"KIM!! KENAPA PAKAIAN DALAMMU BERSERAK DI KAMAR MANDI!"
Teriakan Harry menggema di kamar. Kim yang sedang mengarahkan hairdryer pada rambutnya hampir terlonjak karena terkejut. Kemudian dia hanya menghela nafas kembali mengeringkan rambutnya.
"Kim, kau dengar kataku?"
Kim menoleh. "Dengar. Terus aku harus taruk dimana? Tidak mungkin kumasukan di lemarimu."
"Kau membuat kamar ini semakin kacau."
Ini salahnya kenapa membiarkan Kim tinggal di kamar khusus pria. Harry bersusah payah memasukkan pakaian Kim ke dalam ember pakaian kotor. Dia sudah menyuruh Alice pulang dari Apartemen dan meminta Kim untuk tinggal di Apartemen. Wanita itu malah menolak, memilih tinggal di asrama pria bersama Harry.
"Aku tidak akan membiarkanmu datang ke sini lagi," gerutuan Harry terdengar sambil membereskan kamar yang seperti kapal pecah. Untun
Harry memandangi wajah tidur Kim, gadis itu sangat cantik saat tertidur, dia sangat mengagumi Kim-nya. Berharap Kim selalu tampil cantik saat mereka menghabiskan waktu bersama, tapi ternyata Kim lebih cantik justru saat tertidur. Saat jiwa dan raganya bukan untuknya. Seperti anak angsa yang belum tahu cara mencintai tapi justru membuat sekelilingnya bertekuk lutut.Harry memajukan wajahnya, mengecup bibir pucat Kim. Dia mencintai Kim tanpa berharap balasan."I love you, Kim. Aku ingin kau tahu itu," bisik Harry. Lalu dia turun dari ranjang dan berjalan ke arah kamar mandi. Kim yang sudah bangun hanya diam saja dengan mata tertutup. Dia masih harus mencerna apa maksud ucapan dan ciuman Harry.Tangan Kim menekan sisi selimutnya, jadi selama ini hubungan kakak-adik mereka atas dasar cinta Harry. Kim tidak bisa membayangkan jika orangtuanya tahu, Harry bisa diusir dan kembali ke jalanan. Tidak, Kim tidak akan membiark
Kim menutup pintu kamarnya dengan kasar,dia kesal sekali Naresh menjemputnya saat dia akan pergi menonton balap liar bersama Harry. Ini semua karena Megan yang terlalu bising membuat orangtuanya tahu dia tidak di rumah beberapa hari. Ayahnya memarahi dan memberi hukuman untuk tidak keluar dari kamar kecuali ke sekolah.Megan benar-benar menyebalkan, ia meruntuki wanita itu. Hidupnya seperti diawasi karena keberadaan Megan. Kim ingin Harry menghiburnya, tapi mana mungkin.Malam ini Harry pasti sedang berkencan dengan Jelena pilihannya. Kenapa sekarang justru hatinya menyesal membuat Jelena dekat dengan Harry. Pikiran Kim melayang pada kejadian sebelum berangkat ke tempat Harry, pada waktu itu dia tidak lolos seleksi pemilihan angsa di club balletnya. Sungguh semua ini membuat Kim kesal dan geram. Apalagi Megan terus mengusiknya dengan men
Kim menatap wanita yang baru saja masuk ke kamarnya untuk beberapa detik, lalu menggeleng melihat ibunya merapikan tempat tidurnya. Biasanya jam segini ibunya sudah berangkat kerja dan tidak pernah melakukan pekerjaan rumah terkecuali masak. "Mom, apa yang kau lakukan? Biasanya pelayanan lain yang membersihkan kamarku, dimana semua pelayan?" Kim mengerutkan keningnya. Amber menoleh sebentar lalu kembali mengibas spray tempat tidur. "Sudah lama mommy tidak masuk kamarmu, sayang. Mommy juga ahli dalam bersih-bersih," ujarnya. Kim terkikik, ia kembali menyisir rambutnya di depan kaca. Aktivitas di sekolah sangat membosankan. Sandra, temannya itu mengajaknya ke mall sepulang sekolah. Kim jadi punya alasan untuk tidak pulang terlalu cepat ke rumah. Tidak ada Harry di rumah ini membuat rumah ini membosankan. Laki-laki itu kembali ke a
Moskow, Musim dingin. Sepasang pemain utama sedang menari diiringi oleh penampilan penari-penari latar yang memakai kostum angsa di atas panggung. Musik klasik mengiringi tarian mereka. Mengisahkan seorang gadis cantik yang terkena sihir oleh penyihir jahat. Angsa itu akan menjadi manusia sejati jika ada pangeran yang benar-benar mencintainya. Namun sayangnya, pangeran yang jatuh hati padanya telah dijodohkan oleh ibunya dengan seorang putri raja. Karena sihir itu pangeran yang mencintai angsa terjun ke Danau untuk menemani angsa. Tubuh gadis bermata biru-hijau itu sangat lentur menarinya. Menjiwai perannya sebagai Odette, sang angsa. Kim semakin hebat menari balletnya, tekniknya semakin baik karena hasratnya. Kalian bisa membayangkan wajah sendu Kim, kepedihan hatinya. Ia sangat tersakiti karena tidak
