Untuk membuat Harry di terima Minerva, ibu Leon. Amber memberikan les privat untuk Harry sebelum mereka pulang ke kediaman keluarga Parker.
Kim dengan sabar menunggui Harry yang sedang belajar. Banyak hal yang mengejutkan Amber bahwa Harry dengan cepat mengikuti pelajaran yang diberikan padanya. Bahasanya pun sudah mulai dipahami.
Kim yang menggemaskan menarik perhatian Harry yang masih sibuk menyelesaikan tugasnya. Badan mungil Kim berulang kali datang dan pergi melihat Harry tanpa berkata. Hanya terdengar hembusan kasar Kim. Mr Samuel tersenyum melihat kelakuan Kim. Sepertinya dia harus menyudahi classnya. Ia tahu Kim ingin bermain dengan Harry.
"Hari ini cukup sampai di sini Harry. Kimn akan membenciku jika menahanmu terlalu lama." Mr Samuel membereskan peralatannya lalu tersenyum. "Kau anak yang pintar. Cepat menangkap apa yang kusampaikan." Ucapnya. Harry melebarkan senyumnya lalu melihat Kim yang sudah melompat gembira.
"Harry..." teriaknya berlari ke arah Harry dengan boneka kesayangan.
Harry terbahak lalu menggendong Kim, dan menurutnya tidak berat. Amber sibuk dengan baby Emi membuat Kim kesepian.
"Apa yang akan kita lakukan Kim?" tanya Harry.
"Berenang. Kau berjanji akan mengajari aku berenang," sahut Kim riang.
"Kemarin aku sudah mengajarimu."
"Tapi kan belum bisa."
"Baiklah. Tapi simpan dulu boneka barbiemu. Dia tidak akan bisa berenang walau kau ajak berenang juga," ujar Harry. Kim tergelak, ia turun dari gendongan Harry dan berlari ke kamar.
"Hati-hati Kim! Oh... Tuhan dia terlalu bersemangat." Ellysabet menggeleng dengan tawa kecil.
Harry mengelilingi Skyhouse untuk mencari pelampung yang sudah mereka beli seminggu yang lalu.
"Ganti bajumu Kim, jangan pakai itu," ujar Harry melihat Kim kecil memakai bikini ukuran anak kecil. Ia sedang memegang pelampung merah jambu dan menghentikan langkahnya melihat Kim.
"Why?"
"Kau masih kecil tidak bisa memakai itu, terlalu terbuka," sahut Harry.
"Kenapa bisa begitu? Kau sendiri tidak memakai baju dan hanya memakai celana pendek," protes Kim.
"Aku berbeda, aku laki-laki. Cepat! Aku tunggu di sini." Balas Harry.
Kim mengikuti ucapan Harry tanpa rungutan lagi. Tak lama Kim keluar dengan pakaian renang panjang. Lalu mereka bergandengan menuju kolam renang.
Harry dengan sigap memakaikan pelampung ke tubuh Kim. Gadis kecil itu malah menjahili Harry dengan mengacak-acak rambut Harry dan tertawa riang.
"Jangan lakukan Kim. Kau membuatku jelek."
"Mommy bilang kau sangat tampan. Megan akan iri melihatku memiliki dirimu."
"Megan?" Harry menaikan satu alisnya.
"Saat kita pulang ke Yellowstone kau akan bertemu dengannya. Bertemu Grandma juga."
"Wauuh. Sepertinya sangat ramai di sana."
Kim mengangguk. "Di sana juga ada danau dan kolam ikan. Rumah kita sangat besar Harry, dan kau akan punya kamar yang besar juga."
"Benarkah?"
"Ya. Berjanjilah kau akan main denganku terus, dan tidak akan pergi dengan Megan."
"Kenapa begitu?"
"Semua menyukainya tapi aku tidak suka padanya."
"Lupakan itu. Ayo kita mulai berenang." Harry mengangkat tubuh Kim ke dalam air. Gadis kecil itu menjerit kedinginan tapi ia suka bukan ketakutan. Harry sempat memikirkan siapa Megan, karena ekpresi Kim di tekuk saat mengucap nama itu. Tapi hanya sebentar, Harry mulai fokus membawa Kim ke tengah. Harry sangat pandai berenang. Bahkan ia bisa salto saat melompat ke air.
