Rara sedikit memicingkan matanya kala melihat Lyodra tengah membuka satu persatu kancing bajunya, kemudian menghampirinya.
"Lo lagi ngapain? Yaelah, lama amat dari tadi gue tungguin Sat."
"Hust! Diamlah."Lyodra berpose layaknya seperti model sexy di depan cermin toilet kamar mandi mall.
"Lo lagi ngelayanin Dave? Dia minta Pap lagi sama Lo. Heran ya, udah tau si David tu brengseknya setengah mati, Lo masih aja ngelayanin Dia." Tutur rara.
Namun Lyodra tetap tidak mengubris kata-kata Rara barusan, Lyodra justru berpose semakin panas. Dengan model baju sabrina yang memperlihatkan belahan dada yang rendah membuat pose biasa saja sedikit memperlihatkan dua aset beharga miliknya.
"Minggir Sat. Gue mau foto sendirian di depan cermin, yang ada si David bukannya fokus ke Gue nanti malah fokus ke Elo lagi." Sarkas lyodra.
"Iddih. gue juga ngak sudi kali foto Gue dilihat sama si Dav." Tukas rara. Gadis berparas kalem itu melenggang pergi meninggalkan toilet kamar mandi mall. Rara tak habis fikir dengan sahabatnya itu, bisa bisanya dia rela ngelakuin semua itu demi Dav. Padahal jelas-jelas Lyodra beberapa bulan lagi akan menikah dengan Lelaki pilihan orangtuanya. Rara adalah kawan baik bagi Lyodra, Ia mengetahui perihal perjodohan sahabatnya itu dari Linda, mamanya Lyodra. Namun Rara belum berani speak up langsung ke Lyo takut lancang.Selama ini Rara sudah kenal akrab dengan keluarganya lyodra, karena memang lyodra ini anak satu satunya dari seorang pengusaha kaya raya bernama Maxime alydrus.
**
Lima belas menit berlalu, masih belum ada tanda-tanda kedatangan Lyodra dari tempatnya tadi. Ia bosan lalu menatap kiri-kanan, ekor matanya menangkap sosok tak asing baginya sedang berjalan menggandeng tangan Wanita cantik, namun kecantikannya dibandingkan dengan Lyodra dibawah satu level lah ya."Tuh kan. Gue bilang apa, si Dav itu emang brengsek!' Umpat Rara dalam hati.Perlahan kedua sejoli itu pergi, lalu lyodra datang dengan raut wajah polosnya."Yuk! Bentar doang kan?" Goda lyodra.
"Dasar bucin, lama banget tauk!" Tukas rara emosi.**
"Thanks Beb, udah anterin Gue belanja. Next time kalau gue ajakin shopping jangan bawel ya."Rara mengerucutkan bibirnya kedepan, sembari membuka pintu mobil yang ditumpanginya."Ini semua tu demi kebaikan--" belum selesai Rara bicara Lyodra langsung memotong ucapannya cepat. "Udah ya, aku pulang dulu Zheyeng." Pamit lyodra.Mobil yang di tumpangi gadis blasteran belanda itu perlahan pergi meninggalkan pekarangan rumah Rara, beda dengan lyodra. rumah rara terbilang cukup sederhana terletak di dalam plosok gang sempit.
Sebenarnya Rara tadi ingin mengatakan sesuatu kepada Lyodra, Namun urung Ia takut kalau hati sahabatnya itu terluka. Melihat pemandangan yang sangat mengerikan, bagaimana tidak saat ini Lyodra menjalin hubungan dengan David sebagai pasangan kekasih ia bahkan terlalu bucin ke david. Tapi apa yang di lihatnya tadi itu sungguh membuat dirinya bertambah muak dengan manusia bernama David atau si brengsek, biasa Rara memanggilnya.Baru saja Rara ingin membuka pintu rumahnya secara diam-diam, Wati telah membuka pintunya dari dalam berkacak pinggang. Membuat gadis berambut hitam panjang itu terjingkak ketakutan.