Harry membawa motor besarnya dengan kecepatan di atas rata-rata, seakan nyawanya tidak penting lagi. Jaket kulit berwarna hitam melindungi tubuhnya dari angin yang menusuk hingga ke tulang. Bola mata abu-abunya menatap tajam pada gadis yang memegang bendera digaris finis depannya. Jalan raya itu biasa digunakan pembalap liar untuk ugal-ugalan, bahkan sampai taruhan.Seorang gadis berambut coklat ikal sedang menunggunya di garis finis. Berteriak memberi dukungan. "Kau selalu jadi pemenang." Teriakan wanita itu penuh kekaguman.Harry melewati saja gadis itu. Turun dari motornya dan menghampiri Juan menarik begitu saja vodka yang pemuda itu minum lalu meneguknya dengan ekspresi datar."Kau melakukannya dengan tempo paling singkat dari sebelumnya," ucap Juan terkagum. Sedangkan Martin hanya diam saja di sebelah Gerald. Semenjak video syurnya dan Alice hubungan mereka Martin tidak banyak bicara lagi pada Harry."Kenapa kau melawan Jacob? Kau kan ta
Selesai latihan ballet, Kim langsung pulang ke asramanya. Entahlah perasaannya tiba-tiba tidak enak. Namun Kim tidak berpikir yang aneh-aneh dia pikir ini wajar karena terlalu merindukan orang-orang yang dia sayangi. Ia sudah meraba ponsel-nya tapi diurungkan untuk menelepon, terlalu banyak yang membuatnya takut menelpon Harry. Dia takut merindukan pria itu hingga bisa saja Kim akan terbang sekarang juga setelah mendengar suara Harry. Kim memutuskan untuk mandi, dia berdiri di bawah kucuran shower. Pikirannya masih tidak tenang akhir-akhir ini. Satu tangannya menulis nama Harry pada kaca yang dipenuhi uap. Dia tidak pernah sedetikpun melupakan Harry. Tapi jika dia menghubungi Harry akan ada yang kecewa padanya. Ibunya, Ayahnya, seluruh manusia pasti berkata jelek jika hubungan Kimberley Parker dan Harry Parker lebih dari kakak beradik.Selesai mandi Kim menghabiskan waktunya untuk duduk di atas ran
Suara teriakan kuat terdengar hingga ke sudut ruangan, sudah seminggu ini Harry tinggal di atap bengkel tempatnya bekerja. Biasanya dia tidur di kamar yang luas dengan ranjang size king yang membuatnya bebas berguling-guling. Namun sekarang jauh dari kemewahan tempat pria berambut coklat gelap itu tinggal."Harry! Bangun! Cepat!"Juan dari bawah menggedor atap terbuat dari kayu itu, yang biasanya digunakan untuk akses keluar-masuk."Diam kau brengsek!" teriak Harry. Dia menekan kepalanya mencoba mengingat mimpinya yang terputus tadi. Mimpi yang membuatnya bermandikan keringat, sangat menyeramkan. Mimpi itu sepertinya pernah terjadi dalam hidupnya.Harry menarik kaus hitam polosnya di lantai lalu memakainya. Setelah itu menarik gagang kayu kemudian menuruni anak tangga yang terbuat dari kayu itu, dia berjalan menuju dapur. Terlihat Jimmy sedang membalikkan daging asapnya."Aku memasak
Kim berjalan dalam kegelapan, dengan menutup mata Kim tahu seluk beluk kamar ini. Aroma Emily masih terasa di sini, ya... Kim masih merasakan keberadaan Emily dan Ibunya... Tuhan semua seperti mimpi buruk baginya. Tidak, Kim tidak menangis. Air matanya sudah kering. Dia terduduk di tepi ranjang dengan pikiran yang penuh.Kim menyentuh bingkai foto yang ada di atas meja. Ada Kim, ibunya, ayahnya, dan juga Harry-- Kim menutup matanya dengan bercucuran air mata."Mom, kenapa kau pergi juga dengan Emily? Kenapa kalian meninggalkan aku sendiri." Isak Kim memeluk bingkai foto persegi itu."Ini salahku, Mom. Tolong marahi aku." Kim tersedu-sedu memanggil nama ibunya dan Emily. Berita kematian Emily dan Amber telah tersiar di media. Dugaan stress dan depresi menjadi salah satu penyebab bunuh diri Amber karena kematian Emily. Namun, kematian Emily belum lagi diketahui penyebabnya. Ada yang mengatakan Emily terpeleset di kamar mandi."Emi, kau belum lag