Tepat pukul duabelas siang, Bastian dan Helena kembali ke Hotel tempat mereka menginap. Bisa di hitung berapa lama mereka menghabiskan waktu berdua hari ini? masih dalam hitungan jari. Rasanya sangat mustahil kalau dengan waktu sesingkat itu akan tumbuh benih-benih cinta di hati mereka. Jangankan cinta, rasa kasihan pun sepertinya tidak ada. Bastian bahkan tidak perduli saat Helena kesulitan membawa banyaknya kantung belanjaan.
"Menyebalkan," Ia bejalan di belakang Bastin sambil menghentakan kakinya karna kesal.
Namun, ada sedikit kejadian yang cukup menggelitik, saat Bastian bertemu temanya di dalam lift tadi, membuat bibir Helena kembali melengkung membentuk simpul, saat Kantung belanjaan yang dibawanya, langsung diambil alih oleh Bastain.
"Aku kan udah bilang, biar aku yang bawa, sayang..." ucap Bastian penuh kepalsuan.
Awalnya Helena cukup terkejut dengan perubahan sikap suaminya yang tiba-tiba, namun dalam hitungan persekiandetik, Helena langsung tau alasan di balik sikap lembutnya.
"sandiwara? baiklah," Helena mengikuti alur sandiwara yang di mulai oleh suami angkuhnya itu. Ia menautkan tangannya pada lengan Bastian yang sedang kesulitan membawa banyaknya kantung belanjaan. Bukan hanya itu, tas kecil miliknya pun ia kalungkan di leher suaminya.
"Kapan lagi kan bisa kayak gini?" ujarnya dalam hati.
"Terima kasih, Hubby..." senyum Helena penuh kepuasan. Demi totalitas, Bastian membalas senyum Helena dengan senyum termanisnya.
"Sama-sama, sayang..."
"Aahh... manisnya."
"Ciee... pengantin baru," selorohnya mengejek kemesraan Bastian dan Helena.
"Nginep berapa malam?" tanyanya basa-basi.
"Tiga malam," Bastian menjawab sambil membetulkan tas milik Helena yang melingkar di lehernya.
"Sayang, tolong bisa ambil tasnya?"
"Hubby, tangan ku pegal," kata Helena sangat manja. Tak ingin sandiwaranya diketahui banyak orang, akhirnya ia membawa semua kantung belanjaan sampai ke dalam kamarnya.
"Bruk..." begitu sampai di dalam kamar Hotel, Bastian melempar semua belanjaan ke atas sofa, sedang Helena tetap berdiri di belakangnya sambil menahan tawa.
"Ya ampun, aku menang banyak hari ini?" ujarnya dalam hati.
"Kurang ajar. Kenapa mesti ketemu orang itu?" Bastian mendengus kesal sambil memijat lengannya yang pegal. Ia duduk di atas sofa bersama semua belanjaan tadi. Sedang Helena masih berdiri di belakangnya yang terus berusaha menahan tawa.
"Ini gara-gara si t*i kucing Mark. Liat aja lo kalau dateng. Gue habisin lo sekalian,"
"Kamu juga," Bastian berdiri berkacak pinggang di depan Helena.
"Siapa yang suruh kamu glayutan di tangan saya? malah sekalian minta dibawain tas juga lagi. Nglunjak ya?"
"Maaf Hubby," upss.. Helena langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Memukul mulutnya beberapa kali dengan tangannya sendiri.
"Hubby...?" kening Bastian mengerut tidak suka.
"Maksud saya, Tuan."
"Totalitas Tuan, saya melakukan itu supaya lebih meyakinkan," ucapnya mencari pembelaan diri.
Sungguh kejadian tadi membuat Helena tidak bisa menghentikan tawanya, bahkan Mark yang baru mendengar ceritanya dari Helena pun ikut tertawa.
"Anda membuat saya dalam bahaya, Nyonya," kata Mark sambil bersandar pada mobilnya. Mereka berdua masih berada di parkiran menunggu Bastian yang belum juga selesai berdandan seperti wanita. Sangat lama.
