Siapa lah Bstian? dia hanya manusia biasa, dia sama dengan pria lain, pria normal yang pasti akan ter***sang saat melihat tubuh mulus tanpa busana di depan mata.
"Dan itu milik ku, dia istri ku, seharusnya semalam aku menikmati tubuhnya, tapi apa? kenapa aku harus susah payah mencari kenikmatan di luar sana? Sial, dia membuat ku gila."
Ia terus menenggelamkan diri lebih lama di dalam Bathtub, berharap isi kepalanya yang terus mengingat tubuh Helena cepat menghilang.
Padahal, setelah kejadian semalam, Bastian pergi ke sebuah Club malam menemui seorang wanita hanya untuk menyalurkan hasratnya saja. Tapi rasanya itu tidak cukup. Dia tetap menginginkan tubuh Helena. tubuh yang ia lihat mulus tanpa noda itu benar-benar sangat mengganggu pikirannya.
Saat ini jarum jam berada tepat di angka tujuh. Kini matahari mulai menampakan cahayanya, menyeruak masuk ke dalam melalui celah-celah jendela kamar yang tidak tertutup rapat.
Helena menggeliat, mengerjapkan matanya yang terasa masih sangat rapat. Bukan karna sinar matahari yang menyapa wajahnya secara langsung, ia terbangun karna mendengar suara jeritan seseorang yang entah itu siapa.
Ia duduk di tepian tempat tidur, memanjangkan lehernya berusaha melihat ke arah sofa untuk memastikan kalau Bastian berada di sana atau tidak? Karna terdengar gemericik air di dalam kamar mandi, bisa dipastikan kalau Bastian saat ini sedang berada di dalam sana.
Jeritan itu kembali terdengar, bahkan semakin kencang. Karna penasaran, buru-buru ia mengenakan sandal berbulu putih yang tersimpan rapih di atas rak. Ia keluar dari kamarnya, lalu turun ke lantai bawah untuk melihat ada kejadian apa di sana?
"Aku membenci tubuh ini, Mah. Aku benci sama anak itu."
Caroline menunjukan jarinya ke arah Stela yang mengumpat di balik pintu sambil menangis. Helena yang tidak tega melihat kejadian itu, berjalan menghampiri Stela lalu memeluknya seraya memberi perlindungan.
"Dia putri mu, Caroline. Dia putri kandung mu, kamu yang melahirkannya."
terlihat bu Rossa mengguncang bahu putrinya cukup kuat, berusaha menyadarkan putri bungsunya dari amarah yang semakin tidak terkendali.
Kenan yang juga berada di sana tidak bisa tinggal diam melihat putri bungsunya terus mengamuk. Sampai pada akhirnya ia melayangkan tamparan cukup keras di pipinya.
"Plak.."
Semua terkejut, semua diam saat tangan kekar Kenan berhasil mendarat di pipi putri kesayangannya.
"Cukup Aline," suara Kenan begitu menggema. Dia betul-betul sedang marah.
"Sikap kamu ini banyak menyakiti hati orang lain, bahkan kamu menyakiti hati putri mu sendiri. Kamu lihat? dia ketakutan, dia melihat mu seperti monster, bukan lagi seorang ibu yang memiliki perasaan lembut. Kamu keterlaluan Caroline."
"Pria itu yang keterlaluan, Pah. Dia memperkosa aku," hikss...hikss...
"Dia yang membuat aku seperti ini. Aku gak sanggup pah, aku gak sanggup terus hidup di atas kursi roda, aku mau seperti dulu lagi."
Tangisnya tumpah dalam pelukan bu Rossa. Ia menelusupkan wajahnya di perut ibunya.
"Sabar ya sayang, kita pasti menemukan pelakunya."
Helena baru mengetahui kalau gadis yang sedang ia peluk saat ini adalah anak hasil dari perkosaan. Ia membawa Stela ke kamar dan menduduknnya di atas sofa.
"Stela di sini ya sama tante! bundanya biar sama oma dulu."
"Bunda jahat, Tante," hikss...hikss... tangan mungil Stela sibuk mengusap air matanya.
"Bunda gak jahat, sayang. Bunda cuma lagi gak mood aja, nanti juga baik lagi ko."
