"Ada apa dengan reaksi mu itu?" tanya Lintang seraya menepuk-nepuk punggung Ishan.
"Apakah dia Lintang asli?" batin Ishan yang masih terbatuk-batuk.
Ishan menepis tangan Lintang dan beringsut menjauh dari Lintang. Ia menatap Lintang dan dahinya mengerut garis muncul antara alisnya.
"Kamu bukan jelmaan jin, 'kan?"
Pertanyaan yang Ishan ajukan itu membuat Lintang mendengkus kesal.
Tanpa diminta, Lintang langsung mengucapkan dua kalimat syahadat untuk membuktikan bahwa dirinya adalah Lintang asli alias bukan imitasi.
"Lalu ... kenapa sikapmu seperti ini?" tanya Ishan yang menyiratkan rasa takut serta curiga dalam tatapannya.
"Apa maksudmu?" balas Lintang yang mulai menyalak galak.
"Begini, Mbak. Sebelumnya Anda tidak pernah mengucapkan kata 'maaf dan terima kasih'. Bahkan dua kalimat itu seperti haram terucap dari mulut Anda," ter
Di saat yang bersamaan, Ishan tengah menempelkan telinganya di pintu tersebut, sehingga saat Lintang membuka pintu kamar tersebut, Ishan kehilangan keseimbangan dan jatuh tersungkur di hadapan Lintang."Apa yang kamu lakukan?" tanya Lintang.Ishan bangkit sambil meringis kesakitan."Aku mengkhawatirkan dirimu. Maaf jika aku lancang."Kembali rasa marah dan takutnya menguar dari dalam diri Lintang."Keluar dan pergilah," ucap Lintang dingin sambil membuang muka. Rasa jijik turut kembali menguasainya hingga membuat Lintang tak sudi melihat Ishan."Tapi ...."Tak membiarkan Ishan bersuara, Lintang mencengkeram bahu Ishan dan mendorongnya secara kasar untuk keluar. Kemudian menutup pintu kamarnya dengan keras. Lintang menyandarkan punggungnya pada pintu tersebut dan perlahan terduduk pilu bersama rasa yang tiada henti menyiksa dirinya. 
Sepanjang perjalanan pulang, Ishan terus saja memikirkan tentang Lintang. Bagaimana mungkin, seorang gadis yang tangguh dan cerdas bisa terjebak dalam kondisi mental yang sangat miris seperti itu? Kejadian macam apa yang telah Lintang lalui?Rasa penasarannya itu memenuhi kepala Ishan, sehingga membuatnya hilang konsentrasi mengemudi.Ckiit ... BRAK!Seorang pedagang asongan tersungkur dengan kue bolu kukus yang berhamburan ke jalanan.Ishan turun dari mobilnya dan segera menolong pedagang asongan yang ia tabrak itu."Bapak tidak apa-apa?" tanya Ishan."I—iya, Mas. Saya tidak apa-apa. Hanya saja ...."Pedagang asongan tersebut melirik sedih pada dagangannya yang sudah berceceran ke mana-mana, bahkan sebagian ada yang terlindas kendaraan lain."Saya minta maaf atas kecerobohan saya, Pak. Mari saya antar untuk ke rumah sakit,
Lintang tersedak mendengar ucapan Alex. "Kenapa? Apa candaku berhasil menyentuh hatimu?"Alex segera memberikan segelas air minum pada Lintang."Ku kira kamu serius. Padahal jika benar, aku akan memilih menikahimu saja." Alex tercekat mendengar ucapan Lintang. "Kenapa kau diam saja? Iya! Aku tahu kamu tidak pernah memandangku sebagai seorang wanita. Aku hanya merasa sudah terbiasa denganmu. Sejujurnya, aku mempercayai dirimu melebihi diriku sendiri."Alex termangu mendengar penuturan Lintang. "Jika besok pagi aku yang mengajakmu menikah, apakah kau masih bersedia?"Lintang mengangguk tanpa ragu. Alex mengusap kepala Lintang sambil berujar, "Dasar bodoh! Aku tidak akan melakukan hal gila itu. Aku senang akhirnya kau berada di tangan orang yang tepat. Pria yang benar-benar mencintaimu.""Jadi ... kau benar-benar tidak mau menikahiku, nih?" seloroh Lintang. Alex menggeleng sambil tersenyum. "Aku lebih senang menjadi pelindung rahasiamu, Lintang," ucapnya dalam hati. ***Dekorasi
Keadaan semakin kacau karena kakek dan nenek Ishan tiba-tiba datang. Na'asnya, kakek dan nenek Ishan sempat menyaksikan video tersebut pada bagian Lintang yang tengah dilecehkan. "Apakah memutar adegan menjijikkan seperti ini adalah trend dalam acara pernikahan masa kini!" bentak Bambang Prioko Kartadwinanta, kakek Ishan."Memalukan! Matikan video itu!" perintahnya dengan wajah merah padam. Para tamu undangan terkejut melihat kehadiran orang nomor 3 di negara itu. "K—kakek. Bagaimana kakek bisa ...,"Rita gelagapan mendengar Ishan memanggil 'kakek' pada pria tua yang merupakan orang nomor 1 di kota itu. "Apakah Ishan merupakan cucu dari Bambang Prioko yang merupakan orang terkaya no 3 di negara ini?" batin Rita mulai panik dan ketakutan."Bawa gadis itu!" Bambang menggunakan isyarat tangannya untuk memberikan perintah pada para pengawalnya. Bersamaan dengan itu, para tamu undangan juga langsung diarahkan untuk segera meninggalkan ruangan. Bambang berjalan mendekat ke arah Bowo d