Kim terlihat lincah dan bersemangat, dia semakin berani menjelajahi kolam renang itu padahal bukan untuk ukuran tubuhnya. Mungkin karena ia merasa terlindungi dengan adanya Harry.
"You happy?"
"Ya. Tapi aku takut. Kita ke sana." Kim menunjuk ke seberang dan Harry menuruti.
"Kau tenang saja Kim, aku menjagamu," sahut Harry. Terkadang Harry tergelak melihat kaki Kim meronta-ronta di air tapi tidak maju-maju tubuhnya. Betapa bahagianya dia memiliki Kim sekarang.
"Harry kenapa aku tidak sampai-sampai?" teriak Kim tertawa kecil.
"Apa?" Harry pura-pura menulikan telinganya.
"Harry! Harry!"
Harry menenggelamkan seluruh tubuhnya ke dalam air. Untung saja ia pakai kacamata renang, bisa melihat dengan jelas kaki Kim yang sedang berusaha berenang lalu ia menggendong Kim dari dalam seolah-olah Kim berenang dengan cepat.
"Three, two, one. Go!"
Harry semakin dewasa dan bertanggungjawab. Terlihat dari caranya menjaga Kim dan mendengarkan permintaan adiknya.
🌷🌷🌷
"Daddy pulang... " teriak Leon pada kedua anaknya yang sedang menyantap makanan di meja makan. Setelah selesai berenang mereka banyak melahap makanan. "Sepertinya daddy dilupakan," gumam Leon yang tidak mendapatkan perhatian mereka.
"Harry! Kim! I have something... "
"Daddy," sapa Kim. "Apakah itu untuk kami?" mata Kim terbelalak. Harry dan Kim berlari ke arah Leon melihat kotak besar di tangan Leon.
"What is this?" Kim menunjuk dengan jarinya kotak berbungkus kado itu.
"Spesial for you sugar. Bukalah." ucap Leon. "Dan yang ini untuk Harry. Bukalah." Leon memberikan tas hitam panjang.
"I like it, Dad. Thank you." Harry memekik dengan mata berbinar. Iya pernah melihat ini. Harry ingat ayahnya yang dulu menyebut ini hoverboard, butuh keseimbangan untuk memainkan ini. Mirip dengan skateboard, tapi ini menggunakan mesin di dalamnya. Sekilas Harry terlihat murung.
"Mengapa kado kami berbeda?" Kim tidak berselera dengan boneka barbienya.
"Sugar, kau juga mau? Kalau kau bisa menggunakannya Daddy akan membelikan satu untukmu, tapi sepertinya tidak mungkin sayang. Kakimu terlalu kecil, Kim."
Kim menekuk wajahnya, ia menggeser bonekanya menjauh lalu menatap Harry yang terlihat bahagia. "Nanti kami tidak bisa bermain bersama," ucapnya sedih. Tentu saja Harry tidak mungkin memegang boneka Barbie.
Harry yang tidak tega melihat wajah Kim turun dari hoverboard-nya. Dia selalu tidak bisa melihat Kim sedih. Melihat Kim tertawa ia senang, tapi melihat Kim tak bersemangat ia pun tidak bersemangat.
"Ayo, kau ingin mencobanya." Harry menjulurkan tangannya.
Kim menggeleng. "Aku tidak bisa."
"Aku akan mengajarimu." Harry mengangkat tubuh Kim dan meletakkan kakinya di atas Hoverboard.
"Jangan lepaskan tanganku, Harry!"
"Iya."
Leon tersenyum penuh arti pada Harry, anak laki-laki itu cepat menguasai hal-hal menantang di usianya yang masih dini. Kim dalam situasi bahaya pun Harry cepat tangkap, seperti tadi hampir saja Kim jatuh dari hoverboard-nya. Dan Harry menangkapnya.
