Suara teriakan kuat terdengar hingga ke sudut ruangan, sudah seminggu ini Harry tinggal di atap bengkel tempatnya bekerja. Biasanya dia tidur di kamar yang luas dengan ranjang size king yang membuatnya bebas berguling-guling. Namun sekarang jauh dari kemewahan tempat pria berambut coklat gelap itu tinggal.
"Harry! Bangun! Cepat!"
Juan dari bawah menggedor atap terbuat dari kayu itu, yang biasanya digunakan untuk akses keluar-masuk.
"Diam kau brengsek!" teriak Harry. Dia menekan kepalanya mencoba mengingat mimpinya yang terputus tadi. Mimpi yang membuatnya bermandikan keringat, sangat menyeramkan. Mimpi itu sepertinya pernah terjadi dalam hidupnya.
Harry menarik kaus hitam polosnya di lantai lalu memakainya. Setelah itu menarik gagang kayu kemudian menuruni anak tangga yang terbuat dari kayu itu, dia berjalan menuju dapur. Terlihat Jimmy sedang membalikkan daging asapnya.
"Aku memasak
Kim berjalan dalam kegelapan, dengan menutup mata Kim tahu seluk beluk kamar ini. Aroma Emily masih terasa di sini, ya... Kim masih merasakan keberadaan Emily dan Ibunya... Tuhan semua seperti mimpi buruk baginya. Tidak, Kim tidak menangis. Air matanya sudah kering. Dia terduduk di tepi ranjang dengan pikiran yang penuh.Kim menyentuh bingkai foto yang ada di atas meja. Ada Kim, ibunya, ayahnya, dan juga Harry-- Kim menutup matanya dengan bercucuran air mata."Mom, kenapa kau pergi juga dengan Emily? Kenapa kalian meninggalkan aku sendiri." Isak Kim memeluk bingkai foto persegi itu."Ini salahku, Mom. Tolong marahi aku." Kim tersedu-sedu memanggil nama ibunya dan Emily. Berita kematian Emily dan Amber telah tersiar di media. Dugaan stress dan depresi menjadi salah satu penyebab bunuh diri Amber karena kematian Emily. Namun, kematian Emily belum lagi diketahui penyebabnya. Ada yang mengatakan Emily terpeleset di kamar mandi."Emi, kau belum lag
Gadis itu bergerak pelan di atas ranjang yang empuk tangannya mendekap erat seseorang dengan nafas beratur. Segala rasa sedih dan lelah lenyap begitu saja digantikan perasaan nyaman. Ia bermimpi ada yang membelai rambutnya lalu beralih mengelus pipinya dengan lembut, ia tersenyum dengan mata yang tertutup seolah-olah nyata.Beberapa detik kemudian dia merasakan ada yang menyapu bibirnya. Ia ingin membuka kelopak matanya yang berat saat mencium aroma maskulin yang menyegarkan. Tapi Kim masih ingin terlelap seperti ini. Merasakan nyaman dengan aroma yang ia kenali...Harry? Mata Kim terbuka dengan jantung berdebar kuat, ia mengedarkan pandangannya ke sekitar ruang itu."Morning Miss... Tidurmu lelap sekali sampai aku tidak berani membangunkan," orang yang duduk di sofa bersuara. Kim menyipitkan matanya melihat dengan jelas, tidak mungkin..."Aku yakin sekali itu parfum Harry," gumamnya pelan melihat orang
Kim keluar dari asrama putri setelah melihat kamarnya, dia belum lagi menyusun barang-barangnya dan berkenalan dengan teman sekamarnya. Kim terburu-buru berjalan ke kampusnya.Seorang wanita berambut pirang menyapa Kim dengan sinis. "Hei kau anak baru... di asrama ada peraturan. Sebelum kau pergi ke kampus kau harus laporan pada ketua asrama agar dia membuatkan daftar housekeeping untuk mu.""Oh, okeh. Nanti aku akan menemuinya. Sekarang aku sudah terlambat."Setelahnya, Kim kembali melanjutkan perjalanannya ke kampus dengan berjalan kaki. Di asrama lamanya di Moscow teman-temannya sangat ramah berbeda sekali dengan di sini. Apalagi wanita tadi bicara dengan nada ketus."Akhirnya sampai juga," ucap Kim di depan gerbang gedung itu.Dia berjalan di sisi kanan bersamaan dengan orang-orang yang juga berjalan kaki memasuki area kampus. Mobil mewah berwarna hitam dengan panjang seperti mob