"Bahaya kenapa kak?" tanya Helena yang tidak mengerti. Ia berdiri di depan Mark sambil merapihkan ujung rambut dengan jari-jari lentiknya. Dan yang paling menarik, adalah panggilan Helena pada Mark. Kakak.
"Iya lah, coba kalau tadi saya ikut sama kalian, kejadian memalukan tadi gak bakal terjadi," kata Mark dengan santainya, ia memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana.
"Tapi bagus lah kakak gak ikut, kalau tadi ikut aku gak bakal sesenang ini. Iya kan?"
"Bisa aja kamu," sejenak Mark sempat terpana melihat kecantikan Helena, namun dalam sekejap mata, ia langsung menyadarkan diri dari khayalannya.
"Khm.."
Suara Bastian seketika merubah suasana semakin dingin, bahkan bulu kuduk Helena sempat merinding ketakutan. Mungkin ia memiliki aura negatif, fikirnya.
"Ngapain kalian?" tanya Bastian dengan angkuh.
"Lagi ngobrol," saut Helana dengan santai.
Helena sempat terkagum melihat penampilan Bastian yang begitu menawan, juga elegan. Ia mengenakan Taksido berwarna merah maroon, perpaduan dengan kemeja berwarna putih, menambah kadar ketampanannya mendekati level SEMPURNA.
Penampilan Helenapun tak kalah menariknya dengan sang suami. Gaun berwarna silver yang dibelikan oleh suaminya tadi, sangat cocok di tubuh kecil Helena yang tingginya hanya sebatas dadanya. Itu kalau tidak mengenakan hight hils, namun saat mengenakan hight hils, tingginya sangat pas untuk bersanding di sebelah Bastian.
Mereka menghadiri pesta. Pesta yang cekup meriah, sengaja diadakan oleh orangtua Bastian hanya untuk mengenalkan pengantin baru, juga mengumumkan pernikahan putra keduanya.
Helena saat ini tengah asik mengobrol dengan gadis kecil bernama Stela, Stela adalah keponakan Bastian dari adik terakhirnya yang bernama Caroline, namun sayangnya Caroline mengalami kelumpuhan pasca melahirkan Stela.
"Tante, kenapa tante sangat cantik?" Stela berkata sambil mengusap lembut pipi Helena.
"Benarkah?" senyum simpul nampak di wajah cantik Helena.
"Iya, Tante. Stela suka wajah ini. Stela mau punya wajah kayak Tante?" ia memiringkan wajahnya menatap Helena dengan senyum.
"Boleh. Oprasi plastik dulu."
Ha..ha..ha.. mereka tertawa lepas bersama, bicara dengan anak kecil lebih menyenangkan daripada bicara dengan anak dewasa yang isinya dipenuhi dengan keluhan dan amarah.
"Manis," ucap Bastian dalam hati. Ia tersenyum menatap wajah Helena, namun secepat kilat ia menampik ucapannya.
"Hus, gila. Mana ada kayak gitu manis? enek yang ada," kembali ia meluruskan pandangannya menatap ke depan, melihat ramainya tamu undangan yang hadir, dan menyapa beberapa tamu undangan yang menghampirinya.
Acara masih berlangsung dengan meriah, bahkan sampai pada puncaknya pengumuman pernikahan Samuel dengan kekasihnya Laura di umumkan di atas podium. Semua bertepuk meriah menyambut calon menantu baru yang di gadang-gadang akan menambah nilai saham kedua perusahaan yang sama-sama kuat itu.
Helena merasa jenuh terus berada di sana, karna yang di bahas mereka tidak jauh seputar dunia bisnis, dan bisnis.
Helena menghela nafas lega setelah duduk di bangku panjang menghadap langsung ke danau di taman dekat Hotel, "Ini lebih baik dari pada mendengarkan mereka bicara. Mereka membosankan."
Menyadari Helena tak ada di sampingnya, Bastian mencari keberadaan sang istri di sekeliling, namun sosok yang ia cari tidak ada di dalam sana, akhirnya ia memutuskan keluar mencari. Ia mendapati sang istri sedang bicara serius dengan seseorang dalam sambungan telepon, Bastian memanggilnya dari kejauhan.
