"Cih! Nggak sudi!" Lintang menolak mentah-mentah. "Sekalipun dia orang kaya raya, Lintang tetap nggak sudi jadi anak tirinya. Justru Lintang bersyukur tak memiliki ayah kandung seperti itu!" ujar Lintang menyulut emosi sang bunda.
"Lintang!" bentaknya seraya kembali mengayunkan tangannya ke udara. Namun kali ini, pipi Lintang selamat dari tamparan sang bunda karena Bowo dengan sigap menangkisnya.
"Hentikan! Lintang pasti terguncang dengan apa yang baru saja ia lihat, biarkan dia tenang dulu, barulah kita bicara lagi," tutur Bowo menengahi pertengkaran Mayang dan Lintang.
"Jangan membelanya! Nanti bocah ini makin ngelunjak!" sahut Mayang.
"Menjijikkan! Nggak perlu untuk anda bersikap sok bijak dan dewasa! Pada dasarnya kelakuan anda sudah seperti binatang!" cacinya pada Bowo.
"Lintang!" teriak Mayang lagi yang kali ini badannya di tahan Bowo agar tak mengamuk. Sementara itu Lintang melangkahkan kakinya ke kamar dengan meninggalkan tatapan menc
"Tunggu! Teriak Lintang menyeru pada seorang pria di dalam lift.Pria yang berpenampilan kasual dengan Hoodie warna hitam, celana jeans warna senada dan lengkap dengan topi warna putih itu pun membuka kembali pintu lift yang hampir tertutup.Sementara Lintang nampak kepayahan. berlari dengan menyeret kopernya.Lintang terengah-engah saat sampai di dalam lift. Namun ia tetap memakai maskernya."Lepas dulu tuh masker, biar bisa nafas," tegur pria tersebut yang juga mengenakan masker.Lintang tak menggubris teguran pria tersebut."Ck! Dasar keras kepala!" gerutunya."Ngapain minggat tengah malam gini? Berantem masalah pernikahan ibumu?" tanya pria itu yang berhasil membuat Lintang menoleh kaget."Sok tahu!""Kalau aku emang tahu, terus kamu mau apa?"Lintang melotot seolah akan menelan hidup-hidup pria di depannya itu."Hah ... ini aku," tukas pria itu seraya melepaskan masker y
Lintang kira setelah pertengkaran tadi malam ia sudah terbebas dari ibunya, namun sesungguhnya itu adalah awal dari peperangan.Pagi itu ia berencana untuk memanjakan dirinya di hotel mewah itu. Namun sayang, tepat pukul 06.00 pagi Mayang sudah membuat keributan di bagian resepsionis."Heh mbak! Saya bisa menuntut pihak hotel kalau mbaknya masih bersikeras tidak mau memberikan kunci cadangan kamar tempat putri saya menginap dengan tuduhan telah membantu menyembunyikan kriminal!" ancam Mayang yang sedari tadi tidak bisa mendapatkan kunci kamar Lintang."Ta-tapi ini kebijakan hotel Bu, dan lagi kalau ibu melapor dengan tuduhan seperti itu bukannya putri ibu juga akan masuk penjara?""Bebas donk! Dia putri saya! Mau saya jebloskan ke penjara atau ku masukkan ke kandang macan sekalipun itu urusan saya! Pikirkan saja pekerjaan anda! Masih bersikeras? Saya nekat nih ...," ancam Mayang sembari menunjukkan ponselnya.Merasa tertekan dengan ancaman Mayang,
"I-iya! Saya mau mengajukan keluhan!" ucapnya yang kali ini tampak salah tingkah. Bahkan Bintang pun nampak terkejut melihat perilaku Lintang kali ini."Baik nona, akan kami dengarkan," jawabnya tenang tampak bijaksana."Sial! Kenapa harus dia? Makhluk paling sulit di atasi," umpatnya dalam hati.Sejenak Lintang terdiam. Kepalanya celingukan seperti sedang mencari sesuatu."Begini, untuk mempersingkat penjelasan saya, boleh kita ke ruang CCTV?""Kenapa mesti ke ruang CCTV segala? Bukankah anda mau ngutang untuk tagihan kamar yang anda sewa tadi malam?" sahut petugas resepsionis lancang."Pegawai songong! Bukan wewenangmu untuk bertanya!" Gretaknya. Lintang sudah tidak sabar membuat pegawai tersebut mendapat peringatan."Lin! Apa yang akan kamu lakukan? Biarkan aku menyelesaikannya saja, toh nanti kamu bisa mengembalikan uangku setelah dari sini," bujuk Bintang berbisik."Sudah, nggak usah ikut campur. Ayo lihat caraku menyelesa