Helena terus berusaha menghentikan tangis Stela dengan memeluknya, "Tante ngerti kalau Stela lagi sedih, kecewa, takut, dan itu gak apa-apa. Tapi, satu yang pasti, Bunda sangat menyayangi Stela."
Helena melepaskan pelukannya, menatap kedua bola mata suci itu dengan penuh kasih sayang.
"Jangan nangis lagi ya! nanti tante ajak Stela main ke Pasar Tumpah.
"Pasar Tumpah?" kening Stela mengerut tidak mengerti. Dan ajaibnya lagi, ia berhenti menangis karna rasa penasarannya terhadap pasar tumpah yang Helena katakan.
"Iya Pasar Tumpah, gak tau ya?"
Stela menggelengkan kepalanya walau masih terisak.
"Nanti Stela bakal tau apa itu Pasar Tumpah."
"Banyak permainan?" kembali bertanya penasaran.
"Banyak. Banyaaak banget," Helena merentangkan tangan sangat luas, dan itu membuat Stela tertawa lepas.
Kegiatan mereka tak luput dari pengawasan seorang Bastian yang sudah cukup lama berdiri sambil bersandar pada dinding kamar. Ia melipatkan kedua tangannya di dada, lalu menatap ke depan dengan senyum.
Kepandaian Helena menangani tangis keponakannya, membuat Bastian tidak bisa berhenti menatap wajah cantik sang istri. Ia bahkan sampai lupa kalau dirinya saat ini masih bertelanjang dada, dan malah sibuk memperhatikan kegiatan mereka.
"Lihat, itu Om nya siapa sih?" Helena menunjuk dengan sudut matanya. Dan Stela melihat ke arah di mana Om nya sedang berdiri.
"Itu Om ku," sautnya polos.
"Gak malu ya, gak pake baju?" kata Helena meledek, ledekan yang sengaja ia tunjukan pada Bastian. Sedang pria yang berdiri di sana, masih tidak sadar kalau dirinya saat ini sedang di bicarakan oleh dua gadis cantik di depannya.
Tak lama seorang pengasuh pun datang ke kamar Helena untuk menjemput Stela. Pengasuh itu datang atas perintah bu Rossa yang juga tidak mau kalau menatunya merasa kenyamanannya terganggu dengan kejadian tadi.
"Nanti jadi kan kita ke pasar tumpah, Tante?" ia mendongakan kepalanya menatap wajah Helena penuh harap.
"Jadi dong. Nanti tante kasih tau lagi ya."
"Jangan bohong!"
"Nggak sayang," ucapnya sambil mengusap puncak rambut Stela.
"Sekarang Stela mandi dulu! tante juga mau mandi dulu."
"Ok, Tante."
Setelah gadis kecil itu pergi, Helena kembali masuk ke dalam melewati Bastian yang sedang mengambil baju di dalam lemari.
"Belum mandi?" tanya Bastian sambil mengenakan baju. Baju yang ia kenakan saat ini cuma kaus sederhana berwarna biru langit dengan tulisan kecil di belakang punggungnya.
"Iya. Kenapa emang?" Helena menjawab ketus. Ia melepaskan sandal dan menyimpannya di tempat semual.
"Memalukan," kata Bastian pelan.
Helena menghentikan langkahnya saat akan masuk ke dalam kamar mandi. ia menatap Bastian dengan tajam. MEMALUKAN? enak saja.
"Anda bilang apa? memalukan? yang memalukan itu saya atau anda, Tuan?" tanya Helena yang tak kalah tajamnya.
"Maksud kamu?" kening Bastian mengerut tidak mengerti.
"Kemana anda semalam?" entah keberanian itu datanganya dari mana, Helena bertanya seolah tidak memiliki rasa takut lagi.
Diam... Bastian terdiam mendengar pertanyaan sang istri yang terkesan mengintimidasi dirinya. Dia bahakan melangkah mundur saat Helena melangkah maju dengan angkuhnya.
"Kenapa diam? anda tidak punya alasan? atau sedang mencari alasan?"
"Tidak."
"Lalu kemana anda semalam?"
"Bukan urusan kamu," dia menjawab, tapi pandangannya mengarah ke arah lain, terlalu menakutkan untuk menatap matanya, seperti mata elang yang sedang berburu mangsa.