"Helena?" suaranya terdengar cukup berat, dan yang di panggilpun segera menutup sambungan teleponnya, lalu berdiri.
"Tuan..?"
"Kamu ngapain?" Bastian melangkah semakin dekat.
"Aku... cari udara segar, Tuan."
"Emang gak dingin?"
Helena menggelengkan kepalanya, "Nggak."
"Bohong. Liat bibir kamu, pucat," Bastian melepaskan jasnya, lalu memakaikan jas miliknya di bahu Helena untuk menutupi bagian dada dan punggung Helena yang terbuka.
"Lain kali kalau mau keluar kasih tau dong, biar saya gak nyariin" tanpa ia sadari Bastian saat ini tengah memberi perhatian lebih pada Helena. Dia bahkan mengajak Helena masuk ke dalam sambil menggandeng tangannya.
"Apa aku sedang mimpi? dia menggandeng tangan ku? apa aku sudah berhasil membuat dia jatuh cinta?" bergumam sambil berjalan masuk ke dalam bersama Bastian..
Rasanya sangat melelahkan, berada di dalam pesta orang kaya, menurutnya sangat membosankan, karna yang di bahas di sana tidak jauh seputar bisnis, dan bisnis. Walaupun pesta masih berlangsung dengan meriah, Helena meminta Bastian untuk pulang ke aprtemen, beruntunglah ia setuju, karna ia juga merasakan hal yang sama dengannya."Mau ke mana?" tanya Bu Rossa saat Bastian dan Helena hendak pergi."Pulang Mah," saut Bastian.Mendengar kata pulang, Bu Rossa pun ikut berdiri, "Pulang ke rumah mamah ya!" pintanya."Nggak," Bastian langsung menolaknya, "Aku mau pulang ke apartemen. Aku mau istirahat.""Di rumah mamah juga kan bisa istirahat. lagian mamah pengen deket sama menantu mamah, kita kan baru ngobrol beberapa kali aja, iya kan? Mamah janji deh gak akan ganggu privasi kalian."Bastian diam tak menjawab, namun Bu Rossa terus memaksa, hingga akhirnya ia mengiyakan keinginan mamanya. Karna melarangnyapun tidak ada gunanya.Dua puluh menit
Siapa lah Bstian? dia hanya manusia biasa, dia sama dengan pria lain, pria normal yang pasti akan ter***sang saat melihat tubuh mulus tanpa busana di depan mata. "Dan itu milik ku, dia istri ku, seharusnya semalam aku menikmati tubuhnya, tapi apa? kenapa aku harus susah payah mencari kenikmatan di luar sana? Sial, dia membuat ku gila." Ia terus menenggelamkan diri lebih lama di dalam Bathtub, berharap isi kepalanya yang terus mengingat tubuh Helena cepat menghilang. Padahal, setelah kejadian semalam, Bastian pergi ke sebuah Club malam menemui seorang wanita hanya untuk menyalurkan hasratnya saja. Tapi rasanya itu tidak cukup. Dia tetap menginginkan tubuh Helena. tubuh yang ia lihat mulus tanpa noda itu benar-benar sangat mengganggu pikirannya. Saat ini jarum jam berada tepat di angka tujuh. Kini matahari mulai menampakan cahayanya, menyeruak masuk ke dalam melalui celah-celah jendela kamar yang tidak tertutup rapat. Helena menggeliat, mengerja
"Berani kamu mengancam saya?"Tangannya mencengkram kuat rahang Helena, dia salah menduga, ternyata apa yang dikatakan kakaknya adalah benar, dia kejam."Lepaskan saya Tuan!"Kedua tangan Helena berusaha melepaskan tangan Bastian yang malah semakin mengeratkan cengkramannya."Melepaskan mu? jangan harap saya akan melepaskan mu, gadis culun.""Saya ada janji dengan keponakan anda," kata Helena dengan susah payah."Saya tidak perduli. Itu janji kamu dengan Stela.""Lepaskan saya, saya mohon! sakit," wajahnya benar-benar terlihat kesakitan.Bastian memang melepaskannya, tapi sangat kasar ia menghempaskan tubuh Helena ke atas ranjang. Ia memegangi rahangnya yang terasa sakit."Jangan coba-coba bermain dengan ku! apa lagi mengancam ku," setalahnya ia pun keluar dari kamar, meninggalkan Helena dalam kesakitan."Dasar gila," sungutnya memaki, melempar pintu dengan bantal."Pria berwajah dua. Bersikap manis seperti