Leon menaruh harapan besar pada Harry untuk membantunya mengelolah perusahaan raksasa yang banyak menyita waktunya. Bahkan Leon harus membawa keluarganya ke Singapure melarikan diri dari pekerjaannya untuk bisa beristirahat dan menghabiskan waktu bersama mereka.
"Daddy... Emi tidak dapat hadiah juga?" ucap Amber menggoda mereka. Emily terlihat sangat menggemaskan dengan senyum tanpa gigi di pangkuan Amber.
"Tentu saja ada sugar, apa pun untuk Emily," sahut Leon.
"Emi cepat sekali besar. Sebentar lagi dia akan mengalahkan Kim." Tangan Harry membelai pipi Emily dan menciumnya.
"Tentu saja cepat besar. Aku juga semakin besar. Iya kan Daddy?" kata Kim cemberut. Melihat Harry memainkan Emily dan menggendongnya, sepertinya Kim cemburu.
Tangan Harry sangat ajaib, di saat orang lain susah menidurkan Emily, Harry bisa melakukannya. Ia pintar menimang Emily dan membuat tangisannya berhenti.
"Harry menyayangi kalian berdua Kim, nanti dia akan kembali bermain denganmu," kata Leon setengah berbisik. Ia bisa melihat bagaimana Kim ingin selalu dekat dengan Harry.
"Harry... Kau tidak mau bermain lagi dengan hoverboardmu?" tanya Kim. "Harry? Harry?"
Leon tertawa geli melihat betapa pemaksanya putrinya. "Dia tidak mendengarmu, sugar." Goda Leon menahan tawa.
"Leon, hentikan. Kau membuat anakmu bertengkar."
Benar saja ucapan Amber. Kim sudah melangkah ke arah kamarnya dengan wajah hampir menangis. Ia masuk ke kamar dengan bantingan pintu yang kuat. Kimberley yang pemarah.
"Harry bujuklah Kim. Dia akan menghancurkan kamarnya jika marah."
"Apa dia marah padaku? Aku tidak menggangunya. Kenapa dia mengurung diri di kamar?"
"Mungkin dia cemburu, Harry. Semua karena daddymu yang menggangunya." Ujar Amber mengambil Emily dari pangkuan Harry.
Harry berjalan menuju kamar Kim, ia tidak tahu cara membujuk Kim karena mereka tidak pernah bertengkar. Harry menyayangi Kim. Tadi daddynya mengatakan Kim suka melempar barang jika marah.
Dengan jantung yang berdebar Harry mengetuk pintu kamar Kim, dalam hati ia sudah berdoa. Ia baru tahu Kim cepat sekali merajuk. Padahal tadi mereka bermain sangat gembira.
"Kim."
"Kim tidak ada!"
"Kimberley... "
"Tidak ada yang bernama itu."
"Kimi. Kimi... "
Kim membuka pintunya dengan wajah kesal. Ia menatap Harry. "Tidak ada yang bernama Kimi!" ketus Kim.
"Kimi. Kimi ... Bagus juga untuk panggilanmu."
"Tapi aku tidak suka!"
Kim menutup pintunya lagi dengan kuat. Harry pura-pura terkena gebrakan pintu, hingga ia meringis kesakitan.
"Aaaaawww! Kimi tanganku terluka."
Tiba-tiba pintu itu terbuka lagi, wajah Kim cemas dan kaget.
"Salahmu kenapa kau bermain-main dengan pintu," wajah Kim hampir menangis. "Apakah sakit?" tanyanya.
"Kau yang membantingnya Kim. Kau membuatku takut." Harry berjongkok dan menatap Kim. "Kau marah padaku?"
"Itu karena aku ingin bermain denganmu."
"Emily juga ingin bermain dengan kita, Kimi. Dia adik bungsu kita dan kita harus menyayanginya. Daddy bilang aku harus menjaga kalian berdua."
"Benarkah?"
"Ya."
"Baiklah. Jangan panggil aku Kimi lagi."
"Aku akan memanggilmu Kimi, aku suka itu. Itu panggilan kesayanganku padamu. I love you Kimi."
