"Jadi gimana? Nak lyodra mau terima lamaran reyhan?" Ujar Margin basa basi. Sebenarnya margin tidak setuju reyhan melamar putri kesayangan maxime tersebut. Ia bahkan berharap kalau lyodra menolak lamaran reyhan putra sulungnya, pasalnya margin bakalan jodohin reyhan dengan putri dari temannya yang bernama wati. Sengaja ia datang dari Jombang untuk mampir kerumah wati yang berada di Jakarta.
"Mmm---" Gumam lyodra wajahnya yang cantik alami berubah pucat pasi, ia sangat sangat gugup. Dihadapannya, reyhan menatap Lyodra seolah menanti jawaban pasti.
"Maaf bu, lyo--" Maxime tersenyum manis kearah lyodra, namun sedetik kemudian ekspresinya berubah seolah marah. Seolah menuntut janji oleh putrinya itu. Pasalnya pernah berjanji untuk kali ini saja menuruti kata kata papanya.
"Lyo, mau menerima lamaran rey." Dengan mantap lyodra mengatakan itu di hadapan kedua belah keluarga, Margin yang kebetulan sedang meneguk air mineralnya tersedak mendengar jawaban tak terduga dari lyodra. Reyhan mengulum senyum kearah lyodra, lalu menepuk nepuk halus punggung bundanya yang sedang tersedak.
"Alhamdulillah" ucap Maxime dan linda bahagia. Walaupun sebenarnya Linda ragu dengan keputusan lyodra, yang seolah ditekan oleh maxime.
"Bu margin ngak papa?" Tutur maxime khawatir.
"I'm fine max." Semua orang menatap tak percaya kearah margin, kecuali Maxime ia tampak salah tingkah kali ini.
"Ow, maksud saya, saya ngak papa pak, bu." Ralat margin seraya tertunduk, menghindari tatapan semua orang.
**
Hari ini keluarga Inggit sastrowati atau kerap dipanggil wati di lingkungannya, akan kedatangan tamu dari luar kota.
"Ra. Hari ini kamu libur dulu bantu ibu dirumah." Paksa wati ke putri sulung dari lima bersaudra. Padahal putrinya itu sudah siap untuk berangkat kerja.
"Tapi bu, hari ini lea dan widya sedang ambil cuti bu. Jadi rara harus gantiin mereka." Terang rara ke ibu tirinya. Ya, Wati adalah ibu tiri rara. Orangnya terkenal satu kampung, ia kerap kali mengumbar hartanya. Padahal harta itu tinggalan dari orang tua Rara dan Fira, adik kandung rara. Namun saat ini ia sedikit berubah setelah Bagas suaminya mengalami kecelakaan dan mengakibatkan kelumpuhan permanen pada kedua kakinya.
"Bukannya temen kamu itu anak bosnya? Tinggal bilang aja cuti sehari ada keperluan mendadak." Ketus wati.
"Baik bu." Jawab rara patuh. Ia bergegas menghubungi lyodra untuk ijin cuti hari ini.
Tok! Tok! Tok!"Assalamualaikum.."
"Walaikum salam." Ucap Wati sambil bergegas keluar.
"Inggitt! Teriak tamu dari luar." Keduanya saling melepas rindu, berpelukan.
"Margin, ya ampun. Sehat kamu gin? Tanya wati kepada Margin teman waktu Sma dulu. Dahulu sempat kehilangan kontak, kini keduanya dipertemukan kembali lewat aplikasi perkenalan berlogo F.
"Yaudah masuk dulu yuk, sini sini." Wati melepaskan pelukannya kemudian menyuruhnya duduk.
"Sendirian aja? Mana anaknya?" Tanya wati diliputi rasa penasaran.
"Lagi cari Masjid, katanya mau salat dulu."
"Ya ampun, udah ganteng sholeh lagi." Tutur watik sembari menoel lengan margin. Keduanya begitu dekat, awalnya sudah puluhan tahun keduanya tidak bertemu. 6 bulan belakangan keduanya telah berkirim kabar lewat aplikasi chat bewarna hijau dan sempat menjodohkan kedua putra putrinya itu.
"Siapa bu?" Rara keluar sambil menggendong Jovan anak dari hasil pernikahan Bagas ayah Rara dan wati. Usianya baru berusia 4 tahun, Jovan anaknya menggemaskan namun sayang ia didiagnosa menderita penyakit autis."Lhoo.. ternyata ini anak kamu Ingg." Pekik margin tak percaya.