"JAM SEGINI BARU PULANG?!" Hardik wati, telunjuknya mengarah kearah jarum jam yang dirasa sudah memasuki pukul 12 malam. "Kamu enak-enakan gelayaban sampai tengah malam, sedangkan Ibu harus merawat Ayahmu yang lumpuh itu sendirian. Bagus! Anak macam apa kamu." Wanita berambut ikal itu geram, melihat anaknya pulang tengah malam. "Ma-Maaf Bu. Rara tadi habis nganter temen." Dengan gugup rara membela diri. "Masuklah! Akan ada banyak tugas menantimu." "Fyuhh!" Rara membuang nafasnya perlahan.Waktu menunjukan pukul 09:00, Namun belum ada tanda-tanda Lyodra bangun. Padahal di meja makan sudah ada suara dentingan sendok beradu dengan garpu. "Mah Lyodra mana?" Tanya Maxime papanya Lyodra. "Masih tidur Pah. Tadi malam dia habis pulang larut malam."ujar Linda lesu. " Tanggepan Lyo gimana, soal perjodohannya dengan uztadz Reyhan?" "Feeling Mama dia ngak bakalan mau si Pah, tau sendiri Papa Lyo itu anaknya gimana." Tutur linda ke maxime. "Jadi, Mama belum kasih tau juga ke Lyodra?" Linda menggeleng. "Papa pikir aja dia anak kita satu-satunya pa. Masak papa tega jodohin anak kita tanpa membicarakan kepadanya terlebih dahulu." Linda kesal dengan maxime yang terkesan tega dengan putrinya sendiri.Linda menyuap nasi kedalam mulutnya, ia masih berharap maxime mau membatalkan perjodohan lyodra dengan putra dari kawannya maxime. "Bukannya papa udah
"Kita mau kemana nih?" Tanya rara. "Ke hatimuu." Jawab lyo dengan nada kocak. "Anying, receh lo beb." "Gue tanya lo laper ngak?" "Hehe, iya beb gue laper. Lo tau aja deh kalau perut gue lagi--" "Ck! Gue udah tau, buru pake sabuk pengamannya gue mau gas nih." "Emang ngak ada akhlak lo beb." Mobil yang dikendarai lyo hampir sampai di restauran, dengan kecepatan sedang keduanya masih bisa menikmati pemandangan kota di malam hari. "Astaga, lyo lihat itu si brengsek. Eh david maksudnya, hehe." Tunjuk rara ke sebrang jalan. Terlihat david tengah menuntun sepeda motor jenis sporty, Ia celingukan seperti menunggu seseorang. "Ck!" "Eh, eh, ngapain kok mobilnya putar arah?" Protes rara. "Brisik lo ra!" "Itu kan cowok gue, serah gue lah. Gue mau samperin dia." Timpal lyodra sewot. Ketika mobil yang
Senin sibuk, maxime hari ini ada jadwal keluar kota untuk launching kafe barunya. Otomatis kafe yang berada di Jakarta di ambil alih sementara oleh lyodra, namun sepertinya gadis maxime itu terlalu sibuk buat rebahan. Hingga ia tidak mengetahui akan ada kejutan menantinya. "Mah, papah pergi dulu. Jangan lupa nanti pas papah jemput mamah harus udah ready" bisik maxime, linda mengangguk lalu mencium takzim punggung telapak tangan maxime. "Hati-hati dijalan pah, dah." Ucap linda, seraya melambaikan tangan kearah mobil yang ditumpangi maxime beserta drivernya. **Notifikasi berbunyi dari layar ponsel lyodraRara Bawel : Hari ini gue sama sintya masuk pagi, lo datang kan? Dengan malas lyodra membaca pesan tersebut, lalu ia ingat hari ini lyo harus datang ke kafe menggantikan papanya. Kafe yang dimiliki keluarga lyodra cukup besar, mempunyai 20 karyawan terdiri dari laki-laki dan perempuan, namun yang sangat l
