Share

Pergi Bertamu

Author: Renti Sucia
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pagi begitu cerah, tapi tidak dengan keadaan hati Ara. Wanita itu murung sejak membuka mata. Di dapur, ia sudah membantu ibunya masak walau sebenarnya terkadang rasa mual itu kembali datang.

“Ra, jangan ngelamun,” tegur ibunya.

Ara menoleh. Karena stres dan kurang istirahat, matanya mulai menampakkan lingkaran hitam.

“Cuma mikirin bapak, Bu. Kayaknya belum pulang, ya?” lirih ia menjawab.

“Enggak usah dipikirin. Bapakmu dari dulu kalau lagi marah suka begitu, kan,” hibur sang ibu. Dirinya tak mau sampai Ara terbebani dengan semua itu.

“Iya, tapi tetap aja sekarang rasanya beda.” Ara menunduk. Merasakan kembali kesedihan di hatinya.

“Enggak apa-apa, nanti ibu akan bujuk bapakmu, ya. Jangan masukkan hati. Bapakmu mengatakan hal kejam itu juga bukan karena tak menginginkan cucunya. Bapakmu cuma terlalu dalam membenci Fery.”

“Bapak juga sepertinya benci Ara karena dulu ngeyel dan tak nurut ke bapak,” lanjut Ara di tengah-tengah kegelisahannya.

Sang ibu masih mengiris bawang hati-hati. Sese
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Luka Yang Dirindukan   Perbincangan Serius

    Ara masih saja merasa tegang walau berulang kali Rangga menenangkan. Bahkan kedua kakinya sedikit gemetar ketika turun dari kendaraan roda dua milik laki-laki itu.“Ra, kamu baik-baik aja, kan?” tanya Rangga memastikan.Tanpa dipinta, Rangga membantu Ara membuka helm dari kepala. Ia juga membenarkan anak-qnak rambut yang menghalangi pipi. Menyelipkannya ke belakang telinga Ara.“Aku baik-baik aja, Mas. Makasih udah bukain helm-nya,” bual Ara. Tak mungkin dirinya mengatakan jika masih gugup seperti sebelumnya.“Syukurlah, kalau gitu ayo masuk,” ajak Rangga usai membuka helm miliknya.Baru saja melangkah hingga anak tangga yang menuju teras, pintu utama terbuka. Ibu Rangga menyambut kedatangan Ara dengan hangat tanpa ketinggalan senyumnya.“Ara, apa kabar, Sayang?” Wanita yang masih segar awet muda itu merentangkan tangan, lalu memeluk serta cipika-cipiki kepada Ara.“Baik, Tante. Makasih sudah ngundang Ara buat sarapan bersama.” Ara mencoba menepis semua kegugupan yang terasa melebar,

  • Luka Yang Dirindukan   Keributan

    Sial, bapaknya pulang ketika Ara masih ada di rumah Rangga. Mengetahui anaknya kukuh untuk melanjutkan rencananya, ia tak akan tinggal diam.“ARAA! Bapak tahu kamu ada di dalam! Cepat keluar!” teriaknya menggila.“Tan, itu bapak. Ara takut,” ucap Ara gemetar. Ia merangkul lengan calon mertuanya erat.Ibu Rangga kaget dengan semua ini. Namun, dirinya mencoba untuk meredam ketakutan yang terasa. Digenggamnya tangan Ara, ibu Rangga bertanya.“Bapakmu kenapa marah begitu, Ra?”Ara semakin mempererat pegangan tangannya, ketakutan yang ia rasa semakin membesar saja.“Bapak enggak setuju Ara melahirkan anak ini, Tan. Mungkin karena tahu Ara setuju untuk menjalin hubungan sama mas Rangga, bapak tahu Ara akan tetap mempertahankan bayi ini.” Mata Ara mendadak memanas. Mengingat betapa kejam kata-kata bapaknya semalam membuat ia tak tahan lagi, gemetar hebat.“Astagfurullah ... bisa-bisanya bapakmu, Ra.”Ibu Rangga yang merasakan ketakutan Ara mencoba menenangkan. Meyakinkannya agar tenang. Mesk