Terlalu asik memilah-milah jenis mainan yang akan di beli, Mark sampai tidak menyadari kalau sudah hampir lima belas menit Helena tidak ada di sana. Ia disibukan oleh Stela yang keinginannya terus berubah saat melihat jenis mainan yang berbeda. Karna lelah, ia pun memilih duduk dan membiarkan Stela megaduk-aduk semua mainan yang sudah diturunkan si abang penjual itu. Merasa haus, saat akan meminta izin pada Helena untuk membeli minum, ia baru menyadari kalau Helena tidak ada di sana. "Kemana dia?" Mark mengeluarkan benda pipih berwarna hitam dari saku jasnya, lalu menghubungi Helena dalam sambungan telepon. "Tuut. "Tuut. Beberapa kali mencoba, akhirnya Helena merespon panggilan dari Mark. "Nyonya, anda di mana?" tanya Mark sambil memperhatiakan Stela masih asik memilah-milah mainan. "Kak.." suara Helena terdengar seperti merintih kesakitan. "Ada apa dengan anda, Nyonya?" Wajah Mark berubah panik. "Aku di
Helena terkejut dengan kedatangan Bastian yang tiba-tiba. Alasan yang sudah tersusun rapih di dalam otak, hilang menguap begitu saja bersamaan dengan munculnya sosok pria yang menurutnya memiliki kepribadian ganda."Tuan, bisa gak sih ketuk pintu dulu sebelum masuk?""Siapa pria yang kamu bilang memiliki kepribadian ganda itu?" membalas pertanyaan Helena dengan pertanyaan lagi. Ia masuk menghampiri sang istri yang tengah duduk di depan cermin rias, lalu meletakan kedua tangannya di atas meja, seolah sedang memeluknya dari belakang.Tak ingin luka di dahinya terekspos, Helena memalingkan wajahya menatap ke arah lain. Tapi sayang, mata elang pria arogan itu keburu menangkap sesuatu yang berusaha ia tutupi."Ada apa dengan wajah mu?" tanya Bastian saat luka di keningnya terlihat jelas di depan mata."Tidak ada," jawabnya singkat."Hei..." sedikit kasar Bastian menarik dagu Helena, memintanya untuk menatap lurus ke depan, lalu ia menyibakan poni
Hidup satu atap dengan seorang Haidar Bastian buka lah perkara yang mudah. Lihat saja, walaupun sudah memutuskan untuk berteman sejak tadi sore, Bastian tetap tidak mengizinkan Helena tidur di atas ranjang bersama dengan dirinya. Padahal kasur itu memiliki ukuran yang sangat luas. Jangankan dua orang, tiga sampai empat sekalipun masih cukup. Helena yang terus mendapat penolakan, akhirnya pasrah dengan kenyataan kalau malam ini dan seterusnya, tidak akan pernah bisa tidur di tas ranjang. Buka karna mau dekat dengan suaminya. tapi sungguh, semahal apapun sofa, tetap lebih nyaman tidur di atas kasur. Apa lagi kasur itu bernilai fantastis. 200juta? wow. sungguh penasaran dengan kenyamananya. pasti sangat nyaman. "Fix. Dia itu sangat pelit," berucap sambil membetulkan bantal di atas sofa. Hanya bantal, tidak ada selimut. Padahal AC di kamar itu terasa sangat dingin. Bagaimana tidak, ruangan itu bersuhu 16°c? Dia benar-benar gila. "Kita berteman satu kamar, t
Sinar matahari yang masuk melalui kaca jendela kamar, mulai menerpa wajah cantik Helena yang sedang tertidur pulas di samping suaminya, Bastain. Ia mengerjap terbangun, mengucak matanya untuk memastikan sosok yang ada di sebelahnya sedang melingkarkan tangan ke atas perutnya. Begitu sadar kalau pria yang ada di sebelahnya adalah Bastian, Helena langsung beranjak dari tempat tidur sambil tertatih-tatih menjauh menahan rasa sakit di sana. "Apa ini? kenapa sangat perih?" Ia terus merangkak menuju kamar mandi, karna tak ada pilihan lagi selain pergi mengumpat di dalam sana. Gemericik air juga suara tangis Helena membangunkan Bastian yang baru saja tidur sejak dua jam yang lalu. Ia beranjak dari tempat tidur, lalu mengetuk pintu kamar mandi, memastikan kalau Helena baik-baik saja dia dalam. Namun yang di panggil tak menyahut hanya raungan tangisan yang semakin kencang, membuat Bastian semakin khawatir. "Helena. Kamu gak apa-apa kan?"