Sepulangnya Lintang dari hotel, Lintang memutuskan untuk menjual mobilnya. Ia membeli rumah kecil dan sangat sederhana dengan uang hasil jual mobil tersebut.Sementara Mayang gelisah menanti sang putri yang tak kunjung pulang."ATM dan uangnya sudah ku ambil. Seharusnya dia sudah tak punya apa-apa lagi untuk hidup di luar. Kenapa dia masih belum pulang?" gumamnya yang mondar-mandir di teras menunggu sang putri."Ah! Sial! Mobilnya ...," ujarnya yang baru menyadari sesuatu.Sementara itu di lokasi yang berbeda, Lintang tengah bergelut dengan pekerjaan rumahnya.Saat sedang bersih-bersih tiba-tiba ponselnya berdering. 'Ishan' nama itulah yang muncul di layar ponselnya yang berdering."Iya halo, ada apa?""Ada apa' gundulmu! Kamu ini niat kerja nggak sih? Udah tiga hari nggak masuk tanpa keterangan!"Suara bernada tinggi dari seberang sana membuat Lintang spontan memberi jarak antara ponsel dengan telinganya."Iya, sa
"Stop! Stop! Berhenti di sini. Itu rumahku," ucap Lintang seraya menunjukkan rumah barunya.Nampak dari dalam mobil pintu gerbang yang unik dan bergaya klasik dengan simbol burung hantu dI antara ke-dua sisinya.Setelah membuka gerbang, Lintang melambaikan tangannya memberi aba-aba agar Ishan segera membawa mobilnya masuk.Sesampainya di dalam, Ishan berdiri di samping mobilnya. Bermodalkan lampu mobil sebagai penerang, ia memandangi rumah joglo yang menimbulkan kesan klasik dan angker bersamaan."Apa yang kamu lihat?" tegur Lintang membuat Ishan terkesiap."Ah--enggak! I-ini beneran rumah kamu Lin?" tanya Ishan tak percaya jika Lintang membeli rumah yang tampak angker."Yap! Gimana? Bagus 'kan? Nampak estetik ya?" balasnya sembari berusaha membuka pintunya.Ceklek ...."Silahkan masuk," ucapnya.Ragu-ragu Ishan melangkahkan kakinya memasuki rumah yang masih gel
Mengingat Lintang yang sendirian di rumah barunya, Ishan merasa berat dan enggan meninggalkannya.Terlebih rumah itu nampak suram dengan pencahayaan yang relatif redup.Ishan sendiri saja takut, bagaimana bisa ia mampu meninggalkan Lintang seorang diri?Lalu Ia memutuskan untuk menungguLintang selesai.Namun yang terjadi ...."Lintang? Suaranya merdu juga," gumamnya yang kini berselerak di bangku kayu. Ia menjadikan jasnya sebagai alas untuk kepalanya.Di bawah temaram lampu dan diiringi lantunan ayat suci sebagai pengganti lagu Nina Bobo, Ishan berbaring mengistirahatkan raga yang lelah mengejar dunia.Rasa takutnya berganti menjadi rasa tentram di hatinya."Ah ... kalau begini, ingin rasanya aku menikahinya," gumam Ishan lagi yang kini matanya dipenuhi khayalan tentang indahnya mengarungi bahtera rumah tangga bersama Lintang.Malam semakin larut, kantuk
