Harry memandangi wajah tidur Kim, gadis itu sangat cantik saat tertidur, dia sangat mengagumi Kim-nya. Berharap Kim selalu tampil cantik saat mereka menghabiskan waktu bersama, tapi ternyata Kim lebih cantik justru saat tertidur. Saat jiwa dan raganya bukan untuknya. Seperti anak angsa yang belum tahu cara mencintai tapi justru membuat sekelilingnya bertekuk lutut.
Harry memajukan wajahnya, mengecup bibir pucat Kim. Dia mencintai Kim tanpa berharap balasan.
"I love you, Kim. Aku ingin kau tahu itu," bisik Harry. Lalu dia turun dari ranjang dan berjalan ke arah kamar mandi. Kim yang sudah bangun hanya diam saja dengan mata tertutup. Dia masih harus mencerna apa maksud ucapan dan ciuman Harry.
Tangan Kim menekan sisi selimutnya, jadi selama ini hubungan kakak-adik mereka atas dasar cinta Harry. Kim tidak bisa membayangkan jika orangtuanya tahu, Harry bisa diusir dan kembali ke jalanan. Tidak, Kim tidak akan membiark
Kim menutup pintu kamarnya dengan kasar,dia kesal sekali Naresh menjemputnya saat dia akan pergi menonton balap liar bersama Harry. Ini semua karena Megan yang terlalu bising membuat orangtuanya tahu dia tidak di rumah beberapa hari. Ayahnya memarahi dan memberi hukuman untuk tidak keluar dari kamar kecuali ke sekolah.Megan benar-benar menyebalkan, ia meruntuki wanita itu. Hidupnya seperti diawasi karena keberadaan Megan. Kim ingin Harry menghiburnya, tapi mana mungkin.Malam ini Harry pasti sedang berkencan dengan Jelena pilihannya. Kenapa sekarang justru hatinya menyesal membuat Jelena dekat dengan Harry. Pikiran Kim melayang pada kejadian sebelum berangkat ke tempat Harry, pada waktu itu dia tidak lolos seleksi pemilihan angsa di club balletnya. Sungguh semua ini membuat Kim kesal dan geram. Apalagi Megan terus mengusiknya dengan men
Kim menatap wanita yang baru saja masuk ke kamarnya untuk beberapa detik, lalu menggeleng melihat ibunya merapikan tempat tidurnya. Biasanya jam segini ibunya sudah berangkat kerja dan tidak pernah melakukan pekerjaan rumah terkecuali masak. "Mom, apa yang kau lakukan? Biasanya pelayanan lain yang membersihkan kamarku, dimana semua pelayan?" Kim mengerutkan keningnya. Amber menoleh sebentar lalu kembali mengibas spray tempat tidur. "Sudah lama mommy tidak masuk kamarmu, sayang. Mommy juga ahli dalam bersih-bersih," ujarnya. Kim terkikik, ia kembali menyisir rambutnya di depan kaca. Aktivitas di sekolah sangat membosankan. Sandra, temannya itu mengajaknya ke mall sepulang sekolah. Kim jadi punya alasan untuk tidak pulang terlalu cepat ke rumah. Tidak ada Harry di rumah ini membuat rumah ini membosankan. Laki-laki itu kembali ke a
Moskow, Musim dingin. Sepasang pemain utama sedang menari diiringi oleh penampilan penari-penari latar yang memakai kostum angsa di atas panggung. Musik klasik mengiringi tarian mereka. Mengisahkan seorang gadis cantik yang terkena sihir oleh penyihir jahat. Angsa itu akan menjadi manusia sejati jika ada pangeran yang benar-benar mencintainya. Namun sayangnya, pangeran yang jatuh hati padanya telah dijodohkan oleh ibunya dengan seorang putri raja. Karena sihir itu pangeran yang mencintai angsa terjun ke Danau untuk menemani angsa. Tubuh gadis bermata biru-hijau itu sangat lentur menarinya. Menjiwai perannya sebagai Odette, sang angsa. Kim semakin hebat menari balletnya, tekniknya semakin baik karena hasratnya. Kalian bisa membayangkan wajah sendu Kim, kepedihan hatinya. Ia sangat tersakiti karena tidak
