tak berada di tangannya. Ia lelah jika harus memesan taksi atau ojek online, langkahnya kurang leluasa jika ia tak menyetir sendiri.Sesampainya di lampu merah Mande dicegat oleh dua polisi, karena sedang ada razia SIM. Beruntungnya SIM Mande ia sisipkan ke dalam dompet sehingga tak terbawa oleh Rani. Akan tetapi tentu saja tak sampai di situ, polisi juga meminta STNK punya Mande.Mande gugup, ia tak bisa memberikan

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-26
  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Bab10

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#10POV Rani.“Dasar miskin!” Heh! Aku tersenyum getir saat kata-kata itu terlontar dari mulut mertua. Rasanya sudah kebal dengan hinaan seperti itu.“Aku memang miskin, tapi setidaknya aku masih mempunyai rasa malu dan harga diri. Tidak seperti kalian, yang sudah putus urat malu!” tekanku membalas pandangan mertua dengan tatapan elang.“Heh! Garang juga ternyata kamu, siapa yang akan melindungimu sehingga kamu seberani, ini?!” tanya mertua semakin sangar.“Hukum!” sahutku dengan lantang.Mertua terkesiap, memangnya dia pikir aku mau mengalah seperti dulu. Tidak, akan! Apalagi semua surat aku yang pegang. Untuk apa takut dengan mereka, aku bisa saja mengusir mereka dari rumah itu jika mau. Tapi, aku ingin menyelesaikan misi terlebih dahulu.“Jangan songong!” tunjuknya membulatkan mata.“Siapa yang songong? Sebenarnya aku tidak punya waktu untuk meladeni kalian,” ujarku.“Kamu tidak akan bisa pergi sebelum kamu menyerahkan surat-surat penting itu

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-28
  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Bab11

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#11POV Author.Mande mencurigai surat kuitansi yang ia tanda tangani, apalagi dia tidak boleh membaca apa isi dari kuitansi tersebut. Jika, itu adalah kuitansi yang harus ia lunasi dan menebus mobilnya dengan uang, lalu kenapa ia tidak membayar sepeserpun dan dibolehkan pulang begitu saja membawa mobilnya.Pikiran Mande menjadi mumet, akan tetapi di sisi lain ia merasa lega karena ia bisa mengambil mobilnya kembali. Pun, setelah ini ia tak bisa membawanya secara leluasa seperti sebelumnya.Mande menghempaskan bokongnya ke atas sofa sesaat sampai di rumah. Ia menghembuskan nafas berat penuh dengan beban pikiran. Juleha yang melihat Mande pulang dengan membawa mobil pun mengambangkan senyumnya.“Kamu berhasil merebut surat-surat penting itu dari tangan Rani?” tanya Juleha antusias duduk di samping Mande. Ia begitu bersemangat.Mande menggeleng. “Tidak Bu, bahkan aku tidak membayar satu rupiah pun saat mengambil mobil ini,” ujar Mande melirik ibun

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-30

Bab terbaru

  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Tamat

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YABG PIKUN#31Rani dengan berat meninggalkan area pemakaman, saat mereka ingin beranjak pergi dokter Ridwan pun datang."Nyonya Rani, saya baru tahu kalau pak Hamdar mening ...." ucapannya terjeda saat melihat mata Rani yang sembab dan merah."Ehm ... Maaf, saya datang di waktu yang tidak tepat," ujar dokter Ridwan."Tidak papa, Dok," sahut Khalila."Tapi, kami sudah mau pulang," lanjutnya."Silahkan, saya akan menyusul nanti." Dokter Ridwan kemudian mendekat pada kuburan pak Hamdar, ia berjongkok sembari menengadahkan kedua tangannya. Memanjatkan doa-doa dan surat-surat Al-Qur'an, terakhir ia membaca surat Yasin dan menabur bunga.Sementara Hamsar menyarankan agar mereka menunggu dokter Ridwan di gerbang utama, tidak enak saja meninggalkan orang yang datang untuk melayat keluarganya. Apalagi, orang tersebut sudah akrap dengan keluarganya."Eh, kalian masih di sini?" tanya dokter Ridwan saat ia keluar dari gerbang pemakaman umum tersebut."Pulangnya baren