"Itu panggilan kesayangan? Kau bukan sedang menggangguku?" Harry mengangguk. "I love you too Harry." Kimi memeluk Harry. Kedua tangan kecilnya melingkar dileher Harry.
Tengah malam Amber membuka kamar Harry karena tidak menemukan Kim di kamarnya. Amber tersenyum saat melihat Kim tidur dengan memeluk Harry.
"Mereka tidur satu ranjang?" tanya Ellysabet melihat Amber menutup pintu kamar Harry pelan.
"Biarkan saja Elly. Mereka hanya dua anak kecil yang tidak berdosa," ujar Leon pada Ellysabet. Dan Amber menyetujui itu.
"Mereka tidur sangat nyenyak," tambah Amber. Ellysabet menghela nafas pasrah.
🌹🌹🌹
"Bagaimana kabarmu, Nak?"
Suara Amber terdengar setelah Harry turun dari tangga. Wanita berambut hitam itu sangat ramah dan keibuan, dia memperhatikan semua keperluan Harry. Membelikan baju baru, sepatu, dan memberikan class private yang terbaik.
"Baik, Mom. Aku bahagia tinggal dengan kalian," ucap Harry memeluk Amber, ibunya mencium kening Harry dan mengusapnya. Dia merasa sudah lama mengenal Harry. Lalu Harry memeluk Leon.
"My son... "
"Kau ingin sarapan apa? Kim masih tertidur pulas? Dia tidak menemani kita sarapan?"
"Kim selalu bangun siang," cibir Harry.
"Kim-mu pemalas Harry. Berjanjilah kau akan terus bersama Kim dan Emily, menjaga mereka," ucap Amber menatap Harry. "Kau mau kan selamanya bersama kami?"
"Ya. Don't cry Mom. I promise." Harry meyakinkannya.
Leon dan Amber terlihat senang dengan ucapan Harry. Amber memberikan sandwich di piring Hartyai.
"Harry, apa kau ingat tentang sesuatu, seperti tempat kelahiranmu. Atau keluargamu?" Amber menunggu jawaban Harry tapi Leon lebih dulu mengeluarkan suara.
"Amber, kita sudah membicarakannya." Leon menekan ucapannya. "Aku akan mengumumkan Harry lewat program acaramu. Seluruh dunia akan tahu Harry anak kita, dan membuat identitasnya." Ucap Leon.
Amber tidak mengerti jalan pikiran Leon. Mereka belum lagi mendapatkan surat adopsi Harry... Jadi itu tidak akan sah.
"Kami sudah mempersiapkan masa depanmu dengan baik, Harry." Amber tersenyum pada Harry.
🌹🌹🌹
Segalanya dipersiapkan dengan cepat. Leon tidak ingin membuang waktu. Tidak ada yang tahu kepulangan keluarga Parker ke New York. Ethan mengatur hari ini BBC Dragon khusus talk show untuk keluarga Parker. Mereka menggunakan pakaian bernuansa etnik. Amber sendiri yang memilih pakaian mereka.
Mereka juga mengajak Harry Zayn Parker melakukan pemotretan untuk foto keluarga. Tentu saja foto keluarga lengkap dengan Harry menjadi sorotan dunia.
"Dimana Kim?" tanya Ethan. Suaranya tegas dan ia sangat sigap dalam pekerjaannya. "Acara sebentar lagi akan dimulai, Tuan."
"Dia pasti bersembunyi. Butuh waktu lama membujuk Kim ikut pemotretan. Aku rasa kali ini dia tidak akan mau ikut, mengingat banyak camera dan yang menonton," ucap Amber pasrah. Ellysabet duduk di sofa menggendong Emily. Untung saja Emi belum tahu apa-apa hingga mudah membawanya.
"Sayang, apa kita harus berpakaian ini? Bagaimana kalau aku dan Harry memakai setelan jas saja." Ujar Leon merasa risih, namun ia tetap tersenyum. Sedari tadi ia sudah berbisik di dekat Harry, mengejek pakaian pilihan Amber dan Harry tertawa.