Kim menghentikan taxi di pinggir jalan setelah lima menit dia menunggu. Ternyata tukang taxi yang tadi dia tumpangi yang dia dapat lagi. Laki-laki tua, kurus, berkumis tersenyum pada Kim pelanggan yang tadi."Kau lagi Nak," sapa pria itu. Kim tersenyum lalu masuk. "Kau sudah bertemu suamimu?" tanyanya. Kim jadi merasa bersalah telah berbohong."Dia sudah punya wanita lain, Pak." Jawab Kim muram.Pria tua itu tertawa. "Zaman sekarang jangan terlalu percaya pria, Nak."Sementara di belakang taxi mobil sport berwarna hitam pekat membawa mobil dengan kecepatan tinggi.Kim duduk di jok belakang memandangi jalanan, tiba-tiba suara klakson dari belakang terus saja berbunyi. Kim menoleh ke belakang dan itu mobil Harry. "Dia tahu aku di sini?" tanyanya pada diri sendiri."Tolong Pak, dia tidak boleh menangkapku."Suara drum mobil belakang semakin merajalela.
Kim termangu menatap amplop putih berisi bayaran dia menari ballet disebuah teater. Untuk pertama kalinya dia mendapatkan uang dari hasil keringatnya, matanya berkaca-kaca dengan senyum tipis membuka isi amplop putih itu.Mom, kau lihat kan aku sekarang bisa menghasilkan uang walaupun tidak seberapa. Kau pasti bangga kan? Anakmu yang manja ini bisa mandiri sekarang. Aku bahkan tinggal di tempat jelek sekarang.Beberapa lembar uang itu kembali di masukan ke amplop lalu di masukkan ke tasnya. Memang uangnya tidak seberapa tapi Kim cukup bahagian mendapatkan uang itu."Kim...?"Suara gedoran dari pintu membuat Kim kaget. Suara itu seperti suara Rachel, teman sekamarnya. Kim berjalan ke arah pintu lalu membukanya. Wanita berwajah asia itu tersenyum."Kau membuatku kaget saja, Rachel. Apa tidak bisa menggedor pintu dengan lembut?"Rachel terdiam, lalu dia kembali ke de
"Nak, pergilah... jangan pedulikan daddy!""Ayo Harry... cepat! Sebelum mereka melihatmu." Ketika seorang laki-laki mengendong paksa anak laki-laki kecil ini. Tiba-tiba seorang wanita menjerit histeris melihat seseorang berjubah menarik pelatuk senjata di tangannya. Seperdetik peluru itu menghantam dada kiri ayah Harry. Pria itu terhuyung dan terhempas ke lantai bersimbah darah. "No... " Laki-laki yang menarik Harry membekap mulutnya agar tak bersuara. Dia membawa Harry ke arah jendela kamar. Memecahkan kaca lalu memaksa keluar anak laki-laki itu."Harry, kau lari ke arah bastop. Nanti aku akan menyusul."Tidak! Daddy berdarah di sana. Mommy juga masih di dalam."Laki-laki itu membekap mulut Harry kuat. "Jangan bersuara dia akan mendengar suaramu. Kita semua akan mati. Cepat