"Iya, kok beda sama yang di foto. Bukannya yang kamu kirim kemaren pake hijab anaknya?"
"Beda gimana si Gin, Ini juga kalau dirumah ya ngak pake hijab, ya kan Ra." Pandangannya kini lurus menatap kearah rara, seolah menuntutnya mengangguk.
"Tapi kemaren waktu aku ke kafenya max, bukannya rara ngak pake hijab ya? Tanya margin seolah menuntut kebenaran dari Inggit.
"Bentar, bentar jadi kemaren kamu ke Arabella kafe? Bukannya kamu tidak setuju reyhan dengan anaknya pak maxime? Lalu, bagaimana dengan perjodohan reyhan dengan rara?" Inggit justru mencerca beberapa pertanyaan kepada margin.
"Ini maksudnya apa si bu?" Rara terkejut dengan statmant wati barusan, ia semakin merasa binggung dengan apa yang terjadi sekarang dihadapannya. Wati berdiri lalu pura pura mengajak rara masuk kedalam.
"Bentar ya say." Lanjut Inggit ke sahabat lamanya. Margin mengangguk sembari memainkan ponselnya.
"Kamu itu jangan kebanyakan nanya, sekarang ke belakang buatin minum buat ibu dan bu margin, lalu kesini pake pashminamu yang sering kamu pakai buat ngaji." Perintah wati, lalu merebut Jovan dari gendongan rara.
"Awas jangan sampai lupa kerudungnya! Kalau bisa nanti make up, biar reyhan mau melirikmu." Paksa Wati lagi, Rasanya rara ingin menolak namun ia tak berani. Rara pernah sekali menolak permintaan ibunya tapi itu justru petaka bagi ayahnya, karena wati mengancam akan meninggalkan Bagas dan menjual aset beharga milik keluarga bagas.
**
"Bunda, Ini tu salah! Kita ngak bisa seenaknya mainin hati banyak orang." Reyhan memberi sedikit pencerahan dengan bundanya.
"Tapi rey, bunda sebenarnya tidak setuju kamu menikah dengan lyodra. Lagian sekarang bunda tanya ke kamu, Apa kamu mencintai lyodra?" Tanya margin ke putra sulungnya. Reyhan terlihat gelisah namun matanya sedikit berkaca kaca.
"Untuk saat ini belum bund, tapi amanah tetap harus dijaga. Ini bentuk cinta rey terhadap papa bund, tolonglah sedikit mengerti." Ucapnya sambil bergetar, lalu pergi meninggalkan margin seorang diri dirumah. Sebenarnya reyhan tidak ingin berdebat atau berselisih paham dengan bundanya. Reyhan hanya ingin menjaga amanah dari Alm papanya agar tak sia sia ilmu yang ia dapat selama di Arab saudi.
Margin kesal dengan sikap putranya barusan, apalagi sepulang dari rumahnya Inggit ia terus terusan kefikiran soal rara, Rara nampak seperti gadis yang penurut meskipun inggit telah sedikit berbohong kalau putrinya itu telah berhijab. Sedangkan penilaian margin soal lyodra ia masih kosong, margin sama sekali tak menyukai gadis milenial seperti lyodra, Ia hanya sekedar menghargai maxime, selaku orang yang pernah ada dalam kenangan pahitnya di masa lalu.
"Jadi kamu pilih siapa? Aku, atau Lim?" Ucap pria gagah berdarah campuran Belanda-Indonesia."Kalau kamu benar mencintai saya, Tolong terimalah Lim, masa depan kamu akan cerah bersamanya."
"Terima dia lupakan aku."
Memori itu selalu berputar putar dalam ingatan Margin, setiap kali ia bertemu maxime hatinya selalu terluka. Hatinya tak pernah baik baik saja bila pria di masa lalunya itu hadir.