Kini, semua orang tengah menanti jawaban Kejora. Mereka semua mengubah suasana yang tadinya gaduh menjadi tenang dan kondusif. "Aku bersedia menerima perjodohan ini!"Jawaban Kejora membuat mata Bowo dan yang lainnya terbelalak. Kecuali Bambang—sang kakek dan biang keladi dari pupusnya harapan Ishan untuk membangun rumah tangga bersama Lintang. "Ta–tapi ... bagaimana bisa kau menerimanya? Bukankah kau ....""Maaf! Tapi sejujurnya, aku juga sudah lama memendam rasa untuk Mas Ishan, jadi aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Kesempatan yang hanya datang sekali seumur hidupku." Penjelasan itu membungkam mulut-mulut yang sebenarnya sudah siap untuk membombardir Kejora dengan ribuan pertanyaan. "Tapi, jelas-jelas kau sudah tahu persis bagaimana aku mencintai Lintang, tapi ....""Stop!" Bambang menyela dengan suaranya yang lantang. "Sebaiknya kamu terima apa pun keputusan Kakek! Kau tahu pasti apa yang akan terjadi jika kau nekat menikahi gadis kotor itu, 'kan?" Peringatan yang
"Tentu saja, karena dia wanita yang istimewa dan berbeda!" jawab Bintang spontan."Hmh! Apakah selera kalian adalah wanita rendahan yang hypersex?"Lagi-lagi Bambang merendahkan Lintang."Kakek!" teriak Bintang yang marah mendengar Lintang dihina sang kakek. Namun, sang kakek hanya mendengkus dengan seringai senyum menghina. Sebelum melanjutkan ucapannya, Bintang sempat menatap Ishan untuk melihat reaksinya. Namun, reaksi Ishan yang hanya diam saja justru semakin membuatnya geram. "Jika seandainya hal yang sama menimpa Kejora, apakah Kakek masih bisa mengatakan hal demikian?" Bintang mengepalkan tangannya gemetaran. Telinga dan lehernya merona merah, keringatnya pun bercucuran sebab menahan amarah yang sudah di ambang batas. Plak!Kini gantian tamparan sang kakek meninggalkan bekas merah di pipi Bintang."Jaga ucapanmu! Dasar bocah sialan! Kamu dilahirkan bukan untuk menjadi budak wanita rendahan!""Kakek, cukup! Cukup aku saja. Aku mohon ...."Suara Ishan bergetar pasrah memohon
42. Teman SMP Darah yang tadinya hanya merembes, kini mulai mengalir layaknya saluran air yang mulai lancar, David mulai panik dan sesak napas menyaksikan Lintang bersimbah darah.“Memuakkan!” Pria yang masih berpakaian formal lengkap itu, kini mengendurkan dasinya yang tiba-tiba terasa mencekik. Tidak hanya itu, David juga melempar jas hitamnya secara sembarangan, sehingga tampaklah darah yang merembes di lengan bajunya.Seolah tak menyadari bahwa dirinya sendiri juga terluka, David kembali nekat, mengabaikan peringatan Lintang sebelumnya, dan memantapkan langkah ke arah Lintang.“Jangan protes lagi! Aku tidak mau dituduh sebagai pembunuh!” seru David seraya kembali menggendong Lintang menuju ke ranjang pasiennya.“Dokter! Dokter!” David berteriak seperti orang kesetanan.Apakah kali ini Lintang hanya diam dan menurut, setelah David menunjukkan sikap setengah bengisnya? Tentu saja tidak. Sama seperti sebelumnya, kali ini pun Lintang meronta dan menjambak rambut David. Bahkan Lintang
Dzrrrtt ....Lintang mengabaikan ponselnya yang bergetar menandakan adanya panggilan masuk.Barulah setelah meeting selesai, Lintang kembali melihat ponselnya. Terlihat lima puluh pesan singkat dan dua puluh panggilan tak terjawab dengan nama kontak 'IBU RATU' di layar ponselnya.Baru saja Lintang membuka satu pesan yang bahkan belum sempat ia baca, kontak dengan nama 'IBU RATU' itu kembali membuat ponselnya berdering."Ada apa? Aku baru selesai meeting!" jawabnya kesal."Nanti malam kamu harus luangkan waktumu untuk makan bersama! Mama nggak mau tau! Kamu harus dateng! pokoknya harus! Kalau nggak, mama bisa nekat bikin malu kamu dengan mendatangi kantormu dan ...," desak Mayang memaksa putrinya agar menuruti kemauannya. Tanpa menanggapi ancaman sang BundaLintang mematikan ponselnya."Menyebalkan sekali!" Lagi-lagi ia menggerutu di tengah kesibukannya.Selang beberapa menit, seorang wanita memanggilnya."Bu lilin, pak B