"Jadi gimana? Nak lyodra mau terima lamaran reyhan?" Ujar Margin basa basi. Sebenarnya margin tidak setuju reyhan melamar putri kesayangan maxime tersebut. Ia bahkan berharap kalau lyodra menolak lamaran reyhan putra sulungnya, pasalnya margin bakalan jodohin reyhan dengan putri dari temannya yang bernama wati. Sengaja ia datang dari Jombang untuk mampir kerumah wati yang berada di Jakarta. "Mmm---" Gumam lyodra wajahnya yang cantik alami berubah pucat pasi, ia sangat sangat gugup. Dihadapannya, reyhan menatap Lyodra seolah menanti jawaban pasti. "Maaf bu, lyo--" Maxime tersenyum manis kearah lyodra, namun sedetik kemudian ekspresinya berubah seolah marah. Seolah menuntut janji oleh putrinya itu. Pasalnya pernah berjanji untuk kali ini saja menuruti kata kata papanya. "Lyo, mau menerima lamaran rey." Dengan mantap lyodra mengatakan itu di hadapan kedua belah keluarga, Margin yang kebetulan sedang meneguk air mineralnya&n
Ting! Bunyi notifikasi dari handpone lyodra, Disitu tertulis nama "Forced" alias terpaksa, bukan tanpa alesan lyodra save nomer reyhan juga terpaksa dan takdir cintanya pun dipaksa oleh orang tuanya. Hiks! Sungguh ironis Forced. [Assalamualaikum..] [ Jika namamu yang tertulis di Lauhul mahfudz untuk diriku, niscaya rasa cinta itu akan Allah tanamkan untuk diri kita, Tugasku mencari dirimu dan menyempurnakan separuh agamaku.] Deg! Jantung Lyodra berdegub kencang setelah membaca pesan dari reyhan. Belum pernah ada lelaki berkata seserius itu dengan lyodra, tak ada bandingannya dengan David yang selalu menghadiahinya janji palsu. Namun Lyodra terlanjur menyamakan semua cowok itu sama. [Jangan sok melangitkan rasa!] Balas lyodra. Reyhan mencerna balasan dari pesannya, sedikit menohok baginya, tapi Reyhan terus berusaha untuk bersabar menghadapi sikap lyodra yang sedikit kasar. Karena
[InshaAllah dengan seijin Allah, aku menerimamu dan siap membimbingmu] Malam berganti pagi, Lyodra tak bergeming Ia kembali menggigit bibir bawahnya, berfikir ulang agar Reyhan mau berbesar hati membatalkan perjodohan ini. Akhirnya hari ini ia memutuskan untuk bertemu dengannya secara FACE TO FACE tanpa perantara. [Share lok sekarang] send. [Ada apa?] Untung saja Reyhan masih sempat melihat ponselnya sebelum Ia pergi ke luar kota sekarang. Dengan mengumpulkan segenap keberaniannya Lyodra meminta kepada Reyhan untuk bertemu. [Gue mau ke rumah lo, mau ketemu lo, kita perlu bicara sekarang!] [Ga usah, nanti kalau udah waktunya kamu bakalan ketemu aku terus.] Lyodra mencebik kesal setelah membaca balasan dari pesannya. "Nyebelin emang, kepedean amat jadi cowok." [Mau ngobrol penting] [Plis, Lo sekarang dimana share lok buru!]
