"Kau membuatku marah kurang ajar!" Serang Harry begitu motor gedenya di senggol motor di belakangnya. Raut wajahnya terlihat kesal penuh amarah. Mata abu-abunya menyala-menyala merah saat menghampiri pria itu.
"Motormu yang menghalangiku! Harusnya aku yang marah!" ketus pria itu. Harry yang memang dari rumah sudah kesal melampiaskan kekesalannya pada pria berjaket kulit itu, satu tangannya langsung menonjok rahang pria itu.
Setelah berulangkali dia memukuli rambut pirang itu, suaranya tajam berkata. "Coba katakan lagi!" Tangan Harry menarik kerah baju pria.
"Fuck you Harry! Jangan berani kau berbuat ulah di kawasanku!" suara dari belakang membuat Harry menoleh. Beberapa orang dengan senjata tajam berjejer melihat Harry. Namun tidak ada ketakutan di mata Harry, dia menghempaskan tangannya dari si rambut pirang lalu berdecak sinis pada mereka.
"Ternyata kau, Jacob. Kau ketua mereka?" Harry tertawa s
Harry mencoba membuang jauh-jauh obsesinya pada Kim dengan berbagai cara. Bertemu wanita dan berkencan dengan berganti-ganti setiap minggunya. Bukan hanya itu Harry juga melakukan hal gila bersama teman-temannya. Balap liar di jalan raya dan membuat kekacauan.Seperti sekarang, membawa motor gedenya dengan brutal di bawah langit malam yang cerah dengan beberapa bintang yang berkelip. Tampak motor-motor itu berlomba untuk mencapai garis finis."Yeah... Kau menang lagi. Taruhan kali ini sangat besar. Kita untung banyak. " Martin tersenyum lebar. Harry menoleh sambil membuka helm hitamnya. Tatapannya datar tanpa ekspresi, tubuhnya yang berbalut jaket kulit dengan rambut yang dibiarkan berantakan terkesan tangguh dan macho."Bayangkan saja semua bersorak untukmu, kau seperti pembalap kelas dunia," kata Martin lagi dengan mata berbinar.Pengaruh Kim sangat besar dalam hidup Harry. Han
"Aahhhh!!!" Suara jeritan Kim menggema di kamarnya. Di tambah suara petir menggelegar bersahutan. New York diguyur hujan sejak sore tadi hingga malam ini belum ada kepastian kapan hujan akan berhenti. Gadis berambut hitam itu sudah terduduk lemas di atas lantai dengan mata terkejut dan tubuhnya sudah gemetar melihat kepala boneka yang berdarah bertengger di atas tempat tidurnya. Entah siapa yang meletakkan boneka itu. Angin berhembus kencang menyapu tirai jendela, ia lupa menguncinya tadi. Tapi sekarang Kim tidak punya cukup keberanian untuk melangkah ke arah jendela. "Daddy! Mommy!" teriakannya tercekat di tenggorokan, mata boneka itu seakan sedang menatapnya. Kamarnya di lantai paling atas, mustahil orangtunya mendengar. Dengan tangan yang sudah berpeluh, Kim meraih ponselnya yang tidak jauh dari
Harry menapakkan kakinya di Yellowstone setelah 3 jam 40 menit, dan itu adalah waktu tercepat mengingat sepanjang perjalanan dia ditemani hujan dan petir yang membuat perjalanannya tidaknyaman. Hanya dengan jeritan Kim mampu menggerakkan Harry untuk cepat datang ke sini. Padahal ia ingin menghindari Kim, lebih tepatnya sampai perasaannya berubah pada Kim. Tanpa menyapa orang rumah Harry langsung memeriksa keadaan sekeliling rumah dan utamanya di belakang kamar Kim. Sialan siapa yang mengerjai Kim hingga gadis itu ketakutan. Apalagi sampai memakai darah, yang ayahnya katakan itu adalah darah ayam. Sumpah Harry akan membuat orang itu mengeluarkan darah karena berani mengganggu Kim-nya."Ini tidak masuk akal," ujar Harry, dia sedikit tidak percaya. Wajahnya matanya melihat layar CCTV dengan termenung. Belum pernah kejadian seperti ini. "Coba kau perik
Kim menuruni anak tangga terburu-buru. Tidak sabaran ingin bertemu Harry, saat membuka mata Kim langsung teringat dengan Harry dan cepat-cepat menanyakan keberadaan Harry pada pelayan. Sejak pertengkaran mereka waktu itu hubungan mereka sedikit merenggang. Kim dengan nafas tersengal-sengal menuju ruang makan keluarga. Dia berharap hubungan mereka kembali baik-baik seperti dulu, dia rindu menghabiskan waktu bersama Harry dan juga Emily. Begitu kakinya didekat meja makan tatapan kasar Neneknya membuat Kim melangkah pelan. Matanya menangkap Harry yang juga sedang menatapnya. Andaikan mata Nenek tua itu sedang tidak mengawasinya mungkin Kim akan menerjang ke pelukan Harry.Kim duduk di bangku berseberangan dengan Harry. Setiap gerak-geriknya diperhatikan oleh Harry."Kim, apa kau tidak bisa membersihkan dirimu dulu sebelum turun. Kau sangat berantakan?" Wanita tua itu menatap baju t