Sejurus kemudian, Helena mendorong Bastian sampai jatuh ke lantai. "Apa-apaan ini?" ucapnya tanpa merubah posisi, mengangkat kedua kakinya ke atas. "Turunkan kaki anda, Tuan! Anda seperti mau melahirkan," Ha.. ha.. ha.. dia tertawa lepas sambil menutup mulutnya dengan tangan, melihat posisi jatuh suaminya yang lucu, membuat Helena sulit berhenti tertawa. "Berhenti tertawa, atau saya akan menerkam kamu lebih ganas dari semalam." Uuh.. itu sangat mengerikan. Luka bekas semalam saja belum sembuh, bagaimana rasanya senjata Bastian yang berukuran 14,5cm itu kembali masuk ke dalam lubang sempit miliknya? Helena langsung merapatkan kakinya naik ke atas, juga kedua tangan yang ia letakan di atas pangkuan. "Awas saja kalau anda berani!" kata Helena memperingatkan. "Gak jamin ya. Saya kan bisa lakuin kapan aja. Bahkan tanpa sepengetahuan kamu," senyumnya menyeringai. Helena melempari Bastian dengan bantal yang sedang ia pegang. "Pergi! S
Sejurus kemudian, Helena mendorong Bastian sampai jatuh ke lantai. "Apa-apaan ini?" ucapnya tanpa merubah posisi, mengangkat kedua kakinya ke atas. "Turunkan kaki anda, Tuan! Anda seperti mau melahirkan," Ha.. ha.. ha.. dia tertawa lepas sambil menutup mulutnya dengan tangan, melihat posisi jatuh suaminya yang lucu, membuat Helena sulit berhenti tertawa. "Berhenti tertawa, atau saya akan menerkam kamu lebih ganas dari semalam." Uuh.. itu sangat mengerikan. Luka bekas semalam saja belum sembuh, bagaimana rasanya senjata Bastian yang berukuran 14,5cm itu kembali masuk ke dalam lubang sempit miliknya? Helena langsung merapatkan kakinya naik ke atas, juga kedua tangan yang ia letakan di atas pangkuan. "Awas saja kalau anda berani!" kata Helena memperingatkan. "Gak jamin ya. Saya kan bisa lakuin kapan aja. Bahkan tanpa sepengetahuan kamu," senyumnya menyeringai. Helena melempari Bastian dengan bantal yang sedang ia pegang. "Pergi! S
Sinar matahari yang masuk melalui kaca jendela kamar, mulai menerpa wajah cantik Helena yang sedang tertidur pulas di samping suaminya, Bastain. Ia mengerjap terbangun, mengucak matanya untuk memastikan sosok yang ada di sebelahnya sedang melingkarkan tangan ke atas perutnya. Begitu sadar kalau pria yang ada di sebelahnya adalah Bastian, Helena langsung beranjak dari tempat tidur sambil tertatih-tatih menjauh menahan rasa sakit di sana. "Apa ini? kenapa sangat perih?" Ia terus merangkak menuju kamar mandi, karna tak ada pilihan lagi selain pergi mengumpat di dalam sana. Gemericik air juga suara tangis Helena membangunkan Bastian yang baru saja tidur sejak dua jam yang lalu. Ia beranjak dari tempat tidur, lalu mengetuk pintu kamar mandi, memastikan kalau Helena baik-baik saja dia dalam. Namun yang di panggil tak menyahut hanya raungan tangisan yang semakin kencang, membuat Bastian semakin khawatir. "Helena. Kamu gak apa-apa kan?"