"Dan aku mangsanya? ini gila," ucapnya mengumpat dalam hati.
"Saya akan laporkan anda pada tuan Kenan, atas apa yang anda lakukan di luar tadi malam, Tuan."
"Memangnya apa yang saya lakukan? sok tau."
"Tau," jawabnya singkat.
"Tau apa?"
"Anda pergi menemui seekor lebah betina. Iya kan?"
"Lebah betina? Cih..." ia tersenyum sinis.
"Mobil anda itu terpasang GPS, Tuan. Dan itu langsung terhubung langsung ke dalam ponsel milik saya"
"Sejak kapan?"
"kemarin, ibu anda yang pasang."
"Sial."
"Anda jangan macam-macam Tuan, gerak gerik anda sedang di awasi."
"Siapa yang berani mengawasi gerak gerik saya?"
"Saya," jawabnya cukup berani.
"Kamu..?"
"Hhmm..." Helena mengangguk puas.
"Saya akan melaporkan anda pada mamah Rossa, kalau semalam anda pergi ke club, dan menemui seekor lebah betina di sana."
"Dan saya juga akan bilang sama mamah, kalau saya pergi menemui lebah betina itu karna kamu."
"Kenapa saya?"
Bastian melangkah maju dan langsung menarik tangan Helena yang hendak menjauh.
"Tuan..." Helena terus berusaha melepaskan genggaman tangan Bastian yang melingkar di pinggangnya.
"Saya akan bilang sama mamah, kalau kamu tidak mau saya sentuh, dan tidak mau melayani saya."
"Apa..?"
~~~~~~~Jangan lupa untuk memberi bintang ya setelah membaca."Berani kamu mengancam saya?"Tangannya mencengkram kuat rahang Helena, dia salah menduga, ternyata apa yang dikatakan kakaknya adalah benar, dia kejam."Lepaskan saya Tuan!"Kedua tangan Helena berusaha melepaskan tangan Bastian yang malah semakin mengeratkan cengkramannya."Melepaskan mu? jangan harap saya akan melepaskan mu, gadis culun.""Saya ada janji dengan keponakan anda," kata Helena dengan susah payah."Saya tidak perduli. Itu janji kamu dengan Stela.""Lepaskan saya, saya mohon! sakit," wajahnya benar-benar terlihat kesakitan.Bastian memang melepaskannya, tapi sangat kasar ia menghempaskan tubuh Helena ke atas ranjang. Ia memegangi rahangnya yang terasa sakit."Jangan coba-coba bermain dengan ku! apa lagi mengancam ku," setalahnya ia pun keluar dari kamar, meninggalkan Helena dalam kesakitan."Dasar gila," sungutnya memaki, melempar pintu dengan bantal."Pria berwajah dua. Bersikap manis seperti
Terlalu asik memilah-milah jenis mainan yang akan di beli, Mark sampai tidak menyadari kalau sudah hampir lima belas menit Helena tidak ada di sana. Ia disibukan oleh Stela yang keinginannya terus berubah saat melihat jenis mainan yang berbeda. Karna lelah, ia pun memilih duduk dan membiarkan Stela megaduk-aduk semua mainan yang sudah diturunkan si abang penjual itu. Merasa haus, saat akan meminta izin pada Helena untuk membeli minum, ia baru menyadari kalau Helena tidak ada di sana. "Kemana dia?" Mark mengeluarkan benda pipih berwarna hitam dari saku jasnya, lalu menghubungi Helena dalam sambungan telepon. "Tuut. "Tuut. Beberapa kali mencoba, akhirnya Helena merespon panggilan dari Mark. "Nyonya, anda di mana?" tanya Mark sambil memperhatiakan Stela masih asik memilah-milah mainan. "Kak.." suara Helena terdengar seperti merintih kesakitan. "Ada apa dengan anda, Nyonya?" Wajah Mark berubah panik. "Aku di