  • Luka Yang Dirindukan   Diskusi

    “Bu, Bu! Turunkan parangnya, ya, bahaya!” Rangga mencoba menenangkan ibu Ara yang kini kelihatan sangat marah dan emosi.Sementara Ara sendiri malah diam tak bisa berkutik. Otaknya dipenuhi dengan ketakutan-ketakutan yang menyerang secara bersamaan.“Bu, kamu apa-apaan, sih?!” Bapak Ara mendekat panik.Namun wanita itu justru mendekatkan parang ke lehernya, membuat suasana semakin riuh dan tegang.“Bapak berani menyingkirkan cucu ibu, lihat saja ibu akan ikut mati bersamanya!” tantang ibu Ara dengan linangan air mata. Sesungguhnya wanita separuh baya ini takut, tetapi ia berani nekad begini karena ingin melindungi Ara dan calon buah hatinya.“Bu, Ara mohon jangan!”“Jangan mendekat!”Tak ada yang berani mendekatinya. Dinasehati pun tak membuat ibu Ara menjatuhkan benda tajam itu.“Ara, lihatlah! Ibumu jadi gila begitu karena kamu!” sentak Pak Wisnu masih tak tahu diri. Padahal semua tahu ia akar dari permasalahan ini.“Apa?” tanya Ara lirih. Sesekali ia melirik antara ibunya dan bapak

  • Luka Yang Dirindukan   Isi Hati Fery

    Berminggu-minggu telah dilewati dengan sabar oleh Bu Asti dan Vina. Namun tidak dengan Fery sendiri. Lelaki yang hanya bisa berbaring tak berdaya itu sesungguhnya tak pernah berhenti gelisah.Jauh dalam jantung hatinya ia meraung meratapi nasib buruk yang menimpa. Hatinya lebih hancur terutama ketika ia melihat orang-orang yang ia cintai sedih dan kesulitan.‘Tuhan, aku tak mengerti mengapa Engkau memberiku cobaan sebesar ini. Jika memang dosaku sangat besar, akan lebih baik bagiku mati dan masuk neraka. Itu lebih jelas merasa tersiksa sendiri. Tapi kalau begini, keluargaku menjadi ikut tersiksa. Aku tak bisa melihat air mata mereka jatuh lagi dan lagi.’Sejak kecelakaan itu terjadi, tak ada semangat yang tersisa dalah jantung hati Fery. Semua seolah hilang tersapu angin. Meninggalkan jejak-jejak nyeri yang tak berkesudahan. Terutama ketika ia memutuskan untuk menalak cerai Ara. Wanita yang ia cintai satu-satunya.‘Di setiap detik yang kulalui setiap waktu adalah hanya berpikir bagaim

  • Luka Yang Dirindukan   Pak Wisnu Peduli

    ‘Andai waktu yang telah berlalu bisa diulangi lagi, aku ingin sekali meminta maaf kepada Ara dan meyakinkannya jika diri ini tak selingkuh dengan Ria. Mendengar Vina mengatakan kehidupan Ara menderita usai ditalak cerai olehku, rasanya hati ini patah. Menimbulkan nyeri yang menusuk ke ulu hati.’Fery kembali menitikkan air mata, tak tahan dengan kesesakan yang mendera.‘Sial. Bahkan untuk menangis saja aku tak bisa berteriak sesuka hati. Mendengar keluargaku membicarakan banyak harapan dan kepedihan serta kesusahannya membuat aku ingin bangun. Sungguh. Tapi teringat lagi betapa aku sangat menyusahkan dan membuat orang-orang yang kucintai terluka, aku lebih memilih untuk mati. Andai saja aku diberi kesempatan untuk menggerakkan sebelah tangan ini, aku ingin mengambil sebilah pisau, mengiris urat nadi di tangan lainnya.’Fery membatin putus asa.Ini baru mendengar Ara menderita. Kalau dia mendengar Ara memiliki anak darinya, apakah Fery akan berubah pikiran? Andai ia tahu Ara rela mengo

