"Tang! Mama bilang lima belas menit, bukan lima belas abad!" teriak Mayang sembari menggedor pintu.
Tanpa menyahut, Lintang keluar dengan tampilan memukau. Rambut hitam nan panjang tergerai indah serasi dengan gaun yang ia kenakan.
Wajah ayunya mampu mengalihkan pandangan para lelaki yang memandangnya.
Namun sangat di sayangkan, wajah masam diiringi langkah kaki yang menghentak jengkel, menutup pesonanya.
"Jangan keluar dengan wajah seperti itu! Atau calon papah barumu akan takut melihatmu," tegur Mayang yang melemparkan kunci mobil pada Lintang.
Lintang menangkapnya dengan refleks yang bagus. kemudian ia membalas teguran sang bunda dengan melemparkan tatapan membunuhnya.
"Kamu tidak akan bisa membunuh mama hanya dengan tatapaan seperti itu! Cepat jalan, kita sudah terlambat!" buru Mayang yang berjalan di depan Lintang. Keduanya menaiki mobil mewah berwarna hitam milik Mayang.
Lintang yang fokus mengemudikan mobilnya nampak jutek dengan wajah diamnya.
"Apa wajahmu tidak kaku? Senyum sedikit kenapa sih?" protes Mayang yang mulai jengkel dengan tingkah putrinya.
Lintang mendengus kesal sebelum akhirnya melontarkan uneg-unegnya.
"Ma, aku bahkan belum pernah melihat sosok ayah kandungku, pantaskah mama seperti ini? Ini udah yang ketiga ma ... aku malu dan lelah ...," rengek Lintang yang tak setuju dengan pernikahan ibunya.
"Mama yang nikah kenapa kamu yang malu?" jawab Mayang enteng.
Kekesalan Lintang semakin menjadi kala melihat ketidak pedulian Mayang.
"Kadang aku bingung, aku ini anaknya mama bukan sih? Mama kok lebih mentingin pria-pria itu daripada anak mama sendiri!"
"Kamu pikir hidungmu yang separo itu mirip punyanya siapa kalo bukan mirip mama?"
"Cih! Hidung pesek doank!" gerutunya ngambek seraya membuang muka.
Beberapa saat kemudian mereka sampai di Grand Palace Hotel.
Mayang menahan Lintang saat Lintang hendak turun dari mobil.
"Tunggu sebentar!" sergah Mayang.
"Apa lagi sih ma?" keluh kesal Lintang.
"Kalau kamu turun duluan, siapa yang parkirin mobilnya?"
"Pelayan hotel!" jawab Lintang dengan ekspresi wajah yang sudah tak dapat di deskripsikan sangking frustasinya dengan sikap sang bunda.
Mayang tersenyum geli melihatnya, lalu meraih wajah ayu putrinya dengan kedua tangannya dan berucap lembut pada sang putri.
"Wajah cantik ini jangan kamu tutupi dengan gelapnya amarahmu. Setidaknya untuk malam ini, mama mohon kerjasamanya. Okey?"
Lintang menatap dalam kedua mata ibunya yang penuh harap itu, kemudian ia menghela nafas panjang dan mengangguk pelan. Dalam sekejap semburat senyum palsu menghiasi wajahnya.
"Ya sudah, mama jalan aja duluan Lintang mau parkir mobil dulu."
Mayang berjalan tegak nan elegan di atas high heelsnya menuju ke arah meja yang sudah di pesan sebelumnya.
Nampak seorang pria paruh baya dengan setelan jas warna hitam duduk tenang di sana menanti dirinya.
Sementara itu, di tempat parkir Lintang terlibat insiden kecil.
"Woy mas! Bisa parkir nggak sih? Kamu terlalu mepet jadi pintuku nggak bisa di buka!" teriak Lintang pada mobil di sebelahnya yang masih menutup rapat kaca mobilnya..
"Mas! Mbak! Mbak atau mas! Denger nggak sih! Pintuku nggak bisa di buka! Mundur dulu!" teriakan Lintang meninggi bercampur amarah kala si empunya tiada merespon.
"Pria yang berada dalam mobil itu keluar dan melenggang dengan earphone di telinganya. Lintang melihat dari spion mobilnya, dan segera mengejar pria itu. ia memundurkan kembali mobilnya.
TIIINN ....
Pria itu tersungkur hingga earphonenya lepas saking kagetnya mendengar klakson mobil yang hampir menabraknya.