"Cepat Alice... Kita harus pulang sekarang."Jika di dunia ini ada tempat paling bahaya namun tak bisa dilepaskan adalah Harry-dia adalah orang berbahaya namun Alice tak bisa melepaskan laki-laki itu. Harry mempengaruhi dirinya utuh tanpa paksaan. Mahluk itu tenang tapi bisa menghanyutkan."Kenapa kita pulang mendadak? Ini Masih malam sekali." Alice sebenarnya geram tapi tubuhnya sudah bangun pasrah mengikuti kemauan pria yang sudah berpakaian lengkap itu. "Ada masalah dengan teman-temanku, aku harus membantu mereka." Ucap Harry, wajahnya serius, dingin, bahkan Alice bisa melihat srigala dalam tatapan Harry."Apa yang terjadi, katakan?" teriak Alice panik. Jika wajahnya seperti ini pasti Harry akan menyerang seseorang atau melakukan hal bahaya dan itu membuatnya panik. "Harry!"Harry melotot pada Alice. "Pelankan suaramu kalau tidak semua akan bangun. Kekasih temanku diculik oleh Ge
Setelah urusan Harry selesai dia kembali ke apartemennya yang ia tinggali sendiri. Sebenarnya apartemen ini hanya ayahnya yang tahu, sebagai sesama lelaki-ayahnya merasa Harry butuh tempat privasi. Karena Leon lebih berpengalaman, baginya tak mengapa jika Harry berkencan dengan ganti-ganti wanita. Leon pun seperti itu. Dia bukan pria baik-baik yang hanya cukup satu wanita untuk memuaskannya.Subuh tadi sebelum Harry pergi dia meninggalkan Alice di apartemennya untuk beristirahat. Tapi wanita itu tetap di apartemennya sampai dia pulang. Apalagi yang bisa dilakukan sepasang di rumah tanpa pengganggu.Alice sangat cantik dengan lekuk tubuhnya yang hanya menyisakan pakaian dalam saja.Harry mencumbu Alice sesuai keinginan gadis itu. Memberikan kenikmatan untuk Alice dengan sentuhan dan ciumannya. Sentuhan Alice mendorong wajah Harry untuk tetap berlama-lama menciumnya di bagian lehernya.&nbs
"KIM!! KENAPA PAKAIAN DALAMMU BERSERAK DI KAMAR MANDI!"Teriakan Harry menggema di kamar. Kim yang sedang mengarahkan hairdryer pada rambutnya hampir terlonjak karena terkejut. Kemudian dia hanya menghela nafas kembali mengeringkan rambutnya."Kim, kau dengar kataku?"Kim menoleh. "Dengar. Terus aku harus taruk dimana? Tidak mungkin kumasukan di lemarimu.""Kau membuat kamar ini semakin kacau."Ini salahnya kenapa membiarkan Kim tinggal di kamar khusus pria. Harry bersusah payah memasukkan pakaian Kim ke dalam ember pakaian kotor. Dia sudah menyuruh Alice pulang dari Apartemen dan meminta Kim untuk tinggal di Apartemen. Wanita itu malah menolak, memilih tinggal di asrama pria bersama Harry."Aku tidak akan membiarkanmu datang ke sini lagi," gerutuan Harry terdengar sambil membereskan kamar yang seperti kapal pecah. Untun
Harry memandangi wajah tidur Kim, gadis itu sangat cantik saat tertidur, dia sangat mengagumi Kim-nya. Berharap Kim selalu tampil cantik saat mereka menghabiskan waktu bersama, tapi ternyata Kim lebih cantik justru saat tertidur. Saat jiwa dan raganya bukan untuknya. Seperti anak angsa yang belum tahu cara mencintai tapi justru membuat sekelilingnya bertekuk lutut.Harry memajukan wajahnya, mengecup bibir pucat Kim. Dia mencintai Kim tanpa berharap balasan."I love you, Kim. Aku ingin kau tahu itu," bisik Harry. Lalu dia turun dari ranjang dan berjalan ke arah kamar mandi. Kim yang sudah bangun hanya diam saja dengan mata tertutup. Dia masih harus mencerna apa maksud ucapan dan ciuman Harry.Tangan Kim menekan sisi selimutnya, jadi selama ini hubungan kakak-adik mereka atas dasar cinta Harry. Kim tidak bisa membayangkan jika orangtuanya tahu, Harry bisa diusir dan kembali ke jalanan. Tidak, Kim tidak akan membiark