Ya, mereka adalah Martin dan Melisa. Mereka datang dengan senyuman lebar di ujung sana. Lintang berjalan menghampiri keduanya.Dengan riang Melisa menyapa Lintang sahabatnya. "Hai! Tang, wahh ... suasana rumah barumu beneran seperti dunia lain yah?! Pantas saja Ishan menulis caption isekai," ujar Melisa yang takjub dan heboh sendiri melihat rumah baru Lintang. "Ehem, begitulah. Bagaimana kalian bisa datang bersama? Dan yang paling penting, bagaimana kalian tahu alamat tempat ini?" "Aku menghampirinya," sahut Melisa seraya melirik ke arah Martin. "Seperti kataku tadi, Ishan mengunggah fotonya yang sedang berada di sini dengan menulis caption 'isekai' dan kebetulan kami mengomentari unggahan Ishan bersamaan. Dan Ishan membalasnya melalui chat pribadi, sampailah kami di sini," sambungnya lagi. Mendengar penjelasan Melisa, Lintang melirik tajam ke arah Ishan dengan tatapan membunuh. "Rumah ini rumah ku, apa
"Biasanya, pengidap phobia ini cenderung tertutup, enggan bergaul, bahkan dari cara berpakaian saja bisa terlihat. Seperti selalu mengenakan pakaian tertutup misalnya," lanjut Martin yang tengah fokus menganalisa Lintang."Meski kemarin aku melihat dia yang seharian seperti manusia Eskimo, tapi hal itu nggak setiap hari. Lintang justru lebih sering mengenakan pakaian sexy, dan lagi dia malah pintar bergaul. Tak seperti deskripsimu," sahut Ishan."Apa kamu lupa cara pikir Lintang yang lain dari pada yang lain?" tukas Melisa membuat keduanya menatap dengan tanda tanya ke arah Melisa."Apa? Kenapa kalian menatap ku?" tanyanya yang masih di pelototi oleh dua pria rupawan."Baiklah ... baiklah. Akan ku jelaskan. Singkatnya begini, tempat paling aman bagi tikus bersembunyi dari singa adalah naik di atas punggung singa itu sendiri. Begitulah pola pikir Lintang. Kalian paham maksudku 'kan?""Ah ... dengan kata lain, semakin ia
42. Teman SMP Darah yang tadinya hanya merembes, kini mulai mengalir layaknya saluran air yang mulai lancar, David mulai panik dan sesak napas menyaksikan Lintang bersimbah darah.“Memuakkan!” Pria yang masih berpakaian formal lengkap itu, kini mengendurkan dasinya yang tiba-tiba terasa mencekik. Tidak hanya itu, David juga melempar jas hitamnya secara sembarangan, sehingga tampaklah darah yang merembes di lengan bajunya.Seolah tak menyadari bahwa dirinya sendiri juga terluka, David kembali nekat, mengabaikan peringatan Lintang sebelumnya, dan memantapkan langkah ke arah Lintang.“Jangan protes lagi! Aku tidak mau dituduh sebagai pembunuh!” seru David seraya kembali menggendong Lintang menuju ke ranjang pasiennya.“Dokter! Dokter!” David berteriak seperti orang kesetanan.Apakah kali ini Lintang hanya diam dan menurut, setelah David menunjukkan sikap setengah bengisnya? Tentu saja tidak. Sama seperti sebelumnya, kali ini pun Lintang meronta dan menjambak rambut David. Bahkan Lintang
"Tentu saja, karena dia wanita yang istimewa dan berbeda!" jawab Bintang spontan."Hmh! Apakah selera kalian adalah wanita rendahan yang hypersex?"Lagi-lagi Bambang merendahkan Lintang."Kakek!" teriak Bintang yang marah mendengar Lintang dihina sang kakek. Namun, sang kakek hanya mendengkus dengan seringai senyum menghina. Sebelum melanjutkan ucapannya, Bintang sempat menatap Ishan untuk melihat reaksinya. Namun, reaksi Ishan yang hanya diam saja justru semakin membuatnya geram. "Jika seandainya hal yang sama menimpa Kejora, apakah Kakek masih bisa mengatakan hal demikian?" Bintang mengepalkan tangannya gemetaran. Telinga dan lehernya merona merah, keringatnya pun bercucuran sebab menahan amarah yang sudah di ambang batas. Plak!Kini gantian tamparan sang kakek meninggalkan bekas merah di pipi Bintang."Jaga ucapanmu! Dasar bocah sialan! Kamu dilahirkan bukan untuk menjadi budak wanita rendahan!""Kakek, cukup! Cukup aku saja. Aku mohon ...."Suara Ishan bergetar pasrah memohon