"Woy! Matamu di mana? hah! Lu nggak liat ada orang?" pria itu berteriak penuh amarah yang meledak.
"Bisa tolong geser sedikit mobilnya nggak mas? Saya juga mau parkir. Kebetulan parkiran penuh," pinta halus Lintang dari jendela mobilnya.
Pria yang mengenakan kemeja putih lengkap dengan jas warna hitam bak pengawal presiden itupun berjalan mendekat ke arah Lintang.
Sambil terus mengunyah permen karetnya pria itu mengamati Lintang dengan seksama.
"Lintang? Kamu Arkania Lintang Jagat 'kan?" tanyanya dengan wajah terkejut seolah tak percaya.
"Apakah kejadian Denny waktu lalu masuk media berita ya? Sampai-sampai pria asing ini mengenalku," batin Lintang yang masih dengan wajah stay coolnya.
"Iya," jawab singkat Lintang yang terkesan judes.
"Dih judesnya belum ilang juga?" umpat terang-terangan pria asing itu yang sedikitpun tak ditanggapi oleh Lintang.
"Sombongnya ... sama temen sendiri nggak inget. Apa kabar kamu tang?"
"Ck!" Lintang berdecak kesal dengan pria yang sok kenal sok akrab itu.
"Maaf, tapi saya nggak kenal situ. Bisa nggak mas jangan berlama-lama? Soalnya saya sedang buru-buru."
"Lhah ... Sombongnya makin akut," umpatnya sembari berjalan menuruti pinta Lintang. Beberapa saat kemudian mobil keduanya terparkir dengan damai dan pria itu menunggui Lintang keluar dari mobilnya.
"Woy ... Tang! Kamu beneran nggak ngenalin aku?" tanyanya sekali lagi yang kali ini bahkan Lintang masih acuh tak acuh.
"Ini aku! Bintang ... masak nggak inget sih. Itu lho ... Bintang yang paling ganteng, yang dulu suka ngasih kamu contekan itu lho," terangnya berusaha agar Lintang mengingatnya.
"Cih! Sejak kapan aku nyontek saat sekolah? Yang ada malah aku yang sering dipalak dimintai contekan," gerutu Lintang dalam hati.
Lintang terus berjalan mengabaikan ocehan Bintang. Namun saat Lintang mulai jengah dan hendak memberi peringatan pada Bintang,
Bintang justru beralih dengan ponselnya yang sedari tadi berdering. Hingga membuat Lintang urung meluapkan kekesalannya.
Terlepas dari pria asing yang mengganggunya, Lintang pun segera memasuki gedung hotel yang megah itu.
Ia menuju restoran mewah dalam gedung yang juga merupakan fasilitas unggulan di hotel Grand Palace.
Sesampainya di lokasi, matanya menyapu seluruh ruangan mencari sosok sang bunda.
Nampak dari tempat Lintang berdiri, sang bunda melambaikan tangannya sebagai isyarat keberadaannya.
Lintang berjalan mendekat ke arah sang bunda tanpa memperdulikan pria paruh baya yang duduk di depan sang bunda.
"Maaf ma, Lintang agak lam ...."
Lintang tertegun melihat sosok tak asing yang berdiri tepat di depannya menyambut hangat kedatangannya.
"Pak Bowo?" sapa Lintang tersirat tanya sebab terkejut.
"Kalian sudah saling kenal?" tanya Mayang.
"Iya, dia karyawan ... ah, tepatnya mantan karyawanku yang sering kuceritakan padamu.
Mayang menatap dengan alis berkerut penuh tanya pada Bowo dan Lintang bergantian.
"Apakah maksudmu dia karyawan yang selalu kamu sebut 'gadis andalan' itu?" tanya Mayang pada Bowo.
Bowo hanya mengangguk tersenyum bangga dan merasa lucu. Pun Mayang tersenyum lebar karenanya.
"Stop! Lelucon macam apa ini? Sejak kapan kalian saling mengenal? Apakah hubungan kalian serius sejauh ini?" bentak Lintang yang bingung bercampur emosi tak terima dengan kedekatan sang bunda dengan mantan direkturnya.
Belum sempat Bowo ataupun Mayang memberi penjelasan pada Lintang, kedatangan seorang pemuda menjadi penengah kegaduhan di antara ketiganya.
"Maaf Pah. Bintang agak lama tadi," jelasnya sembari menggeser kursi di sebelah ayahnya. Tepatnya berhadapan dengan Lintang.