  • Luka Yang Dirindukan   Gunjingan Tetangga

    Pria tua dengan julukan mantan preman kampung itu berdecak berkali-kali di sepanjang perjalanannya menuju warung Nur yang ada di simpangan gang. Letaknya bersampingan dengan rumah Pak Somad yang tak lain adalah saingannya sejak remaja, dan berlanjut menjadi musuh sampai kini.“Aduh, sial bener nasibku hari ini. Kenapa si Ara mau makan itu buah belimbing, sih? Nyusahin aja. Kan, jadinya harus merancang rencana buat nyolong itu buah.” Pak Wisnu bergumam sendiri sambil garuk-garuk kepala, bingung.Yah, seperti kata Pak Wisnu, ia akan mencuri buah yang Ara inginkan, ta sudi benar kalau harus minta izin untuk memetiknya kepada Pak Somad.“Gila aja disuruh beli buah itu ke si Somad. Yang ada dia ngajak gelut,” gumamnya lagi.Sekarang Pak Wisnu hampir sampai ke warung Bu Nur. Langkahnya semakin pelan. Kepalanya celingukan kanan kiri, memindai ke seketar tempat, takut melihat Pak Somad.“Ogah bener gue harus liat batang hidungnya yang enggak mancung itu,” ucap Pak Wisnu lagi.Setelah memindai

  • Luka Yang Dirindukan   Menyeret Para Biang Gosip

    Kondisi hati Ara lebih baik dari hari kemarin dan hari-hari lain yang telah ia lalui. Semua karena bapaknya telah menyerah dan tak lagi menuntutnya untuk menggugurkan bayi dalam perutnya.“Bapak mau-maunya disuruh ibu,” gumamnya sambil tertawa kecil.Setelah bisa mengusir pusing dan mualnya. Ara bangkit dari ranjang, memaksakan diri menyapu teras yang masih kotor.“Kata dokter aku harus banyak gerak biar bayinya sehat. Lagian diam terus di kamar juga enggak enak. Otot-ototku serasa pegal.”“Loh, Ra. Kamu bukannya istirahat, malah nyapu. Nanti pusing lagi, gimana coba?” Ibunya keluar dari dalam rumah. Melihat anaknya menyapu di teras membuat kekhawatiran muncul.Ara mengulas senyum segar. “Ara baik-baik aja, Bu.”“Kamu yakin?” tanyanya memastikan sekali lagi.“Iya, Bu. Makasih udah khawatirin Ara, dan ... makasih juga udah bela Ara sampai bikin bapak bolehin Ara pertahankan bayi ini. Ara nyesel nyeret Ibu ke dalam persoalan Ara. Gara-gara itu, Ibu jadi terluka. Ara minta maaf,” sesal A

  • Luka Yang Dirindukan   Berlapang Dada

    Muka Ara merah padam. Antara marah sekaligus malu karena menjadi sumber bahan gosipan tetangganya. Bahkan yang menangkap basah adalah bapaknya sendiri.“Apa? Jadi ... Ibu kira saya hamil anak laki-laki hidung belang?” Tumpah air mata Ara di detik itu juga. Tak menyangka kehamilannya yang diketahui usai perceraian terjadi menjadi buah bibir yang tak mengenakan.“Lah, iya! Mereka sok tahu! Bagian mau bapak laporin ke polisi atas pencemaran nama baik mohon-mohon enggak mau,” sahut bapaknya sambil berkacak pinggang. Matanya masih tak bisa berhenti melotot. “Keterlaluan, kan? Emangnya siapa yang nggak bakal marah kalau anaknya digosipkan begitu!”Semakin kerap air mata Ara berjatuhan, Bu Ratna semakin erat memeluk, berharap pelukannya bisa sedikit menenangkan meski kenyataannya hal itu tak bisa meredakan sakit yang Ara rasa.“Demi Allah, Bu. Saya hamil anak mantan suami saya sebelum pisah. Usia kandungannya sudah menginjak tiga bulan. Kalian sendiri pasti tahu kapan kami bercerai. Dan tolo