Harry membawa motor besarnya dengan kecepatan di atas rata-rata, seakan nyawanya tidak penting lagi. Jaket kulit berwarna hitam melindungi tubuhnya dari angin yang menusuk hingga ke tulang. Bola mata abu-abunya menatap tajam pada gadis yang memegang bendera digaris finis depannya. Jalan raya itu biasa digunakan pembalap liar untuk ugal-ugalan, bahkan sampai taruhan.Seorang gadis berambut coklat ikal sedang menunggunya di garis finis. Berteriak memberi dukungan. "Kau selalu jadi pemenang." Teriakan wanita itu penuh kekaguman.Harry melewati saja gadis itu. Turun dari motornya dan menghampiri Juan menarik begitu saja vodka yang pemuda itu minum lalu meneguknya dengan ekspresi datar."Kau melakukannya dengan tempo paling singkat dari sebelumnya," ucap Juan terkagum. Sedangkan Martin hanya diam saja di sebelah Gerald. Semenjak video syurnya dan Alice hubungan mereka Martin tidak banyak bicara lagi pada Harry."Kenapa kau melawan Jacob? Kau kan ta
Selesai latihan ballet, Kim langsung pulang ke asramanya. Entahlah perasaannya tiba-tiba tidak enak. Namun Kim tidak berpikir yang aneh-aneh dia pikir ini wajar karena terlalu merindukan orang-orang yang dia sayangi. Ia sudah meraba ponsel-nya tapi diurungkan untuk menelepon, terlalu banyak yang membuatnya takut menelpon Harry. Dia takut merindukan pria itu hingga bisa saja Kim akan terbang sekarang juga setelah mendengar suara Harry. Kim memutuskan untuk mandi, dia berdiri di bawah kucuran shower. Pikirannya masih tidak tenang akhir-akhir ini. Satu tangannya menulis nama Harry pada kaca yang dipenuhi uap. Dia tidak pernah sedetikpun melupakan Harry. Tapi jika dia menghubungi Harry akan ada yang kecewa padanya. Ibunya, Ayahnya, seluruh manusia pasti berkata jelek jika hubungan Kimberley Parker dan Harry Parker lebih dari kakak beradik.Selesai mandi Kim menghabiskan waktunya untuk duduk di atas ran
Suara teriakan kuat terdengar hingga ke sudut ruangan, sudah seminggu ini Harry tinggal di atap bengkel tempatnya bekerja. Biasanya dia tidur di kamar yang luas dengan ranjang size king yang membuatnya bebas berguling-guling. Namun sekarang jauh dari kemewahan tempat pria berambut coklat gelap itu tinggal."Harry! Bangun! Cepat!"Juan dari bawah menggedor atap terbuat dari kayu itu, yang biasanya digunakan untuk akses keluar-masuk."Diam kau brengsek!" teriak Harry. Dia menekan kepalanya mencoba mengingat mimpinya yang terputus tadi. Mimpi yang membuatnya bermandikan keringat, sangat menyeramkan. Mimpi itu sepertinya pernah terjadi dalam hidupnya.Harry menarik kaus hitam polosnya di lantai lalu memakainya. Setelah itu menarik gagang kayu kemudian menuruni anak tangga yang terbuat dari kayu itu, dia berjalan menuju dapur. Terlihat Jimmy sedang membalikkan daging asapnya."Aku memasak