"Besok lagi kalau mau pulang duluan ngabarin, jangan ngilang gitu aja!" Cerca Rey ke Rissa. "Lah kan udah ngabarin, abang aja yang lupa. Kan dari tadi malam Rissa udah bilang mau nusul abang ke Jakarta, eh malah ngak di respon. Dikira Rissa becanda ya bang." Cicit Rissa tak merasa bersalah. Padahal Reyhan merasa khawatir, karena dari shubuh Margin telepon ngabari kalau Rissa ngak jadi pulang ke rumahnya, tapi justru Ia malah nyusul abangnya ke Jakarta. Reyhan menatap tajam kearah Rissa, buru buru gadis usia 17 tahun itu menunduk takut dan memainkan jemarinya. "Tau ngak, abang ini khawatir." Reyhan membuang nafasnya perlahan, lalu menyenderkan bahunya di kursi game kesayangannya. "Alafuu, (Maaf) Rissa janji ngak bakal ngulangin lagi." Rissa mendekatkan jari kelingkingnya ke Reyhan. Dengan cepat reyhan menghindar dan merasa geli dengan tingkah sang adik. "Abang ini lucu ya, sama jari kelingking kok
"Lyodra hari ini Papa ada meeting ke luar kota, Kamu gantiin Papa dulu ya." Tutur Maxime lembut kepada Lyodra, sebenarnya Maxime itu penyayang, tak jarang juga Ia menuruti keinginan putrinya yang telah beranjak dewasa itu. "Iya Pah." Balas lyodra patuh, sembari mengaduk aduk buburnya. "Oh ya Pa, Lyo mau tanya boleh?" Tanya lyodra antusias. "Iya, anak kesayangan mau tanya apa?" Maxime mengusap sudut bibirnya yang terkena selai strawberry. "Apakah Reyhan punya adik?" "Hahh!" Mang oden ternganga mendengar ucapan putri majikannya barusan. Bahkan sekelas mang Oden saja mengetahui perjodohan putri majikannya. "Mang oden udah datang?" Maxime melirik kearah mang Oden. "Iya Bos, Hehe.. Yaudah mamang mau langsung ke belakang dulu." Pamitnya segera, Mang oden salah satu pembantu dirumah keluarga Maxime. Sengaja Ia mempekerjakan karyawan yang pulang pergi, tidak menginap
"Sayang--" Peluk Linda erat begitu memasuki kamar putrinya. "Maaf ya jadi ngrepotin kalian." Ucap Maxime ramah. "Iya pak, ngak papa kok. Malahan kita seneng bisa jagain Lyodra." Balas Sintya. "Kalian boleh pulang sekarang, dan kalian berdua boleh ambil cuti hari ini." "Makasih pak." Ujar mereka bersamaan."Kita berdua pamit pulang." Timpal rara menunduk. "Mari, pak, Bu, Lyo." "Ra, Sin. Thank you ya, udah mau jagain gue." "Iya beb, lekas pulih ya." Titah Rara diangguki oleh Lyodra. Lalu keduanya pergi diantar oleh supir pribadi Maxime. "Mamah, Papah, kok bisa tau Rara pingsan? Padahal Lyo udah menyuruh mereka agar tidak merepotkan kalian." Ujarnya dengan suara sedikit lemah. "Bukan mereka, tapi Nata yang telepon Papah malam itu." Maxime men
"Lyodra hari ini Papa ada meeting ke luar kota, Kamu gantiin Papa dulu ya." Tutur Maxime lembut kepada Lyodra, sebenarnya Maxime itu penyayang, tak jarang juga Ia menuruti keinginan putrinya yang telah beranjak dewasa itu. "Iya Pah." Balas lyodra patuh, sembari mengaduk aduk buburnya. "Oh ya Pa, Lyo mau tanya boleh?" Tanya lyodra antusias. "Iya, anak kesayangan mau tanya apa?" Maxime mengusap sudut bibirnya yang terkena selai strawberry. "Apakah Reyhan punya adik?" "Hahh!" Mang oden ternganga mendengar ucapan putri majikannya barusan. Bahkan sekelas mang Oden saja mengetahui perjodohan putri majikannya. "Mang oden udah datang?" Maxime melirik kearah mang Oden. "Iya Bos, Hehe.. Yaudah mamang mau langsung ke belakang dulu." Pamitnya segera, Mang oden salah satu pembantu dirumah keluarga Maxime. Sengaja Ia mempekerjakan karyawan yang pulang pergi, tidak menginap