Hidup satu atap dengan seorang Haidar Bastian buka lah perkara yang mudah. Lihat saja, walaupun sudah memutuskan untuk berteman sejak tadi sore, Bastian tetap tidak mengizinkan Helena tidur di atas ranjang bersama dengan dirinya. Padahal kasur itu memiliki ukuran yang sangat luas. Jangankan dua orang, tiga sampai empat sekalipun masih cukup. Helena yang terus mendapat penolakan, akhirnya pasrah dengan kenyataan kalau malam ini dan seterusnya, tidak akan pernah bisa tidur di tas ranjang. Buka karna mau dekat dengan suaminya. tapi sungguh, semahal apapun sofa, tetap lebih nyaman tidur di atas kasur. Apa lagi kasur itu bernilai fantastis. 200juta? wow. sungguh penasaran dengan kenyamananya. pasti sangat nyaman. "Fix. Dia itu sangat pelit," berucap sambil membetulkan bantal di atas sofa. Hanya bantal, tidak ada selimut. Padahal AC di kamar itu terasa sangat dingin. Bagaimana tidak, ruangan itu bersuhu 16°c? Dia benar-benar gila. "Kita berteman satu kamar, t
Helena terkejut dengan kedatangan Bastian yang tiba-tiba. Alasan yang sudah tersusun rapih di dalam otak, hilang menguap begitu saja bersamaan dengan munculnya sosok pria yang menurutnya memiliki kepribadian ganda."Tuan, bisa gak sih ketuk pintu dulu sebelum masuk?""Siapa pria yang kamu bilang memiliki kepribadian ganda itu?" membalas pertanyaan Helena dengan pertanyaan lagi. Ia masuk menghampiri sang istri yang tengah duduk di depan cermin rias, lalu meletakan kedua tangannya di atas meja, seolah sedang memeluknya dari belakang.Tak ingin luka di dahinya terekspos, Helena memalingkan wajahya menatap ke arah lain. Tapi sayang, mata elang pria arogan itu keburu menangkap sesuatu yang berusaha ia tutupi."Ada apa dengan wajah mu?" tanya Bastian saat luka di keningnya terlihat jelas di depan mata."Tidak ada," jawabnya singkat."Hei..." sedikit kasar Bastian menarik dagu Helena, memintanya untuk menatap lurus ke depan, lalu ia menyibakan poni
Terlalu asik memilah-milah jenis mainan yang akan di beli, Mark sampai tidak menyadari kalau sudah hampir lima belas menit Helena tidak ada di sana. Ia disibukan oleh Stela yang keinginannya terus berubah saat melihat jenis mainan yang berbeda. Karna lelah, ia pun memilih duduk dan membiarkan Stela megaduk-aduk semua mainan yang sudah diturunkan si abang penjual itu. Merasa haus, saat akan meminta izin pada Helena untuk membeli minum, ia baru menyadari kalau Helena tidak ada di sana. "Kemana dia?" Mark mengeluarkan benda pipih berwarna hitam dari saku jasnya, lalu menghubungi Helena dalam sambungan telepon. "Tuut. "Tuut. Beberapa kali mencoba, akhirnya Helena merespon panggilan dari Mark. "Nyonya, anda di mana?" tanya Mark sambil memperhatiakan Stela masih asik memilah-milah mainan. "Kak.." suara Helena terdengar seperti merintih kesakitan. "Ada apa dengan anda, Nyonya?" Wajah Mark berubah panik. "Aku di
"Berani kamu mengancam saya?"Tangannya mencengkram kuat rahang Helena, dia salah menduga, ternyata apa yang dikatakan kakaknya adalah benar, dia kejam."Lepaskan saya Tuan!"Kedua tangan Helena berusaha melepaskan tangan Bastian yang malah semakin mengeratkan cengkramannya."Melepaskan mu? jangan harap saya akan melepaskan mu, gadis culun.""Saya ada janji dengan keponakan anda," kata Helena dengan susah payah."Saya tidak perduli. Itu janji kamu dengan Stela.""Lepaskan saya, saya mohon! sakit," wajahnya benar-benar terlihat kesakitan.Bastian memang melepaskannya, tapi sangat kasar ia menghempaskan tubuh Helena ke atas ranjang. Ia memegangi rahangnya yang terasa sakit."Jangan coba-coba bermain dengan ku! apa lagi mengancam ku," setalahnya ia pun keluar dari kamar, meninggalkan Helena dalam kesakitan."Dasar gila," sungutnya memaki, melempar pintu dengan bantal."Pria berwajah dua. Bersikap manis seperti