Kim berjalan dalam kegelapan, dengan menutup mata Kim tahu seluk beluk kamar ini. Aroma Emily masih terasa di sini, ya... Kim masih merasakan keberadaan Emily dan Ibunya... Tuhan semua seperti mimpi buruk baginya. Tidak, Kim tidak menangis. Air matanya sudah kering. Dia terduduk di tepi ranjang dengan pikiran yang penuh.Kim menyentuh bingkai foto yang ada di atas meja. Ada Kim, ibunya, ayahnya, dan juga Harry-- Kim menutup matanya dengan bercucuran air mata."Mom, kenapa kau pergi juga dengan Emily? Kenapa kalian meninggalkan aku sendiri." Isak Kim memeluk bingkai foto persegi itu."Ini salahku, Mom. Tolong marahi aku." Kim tersedu-sedu memanggil nama ibunya dan Emily. Berita kematian Emily dan Amber telah tersiar di media. Dugaan stress dan depresi menjadi salah satu penyebab bunuh diri Amber karena kematian Emily. Namun, kematian Emily belum lagi diketahui penyebabnya. Ada yang mengatakan Emily terpeleset di kamar mandi."Emi, kau belum lag
Gadis itu bergerak pelan di atas ranjang yang empuk tangannya mendekap erat seseorang dengan nafas beratur. Segala rasa sedih dan lelah lenyap begitu saja digantikan perasaan nyaman. Ia bermimpi ada yang membelai rambutnya lalu beralih mengelus pipinya dengan lembut, ia tersenyum dengan mata yang tertutup seolah-olah nyata.Beberapa detik kemudian dia merasakan ada yang menyapu bibirnya. Ia ingin membuka kelopak matanya yang berat saat mencium aroma maskulin yang menyegarkan. Tapi Kim masih ingin terlelap seperti ini. Merasakan nyaman dengan aroma yang ia kenali...Harry? Mata Kim terbuka dengan jantung berdebar kuat, ia mengedarkan pandangannya ke sekitar ruang itu."Morning Miss... Tidurmu lelap sekali sampai aku tidak berani membangunkan," orang yang duduk di sofa bersuara. Kim menyipitkan matanya melihat dengan jelas, tidak mungkin..."Aku yakin sekali itu parfum Harry," gumamnya pelan melihat orang
Tiga jam kemudian Kim sudah berada di depan pintu kamar 301 milik Harry. Wanita itu tampak begitu gugup, satu tangannya sudah bersedia untuk mengetuk pintu tapi selalu ia urungkan.Tiba-tiba, seseorang membuka pintu itu. Harry hanya melotot, kaget melihat wanita yang selama ini ia cari kini berada di depannya. Rasanya ingin menarik tubuh Kim ke dalam pelukannya. Namun, mata Harry teralih pada tangan Kim yang menggenggam tangan anak kecil laki-laki. Anak itu yang ia selamatkan sore tadi.Setelah hening beberapa saat Kim berkata, "Boleh aku masuk?""Untuk apa kau datang? Ohh, ayahmu itu pasti sudah memberitahu pertemuan kami, kan," Kata Harry, "Sayangnya aku ada urusan, aku harus pergi." Harry pura-pura sibuk dengan melihat jam tangannya."Sebentar saja," ujar Kim lembut.Harry menelan ludahnya, ia membuang nafasnya sebelum memiringkan tubuhnya ke samping agar Kim bisa masuk."Sam ucapkan salam." Kim menundukkan kepalanya mel
Malam harinya Kim menikmati makan malam di ruang makan bersama ayahnya. Hubungan mereka beberapa tahun belakangan ini sangat baik dan terlihat dekat. Kim selalu menyempatkan diri untuk berkumpul dengan ayahnya sekedar bercerita hal yang mereka lakukan hati ini atau Kim akan meminta masukan tentang pekerjaanya."Dad, aku sudah menghubungi orang properti dan pengacara untuk menjual Skyhouse," kata Kim."Kau yang bilang kita tidak perlu menjual tempat ini," sahut Leon meliat ke arah Kim, "apa ada wartawan lagi mengawasi rumah ini?""Meskipun kita mengganti nama pemilik Skyhouse, tetap saja mereka pasti bebal. Tidak percaya Skyhouse telah di jual, apalagi dia melihat Daddy mundar-mandir di sini. "Leon menghela nafas, ia telah menghabiskan sepiring steak sapi, "Waktu cepat sekali berlalu.""Kenapa wajahmu muram seperti itu, Dad? Kita sudah berjanji untuk tidak mengenang masa lalu lagi," ucap Kim pelan.Leon mengalihkan pe