Helena terkejut dengan kedatangan Bastian yang tiba-tiba. Alasan yang sudah tersusun rapih di dalam otak, hilang menguap begitu saja bersamaan dengan munculnya sosok pria yang menurutnya memiliki kepribadian ganda."Tuan, bisa gak sih ketuk pintu dulu sebelum masuk?""Siapa pria yang kamu bilang memiliki kepribadian ganda itu?" membalas pertanyaan Helena dengan pertanyaan lagi. Ia masuk menghampiri sang istri yang tengah duduk di depan cermin rias, lalu meletakan kedua tangannya di atas meja, seolah sedang memeluknya dari belakang.Tak ingin luka di dahinya terekspos, Helena memalingkan wajahya menatap ke arah lain. Tapi sayang, mata elang pria arogan itu keburu menangkap sesuatu yang berusaha ia tutupi."Ada apa dengan wajah mu?" tanya Bastian saat luka di keningnya terlihat jelas di depan mata."Tidak ada," jawabnya singkat."Hei..." sedikit kasar Bastian menarik dagu Helena, memintanya untuk menatap lurus ke depan, lalu ia menyibakan poni
Hidup satu atap dengan seorang Haidar Bastian buka lah perkara yang mudah. Lihat saja, walaupun sudah memutuskan untuk berteman sejak tadi sore, Bastian tetap tidak mengizinkan Helena tidur di atas ranjang bersama dengan dirinya. Padahal kasur itu memiliki ukuran yang sangat luas. Jangankan dua orang, tiga sampai empat sekalipun masih cukup. Helena yang terus mendapat penolakan, akhirnya pasrah dengan kenyataan kalau malam ini dan seterusnya, tidak akan pernah bisa tidur di tas ranjang. Buka karna mau dekat dengan suaminya. tapi sungguh, semahal apapun sofa, tetap lebih nyaman tidur di atas kasur. Apa lagi kasur itu bernilai fantastis. 200juta? wow. sungguh penasaran dengan kenyamananya. pasti sangat nyaman. "Fix. Dia itu sangat pelit," berucap sambil membetulkan bantal di atas sofa. Hanya bantal, tidak ada selimut. Padahal AC di kamar itu terasa sangat dingin. Bagaimana tidak, ruangan itu bersuhu 16°c? Dia benar-benar gila. "Kita berteman satu kamar, t
Sinar matahari yang masuk melalui kaca jendela kamar, mulai menerpa wajah cantik Helena yang sedang tertidur pulas di samping suaminya, Bastain. Ia mengerjap terbangun, mengucak matanya untuk memastikan sosok yang ada di sebelahnya sedang melingkarkan tangan ke atas perutnya. Begitu sadar kalau pria yang ada di sebelahnya adalah Bastian, Helena langsung beranjak dari tempat tidur sambil tertatih-tatih menjauh menahan rasa sakit di sana. "Apa ini? kenapa sangat perih?" Ia terus merangkak menuju kamar mandi, karna tak ada pilihan lagi selain pergi mengumpat di dalam sana. Gemericik air juga suara tangis Helena membangunkan Bastian yang baru saja tidur sejak dua jam yang lalu. Ia beranjak dari tempat tidur, lalu mengetuk pintu kamar mandi, memastikan kalau Helena baik-baik saja dia dalam. Namun yang di panggil tak menyahut hanya raungan tangisan yang semakin kencang, membuat Bastian semakin khawatir. "Helena. Kamu gak apa-apa kan?"