Ting! Bunyi notifikasi dari handpone lyodra, Disitu tertulis nama "Forced" alias terpaksa, bukan tanpa alesan lyodra save nomer reyhan juga terpaksa dan takdir cintanya pun dipaksa oleh orang tuanya. Hiks! Sungguh ironis Forced. [Assalamualaikum..] [ Jika namamu yang tertulis di Lauhul mahfudz untuk diriku, niscaya rasa cinta itu akan Allah tanamkan untuk diri kita, Tugasku mencari dirimu dan menyempurnakan separuh agamaku.] Deg! Jantung Lyodra berdegub kencang setelah membaca pesan dari reyhan. Belum pernah ada lelaki berkata seserius itu dengan lyodra, tak ada bandingannya dengan David yang selalu menghadiahinya janji palsu. Namun Lyodra terlanjur menyamakan semua cowok itu sama. [Jangan sok melangitkan rasa!] Balas lyodra. Reyhan mencerna balasan dari pesannya, sedikit menohok baginya, tapi Reyhan terus berusaha untuk bersabar menghadapi sikap lyodra yang sedikit kasar. Karena
[InshaAllah dengan seijin Allah, aku menerimamu dan siap membimbingmu] Malam berganti pagi, Lyodra tak bergeming Ia kembali menggigit bibir bawahnya, berfikir ulang agar Reyhan mau berbesar hati membatalkan perjodohan ini. Akhirnya hari ini ia memutuskan untuk bertemu dengannya secara FACE TO FACE tanpa perantara. [Share lok sekarang] send. [Ada apa?] Untung saja Reyhan masih sempat melihat ponselnya sebelum Ia pergi ke luar kota sekarang. Dengan mengumpulkan segenap keberaniannya Lyodra meminta kepada Reyhan untuk bertemu. [Gue mau ke rumah lo, mau ketemu lo, kita perlu bicara sekarang!] [Ga usah, nanti kalau udah waktunya kamu bakalan ketemu aku terus.] Lyodra mencebik kesal setelah membaca balasan dari pesannya. "Nyebelin emang, kepedean amat jadi cowok." [Mau ngobrol penting] [Plis, Lo sekarang dimana share lok buru!]
"Besok lagi kalau mau pulang duluan ngabarin, jangan ngilang gitu aja!" Cerca Rey ke Rissa. "Lah kan udah ngabarin, abang aja yang lupa. Kan dari tadi malam Rissa udah bilang mau nusul abang ke Jakarta, eh malah ngak di respon. Dikira Rissa becanda ya bang." Cicit Rissa tak merasa bersalah. Padahal Reyhan merasa khawatir, karena dari shubuh Margin telepon ngabari kalau Rissa ngak jadi pulang ke rumahnya, tapi justru Ia malah nyusul abangnya ke Jakarta. Reyhan menatap tajam kearah Rissa, buru buru gadis usia 17 tahun itu menunduk takut dan memainkan jemarinya. "Tau ngak, abang ini khawatir." Reyhan membuang nafasnya perlahan, lalu menyenderkan bahunya di kursi game kesayangannya. "Alafuu, (Maaf) Rissa janji ngak bakal ngulangin lagi." Rissa mendekatkan jari kelingkingnya ke Reyhan. Dengan cepat reyhan menghindar dan merasa geli dengan tingkah sang adik. "Abang ini lucu ya, sama jari kelingking kok
"Lyodra hari ini Papa ada meeting ke luar kota, Kamu gantiin Papa dulu ya." Tutur Maxime lembut kepada Lyodra, sebenarnya Maxime itu penyayang, tak jarang juga Ia menuruti keinginan putrinya yang telah beranjak dewasa itu. "Iya Pah." Balas lyodra patuh, sembari mengaduk aduk buburnya. "Oh ya Pa, Lyo mau tanya boleh?" Tanya lyodra antusias. "Iya, anak kesayangan mau tanya apa?" Maxime mengusap sudut bibirnya yang terkena selai strawberry. "Apakah Reyhan punya adik?" "Hahh!" Mang oden ternganga mendengar ucapan putri majikannya barusan. Bahkan sekelas mang Oden saja mengetahui perjodohan putri majikannya. "Mang oden udah datang?" Maxime melirik kearah mang Oden. "Iya Bos, Hehe.. Yaudah mamang mau langsung ke belakang dulu." Pamitnya segera, Mang oden salah satu pembantu dirumah keluarga Maxime. Sengaja Ia mempekerjakan karyawan yang pulang pergi, tidak menginap