"SAM! Are you okay?" suara pria tua itu sangat kuat. Ia mengambil Sam dari gendongan pemuda itu tanpa melihat wajah orang itu, "Thank God! Kau baik-baik saja my little boy." Suara pria itu lemah."Kakek..."Harry hampir tidak percaya orang itu adalah Leon Parker. Dia memperhatikan kedua orang yang sedang berpelukan itu.Apa katanya kakek?Setelah mengamati wajah anak kecil itu, tidak salah lagi mata itu mirip Kim-nya. Mata hijau biru yang mampu membuatnya terhipnotis.Kerutan muncul di dahi Harry, "Anak siapa ini?" tanyanya. Leon menoleh dengan wajah tak kalah kaget. Ia mengeratkan pelukannya, "Mengapa kau begitu ceroboh membiarkan anak sekecil ini tanpa pengawasan? Hanya karena hobi memancingmu.""Ya. Aku minta maaf," kata Leon bingung. Begitu saja ia mengucapkan maaf. Harry menghela nafas, merasa sudah keterlaluan bicara."Dia tidak apa-apa Tubuhnya tidak ada yang lecet."Harry memusatkan perhatiannya
Pagi sebelum matahari menyapa, Kim sudah bangun dan membuat sarapan. Hari ini jadwalnya sangat penuh tapi Kim berhasil mengaturnya. Wanita berambut sebahu itu terlihat lihai membuat sarapan kesukaan anaknya."Biar aku yang memandikan si kecil. Pergilah bersiap-siap nanti kau terlambat," seorang wanita baru saja datang ke dapur."Dia ada jadwal ke dokter gigi siang ini. Aku minta tolong antarkan dia ya, hati ini aku sibuk sekali." Kata Kim yang sedang memindahkan potongan roti ke piring dan mengolesinya dengan selai coklat."Kau memberinya sarapan roti coklat padahal dia ada jadwal ke dokter gigi? Yang benar saja, Kim?" cetus Naresh heranKim menatap wanita yang sudah dia anggap seperti kakak kandungnya sendiri dan tersenyum, "Hanya periksa gigi bulanan, Naresh. Makan coklat tidak akan membuatnya sakit gigi.""Kau terlalu memanjakan jagoanmu." Ujar Naresh tersenyum, "Baiklah aku yang mengan
Harry akhirnya sampai di Singapure. Wajah tegang di sekitarnya ketika ia berjalan kaki untuk mencapai Skyhouse. Lorong telah berubah, lukisan yang dulu menghiasi di depan apartemen mewah itu telah dibersihkan. Banyak perubahan besar di sini, dia jadi bingung. Apakah mungkin dia salah tempat?Orang yang melihat Harry mengerutkan kening padanya. Harry menghela nafas. Ia tahu betapa tampan wajahnya. Tapi tentu saja bukan karena itu mereka melihat Harry."Hei, enyah dari situ!""Aku sedang mencari seseorang orang." Ucap Harry kepada pria bertampang garang itu."Aku tidak peduli, jangan berdiri di situ! Pergi sana!"Harry mengumpat pelan, dia tidak mau membuat keributan dan memilih pergi.Waktu menunjukkan pukul 1 siang, Harry belum makan apa pun setibanya dia di bandara tadi. Ia memutuskan untuk singgah makan, di sekitar tempat itu ada kedai pizza. Ia berjalan meny