"Kita harus memberikan style yang berbeda Leon. Jangan mengeluh lagi." Ucap Amber, dia wanita perfeksionis dan unik. "Harry hanya kau yang bisa membujuk Kim, ini kesempatan mommy membawanya ke sini."
Sebenarnya Harry dan Leon tidak ingin terlalu memaksa Kim, karena kemarin Kim menangis tidak ingin ikut. Tapi, tidak bisa juga melihat wajah kecewa Amber. Harry tahu dimana Kim.
Tidak butuh waktu lama Harry menemukan Kim.
"Kim... Aku datang menjemputmu."
Harry melihat sosok kecil Kim yang berbalut dress berwarna gelap dengan sentuhan etnik sedang duduk di ruang kosong menonton pertunjukan balerina, tangannya memeluk boneka Barbie.
"Tidak mau!"
"Kimi..."
"Daddy bilang aku hanya ikut ke sini dan duduk saja sambil menonton."
Daddy berbohong Kim.
"Kimi, kita ditunggui Mommy untuk acara Tv. Mom ingin kita ikut dengannya," ujar Harry menatap Kim.
"Tidak mau," sahutnya lirih. Tidak melihat Harry.
"Baik kalau kau tidak ikut aku akan pergi darimu."
Kim merengut. Mata biru-hijaunya melirik Harry yang sedang berdiri di depan pintu.
"Kau tetap tidak mau?"
"Kau jahat, Harry!"
"Maaf jangan menangis Kimi." Harry mendekatkan dirinya. Melihat mata Kim berkaca-kaca. "Kenapa kau cengeng sekali, Kim?"
"Kau yang membuatnya."
"Katakan padaku kenapa kau tidak mau ikut?" tanya Harry. Kim menjadi pendiam jika di tempat yang banyak orang.
"Di luar sana berbahaya."
"Ada aku dan Daddy yang menjagamu. Kami adalah superheromu."
"Tapi mereka akan mengatakan aku jelek."
Harry mengerutkan dahinya. "Kata siapa? Kau wanita cantik Kim."
"Tidak Harry. Mereka akan menertawakan wajahku yang punya tahi lalat banyak. Ada tiga."
Harry memperhatikan wajah Kim. Pipi kanannya ada dua tahi lalat kecil dan satu di atas bibirnya. Menurutnya tahi lalat itu malah membuat Kim lebih menarik dari wanita manapun. Adiknya sangat cantik dengan tahi lalat itu.
"Tahi lalat itu tidak membuatmu jelek Kim. Kalau bisa aku pun ingin punya itu."
"Benarkah?"
"Ya."
Kim menatap Harry. Tangannya yang kecil menyentuh pipi Harry, lalu melingkar di leher Harry. Kepalanya di letakkan pada bahu kecil Harry. Kim sudah menyerah. Harry menggendongnya dan membawanya pergi.
"Kim kau mau jadi penari-penari seperti yang kau tonton tadi?" tanya Harry.
"Itu balerina Harry. Aku belajar balet."
Harry baru tahu Kim suka menari. Apa namanya balerina? Kim pasti akan jadi balerina paling cantik di dunia. Dan Harry tidak sabar ingin cepat dewasa dan melihat Kimnya semakin cantik.
Pertama kali bertemu Kim Harry sudah jatuh cinta.