"Sayang--" Peluk Linda erat begitu memasuki kamar putrinya. "Maaf ya jadi ngrepotin kalian." Ucap Maxime ramah. "Iya pak, ngak papa kok. Malahan kita seneng bisa jagain Lyodra." Balas Sintya. "Kalian boleh pulang sekarang, dan kalian berdua boleh ambil cuti hari ini." "Makasih pak." Ujar mereka bersamaan."Kita berdua pamit pulang." Timpal rara menunduk. "Mari, pak, Bu, Lyo." "Ra, Sin. Thank you ya, udah mau jagain gue." "Iya beb, lekas pulih ya." Titah Rara diangguki oleh Lyodra. Lalu keduanya pergi diantar oleh supir pribadi Maxime. "Mamah, Papah, kok bisa tau Rara pingsan? Padahal Lyo udah menyuruh mereka agar tidak merepotkan kalian." Ujarnya dengan suara sedikit lemah. "Bukan mereka, tapi Nata yang telepon Papah malam itu." Maxime men
Rara sedikit memicingkan matanya kala melihat Lyodra tengah membuka satu persatu kancing bajunya, kemudian menghampirinya. "Lo lagi ngapain? Yaelah, lama amat dari tadi gue tungguin Sat." "Hust! Diamlah."Lyodra berpose layaknya seperti model sexy di depan cermin toilet kamar mandi mall. "Lo lagi ngelayanin Dave? Dia minta Pap lagi sama Lo. Heran ya, udah tau si David tu brengseknya setengah mati, Lo masih aja ngelayanin Dia." Tutur rara. Namun Lyodra tetap tidak mengubris kata-kata Rara barusan, Lyodra justru berpose semakin panas. Dengan model baju sabrina yang memperlihatkan belahan dada yang rendah membuat pose biasa saja sedikit memperlihatkan dua aset beharga miliknya. "Minggir Sat. Gue mau foto sendirian di depan cermin, yang ada si David bukannya fokus ke Gue nanti malah fokus ke Elo lagi." Sarkas lyodra. "Iddih. gue j
Waktu menunjukan pukul 09:00, Namun belum ada tanda-tanda Lyodra bangun. Padahal di meja makan sudah ada suara dentingan sendok beradu dengan garpu. "Mah Lyodra mana?" Tanya Maxime papanya Lyodra. "Masih tidur Pah. Tadi malam dia habis pulang larut malam."ujar Linda lesu. " Tanggepan Lyo gimana, soal perjodohannya dengan uztadz Reyhan?" "Feeling Mama dia ngak bakalan mau si Pah, tau sendiri Papa Lyo itu anaknya gimana." Tutur linda ke maxime. "Jadi, Mama belum kasih tau juga ke Lyodra?" Linda menggeleng. "Papa pikir aja dia anak kita satu-satunya pa. Masak papa tega jodohin anak kita tanpa membicarakan kepadanya terlebih dahulu." Linda kesal dengan maxime yang terkesan tega dengan putrinya sendiri.Linda menyuap nasi kedalam mulutnya, ia masih berharap maxime mau membatalkan perjodohan lyodra dengan putra dari kawannya maxime. "Bukannya papa udah
"Kita mau kemana nih?" Tanya rara. "Ke hatimuu." Jawab lyo dengan nada kocak. "Anying, receh lo beb." "Gue tanya lo laper ngak?" "Hehe, iya beb gue laper. Lo tau aja deh kalau perut gue lagi--" "Ck! Gue udah tau, buru pake sabuk pengamannya gue mau gas nih." "Emang ngak ada akhlak lo beb." Mobil yang dikendarai lyo hampir sampai di restauran, dengan kecepatan sedang keduanya masih bisa menikmati pemandangan kota di malam hari. "Astaga, lyo lihat itu si brengsek. Eh david maksudnya, hehe." Tunjuk rara ke sebrang jalan. Terlihat david tengah menuntun sepeda motor jenis sporty, Ia celingukan seperti menunggu seseorang. "Ck!" "Eh, eh, ngapain kok mobilnya putar arah?" Protes rara. "Brisik lo ra!" "Itu kan cowok gue, serah gue lah. Gue mau samperin dia." Timpal lyodra sewot. Ketika mobil yang