"Kau yang membunuhnya kan?""Aku tidak ingat apa-apa, untuk apa sekarang membahas itu? Toh, kasusnya sudah diberhentikan karena kurangnya bukti."Cara Dollores mengatakan itu seakan menunjukkan dialah pelakunya. Leon memandang istrinya dengan tajam, tangannya mengepal kuat. Hal itu di didasari karena Dollores ingin Megan diakui oleh Leon sebagai anaknya yang sah."Yang aku aku ingat Amber mengatakan bahwa dia menemukan jam tangan seseorang di lemarimu saat dia mabuk." Dollores tersenyum dingin ke arah suaminya, dia akan membuat tempat Leon menjadi tersudut hingga tidak bisa berbuat apa-apa."Aku punya alasan melakukan itu," jawab Leon tidak membantah jam tangan mantan pacar Amber ada di lemarinya. Juga dia tidak terkejut Amber tahu rahasianya. "Jangan kau pikir bisa mengancamku seperti kemarin kau memaksaku menikahmu." Leon memandang Dollores dari bangkunya, wanita itu berdiri tanpa rasa takut. Pakaiannya terlihat seperti Amber, untungnya Leon
Seorang pria berlari kencang di lorong kampus karena anak buah Harry mengejarnya. Pria dengan baju kotak-kotak itu seketika menabrak tubuh besar dan berotot Thomas. Dengan wajah ketakutan Lance mencoba kembali melarikan diri dari sekumpulan itu.Pria bermata abu-abu menarik kerah baju Lance lalu mendorongnya ke belakang tembok. "Menghadap kebelakang, keparat!" kata Harry dengan lantang. Lance menuruti, ia mengangkat tangannya ke atas menghadap tembok.Gerald si wajah Asia memeriksa saku Lance, lalu berdecak. "Tidak ada apa-apa di sini.""Apa yang kalian lakukan?" tanya Lance berteriak."Diam!" Bentak Thomas sambil menempeleng kepala Lance. Martin dan Juan menjaga lorong agar tidak ada yang lewat dari sana. Sementara Harry sedang mengintrogasi Lance dengan banyak pertanyaan tentang Jacob, terutama mobilnya. Apakah Jacob yang membuat mobilnya hangus?"Jacob kan yang datang lagi lalu me
Tiga jam kemudian Kim sudah berada di depan pintu kamar 301 milik Harry. Wanita itu tampak begitu gugup, satu tangannya sudah bersedia untuk mengetuk pintu tapi selalu ia urungkan.Tiba-tiba, seseorang membuka pintu itu. Harry hanya melotot, kaget melihat wanita yang selama ini ia cari kini berada di depannya. Rasanya ingin menarik tubuh Kim ke dalam pelukannya. Namun, mata Harry teralih pada tangan Kim yang menggenggam tangan anak kecil laki-laki. Anak itu yang ia selamatkan sore tadi.Setelah hening beberapa saat Kim berkata, "Boleh aku masuk?""Untuk apa kau datang? Ohh, ayahmu itu pasti sudah memberitahu pertemuan kami, kan," Kata Harry, "Sayangnya aku ada urusan, aku harus pergi." Harry pura-pura sibuk dengan melihat jam tangannya."Sebentar saja," ujar Kim lembut.Harry menelan ludahnya, ia membuang nafasnya sebelum memiringkan tubuhnya ke samping agar Kim bisa masuk."Sam ucapkan salam." Kim menundukkan kepalanya mel
Malam harinya Kim menikmati makan malam di ruang makan bersama ayahnya. Hubungan mereka beberapa tahun belakangan ini sangat baik dan terlihat dekat. Kim selalu menyempatkan diri untuk berkumpul dengan ayahnya sekedar bercerita hal yang mereka lakukan hati ini atau Kim akan meminta masukan tentang pekerjaanya."Dad, aku sudah menghubungi orang properti dan pengacara untuk menjual Skyhouse," kata Kim."Kau yang bilang kita tidak perlu menjual tempat ini," sahut Leon meliat ke arah Kim, "apa ada wartawan lagi mengawasi rumah ini?""Meskipun kita mengganti nama pemilik Skyhouse, tetap saja mereka pasti bebal. Tidak percaya Skyhouse telah di jual, apalagi dia melihat Daddy mundar-mandir di sini. "Leon menghela nafas, ia telah menghabiskan sepiring steak sapi, "Waktu cepat sekali berlalu.""Kenapa wajahmu muram seperti itu, Dad? Kita sudah berjanji untuk tidak mengenang masa lalu lagi," ucap Kim pelan.Leon mengalihkan pe