Kini, semua orang tengah menanti jawaban Kejora. Mereka semua mengubah suasana yang tadinya gaduh menjadi tenang dan kondusif. "Aku bersedia menerima perjodohan ini!"Jawaban Kejora membuat mata Bowo dan yang lainnya terbelalak. Kecuali Bambang—sang kakek dan biang keladi dari pupusnya harapan Ishan untuk membangun rumah tangga bersama Lintang. "Ta–tapi ... bagaimana bisa kau menerimanya? Bukankah kau ....""Maaf! Tapi sejujurnya, aku juga sudah lama memendam rasa untuk Mas Ishan, jadi aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Kesempatan yang hanya datang sekali seumur hidupku." Penjelasan itu membungkam mulut-mulut yang sebenarnya sudah siap untuk membombardir Kejora dengan ribuan pertanyaan. "Tapi, jelas-jelas kau sudah tahu persis bagaimana aku mencintai Lintang, tapi ....""Stop!" Bambang menyela dengan suaranya yang lantang. "Sebaiknya kamu terima apa pun keputusan Kakek! Kau tahu pasti apa yang akan terjadi jika kau nekat menikahi gadis kotor itu, 'kan?" Peringatan yang
Keadaan semakin kacau karena kakek dan nenek Ishan tiba-tiba datang. Na'asnya, kakek dan nenek Ishan sempat menyaksikan video tersebut pada bagian Lintang yang tengah dilecehkan. "Apakah memutar adegan menjijikkan seperti ini adalah trend dalam acara pernikahan masa kini!" bentak Bambang Prioko Kartadwinanta, kakek Ishan."Memalukan! Matikan video itu!" perintahnya dengan wajah merah padam. Para tamu undangan terkejut melihat kehadiran orang nomor 3 di negara itu. "K—kakek. Bagaimana kakek bisa ...,"Rita gelagapan mendengar Ishan memanggil 'kakek' pada pria tua yang merupakan orang nomor 1 di kota itu. "Apakah Ishan merupakan cucu dari Bambang Prioko yang merupakan orang terkaya no 3 di negara ini?" batin Rita mulai panik dan ketakutan."Bawa gadis itu!" Bambang menggunakan isyarat tangannya untuk memberikan perintah pada para pengawalnya. Bersamaan dengan itu, para tamu undangan juga langsung diarahkan untuk segera meninggalkan ruangan. Bambang berjalan mendekat ke arah Bowo d
Lintang tersedak mendengar ucapan Alex. "Kenapa? Apa candaku berhasil menyentuh hatimu?"Alex segera memberikan segelas air minum pada Lintang."Ku kira kamu serius. Padahal jika benar, aku akan memilih menikahimu saja." Alex tercekat mendengar ucapan Lintang. "Kenapa kau diam saja? Iya! Aku tahu kamu tidak pernah memandangku sebagai seorang wanita. Aku hanya merasa sudah terbiasa denganmu. Sejujurnya, aku mempercayai dirimu melebihi diriku sendiri."Alex termangu mendengar penuturan Lintang. "Jika besok pagi aku yang mengajakmu menikah, apakah kau masih bersedia?"Lintang mengangguk tanpa ragu. Alex mengusap kepala Lintang sambil berujar, "Dasar bodoh! Aku tidak akan melakukan hal gila itu. Aku senang akhirnya kau berada di tangan orang yang tepat. Pria yang benar-benar mencintaimu.""Jadi ... kau benar-benar tidak mau menikahiku, nih?" seloroh Lintang. Alex menggeleng sambil tersenyum. "Aku lebih senang menjadi pelindung rahasiamu, Lintang," ucapnya dalam hati. ***Dekorasi