  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Bab30

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#30Setelah beberapa hari tidur di tempat yang kurang layak, hari ini Mande memutuskan untuk pindah ke hotel yang lebih mewah dan nyaman. Ia juga makan di restoran yang mahal dan tentunya memakan pesanan yang ia pesan hingga tandas tak bersisa.Malam itu Mande dikagetkan dengan kedatangan dua orang polisi ke restoran tersebut, sembari menodongkan senjata api dan menyuruh Mande mengangkat kedua tangannya. Peluh jagung mulai bercucuran dan Mande menjadi tegang."Angkat tangan! anda kami tahan." Salah satu dari polisi tersebut mengancam.Mande pun tak bisa berbuat apa-apa, ia terpaksa manut agar tak di tembak oleh polisi tersebut. Percuma saja ia kabur, yang ada ia akan di dor saat mencoba berlari."Salah saya apa ya, pak?" tanya Mande berpura-pura tidak tahu."Anda kami tangkap atas tindakan pencurian di rumah, nyonya Rani," ujar polisi tersebut dan salah satu dari mereka memborgol tangan Mande."S-saya tidak mencuri, pak," ucap Mande masih mengel

  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Bab29

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#29 "Heh! Bercanda lagi." Khalila mengangkat satu bibirnya dan menghembuskan nafas kasar. "Apa udah gak punya cara lain, sehingga harus berpura-pura pingsan. Atau ... Emang sengaja mau cari simpati. Bangun, aku enggak akan luluh dengan sandiwara receh seperti ini." Khalila berbalik dan mengguncang tubuh Mande. Namun Mande tak bergerak, tubuhnya begitu lemas. Selain ia menahan sakit, ia juga tidak sempat makan dari pagi. Apalagi, dia juga kelelahan karena berlari kesana-kemari beberapa hari ini. "Enggak bangun, Bun. Apa dia meninggal?" Khalila melirik pada bundanya. Rani yang mendengar ucapan Khalila tersentak dan takut. "Biar kakek periksa," ujar Hamsar mendekat. "Dia pingsan," ucap Hamsar. "Terus gimana dong, kek?" tanya Khalila. "Kita panggil dokter Ridwan saja," usul Hamsar. Khalila dan Rani mengangguk, Lila pun segera mengambil ponsel dan menekan nomor dokter Ridwan, dokter langganan mereka yang biasa di panggil ke rumah. Sekian pu

  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Bab28

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#28Khalila menyuruh beberapa orang untuk menebar brosur, poster Mande pun sudah terpampang di berbagai jalan. Banyak tiang-tiang yang bertempelkan wajah Mande dengan caption yang sama. Sontak, para pejalan kaki dan pengendara roda dua langsung tergiur dengan hadiah yang dicantumkan oleh Khalila. Di jaman yang serba mahal ini, uang lima juta sangat banyak bagi kaum menengah ke bawah.Ya, mulai hari ini hidup Mande diawali dengan ketidak nyamanan. Tadi pagi saja saat ia membeli sarapan di warung terdekat banyak orang menatapnya dengan tatapan sinis dan aneh, ada juga yang mengikuti ia hingga sampai ke depan gang. Untungnya Mande segera berlari sekencang mungkin untuk menghindar, takut saja jika orang-orang tersebut berniat jahat atau mungkin pencuri organ tubuh. Siapa tau, kan?Nafas Mande dibuat ngos-ngosan karena berlari sekuat yang ia bisa. Tenaganya terkuras dan tenggorokan kering sebab kekurangan dahaga. Mande mengambil botol air mineral lal

  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Bab27

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#27Badan Mande serasa mau patah gara-gara digempur oleh Khalila dan Rani. Kalau Hamsar sih, tidak seberapa, yang sakit itu pukulan sapu dari Rani. Rasanya pedas dan perih.Dan ternyata membawa Khalila tidak semudah yang ia bayangkan. Ia pikir ia bisa membawa Khalila dengan gampang, sebab hanya Khalila lah penyelamat satu-satunya bagi Mande. Dikarenakan Mande memiliki banyak hutang keliling pinggang pada rentiner sehingga ia kebingungan saat ingin membayarnya. Belum lagi ia dikejar-kejar kesana-kemari bahkan beberapa kalian digebuki karena tidak bisa membayar.Pun, seorang pengusaha kaya-raya yang sudah berumur, dan lebih tepatnya bisa disebut lelaki hidung belang menawarinya uang yang banyak asalkan ia bisa memberikan gadis yang masih perawan untuk dinikahi secara siri. Sementara ia hanya mempunyai satu putri yaitu Khalila."Huh! Kurang ajar! Pukulan Rani kencang juga," decak Mande saat ingin meninggalkan halaman rumah tersebut.Sementara Rani