"SAM! Are you okay?" suara pria tua itu sangat kuat. Ia mengambil Sam dari gendongan pemuda itu tanpa melihat wajah orang itu, "Thank God! Kau baik-baik saja my little boy." Suara pria itu lemah."Kakek..."Harry hampir tidak percaya orang itu adalah Leon Parker. Dia memperhatikan kedua orang yang sedang berpelukan itu.Apa katanya kakek?Setelah mengamati wajah anak kecil itu, tidak salah lagi mata itu mirip Kim-nya. Mata hijau biru yang mampu membuatnya terhipnotis.Kerutan muncul di dahi Harry, "Anak siapa ini?" tanyanya. Leon menoleh dengan wajah tak kalah kaget. Ia mengeratkan pelukannya, "Mengapa kau begitu ceroboh membiarkan anak sekecil ini tanpa pengawasan? Hanya karena hobi memancingmu.""Ya. Aku minta maaf," kata Leon bingung. Begitu saja ia mengucapkan maaf. Harry menghela nafas, merasa sudah keterlaluan bicara."Dia tidak apa-apa Tubuhnya tidak ada yang lecet."Harry memusatkan perhatiannya
Pagi sebelum matahari menyapa, Kim sudah bangun dan membuat sarapan. Hari ini jadwalnya sangat penuh tapi Kim berhasil mengaturnya. Wanita berambut sebahu itu terlihat lihai membuat sarapan kesukaan anaknya."Biar aku yang memandikan si kecil. Pergilah bersiap-siap nanti kau terlambat," seorang wanita baru saja datang ke dapur."Dia ada jadwal ke dokter gigi siang ini. Aku minta tolong antarkan dia ya, hati ini aku sibuk sekali." Kata Kim yang sedang memindahkan potongan roti ke piring dan mengolesinya dengan selai coklat."Kau memberinya sarapan roti coklat padahal dia ada jadwal ke dokter gigi? Yang benar saja, Kim?" cetus Naresh heranKim menatap wanita yang sudah dia anggap seperti kakak kandungnya sendiri dan tersenyum, "Hanya periksa gigi bulanan, Naresh. Makan coklat tidak akan membuatnya sakit gigi.""Kau terlalu memanjakan jagoanmu." Ujar Naresh tersenyum, "Baiklah aku yang mengan
Harry akhirnya sampai di Singapure. Wajah tegang di sekitarnya ketika ia berjalan kaki untuk mencapai Skyhouse. Lorong telah berubah, lukisan yang dulu menghiasi di depan apartemen mewah itu telah dibersihkan. Banyak perubahan besar di sini, dia jadi bingung. Apakah mungkin dia salah tempat?Orang yang melihat Harry mengerutkan kening padanya. Harry menghela nafas. Ia tahu betapa tampan wajahnya. Tapi tentu saja bukan karena itu mereka melihat Harry."Hei, enyah dari situ!""Aku sedang mencari seseorang orang." Ucap Harry kepada pria bertampang garang itu."Aku tidak peduli, jangan berdiri di situ! Pergi sana!"Harry mengumpat pelan, dia tidak mau membuat keributan dan memilih pergi.Waktu menunjukkan pukul 1 siang, Harry belum makan apa pun setibanya dia di bandara tadi. Ia memutuskan untuk singgah makan, di sekitar tempat itu ada kedai pizza. Ia berjalan meny