Latest chapter

  • Luka Yang Dirindukan   Episode Terakhir

    Semua yang telah terjadi, seakan menjadi buih lautan yang terombang-ambing sampai akhirnya hilang tak berjejak.Cinta, kasih sayang, penyatuan dua manusia yang berakhir saling berpisah, kemudiaan berjarak dan saling benci karena sebuah kesalah pahaman, akhirnya bisa kembali bicara empat mata dengan waktu yang cukup panjang. Meluruskan segala hal yang salah.Ara tersedu hingga menghabiskan satu pack tisu kecil di tangannya. Setengah hatinya tak percaya karena dia telah ditipu oleh mantan mertua dan adik iparnya, sehingga dia harus menjalani kepahitan selama bertahun-tahun lamanya, setengah hati lainnya masih saja marah karena mengingat tentang perselingkuhannya dengan Ria dulu.Bagian itu, Fery tak dapat membela diri. Sebab namanya memang sudah rusak berkat wanita setan itu. Namun, dia masih berharap Ara akan memaafkan.Dia juga menyesal mengapa semudah itu percaya dengan kata ibunya yang mengatakan Ara sudah menikah dengan Rangga, sehingga dia pun menjadi setengah gila waktu itu. “Ra

  • Luka Yang Dirindukan   Air Mata Jatuh Lagi

    “P-Pak Fery?”Mirna begitu terkejut sampai dia hampir saja menjatuhkan ponselnya dari tangan. Beruntung hal buruk itu tak sampai terjadi.“Tantee! Malah ninggalin, sih!” Dinda memburunya, memeluknya, tapi dengan gaya kesal. Sesekali memukul perut Mirna pelan.Ceritanya marah.Namun, Mirna masih mematung sempurna tanpa melepas pandangannya dari Fery. Pun dengan lelaki itu sendiri.“Pak Fery? Ini bener-bener Bapak, kan?” Sambil memangku Dinda agar tak tertinggal lagi karena kecerobohannya, ia mendekat pada Fery yang juga melangkah ke arahnya.Namun, Fery menatapnya dengan berjuta rasa yang menggebu-gebu. Sesekali menatap Dinda dengan berbagai praduga yang tercipta begitu saja dalam rongga otaknya.“Katakan padaku, Mir. Dinda anak siapa?”Dan, yah ... begini jadinya jika seorang Fery sudah curiga berat. Setelah mendengar Dinda berkata jika dia bukan anak kandung Rangga, dia akan langsung mencari jawabannya tak peduli meski tak langsung pada Ara.Seketika mata Mirna terbelalak besar. Dia

  • Luka Yang Dirindukan   Fakta yang Terbongkar

    Yang Maha Kuasa telah mentakdirkan agar mereka kembali berjumpa. Lantas, sampai kapan, kah, kesalahpahaman antar keduanya terus mengungkung mereka? Kapan sekiranya dua hati yang lukanya tak kering-kering itu sembuh?Entah, tak ada yang tahu. Namun, satu yang pasti, meski tertanam kecewa dan benci atas apa yang terjadi di masa lalu, tetapi rasa rindu juga tak luput menggedor-gedor pintu hati mereka.Ingin keluar, ingin lepas. Sayangnya sesuatu yang bernama gengsi, egois, juga amarah mencegahnya. Rasa yang disebut rindu itu dirantai kuat-kuat, lalu dikubur ke dalam hati terdalamnya.Hasil pertemuan itu tak menjadi apa-apa kecuali menjadi luka yang membuat hati masing-masing berdarah.***Fery terlampau kecewa, ternyata wanita yang sepalu membakar semangatnya untuk kembali pada kondisi semula itu ternyata sudah menikahi laki-laki lain. Bahkan mereka sudah memiliki keturunan.“Sepertinya aku memang terlahir tak normal, tidak sehat, mandul,” gumam Fery frustrasi. Isi kepalanya kini dipenuh

  • Luka Yang Dirindukan   Permainan Takdirkah?