  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Bab26

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#26"Hai, Rani!" Mande menyapa Rani dengan senyumnya, diangkatnya tangan sembari melambai pada Rani.Saat itu juga Rani seperti menyaksikan kilatan petir yang bersambaran. Ia merosot ke bawah seakan tak percaya kalau hari ini ia bertemu lagi dengan mantan suaminya."Siapa, Bun?" tanya Khalila, airmata Rani seketika jatuh."Bukan siapa-siapa," sahut Rani."Khalila!" Mande malah sengaja memanggil untuk memancing Khalila keluar."Iya." Khalila mendekat, berjalan menuju arah Rani yang kini mulai tersungkur ke bawah."Anda siapa?" tanya Khalila, ia memang sudah lupa bagaimana sosok dan rupa ayahnya. Sebab, saat sang Bunda memutuskan untuk pindah ia masih kecil dan baru berumur tiga tahun saat itu."Aku adalah .... ""Dia hanya salah alamat." Rani memotong ucapan Mande."Kalau begitu silahkan pergi, mungkin anda salah alamat," ujar Rani mengusir Mande."Tunggu dulu! Tapi, dia tau namaku, Bun," sergah Khalila penasaran."Mungkin kamu yang salah dengar,

  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Bab25

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#24"Sebentar, Bun. Lila cas dulu," ujar Khalila mengambil charger. Beberapa menit kemudian ia menghidupkan kembali ponselnya."Tadi Bu Manisah ingin ngomong sama Bunda. Please, Bunda izinin Khalila untuk kuliah di Jakarta," pinta Khalila memohon.Kemudian Khalila menelpon Vidio dosen tersebut. Rani dengan gugup mengambil ponsel itu dari Khalila, lalu bertatapan wajah dari layar ponsel dengan Manisah dosen dari universitas tempat Khalila ingin berkuliah.Manisah cantik, mempunyai rambut pirang dengan penampilan modis. Ia seperti terlihat baru berumur dua puluh tujuh tahunan. Huh! Rani mengelus dada lega ternyata Manisah yang menjadi dosen di universitas itu bukanlah Manisah mantan iparnya. Karena jelas terlihat dari perbedaan umur dan bentuk wajah serta rupa yang tak sama. Meskipun sudah lima belas tahun lamanya tidak mungkin Manisah berubah menjadi semakin muda.Mereka berbincang panjang lebar, Manisah meyakinkan kalau ia akan bertanggung jawab

  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Bab24

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#24“Sebentar, Bun. Lila cas dulu,” ujar Khalila mengambil charger. Beberapa menit kemudian ia menghidupkan kembali ponselnya.“Tadi Bu Manisah ingin ngomong sama Bunda. Please, Bunda izinin Khalila untuk kuliah di Jakarta,” pinta Khalila memohon.Kemudian Khalila menelpon Vidio dosen tersebut. Rani dengan gugup mengambil ponsel itu dari Khalila, lalu bertatapan wajah dari layar ponsel dengan Manisah dosen dari universitas tempat Khalila ingin berkuliah.Manisah cantik, mempunyai rambut pirang dengan penampilan modis. Ia seperti terlihat baru berumur dua puluh tujuh tahunan. Huh! Rani mengelus dada lega ternyata Manisah yang menjadi dosen di universitas itu bukanlah Manisah mantan iparnya. Karena jelas terlihat dari perbedaan umur dan bentuk wajah serta rupa yang tak sama. Meskipun sudah lima belas tahun lamanya tidak mungkin Manisah berubah menjadi semakin muda.Mereka berbincang panjang lebar, Manisah meyakinkan kalau ia akan bertanggung jawab

  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Bab23

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#23“Ibu! Jangan pergi!” teriak Mande saat melihat Juleha melangkah kesal dengan wajahnya yang memberut dan bibir mengerucut sempurna.Juleha tak mengindahkan teriakkan putra sulungnya itu, ia tidak perduli sekarang apapun yang akan terjadi pada Mande. Sementara ia saja harus tetap memikirkan bagaimana menjalani kehidupan dan mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan.“Heh!” Juleha melempar tasnya ke sembarangan, ia menghempaskan bokongnya pada kursi kayu yang ada di kontrakkan itu. Kesal, karena Mande tidak mau membagi sedikit uangnya untuk mereka.“Dasar anak pelit! Anak durhaka! Semoga saja menderita di dalam sel sana!” Umpat Juleha melontarkan sumpah serapah.“Apa sih, Bu, datang-datang marah-marah gak jelas?” tanya Manisah.“Ibu sekarang pusing! Gimana caranya kita bisa menyambung hidup tanpa pegangan uang. Sementara Mande tidak mau membagi uang tabungannya pada kita,” sungut Juleha sembari memegangi kepalanya yang jenong.“Terus gimana don

DMCA.com Protection Status