"Sayang--" Peluk Linda erat begitu memasuki kamar putrinya. "Maaf ya jadi ngrepotin kalian." Ucap Maxime ramah. "Iya pak, ngak papa kok. Malahan kita seneng bisa jagain Lyodra." Balas Sintya. "Kalian boleh pulang sekarang, dan kalian berdua boleh ambil cuti hari ini." "Makasih pak." Ujar mereka bersamaan."Kita berdua pamit pulang." Timpal rara menunduk. "Mari, pak, Bu, Lyo." "Ra, Sin. Thank you ya, udah mau jagain gue." "Iya beb, lekas pulih ya." Titah Rara diangguki oleh Lyodra. Lalu keduanya pergi diantar oleh supir pribadi Maxime. "Mamah, Papah, kok bisa tau Rara pingsan? Padahal Lyo udah menyuruh mereka agar tidak merepotkan kalian." Ujarnya dengan suara sedikit lemah. "Bukan mereka, tapi Nata yang telepon Papah malam itu." Maxime men
"Lyodra hari ini Papa ada meeting ke luar kota, Kamu gantiin Papa dulu ya." Tutur Maxime lembut kepada Lyodra, sebenarnya Maxime itu penyayang, tak jarang juga Ia menuruti keinginan putrinya yang telah beranjak dewasa itu. "Iya Pah." Balas lyodra patuh, sembari mengaduk aduk buburnya. "Oh ya Pa, Lyo mau tanya boleh?" Tanya lyodra antusias. "Iya, anak kesayangan mau tanya apa?" Maxime mengusap sudut bibirnya yang terkena selai strawberry. "Apakah Reyhan punya adik?" "Hahh!" Mang oden ternganga mendengar ucapan putri majikannya barusan. Bahkan sekelas mang Oden saja mengetahui perjodohan putri majikannya. "Mang oden udah datang?" Maxime melirik kearah mang Oden. "Iya Bos, Hehe.. Yaudah mamang mau langsung ke belakang dulu." Pamitnya segera, Mang oden salah satu pembantu dirumah keluarga Maxime. Sengaja Ia mempekerjakan karyawan yang pulang pergi, tidak menginap
"Besok lagi kalau mau pulang duluan ngabarin, jangan ngilang gitu aja!" Cerca Rey ke Rissa. "Lah kan udah ngabarin, abang aja yang lupa. Kan dari tadi malam Rissa udah bilang mau nusul abang ke Jakarta, eh malah ngak di respon. Dikira Rissa becanda ya bang." Cicit Rissa tak merasa bersalah. Padahal Reyhan merasa khawatir, karena dari shubuh Margin telepon ngabari kalau Rissa ngak jadi pulang ke rumahnya, tapi justru Ia malah nyusul abangnya ke Jakarta. Reyhan menatap tajam kearah Rissa, buru buru gadis usia 17 tahun itu menunduk takut dan memainkan jemarinya. "Tau ngak, abang ini khawatir." Reyhan membuang nafasnya perlahan, lalu menyenderkan bahunya di kursi game kesayangannya. "Alafuu, (Maaf) Rissa janji ngak bakal ngulangin lagi." Rissa mendekatkan jari kelingkingnya ke Reyhan. Dengan cepat reyhan menghindar dan merasa geli dengan tingkah sang adik. "Abang ini lucu ya, sama jari kelingking kok
[InshaAllah dengan seijin Allah, aku menerimamu dan siap membimbingmu] Malam berganti pagi, Lyodra tak bergeming Ia kembali menggigit bibir bawahnya, berfikir ulang agar Reyhan mau berbesar hati membatalkan perjodohan ini. Akhirnya hari ini ia memutuskan untuk bertemu dengannya secara FACE TO FACE tanpa perantara. [Share lok sekarang] send. [Ada apa?] Untung saja Reyhan masih sempat melihat ponselnya sebelum Ia pergi ke luar kota sekarang. Dengan mengumpulkan segenap keberaniannya Lyodra meminta kepada Reyhan untuk bertemu. [Gue mau ke rumah lo, mau ketemu lo, kita perlu bicara sekarang!] [Ga usah, nanti kalau udah waktunya kamu bakalan ketemu aku terus.] Lyodra mencebik kesal setelah membaca balasan dari pesannya. "Nyebelin emang, kepedean amat jadi cowok." [Mau ngobrol penting] [Plis, Lo sekarang dimana share lok buru!]