Leon tersenyum saat membaca pesan di ponselnya. Anak buahnya telah melakukan apa yang di perintahkannya. Bahkan mereka mengirim foto rumah yang mereka bakar."Daddy... ""Diam dulu Kim!" Suara Leon tampak kesal. Kim mengganggunya saat ingin mengirim balasan pesan itu. Mereka yang duduk di meja itu kaget Leon membentak Kim."Kim? Diantara makanan ini mana yang paling enak?" Harry mencairkan suasana. Kim tidak sempat menangis, dia langsung girang karena Harry.Gadis kecil berambut hitam itu terus saja mengikuti langkah Harry kemanapun dan tak melepaskan telunjuk Harry untuk ia genggam. Sekali-kali ia berceloteh dan membuat Harry kesal lalu tertawa."Jangan masukkan lagi makananmu ke piringku, Kim!" Walaupun makanan terlihat enak tak membuat Harry kaget dengan makanan itu. Dia seperti sudah terbiasa dengan makanan lezat dan kehidupan orang kaya.Kadang Amber pun bingung. Harr
Pertama kalinya Harry menapakkan kakinya di kediaman keluarga Parker yang megah. Selama ini Nyonya Minerva melarang Harry yang bukan keluarga Parker untuk tinggal di sana. Tapi sekarang Leon rasa sudah waktunya Harry berkunjung ke rumah itu.Sore ini seluruh anggota keluarga sedang berkumpul, kecuali Kim dan Megang yang masih sibuk berlatih ballet di aula sekolah. "Selamat datang di Yellowstone, Nak" sapaan hangat dari Amber menyambut kedatangan Harry. "Bagaimana sekolahmu?" kata Amber lembut. "Masih terkendali, Mom." Harry tersenyum. Amber tidak tahu saja kelakuan Harry di kampus dan asrama. Pemberonta dan suka membuat masalah. Dia tidak peduli dengan peraturan.Amber terlihat riang karena kedatangan Harry, begitu juga Paul dan Elly. Kecuali Nyonya Minerva yang memasang wajah cemberut, membuat Harry merasa tidak diterima di rumah ini. Dia sudah me
Harry bermimpi buruk, tapi mimpi itu belum mengarah pada apa. Yang jelas dalam mimpi itu Harry terlihat ketakutan."Harry?"Harry tersentak. Matanya terbuka lebar dan nafasnya naik turun. Dia sedang duduk menunggu Kim hingga tertidur di sofa ruangan itu.Mimpi itu lagi!"Ada apa? Duduk saja kau bisa bermimpi." Ucap Kim melihat Harry memakai kemeja putih dan jas hitam mengkilap. Pria itu bersandar pada jok sofa mengambil nafas.Kim pergi mengambil gelas lalu menuangkan air putih untuk Harry. Di lantai dasar sudah sangat ramai. Alunan music terdengar hingga ke lantai paling atas. Langit-langit rumah itu sudah di decor dengan cantik."Ini minum." Harry menerima pemberian Kim. Matanya tampak terkagum melihat Kim memakai gaun yang cantik. Rasa ngantuknya begitu saja hilang."Kau jalan sambil tidur ya? Aku mencari dari tadi, ternyata di sini." Kim mengelap kerin
Setelah dua puluh menit akhirnya mereka sampai di tempat latihan balet Kim. Harry memberi saran supaya Kim mau bergabung dengan kawan-kawannya yang lain untuk berlatih balet. Tentu saja Kim menolak, namun setelah perdebatan panjang mereka Kim akhirnya setuju. Ya, dia butuh patner dan teman juga.Sebenarnya Kim punya teman, namanya Sandra Lee. Wanita campuran Asia yang menyukai balet juga. Dengan jarak 3 meter dari bangku mereka banyak yang memperhatikan Kim sedang bercakap-cakap dengan pemuda tampan dan keren. Kehadiran Harry menarik perhatian kaum hawa di tempat itu.Harry yang sedang asyik mengobrol dengan Kim tiba-tiba dihampiri Megan yang tersenyum pada Harry dan pemuda itu membalas senyumnya."Hai Harry. Aku kira kau tidak akan ke tempat seperti ini," Ucap Megan dengan senyum menggoda. Ia tersenyum senang memandang wajah Harry yang cerah."Waktuku kosong, tak apa menemani Kim." Jawab Harry.