"Kau?!" serempak Lintang dan Bintang terperanjat lantaran saling bertatap muka kembali bahkan berada dalam satu meja makan yang sama. Belum usai keterkejutan Lintang, disaat yang sama Ishan turut hadir meramaikan suasana bersama seorang gadis yang bergelayut manja pada lengannya.
"Dia?!" batin Lintang dengan ekspresi wajah terkejut. Tak berbeda jauh, Ishan pun sempat menunjukkan ekspresi yang sama seperti Lintang walau beberapa detik.
"Selamat malam, Om-eh, Pah ...," sapa Ishan yang kadang masih memanggil Bowo dengan panggilan 'Om'.
"... selamat malam Tante," lanjutnya menyapa Mayang dengan mengulurkan tangannya, tak ketinggalan senyuman. ramah yang diragukan keasliannya ia suguhkan untuk menyempurnakan visualnya.
"Situasi macam apa ini! Nampaknya takdir sedang ingin bercanda! Oh, ayolah ... ini tidak lucu sama sekali!"Lintang hanya mampu menggerutu dalam hati. Sambil meremas gemas gaunnya sebagai pelampiasan kekesalannya. Mulutnya tak mungkin mampu untuk mengucapkan segala umpatannya.Saat ini mantan direkturnya akan menjadi ayah tirinya. Sedangkan sang mantan kekasih akan menjadi saudara tirinya meskipun statusnya dalam keluarga itu adalah anak angkat."Lalu ... siapa gadis ini? Apakah itu calon istri Ishan? Apakah ini akan menjadi double married? Hmh ... gila! Otakku mulai tidak waras! Ayolah otak ... jangan traveling dengan situasi ini!"Lagi-lagi Lintang hanya mampu bertanya dan membuat kesimpulannya sendiri dalam hati."Oke!" ucap Bowo tiba-tiba berdiri membuat semua perhatian berfokus padanya."Sebelum kita memulai acara santap lezatnya, saya ... selaku pembuat onar bagi beberapa orang yang duduk di sini, akan mel
Bintang merasa terintimidasi kala perlahan mata tajam itu beralih menatap dirinya. Sedangkan Kejora, Mayang, Bowo serta Ishan hanya melihat dan bertanya-tanya dalam hati masing-masing tentang apa yang akan dilakukan oleh Lintang.Lintang mencondongkan tubuhnya dan tangan kanannya meraih dasi Bintang hingga membuat Bintang turut mencondongkan tubuhnya ke depan. Sedang tangan kirinya ia lingkarkan pada leher Bintang.Tangan Lintang mulai gemetar samar. Namun, Bintang tak menyadari lantaran irama degup jantungnya terlalu meresahkannya.Telapak tangan Lintang mulai berkeringat dingin. Ia menahan sesak di dadanya dan nekat bergerak maju. Rambut panjangnya yang lurus tergerai indah, perlahan turun hingga kecelup sup, sambal dan beberapa menu lain yang ada di meja makan berbentuk bundar itu. Menjadi tabir dari sisi Ishan dan Kejora.Bintang menahan nafas pasrah kala bibir merah Lintang mendarat lembut mencuri ciuman pertamanya.Lain halnya den
"Anita!" teriak Ishan memanggil sekretarisnya.Pagi itu, suasana kantor begitu sibuk dan mencekam. Semua karyawan merasa tegang di tengah kesibukan masing-masing."I-iya pak?" jawab Anita gagap ketakutan."Ini sudah jam sembilan, kenapa Lintang belum juga datang? Kamu sudah hubungi dia?" tanya Ishan dengan luapan amarah yang berapi-api."S-sudah pak ...."Brak!!Gebrakan meja yang dilakukan Ishan membuat gaduh suasana kantor."Ngomong yang jelas!" bentak Ishan yang membuat Anita semakin ketakutan."Sudah pak! Saya sudah menghubungi beliau, tapi tak ada jawaban," jawab Anita lancar sebab sangking terkejut dan tertekan."Inikah yang disebut karyawan teladan?! Apakah pujian membuatnya sombong dan lalai dari tugas?!"Anita menitikkan air mata karena takut."Kenapa kamu menangis di sini?""Gimana saya nggak nangis? Wong bapak memarahi saya atas kesalahan yang bahkan saya nggak tahu! Saya ini cuma sekretar
