Share

Pengakuan Cinta Vanya

Vanya sedang duduk manis menghadap meja kerjanya. Karena jam istirhat sedang berlangsung, ia sedikit bersantai, merias diri sehabis makan siang beberapa saat lalu.

Di ruangan itu tak sendiri, ada beberapa guru lain yang juga sedang asyik mengobrol, ada juga yang sedang diskusi, membicarakan tentang murid-murid berprestasi.

Rangga datang dengan emosi yang hampir meledak. Bagai lava yang siap muntah kapan saja, bergemuruh dalam perut bumi.

Melihat Vanya sedang membenarkan rambutnya yang tergerai bebas, laki-laki itu langsung menghampiri tanpa menghilangkan raut kesalnya.

“Ayo keluar dulu. Ada yang perlu saya sampaikan,” ajak Rangga. Dia tahu kalau ditegur di sini, nanti yang ada Vanya hanya akan mendapat malu. Selain itu, ia juga tahu kalau itu terjadi, nanti akan ada bahan gosipan miring lagi.

Vanya menurunkan cermin kecil, menatap heran.

“Sepenting itu, ya, Pak Rangga? Sampai harus keluar.”

Rangga yang sedang berjuang meredam emosinya itu tersenyum sumir. Menganggap pertanyaan Vanya a
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status