"Besok lagi kalau mau pulang duluan ngabarin, jangan ngilang gitu aja!" Cerca Rey ke Rissa. "Lah kan udah ngabarin, abang aja yang lupa. Kan dari tadi malam Rissa udah bilang mau nusul abang ke Jakarta, eh malah ngak di respon. Dikira Rissa becanda ya bang." Cicit Rissa tak merasa bersalah. Padahal Reyhan merasa khawatir, karena dari shubuh Margin telepon ngabari kalau Rissa ngak jadi pulang ke rumahnya, tapi justru Ia malah nyusul abangnya ke Jakarta. Reyhan menatap tajam kearah Rissa, buru buru gadis usia 17 tahun itu menunduk takut dan memainkan jemarinya. "Tau ngak, abang ini khawatir." Reyhan membuang nafasnya perlahan, lalu menyenderkan bahunya di kursi game kesayangannya. "Alafuu, (Maaf) Rissa janji ngak bakal ngulangin lagi." Rissa mendekatkan jari kelingkingnya ke Reyhan. Dengan cepat reyhan menghindar dan merasa geli dengan tingkah sang adik. "Abang ini lucu ya, sama jari kelingking kok
[InshaAllah dengan seijin Allah, aku menerimamu dan siap membimbingmu] Malam berganti pagi, Lyodra tak bergeming Ia kembali menggigit bibir bawahnya, berfikir ulang agar Reyhan mau berbesar hati membatalkan perjodohan ini. Akhirnya hari ini ia memutuskan untuk bertemu dengannya secara FACE TO FACE tanpa perantara. [Share lok sekarang] send. [Ada apa?] Untung saja Reyhan masih sempat melihat ponselnya sebelum Ia pergi ke luar kota sekarang. Dengan mengumpulkan segenap keberaniannya Lyodra meminta kepada Reyhan untuk bertemu. [Gue mau ke rumah lo, mau ketemu lo, kita perlu bicara sekarang!] [Ga usah, nanti kalau udah waktunya kamu bakalan ketemu aku terus.] Lyodra mencebik kesal setelah membaca balasan dari pesannya. "Nyebelin emang, kepedean amat jadi cowok." [Mau ngobrol penting] [Plis, Lo sekarang dimana share lok buru!]
Ting! Bunyi notifikasi dari handpone lyodra, Disitu tertulis nama "Forced" alias terpaksa, bukan tanpa alesan lyodra save nomer reyhan juga terpaksa dan takdir cintanya pun dipaksa oleh orang tuanya. Hiks! Sungguh ironis Forced. [Assalamualaikum..] [ Jika namamu yang tertulis di Lauhul mahfudz untuk diriku, niscaya rasa cinta itu akan Allah tanamkan untuk diri kita, Tugasku mencari dirimu dan menyempurnakan separuh agamaku.] Deg! Jantung Lyodra berdegub kencang setelah membaca pesan dari reyhan. Belum pernah ada lelaki berkata seserius itu dengan lyodra, tak ada bandingannya dengan David yang selalu menghadiahinya janji palsu. Namun Lyodra terlanjur menyamakan semua cowok itu sama. [Jangan sok melangitkan rasa!] Balas lyodra. Reyhan mencerna balasan dari pesannya, sedikit menohok baginya, tapi Reyhan terus berusaha untuk bersabar menghadapi sikap lyodra yang sedikit kasar. Karena