Siapa lah Bstian? dia hanya manusia biasa, dia sama dengan pria lain, pria normal yang pasti akan ter***sang saat melihat tubuh mulus tanpa busana di depan mata. "Dan itu milik ku, dia istri ku, seharusnya semalam aku menikmati tubuhnya, tapi apa? kenapa aku harus susah payah mencari kenikmatan di luar sana? Sial, dia membuat ku gila." Ia terus menenggelamkan diri lebih lama di dalam Bathtub, berharap isi kepalanya yang terus mengingat tubuh Helena cepat menghilang. Padahal, setelah kejadian semalam, Bastian pergi ke sebuah Club malam menemui seorang wanita hanya untuk menyalurkan hasratnya saja. Tapi rasanya itu tidak cukup. Dia tetap menginginkan tubuh Helena. tubuh yang ia lihat mulus tanpa noda itu benar-benar sangat mengganggu pikirannya. Saat ini jarum jam berada tepat di angka tujuh. Kini matahari mulai menampakan cahayanya, menyeruak masuk ke dalam melalui celah-celah jendela kamar yang tidak tertutup rapat. Helena menggeliat, mengerja
Rasanya sangat melelahkan, berada di dalam pesta orang kaya, menurutnya sangat membosankan, karna yang di bahas di sana tidak jauh seputar bisnis, dan bisnis. Walaupun pesta masih berlangsung dengan meriah, Helena meminta Bastian untuk pulang ke aprtemen, beruntunglah ia setuju, karna ia juga merasakan hal yang sama dengannya."Mau ke mana?" tanya Bu Rossa saat Bastian dan Helena hendak pergi."Pulang Mah," saut Bastian.Mendengar kata pulang, Bu Rossa pun ikut berdiri, "Pulang ke rumah mamah ya!" pintanya."Nggak," Bastian langsung menolaknya, "Aku mau pulang ke apartemen. Aku mau istirahat.""Di rumah mamah juga kan bisa istirahat. lagian mamah pengen deket sama menantu mamah, kita kan baru ngobrol beberapa kali aja, iya kan? Mamah janji deh gak akan ganggu privasi kalian."Bastian diam tak menjawab, namun Bu Rossa terus memaksa, hingga akhirnya ia mengiyakan keinginan mamanya. Karna melarangnyapun tidak ada gunanya.Dua puluh menit
Tepat pukul duabelas siang, Bastian dan Helena kembali ke Hotel tempat mereka menginap. Bisa di hitung berapa lama mereka menghabiskan waktu berdua hari ini? masih dalam hitungan jari. Rasanya sangat mustahil kalau dengan waktu sesingkat itu akan tumbuh benih-benih cinta di hati mereka. Jangankan cinta, rasa kasihan pun sepertinya tidak ada. Bastian bahkan tidak perduli saat Helena kesulitan membawa banyaknya kantung belanjaan."Menyebalkan," Ia bejalan di belakang Bastin sambil menghentakan kakinya karna kesal.Namun, ada sedikit kejadian yang cukup menggelitik, saat Bastian bertemu temanya di dalam lift tadi, membuat bibir Helena kembali melengkung membentuk simpul, saat Kantung belanjaan yang dibawanya, langsung diambil alih oleh Bastain."Aku kan udah bilang, biar aku yang bawa, sayang..." ucap Bastian penuh kepalsuan.Awalnya Helena cukup terkejut dengan perubahan sikap suaminya yang tiba-tiba, namun dalam hitungan persekiandetik, Helena langsung tau