Empat tahun kemudian."Polisi baru saja menggerebek bagasi kita di bengkel Vernon. Sepertinya keadaan kita tidak aman lagi." Ujar pria berkepala botak, "Mereka sedang mengincar kita, jadi kita kita harus berpencar untuk bersembunyi.""Kalau bukan karena ulah Thomas, kita tidak akan diincar polisi," ujar Juan. "Merepotkan saja." Dia mundar-mandir gelisah memikirkan perkara itu."Jika salah satu diantara kita ada yang tertangkap, maka semua harus menyerahkan diri." Ucap Harry kepada mereka. Semua mengangguk pasrah. "Seandainya Thomas tidak menusuknya. Aku sendiri yang akan mematahkan leher Jacob.""Dia pasti dendam karena kita menjebaknya waktu itu." Gerald mengingat waktu mereka memasukkan narkoba ke mobil Jacib.Tiga hari lalu mereka melakukan tindakan gila di California ketika melakukan balapan liar. Thomas menusuk Jacob dengan kaca botol minuman. Itu karena orang itu menggoda Jelena dan
Memasukkan ke penjara tidak semudah itu.Leon berkata santai, "Kita lihat saja nanti siapa yang menang." Ucapnya kepada Natalie. Lalu ia melihat Harry dengan lekat. Terlihat ekspresi sedih di wajah Leon. Entah mengapa, tiba-tiba Leon merindukan keluarganya yang dulu. Di saat Amber dan Emily masih hidup dan Harry bersama mereka. Mungkin Kim tidak akan membencinya seperti sekarang ini. Jika saja Leon tidak melakukan kesalahan fatal.Wajah Natalie tampak dingin seperti es batu, dia bicara dengan nada penuh penekanan, "Aku memberikanmu pilihan Tuan Leon Parker, pertama menyerahkan diri ke kantor polisi, akui kesalahanmu. Atau aku akan membuat keluargamu bangkrut."Leon tidak berkata apa-apa, dia hanya menatap Natalie dan bertanya-tanya kenapa wanita itu memberinya kesempatan. Apakah mungkin karena berterimakasih telah merawat Harry hingga besar?"Kurasa kau bicara seperti itu karena kau tidak punya bukti yang kuat untuk membuat suamiku di penjara.
"Harry..." gumam Kim tanpa sadar seraya mengusap sudut matanya yang basah. Ia masih shock melihat hasil test pack di tangannya.Sudah seminggu ia merasakan gejala tidak menyenangkan dan juga merasa aneh, tidak biasanya Kim telat datang bulan. Naresh orang yang terdekat dengannya di Yellowstone mengetahui hubungan Kim dan Harry sudah sejauh apa. Wanita itu berinisiatif membelikan test pack dan hasilnya."Oh My Gosh..." desis Naresh tidak kalah kaget. Ia menyentuh bahu Kim mencoba menenangkan wanita itu. "Apa yang akan kau lakukan sekarang, apa kau akan mengatakannya kepada Harry?""Kimberley?""Aku tidak tahu... aku tidak tahu, Naresh." Ucap Kim frustasi. Rasa panik mulai melanda. Bagaimana kalau ayahnya tahu? Dollores dan Megan... mereka pasti akan membuatnya dalam kesusahan."Tolong aku Naresh," Kim memegang tangan wanita berbadan tegap itu. "Jangan katakan pada siapapun tentang kehamilanku. Bersikaplah seperti biasa.""Apa rencanamu?
Jelena mundur dari pelukan Harry, membuat Harry bingung. Apakah wanita itu tidak menikmati permainannya? Ternyata wanita itu meraba resleting gaunnya ke bawah. Dan dengan lancar ia menarik gaunnya ke atas dan membuka semuanya. Harry menatapnya dengan tersenyum."Kau perlu bantuan?""Aku bisa. "Harry memandangi Jelena yang sedang berusaha melepaskan bra brendanya berwarna putih. Kemudian melonggar ikatan dan melepaskan benda itu hingga akhirnya ia mengekspos seluruh buah dadanya kepada Harry.Harry menatapnya sejenak dan menikmati pemandangan indah itu. Tapi, jujur ia lebih menyukai milik Kim yang bulat dan penuh. Harry menangkup keduanya dan meremasnya membuat Jelena tersentak oleh kenikmatan itu. Bibir Harry memasukkan ujung dada milik Jelena ke dalam mulutnya dan bermain-main di sana. Menghisap dan menggigitnya ujung yang mengeras itu.Pria itu tampan... Jelena mengakui itu. Ia sangat t