"Jadi gimana? Nak lyodra mau terima lamaran reyhan?" Ujar Margin basa basi. Sebenarnya margin tidak setuju reyhan melamar putri kesayangan maxime tersebut. Ia bahkan berharap kalau lyodra menolak lamaran reyhan putra sulungnya, pasalnya margin bakalan jodohin reyhan dengan putri dari temannya yang bernama wati. Sengaja ia datang dari Jombang untuk mampir kerumah wati yang berada di Jakarta. "Mmm---" Gumam lyodra wajahnya yang cantik alami berubah pucat pasi, ia sangat sangat gugup. Dihadapannya, reyhan menatap Lyodra seolah menanti jawaban pasti. "Maaf bu, lyo--" Maxime tersenyum manis kearah lyodra, namun sedetik kemudian ekspresinya berubah seolah marah. Seolah menuntut janji oleh putrinya itu. Pasalnya pernah berjanji untuk kali ini saja menuruti kata kata papanya. "Lyo, mau menerima lamaran rey." Dengan mantap lyodra mengatakan itu di hadapan kedua belah keluarga, Margin yang kebetulan sedang meneguk air mineralnya&n
Senin sibuk, maxime hari ini ada jadwal keluar kota untuk launching kafe barunya. Otomatis kafe yang berada di Jakarta di ambil alih sementara oleh lyodra, namun sepertinya gadis maxime itu terlalu sibuk buat rebahan. Hingga ia tidak mengetahui akan ada kejutan menantinya. "Mah, papah pergi dulu. Jangan lupa nanti pas papah jemput mamah harus udah ready" bisik maxime, linda mengangguk lalu mencium takzim punggung telapak tangan maxime. "Hati-hati dijalan pah, dah." Ucap linda, seraya melambaikan tangan kearah mobil yang ditumpangi maxime beserta drivernya. **Notifikasi berbunyi dari layar ponsel lyodraRara Bawel : Hari ini gue sama sintya masuk pagi, lo datang kan? Dengan malas lyodra membaca pesan tersebut, lalu ia ingat hari ini lyo harus datang ke kafe menggantikan papanya. Kafe yang dimiliki keluarga lyodra cukup besar, mempunyai 20 karyawan terdiri dari laki-laki dan perempuan, namun yang sangat l
"Kita mau kemana nih?" Tanya rara. "Ke hatimuu." Jawab lyo dengan nada kocak. "Anying, receh lo beb." "Gue tanya lo laper ngak?" "Hehe, iya beb gue laper. Lo tau aja deh kalau perut gue lagi--" "Ck! Gue udah tau, buru pake sabuk pengamannya gue mau gas nih." "Emang ngak ada akhlak lo beb." Mobil yang dikendarai lyo hampir sampai di restauran, dengan kecepatan sedang keduanya masih bisa menikmati pemandangan kota di malam hari. "Astaga, lyo lihat itu si brengsek. Eh david maksudnya, hehe." Tunjuk rara ke sebrang jalan. Terlihat david tengah menuntun sepeda motor jenis sporty, Ia celingukan seperti menunggu seseorang. "Ck!" "Eh, eh, ngapain kok mobilnya putar arah?" Protes rara. "Brisik lo ra!" "Itu kan cowok gue, serah gue lah. Gue mau samperin dia." Timpal lyodra sewot. Ketika mobil yang
Waktu menunjukan pukul 09:00, Namun belum ada tanda-tanda Lyodra bangun. Padahal di meja makan sudah ada suara dentingan sendok beradu dengan garpu. "Mah Lyodra mana?" Tanya Maxime papanya Lyodra. "Masih tidur Pah. Tadi malam dia habis pulang larut malam."ujar Linda lesu. " Tanggepan Lyo gimana, soal perjodohannya dengan uztadz Reyhan?" "Feeling Mama dia ngak bakalan mau si Pah, tau sendiri Papa Lyo itu anaknya gimana." Tutur linda ke maxime. "Jadi, Mama belum kasih tau juga ke Lyodra?" Linda menggeleng. "Papa pikir aja dia anak kita satu-satunya pa. Masak papa tega jodohin anak kita tanpa membicarakan kepadanya terlebih dahulu." Linda kesal dengan maxime yang terkesan tega dengan putrinya sendiri.Linda menyuap nasi kedalam mulutnya, ia masih berharap maxime mau membatalkan perjodohan lyodra dengan putra dari kawannya maxime. "Bukannya papa udah