    Benarkah yang dilihatnya adalah Fery? Ara terdiam menatap lelaki yang perlahan mendekatinya. Tertegun bahkan hampir tak mengedipkan mata.“Ra, itu kamu?”Tak salah lagi. Lelaki itu memanglah Fery. Sang mantan suami yang kini tampak lebih kurus. Sehingga Ara sedikit syok melihatnya.Sekian tahun berpisah, dan tak pernah saling berhubungan, lalu tiba-tiba bertemu tanpa sengaja begini membuat keduanya merasa sedang bermimpi.Perlahan mata ara berkaca kala Fery telah sampai di hadapanya dengan jarak amat dekat.Lelaki itu sesungguhnya enggan mendekat, tetapi kakinya terus melangkah sejak melihat wajah Ara di tempa ia berdiri tadi. Tanpa bisa diperintah diam, ia terus mendekat.Mungkin rasa rindu yang menggunduk dalam dadanya menjadi sebuah dorongan kuat baginya untuk mendekati Ara.“M-Mas Fery kah?” tanya Ara terbata. Dengan suara paling pelan, tetapi untung lelaki itu masih paham.Bibir Fery tersenyum, kepalanya mengangguk kikuk.‘Sial. Kenapa aku bersikap begini ketika harus berhadapan

  • Luka Yang Dirindukan   Pertemuan Tak Terduga

    Waktu terus bergulir tanpa terasa. Fery mulai bosan tinggal di kamar terus. Semakin lama mendekam di dalam, semakin terbayang wajah sang mantan.“Sepertinya aku harus cari angin. Kalau tidak, bisa mati karena gila memikirkan Ara,” monolog Fery seraya bangkit dari posisi tidurannya.Fery berkaca sebelum benar-benar pergi. Di situ ia menghela napas berat, merasa sedih melihat diri yang masih terlihat kurus. Ya, meski tidak separah sebelumnya, tetapi ia sedih saja.Berjalan keluar, dia disambut oleh tatapan serius dari Vina yang kini sedang selonjoran di atas sofa sambil menonton siaran televisi. Namun Fery cuek saja dan terus melangkah.“Mau ke mana? Ini udah mau magrib, loh Mas.” Gadis muda itu tak segan menegur kala melihat kakaknya berjalan menuju pintu utama.“Sambil nunggu mama balik dan masak, mau keliling-keliling dulu di sekitar kota ini. Sumpek di kamar terus,” jawabnya sambil menarik gagang pintu. Kemudian Fery hilang dari pandangan Vina sebelum dia menyahuti perkataannya.“Hi

  • Luka Yang Dirindukan   Bukan Hanya Kebetulan

    Tak akan pernah ada yang tahu tentang takdir akan berjalan bagaimana. Beratkah? Muluskah? Semua hanya Tuhan yang tahu.Mungkin sebagian dari orang menganggapnya sebagai kalimat belaka tanpa arti, tetapi nyatanya takdir memang ada di dunia ini.Takdir yang tak bisa dihindari.Seperti pertemuan kembali Ara dan Fery. Dua manusia yang pernah disatukan dalam ikatan pernikahan, tetapi terpaksa kandas hanya karena sebuah kesalahpahaman dan juga adanya hal lain yang memberatkan sebelah pihak.Sehingga Fery memutuskan untuk menceraikannya lewat surat.Dn dia menyesalinya sepanjang hidup setelah berhasil melewati masa-masa terberatnya dalm hidup.Lantas, akankah semua kesalahpahaman itu akan berakhir?Tak ada yang tahu. Kembali lagi lepada takdir yang sudah menggaris di tangan. Garis yang hanya bisa digambar oleh Sang Pencipta.***Ara masih termenung di meja kerja. Masih mengingat rupa seseotang yang mirip dengan mantan suaminya, Fery.‘Dia mirip sekali. Apakah itu dia? Sungguh?’ Entah untuk k