Ting! Bunyi notifikasi dari handpone lyodra, Disitu tertulis nama "Forced" alias terpaksa, bukan tanpa alesan lyodra save nomer reyhan juga terpaksa dan takdir cintanya pun dipaksa oleh orang tuanya. Hiks! Sungguh ironis Forced. [Assalamualaikum..] [ Jika namamu yang tertulis di Lauhul mahfudz untuk diriku, niscaya rasa cinta itu akan Allah tanamkan untuk diri kita, Tugasku mencari dirimu dan menyempurnakan separuh agamaku.] Deg! Jantung Lyodra berdegub kencang setelah membaca pesan dari reyhan. Belum pernah ada lelaki berkata seserius itu dengan lyodra, tak ada bandingannya dengan David yang selalu menghadiahinya janji palsu. Namun Lyodra terlanjur menyamakan semua cowok itu sama. [Jangan sok melangitkan rasa!] Balas lyodra. Reyhan mencerna balasan dari pesannya, sedikit menohok baginya, tapi Reyhan terus berusaha untuk bersabar menghadapi sikap lyodra yang sedikit kasar. Karena
"Jadi gimana? Nak lyodra mau terima lamaran reyhan?" Ujar Margin basa basi. Sebenarnya margin tidak setuju reyhan melamar putri kesayangan maxime tersebut. Ia bahkan berharap kalau lyodra menolak lamaran reyhan putra sulungnya, pasalnya margin bakalan jodohin reyhan dengan putri dari temannya yang bernama wati. Sengaja ia datang dari Jombang untuk mampir kerumah wati yang berada di Jakarta. "Mmm---" Gumam lyodra wajahnya yang cantik alami berubah pucat pasi, ia sangat sangat gugup. Dihadapannya, reyhan menatap Lyodra seolah menanti jawaban pasti. "Maaf bu, lyo--" Maxime tersenyum manis kearah lyodra, namun sedetik kemudian ekspresinya berubah seolah marah. Seolah menuntut janji oleh putrinya itu. Pasalnya pernah berjanji untuk kali ini saja menuruti kata kata papanya. "Lyo, mau menerima lamaran rey." Dengan mantap lyodra mengatakan itu di hadapan kedua belah keluarga, Margin yang kebetulan sedang meneguk air mineralnya&n
Senin sibuk, maxime hari ini ada jadwal keluar kota untuk launching kafe barunya. Otomatis kafe yang berada di Jakarta di ambil alih sementara oleh lyodra, namun sepertinya gadis maxime itu terlalu sibuk buat rebahan. Hingga ia tidak mengetahui akan ada kejutan menantinya. "Mah, papah pergi dulu. Jangan lupa nanti pas papah jemput mamah harus udah ready" bisik maxime, linda mengangguk lalu mencium takzim punggung telapak tangan maxime. "Hati-hati dijalan pah, dah." Ucap linda, seraya melambaikan tangan kearah mobil yang ditumpangi maxime beserta drivernya. **Notifikasi berbunyi dari layar ponsel lyodraRara Bawel : Hari ini gue sama sintya masuk pagi, lo datang kan? Dengan malas lyodra membaca pesan tersebut, lalu ia ingat hari ini lyo harus datang ke kafe menggantikan papanya. Kafe yang dimiliki keluarga lyodra cukup besar, mempunyai 20 karyawan terdiri dari laki-laki dan perempuan, namun yang sangat l
"Kita mau kemana nih?" Tanya rara. "Ke hatimuu." Jawab lyo dengan nada kocak. "Anying, receh lo beb." "Gue tanya lo laper ngak?" "Hehe, iya beb gue laper. Lo tau aja deh kalau perut gue lagi--" "Ck! Gue udah tau, buru pake sabuk pengamannya gue mau gas nih." "Emang ngak ada akhlak lo beb." Mobil yang dikendarai lyo hampir sampai di restauran, dengan kecepatan sedang keduanya masih bisa menikmati pemandangan kota di malam hari. "Astaga, lyo lihat itu si brengsek. Eh david maksudnya, hehe." Tunjuk rara ke sebrang jalan. Terlihat david tengah menuntun sepeda motor jenis sporty, Ia celingukan seperti menunggu seseorang. "Ck!" "Eh, eh, ngapain kok mobilnya putar arah?" Protes rara. "Brisik lo ra!" "Itu kan cowok gue, serah gue lah. Gue mau samperin dia." Timpal lyodra sewot. Ketika mobil yang
Waktu menunjukan pukul 09:00, Namun belum ada tanda-tanda Lyodra bangun. Padahal di meja makan sudah ada suara dentingan sendok beradu dengan garpu. "Mah Lyodra mana?" Tanya Maxime papanya Lyodra. "Masih tidur Pah. Tadi malam dia habis pulang larut malam."ujar Linda lesu. " Tanggepan Lyo gimana, soal perjodohannya dengan uztadz Reyhan?" "Feeling Mama dia ngak bakalan mau si Pah, tau sendiri Papa Lyo itu anaknya gimana." Tutur linda ke maxime. "Jadi, Mama belum kasih tau juga ke Lyodra?" Linda menggeleng. "Papa pikir aja dia anak kita satu-satunya pa. Masak papa tega jodohin anak kita tanpa membicarakan kepadanya terlebih dahulu." Linda kesal dengan maxime yang terkesan tega dengan putrinya sendiri.Linda menyuap nasi kedalam mulutnya, ia masih berharap maxime mau membatalkan perjodohan lyodra dengan putra dari kawannya maxime. "Bukannya papa udah