Sejurus kemudian, Helena mendorong Bastian sampai jatuh ke lantai. "Apa-apaan ini?" ucapnya tanpa merubah posisi, mengangkat kedua kakinya ke atas. "Turunkan kaki anda, Tuan! Anda seperti mau melahirkan," Ha.. ha.. ha.. dia tertawa lepas sambil menutup mulutnya dengan tangan, melihat posisi jatuh suaminya yang lucu, membuat Helena sulit berhenti tertawa. "Berhenti tertawa, atau saya akan menerkam kamu lebih ganas dari semalam." Uuh.. itu sangat mengerikan. Luka bekas semalam saja belum sembuh, bagaimana rasanya senjata Bastian yang berukuran 14,5cm itu kembali masuk ke dalam lubang sempit miliknya? Helena langsung merapatkan kakinya naik ke atas, juga kedua tangan yang ia letakan di atas pangkuan. "Awas saja kalau anda berani!" kata Helena memperingatkan. "Gak jamin ya. Saya kan bisa lakuin kapan aja. Bahkan tanpa sepengetahuan kamu," senyumnya menyeringai. Helena melempari Bastian dengan bantal yang sedang ia pegang. "Pergi! S
Pernikahan. Adalah sesuatu hal yang sangat sakral dan sangat di harapkan oleh dua insan yang saling mencinta. Suatu pembuktian atas nama cinta yang disatukan oleh sebuah ikatan yang bernama PERNIKAHAN. Haidar Bastian dan Helena Quirin baru saja melangsungkan pernikahan super megah di salah satu Hotel ternama kota Jakarta. "Culun, bagaimanapun dia tetap culun dan jelek," gumam pengantin pria. Tak sedikitpun dia memuji kecantikan Helena yang berdiri tegap di sampingnya. Kecantikan yang terpancar sangat natural. Ia terlihat sangat anggun dengan mengenakan gaun berwarna putih yang menjuntai panjang, dengan seikat bunga mawar putih di genggaman, menambah kadar kecantikan Helena mendekati kata sempurna. "Kamu beruntung mendapatkan gadis secantik dia, Bastian," kata salah satu tamu undangan yang terkagum-kagum. "Sangat beruntung," Bastian merangkul Helena sangat kasar, hingga ia meringis kesakitan namun ia tahan karna tak ingin pernikahan paksanya diketahui banyak orang. "Kalau aku bero
Pagi hari. Sinar matahari menyeruak masuk menembus kaca. Menyinari wajah bening Helena yang cantik natural tanpa riasan seperti semalam.Tenang... tidak menyangka kalau tidurnya akan setenang ini. Ia bahkan tersenyum walau mata masih terpejam, mungkin saat ini ia sedang bermimpi, mimpi indah menghabiskan malam pertama dengan pria yang ia cintai. Cinta yang mungkin tak sempat tersampaikan.Dia terus tersenyum manis, terlarut dalam mimpi indahnya. Tapi sayang mimpi indah Helena tak berlangsung lama. Ia mengerjap terbangun saat mendengar suara bel di depan pintu kamar berbunyi berkali-kali. Ia pun bangkit dari tidurnya, melihat Bastian masih betah berkulum di bawah selimut. Helena tak berani membukakan pintu. Ia teringat akan pesan Bastian semalam."Jangan sembarangan membuka pintu! kamu belum mengenal semua anggota keluarga saya," ujarnya.Patuh. Ia memilih merapihkan selimut dan bantal bekas ia pakai. Tapi seseorang di luar sana terus menekan Bel tanpa hen
Sejurus kemudian, Helena mendorong Bastian sampai jatuh ke lantai. "Apa-apaan ini?" ucapnya tanpa merubah posisi, mengangkat kedua kakinya ke atas. "Turunkan kaki anda, Tuan! Anda seperti mau melahirkan," Ha.. ha.. ha.. dia tertawa lepas sambil menutup mulutnya dengan tangan, melihat posisi jatuh suaminya yang lucu, membuat Helena sulit berhenti tertawa. "Berhenti tertawa, atau saya akan menerkam kamu lebih ganas dari semalam." Uuh.. itu sangat mengerikan. Luka bekas semalam saja belum sembuh, bagaimana rasanya senjata Bastian yang berukuran 14,5cm itu kembali masuk ke dalam lubang sempit miliknya? Helena langsung merapatkan kakinya naik ke atas, juga kedua tangan yang ia letakan di atas pangkuan. "Awas saja kalau anda berani!" kata Helena memperingatkan. "Gak jamin ya. Saya kan bisa lakuin kapan aja. Bahkan tanpa sepengetahuan kamu," senyumnya menyeringai. Helena melempari Bastian dengan bantal yang sedang ia pegang. "Pergi! S
Sinar matahari yang masuk melalui kaca jendela kamar, mulai menerpa wajah cantik Helena yang sedang tertidur pulas di samping suaminya, Bastain. Ia mengerjap terbangun, mengucak matanya untuk memastikan sosok yang ada di sebelahnya sedang melingkarkan tangan ke atas perutnya. Begitu sadar kalau pria yang ada di sebelahnya adalah Bastian, Helena langsung beranjak dari tempat tidur sambil tertatih-tatih menjauh menahan rasa sakit di sana. "Apa ini? kenapa sangat perih?" Ia terus merangkak menuju kamar mandi, karna tak ada pilihan lagi selain pergi mengumpat di dalam sana. Gemericik air juga suara tangis Helena membangunkan Bastian yang baru saja tidur sejak dua jam yang lalu. Ia beranjak dari tempat tidur, lalu mengetuk pintu kamar mandi, memastikan kalau Helena baik-baik saja dia dalam. Namun yang di panggil tak menyahut hanya raungan tangisan yang semakin kencang, membuat Bastian semakin khawatir. "Helena. Kamu gak apa-apa kan?"