Sepanjang perjalanan pulang, Ishan terus saja memikirkan tentang Lintang. Bagaimana mungkin, seorang gadis yang tangguh dan cerdas bisa terjebak dalam kondisi mental yang sangat miris seperti itu? Kejadian macam apa yang telah Lintang lalui?Rasa penasarannya itu memenuhi kepala Ishan, sehingga membuatnya hilang konsentrasi mengemudi.Ckiit ... BRAK!Seorang pedagang asongan tersungkur dengan kue bolu kukus yang berhamburan ke jalanan.Ishan turun dari mobilnya dan segera menolong pedagang asongan yang ia tabrak itu."Bapak tidak apa-apa?" tanya Ishan."I—iya, Mas. Saya tidak apa-apa. Hanya saja ...."Pedagang asongan tersebut melirik sedih pada dagangannya yang sudah berceceran ke mana-mana, bahkan sebagian ada yang terlindas kendaraan lain."Saya minta maaf atas kecerobohan saya, Pak. Mari saya antar untuk ke rumah sakit,
Di saat yang bersamaan, Ishan tengah menempelkan telinganya di pintu tersebut, sehingga saat Lintang membuka pintu kamar tersebut, Ishan kehilangan keseimbangan dan jatuh tersungkur di hadapan Lintang."Apa yang kamu lakukan?" tanya Lintang.Ishan bangkit sambil meringis kesakitan."Aku mengkhawatirkan dirimu. Maaf jika aku lancang."Kembali rasa marah dan takutnya menguar dari dalam diri Lintang."Keluar dan pergilah," ucap Lintang dingin sambil membuang muka. Rasa jijik turut kembali menguasainya hingga membuat Lintang tak sudi melihat Ishan."Tapi ...."Tak membiarkan Ishan bersuara, Lintang mencengkeram bahu Ishan dan mendorongnya secara kasar untuk keluar. Kemudian menutup pintu kamarnya dengan keras. Lintang menyandarkan punggungnya pada pintu tersebut dan perlahan terduduk pilu bersama rasa yang tiada henti menyiksa dirinya. 
"Ada apa dengan reaksi mu itu?" tanya Lintang seraya menepuk-nepuk punggung Ishan."Apakah dia Lintang asli?" batin Ishan yang masih terbatuk-batuk.Ishan menepis tangan Lintang dan beringsut menjauh dari Lintang. Ia menatap Lintang dan dahinya mengerut garis muncul antara alisnya."Kamu bukan jelmaan jin, 'kan?"Pertanyaan yang Ishan ajukan itu membuat Lintang mendengkus kesal.Tanpa diminta, Lintang langsung mengucapkan dua kalimat syahadat untuk membuktikan bahwa dirinya adalah Lintang asli alias bukan imitasi."Lalu ... kenapa sikapmu seperti ini?" tanya Ishan yang menyiratkan rasa takut serta curiga dalam tatapannya."Apa maksudmu?" balas Lintang yang mulai menyalak galak."Begini, Mbak. Sebelumnya Anda tidak pernah mengucapkan kata 'maaf dan terima kasih'. Bahkan dua kalimat itu seperti haram terucap dari mulut Anda," ter
Jika biasanya dalam adat Jawa ada ritual pingitan untuk kedua calon pengantin yang sudah mendekati hari H pernikahan, hal itu justru tak berlaku untuk pasangan calon pengantin ini.Meskipun keduanya sepakat untuk menggelar pernikahan dengan mengusung adat Jawa, tapi keduanya tidak begitu saklek dengan ritualnya.Menjelang H-1 pernikahan, tepat jam 07.00 pagi Ishan sudah berdiri dan mengetuk pintu rumah Lintang.Penampilan Ishan hari ini sangat berbeda dengan biasanya. Jika biasanya ia selalu berpakaian formal, hari ini ia tampak lebih muda dengan setelan kemeja biru muda dan Jumper warna navy serta dipadukan dengan celana jeans lengkap dengan sneakersnya.Ishan berdiri gelisah dan berulang kali mondar-mandir menunggu Lintang membukakan pintunya.Beberapa menit kemudian, terdengar suara pintu yang dibuka.Ishan segera bersiap menyambut wanitanya dengan set