Empat tahun kemudian."Polisi baru saja menggerebek bagasi kita di bengkel Vernon. Sepertinya keadaan kita tidak aman lagi." Ujar pria berkepala botak, "Mereka sedang mengincar kita, jadi kita kita harus berpencar untuk bersembunyi.""Kalau bukan karena ulah Thomas, kita tidak akan diincar polisi," ujar Juan. "Merepotkan saja." Dia mundar-mandir gelisah memikirkan perkara itu."Jika salah satu diantara kita ada yang tertangkap, maka semua harus menyerahkan diri." Ucap Harry kepada mereka. Semua mengangguk pasrah. "Seandainya Thomas tidak menusuknya. Aku sendiri yang akan mematahkan leher Jacob.""Dia pasti dendam karena kita menjebaknya waktu itu." Gerald mengingat waktu mereka memasukkan narkoba ke mobil Jacib.Tiga hari lalu mereka melakukan tindakan gila di California ketika melakukan balapan liar. Thomas menusuk Jacob dengan kaca botol minuman. Itu karena orang itu menggoda Jelena dan
Memasukkan ke penjara tidak semudah itu.Leon berkata santai, "Kita lihat saja nanti siapa yang menang." Ucapnya kepada Natalie. Lalu ia melihat Harry dengan lekat. Terlihat ekspresi sedih di wajah Leon. Entah mengapa, tiba-tiba Leon merindukan keluarganya yang dulu. Di saat Amber dan Emily masih hidup dan Harry bersama mereka. Mungkin Kim tidak akan membencinya seperti sekarang ini. Jika saja Leon tidak melakukan kesalahan fatal.Wajah Natalie tampak dingin seperti es batu, dia bicara dengan nada penuh penekanan, "Aku memberikanmu pilihan Tuan Leon Parker, pertama menyerahkan diri ke kantor polisi, akui kesalahanmu. Atau aku akan membuat keluargamu bangkrut."Leon tidak berkata apa-apa, dia hanya menatap Natalie dan bertanya-tanya kenapa wanita itu memberinya kesempatan. Apakah mungkin karena berterimakasih telah merawat Harry hingga besar?"Kurasa kau bicara seperti itu karena kau tidak punya bukti yang kuat untuk membuat suamiku di penjara.
"Harry..." gumam Kim tanpa sadar seraya mengusap sudut matanya yang basah. Ia masih shock melihat hasil test pack di tangannya.Sudah seminggu ia merasakan gejala tidak menyenangkan dan juga merasa aneh, tidak biasanya Kim telat datang bulan. Naresh orang yang terdekat dengannya di Yellowstone mengetahui hubungan Kim dan Harry sudah sejauh apa. Wanita itu berinisiatif membelikan test pack dan hasilnya."Oh My Gosh..." desis Naresh tidak kalah kaget. Ia menyentuh bahu Kim mencoba menenangkan wanita itu. "Apa yang akan kau lakukan sekarang, apa kau akan mengatakannya kepada Harry?""Kimberley?""Aku tidak tahu... aku tidak tahu, Naresh." Ucap Kim frustasi. Rasa panik mulai melanda. Bagaimana kalau ayahnya tahu? Dollores dan Megan... mereka pasti akan membuatnya dalam kesusahan."Tolong aku Naresh," Kim memegang tangan wanita berbadan tegap itu. "Jangan katakan pada siapapun tentang kehamilanku. Bersikaplah seperti biasa.""Apa rencanamu?
Jelena mundur dari pelukan Harry, membuat Harry bingung. Apakah wanita itu tidak menikmati permainannya? Ternyata wanita itu meraba resleting gaunnya ke bawah. Dan dengan lancar ia menarik gaunnya ke atas dan membuka semuanya. Harry menatapnya dengan tersenyum."Kau perlu bantuan?""Aku bisa. "Harry memandangi Jelena yang sedang berusaha melepaskan bra brendanya berwarna putih. Kemudian melonggar ikatan dan melepaskan benda itu hingga akhirnya ia mengekspos seluruh buah dadanya kepada Harry.Harry menatapnya sejenak dan menikmati pemandangan indah itu. Tapi, jujur ia lebih menyukai milik Kim yang bulat dan penuh. Harry menangkup keduanya dan meremasnya membuat Jelena tersentak oleh kenikmatan itu. Bibir Harry memasukkan ujung dada milik Jelena ke dalam mulutnya dan bermain-main di sana. Menghisap dan menggigitnya ujung yang mengeras itu.Pria itu tampan... Jelena mengakui itu. Ia sangat t