Ini sudah waktunya pulang, semua sudah meninggalkan gedung. Tapi Harry dan Kim masih berdiri di dekat bangku yang bersender pada pohon besar. Angin bertium memainkan rambut Kim yang sebahu. Aroma rokok yang dihisap Harry bisa di hirup hidung Kim saat Harry berbicara terlalu dekat debgannya."Kalau kau tidak keberatan biar aku yang mmengajarimu nafas buatan." Harry menatap bibir Kim tak berkedip. Ibu jarinya merasakan kelembapan bibir Kim.Tubuh Harry menegang saat Kim membuka mulutnya. Mengecup ibu jari Harry seperti permen lolipop. Apakah karena rasa manis bekas rokok? Tapi Kim sudah mengelap tangannya.Kemudian Harry mengangkat tubuh Kim menempel di pohon besar itu. Kim tidak memberontak, bahkan terkesan seperti menertawakan sikap Harry."Kata Megan ciuman itu hanya berlaku pada wanita dan pria--" Kim terdiam Harry kan laki-laki? Alisnya naik ingin menolak. Tapi melihat bibir Harry yan
"Emmi, apa yang kau lakukan di sini?" Kim berjongkok di depan adiknya yang terlihat murung. Mata Emmi tertunduk melihat ke lantai."Ayo bangun, kita sarapan." Kim tersenyum mengelus rambut pirang adiknya. Ia menarik tangan Emmi tapi gadis kecil itu tidak bergerak, ia merasa Emmi menjadi pendiam. "Kenapa Emi?"Dari sisi lain Harry yang melihat Kim menarik-narik tangan Emi dipikirnya Kim mengganggu Emi. Harry bergegas menghampiri mereka."Kim? Kau mengganggu Emi lagi?" suara Harry dari belakang. Kim menoleh dengan raut kaget. Oh, ya Tuhan. Kim kenapa sekarang sangat malu di depan Harry. Kim mulia memperhatikan lekukan wajah Harry. Bagaimana bisa Harry memiliki wajah setampan Hardin Scott idolanya.Kim mengangkat bahunya gugup. "Aku tidak tau. Aku datang Emi sudah seperti ini."Harry menyentuh dahi Emmi, dingin seperti es. Wajah gadis itu pucat, tangannya gemetaran. Ma
"Harry, sampai kapan kau di sini?" Suara itu dari Nyonya Minerva yang menatap Harry dengan tatapan merendahkan. Seperti biasa. "Kau tidak ingin kembali ke asrama?""Ya GrandMa. Lusa aku akan kembali ke Asrama." Jawab Harry dengan sopan.Nyonya Minerva memperhatikan cara berpakaian Harry. Masih suka memakai celana jeans yang robek di lutut, jaket kulit hitam. "Harry? Apa kau tidak pernah berpikir Leon dan Amber orang yang sangat berpengaruh? Kau tidak bisa menunjukkan penampilan yang lebih baik dari pada seperti ini, seperti anak jalanan."Dengan tatapan dingin Nyonya Minerva memandang Harry. "Kau harusnya bersyukur dari pinggir jalan Leon mengambilmu. Jadi ubah cara berpakaianmu."Nyonya Minerva meninggi Harry yang masih berdiri tanpa ekpresi. Dia menenteng tas Hermes-nya berjalan angkuh. Di belakangnya Dolores mengikuti, dia sedikit melirik Harry dengan prihatin.
Kim menyipitkan mata agar bisa jelas melihat orang yang ada di mobil. "Harry..." suaranya bergidik saat mobil balap Harry berkecepatan tinggi mengarah pada mereka. Sean pun melihat dengan mata membulat besar. Apakah Harry benar-benar akan menabrak mereka?"Wow! Siapa dia?" tanya Sean dengan tergugup lalu menelan saliva susah payah. Kim tidak menjawab, dia yakin Harry tidak akan menabraknya tapi Sean? Dia tidak yakin Harry bermurah hati melepas Sean.Suara drum mobil Harry seperti denting-denting piano di film horor. Sangat menakutkan. Saat mobil semakin mendekat Sean melompat seperti tupai yang lincah namun sayangnya dia tergelincir. Lalu mobil itu berhenti di depan Kim yang sedang menolong Sean dengan wajah cemas."Harry! Apa yang kau lakukan?" Teriak Kim dengan geram. Sean masih dengan keterkejutannya, dia tahu Harry tapi untuk saat ini Sean tidak bisa berkenalan dengan ramah pada Harry."Hei, bro! Apa k