  • Luka Yang Dirindukan   Saat Itu Bulan Agustus

    Saat itu bulan Agustus, waktu di mana Fery dinyatakan pulih hampir seratus persen. Dia sudah bisa kembali menggerakkan seluruh tubuhnya dan mampu bicara, meski sesekali ia merasakan kondisi mati rasa dan juga belum lancar bicara, tetapi itu tak mematahkan semangatnya untuk tetap berusaha kembali pada kondisi normalnya.Hari demi hari dilalui dengan suka cita dan penuh air mata. Fery mencoba melewati masa itu, mencoba membunuh rasa sakit yang terasa tiada ujung. Hingga akhirnya Fery bisa benar-benar kembali pada kondisi normalnya.Dia banyak mengucap syukur dan terima kasihnya yang tak terhingga kepada orang tua serta adiknya yang tetap setia menjaga dan merawat tanpa lelah. Meski sejatinya ia tahu bahwa ada rasa jengah tergaris di wajah mereka di satu waktu.Untuk sementara Fery serta keluarga tinggal di Inggris sebab tak punya pilihan lain setelah habiskan aset dan harta benda demi kesembuhannya.Kondisi ekonomi mereka begitu buruk saat itu, hingga harus merasakan tidur di jalanan us

  • Luka Yang Dirindukan   Sosok Familier

    Ara termenung di jam istirahat. Membuka lembar demi lembar buku album foto Dinda dari ketika dia masih bayi merah hingga kini sudah menjadi gadis mungil yang cantik.Sekarang Dinda tengah tertidur di sofa, di kantor Ara. Sejak kecil, ia sudah terbiasa dibawa bekerja, sebab di rumah tak ada yang menjaga. Sehingga anak itu tumbuh menjadi gadis baik yang penuh pengertian dan mandiri.Bahkan Dinda selalu menjadi penyemangatnya di saat pekerjaan membuat pening dan memusingkan.“Sebanyak apa pun aku menepis, kamu tetap mirip ayah kamu, Din.” Sofia bergumam sedih.Seminggu lagi dia akan pulang ke rumah untuk merundingkan pernikahannya dengan Rangga, tetapi sejak memutuskan itu, pikirannya kembali dikecoh oleh bayang-bayang Fery sang mantan suami.Entah mengapa, Ara pun tak mengerti.Meski benci mengental mendarah daging, rasa itu tak bisa dibohongi. Nyatanya rindu masih ada untuknya. Rindu yang ada bersamaan dengan benci di hati.“Gimana sekarang dia, ya? Sudah punya anak belum, ya dengan is

  • Luka Yang Dirindukan   Gagal Romantis

    Tak peduli bau nasi padang menguar dari mulut, Rangga melamar Ara dengan percaya dirinya. Di sana. Di dalam mobil yang masih diam di tempat.Mata Ara sudah berkaca-kaca. Ingin menangis. Namun, mati-matian menahan sekuatnya. Dia bagai baru saja tersengat oleh aliran listrik. Tak bisa berkata, atau bergerak.“Ra? Kok, malah bengong, sih?” tanya Rangga berhasil mengusir kekagetan Ara.Saat itu juga, ia tersenyum.“Mas serius udah siap nikahin aku?”Kontan Rangga mengangguk.“Serius, dong. Aku sudah memikirkannya dengan matang. Kurasa ini sudah waktunya. Jadi gimana, kamu mau apa engga?” ulangnya bertanya. Rangga tak sabar ingin mendengar jawaban Ara, yakin jika wanita itu akan menerima lamarannya.“Ya mau lah Mas. Aku sudah menunggu begitu lama,” ucap Ara seraya menjatuhkan air mata. Tak tahan lagi. Terharu.Rangga tercenung diam.‘Menunggu lama?’“Kamu menunggu, Ra?” Pertanyaannya bersambut satu anggukkan. Bagi Ara itu adalah kesialan karena bisa-bisanya keceplosan. Kini pipinya semerah

DMCA.com Protection Status