Hidup satu atap dengan seorang Haidar Bastian buka lah perkara yang mudah. Lihat saja, walaupun sudah memutuskan untuk berteman sejak tadi sore, Bastian tetap tidak mengizinkan Helena tidur di atas ranjang bersama dengan dirinya. Padahal kasur itu memiliki ukuran yang sangat luas. Jangankan dua orang, tiga sampai empat sekalipun masih cukup. Helena yang terus mendapat penolakan, akhirnya pasrah dengan kenyataan kalau malam ini dan seterusnya, tidak akan pernah bisa tidur di tas ranjang. Buka karna mau dekat dengan suaminya. tapi sungguh, semahal apapun sofa, tetap lebih nyaman tidur di atas kasur. Apa lagi kasur itu bernilai fantastis. 200juta? wow. sungguh penasaran dengan kenyamananya. pasti sangat nyaman. "Fix. Dia itu sangat pelit," berucap sambil membetulkan bantal di atas sofa. Hanya bantal, tidak ada selimut. Padahal AC di kamar itu terasa sangat dingin. Bagaimana tidak, ruangan itu bersuhu 16°c? Dia benar-benar gila. "Kita berteman satu kamar, t
Helena terkejut dengan kedatangan Bastian yang tiba-tiba. Alasan yang sudah tersusun rapih di dalam otak, hilang menguap begitu saja bersamaan dengan munculnya sosok pria yang menurutnya memiliki kepribadian ganda."Tuan, bisa gak sih ketuk pintu dulu sebelum masuk?""Siapa pria yang kamu bilang memiliki kepribadian ganda itu?" membalas pertanyaan Helena dengan pertanyaan lagi. Ia masuk menghampiri sang istri yang tengah duduk di depan cermin rias, lalu meletakan kedua tangannya di atas meja, seolah sedang memeluknya dari belakang.Tak ingin luka di dahinya terekspos, Helena memalingkan wajahya menatap ke arah lain. Tapi sayang, mata elang pria arogan itu keburu menangkap sesuatu yang berusaha ia tutupi."Ada apa dengan wajah mu?" tanya Bastian saat luka di keningnya terlihat jelas di depan mata."Tidak ada," jawabnya singkat."Hei..." sedikit kasar Bastian menarik dagu Helena, memintanya untuk menatap lurus ke depan, lalu ia menyibakan poni
Terlalu asik memilah-milah jenis mainan yang akan di beli, Mark sampai tidak menyadari kalau sudah hampir lima belas menit Helena tidak ada di sana. Ia disibukan oleh Stela yang keinginannya terus berubah saat melihat jenis mainan yang berbeda. Karna lelah, ia pun memilih duduk dan membiarkan Stela megaduk-aduk semua mainan yang sudah diturunkan si abang penjual itu. Merasa haus, saat akan meminta izin pada Helena untuk membeli minum, ia baru menyadari kalau Helena tidak ada di sana. "Kemana dia?" Mark mengeluarkan benda pipih berwarna hitam dari saku jasnya, lalu menghubungi Helena dalam sambungan telepon. "Tuut. "Tuut. Beberapa kali mencoba, akhirnya Helena merespon panggilan dari Mark. "Nyonya, anda di mana?" tanya Mark sambil memperhatiakan Stela masih asik memilah-milah mainan. "Kak.." suara Helena terdengar seperti merintih kesakitan. "Ada apa dengan anda, Nyonya?" Wajah Mark berubah panik. "Aku di
"Berani kamu mengancam saya?"Tangannya mencengkram kuat rahang Helena, dia salah menduga, ternyata apa yang dikatakan kakaknya adalah benar, dia kejam."Lepaskan saya Tuan!"Kedua tangan Helena berusaha melepaskan tangan Bastian yang malah semakin mengeratkan cengkramannya."Melepaskan mu? jangan harap saya akan melepaskan mu, gadis culun.""Saya ada janji dengan keponakan anda," kata Helena dengan susah payah."Saya tidak perduli. Itu janji kamu dengan Stela.""Lepaskan saya, saya mohon! sakit," wajahnya benar-benar terlihat kesakitan.Bastian memang melepaskannya, tapi sangat kasar ia menghempaskan tubuh Helena ke atas ranjang. Ia memegangi rahangnya yang terasa sakit."Jangan coba-coba bermain dengan ku! apa lagi mengancam ku," setalahnya ia pun keluar dari kamar, meninggalkan Helena dalam kesakitan."Dasar gila," sungutnya memaki, melempar pintu dengan bantal."Pria berwajah dua. Bersikap manis seperti
Siapa lah Bstian? dia hanya manusia biasa, dia sama dengan pria lain, pria normal yang pasti akan ter***sang saat melihat tubuh mulus tanpa busana di depan mata. "Dan itu milik ku, dia istri ku, seharusnya semalam aku menikmati tubuhnya, tapi apa? kenapa aku harus susah payah mencari kenikmatan di luar sana? Sial, dia membuat ku gila." Ia terus menenggelamkan diri lebih lama di dalam Bathtub, berharap isi kepalanya yang terus mengingat tubuh Helena cepat menghilang. Padahal, setelah kejadian semalam, Bastian pergi ke sebuah Club malam menemui seorang wanita hanya untuk menyalurkan hasratnya saja. Tapi rasanya itu tidak cukup. Dia tetap menginginkan tubuh Helena. tubuh yang ia lihat mulus tanpa noda itu benar-benar sangat mengganggu pikirannya. Saat ini jarum jam berada tepat di angka tujuh. Kini matahari mulai menampakan cahayanya, menyeruak masuk ke dalam melalui celah-celah jendela kamar yang tidak tertutup rapat. Helena menggeliat, mengerja
Rasanya sangat melelahkan, berada di dalam pesta orang kaya, menurutnya sangat membosankan, karna yang di bahas di sana tidak jauh seputar bisnis, dan bisnis. Walaupun pesta masih berlangsung dengan meriah, Helena meminta Bastian untuk pulang ke aprtemen, beruntunglah ia setuju, karna ia juga merasakan hal yang sama dengannya."Mau ke mana?" tanya Bu Rossa saat Bastian dan Helena hendak pergi."Pulang Mah," saut Bastian.Mendengar kata pulang, Bu Rossa pun ikut berdiri, "Pulang ke rumah mamah ya!" pintanya."Nggak," Bastian langsung menolaknya, "Aku mau pulang ke apartemen. Aku mau istirahat.""Di rumah mamah juga kan bisa istirahat. lagian mamah pengen deket sama menantu mamah, kita kan baru ngobrol beberapa kali aja, iya kan? Mamah janji deh gak akan ganggu privasi kalian."Bastian diam tak menjawab, namun Bu Rossa terus memaksa, hingga akhirnya ia mengiyakan keinginan mamanya. Karna melarangnyapun tidak ada gunanya.Dua puluh menit
Tepat pukul duabelas siang, Bastian dan Helena kembali ke Hotel tempat mereka menginap. Bisa di hitung berapa lama mereka menghabiskan waktu berdua hari ini? masih dalam hitungan jari. Rasanya sangat mustahil kalau dengan waktu sesingkat itu akan tumbuh benih-benih cinta di hati mereka. Jangankan cinta, rasa kasihan pun sepertinya tidak ada. Bastian bahkan tidak perduli saat Helena kesulitan membawa banyaknya kantung belanjaan."Menyebalkan," Ia bejalan di belakang Bastin sambil menghentakan kakinya karna kesal.Namun, ada sedikit kejadian yang cukup menggelitik, saat Bastian bertemu temanya di dalam lift tadi, membuat bibir Helena kembali melengkung membentuk simpul, saat Kantung belanjaan yang dibawanya, langsung diambil alih oleh Bastain."Aku kan udah bilang, biar aku yang bawa, sayang..." ucap Bastian penuh kepalsuan.Awalnya Helena cukup terkejut dengan perubahan sikap suaminya yang tiba-tiba, namun dalam hitungan persekiandetik, Helena langsung tau