"Lintang!" bentak Ishan yang geram dengan perlakuan yang ia terima dari Lintang."Apa? Hah! Nggak perlu teriak, kupingku masih bisa denger, sekalipun itu suara detak jantungmu yang nggak karuan," jawab Lintang sedikit menggoda Ishan."Damn! Jangan keterlaluan kenapa sih?" Kadang merayu kadang menghina, bersikaplah yang tegas! Jangan bikin orang bingung," umpat Ishan yang diiringi protes lantaran sikap Lintang yang semena-mena terhadapnya."Aku? Kapan aku merayumu? Ucapan ku, bagian mana yang merupakan rayuan? Daripada itu, sebenarnya apa tujuan mu ke sini? Hah!" tanya Lintang galak. Meskipun kondisi fisiknya nampak lemah, namun tenaganya masih tersisa untuk bersikap sarkas pada Ishan."Kampret! lagi-lagi dia membuatku mati kutu!" umpat Ishan dalam hati."Apa yang akan kamu lakukan dengan acara fashion shownya? Tak ada yang bisa menggantikan pekerjaanmu, aku sendiri kuwalahan mencari agensi model pengganti. Sementara, waktu kita hanya beberapa
"Lintang! kemana aja sih? Di mana para modelnya?" tanya Melisa panik. Melisa adalah designer yang bekerja di perusahaan Lope group, nama perusahaan yang kini di ambil alih Ishan."Mmm ... ada sedikit masalah, sepertinya kita harus mencari model baru," ungkap Lintang antara ragu dan takut."Tuh 'kan ... ku bilang juga apa? Jangan kerja sama dengan agensi Denny! Denny itu pria licik yang serakah!" teriak Melisa berkacak pinggang. "Sekarang di mana direktur tua bangka yang suka cari masalah itu? Hah!""Mmm ... pak Bowo sudah mundur dari jabatannya ....""Apa?! Bocah tua nakal pengecut! Mentang-mentang bos, terus bebas berbuat seenak jidat sendiri gitu?!""Tenang Mel, tenang dulu, kita cari jalan keluarnya dulu ....""Jalan keluar? Tuh jalan keluar!" jawab Melisa berapi-api seraya menunjuk pada tulisan exit di atas pintu."Bukan gitu ... maksudku solusi. Kita cari solusinya bersama," Lintang berusaha membujuk dan menenangkan Melisa.
"Ide konyol macam apa ini?! Kamu nggak lihat bagaimana kondisiku sekarang? Daripada aku, kenapa nggak kamu pakai sendiri aja?" jawab Lintang yang mengembalikan ide gila Melisa padanya."Jangan mengejek! Mana bisa dengan tubuh mungilku ini?" jawab Melisa mengolok dirinya sendiri."Lalu, apa kamu pikir aku bisa?""Kenapa nggak? Kamu hanya sekarat jika disentuh, bukan dilihat 'kan?" jawab Melisa mematahkan alasan Lintang untuk menolak.Lintang berpikir keras untuk ide gila Melisa."Ah! Sial! Masalahnya sekarang aku sedang sensitif ... coba kamu cari model yang lain.""Udah nggak ada waktu lagi Lin ... kalau ini bukan acara puncak, aku nggak akan maksa kamu," tukas Melisa memelas. Sementara itu sang pembawa acara tengah mengoceh mengumumkan bahwa gaun fantastis yang akan di lelang akan segera di hadirkan."Maksudmu acara puncak?""Ya ... seperti yang kamu tau, ini akan menjadi gaun yang di lelang untuk acara puncaknya, dan uang lel
"Cih! Nggak sudi!" Lintang menolak mentah-mentah. "Sekalipun dia orang kaya raya, Lintang tetap nggak sudi jadi anak tirinya. Justru Lintang bersyukur tak memiliki ayah kandung seperti itu!" ujar Lintang menyulut emosi sang bunda."Lintang!" bentaknya seraya kembali mengayunkan tangannya ke udara. Namun kali ini, pipi Lintang selamat dari tamparan sang bunda karena Bowo dengan sigap menangkisnya."Hentikan! Lintang pasti terguncang dengan apa yang baru saja ia lihat, biarkan dia tenang dulu, barulah kita bicara lagi," tutur Bowo menengahi pertengkaran Mayang dan Lintang."Jangan membelanya! Nanti bocah ini makin ngelunjak!" sahut Mayang."Menjijikkan! Nggak perlu untuk anda bersikap sok bijak dan dewasa! Pada dasarnya kelakuan anda sudah seperti binatang!" cacinya pada Bowo."Lintang!" teriak Mayang lagi yang kali ini badannya di tahan Bowo agar tak mengamuk. Sementara itu Lintang melangkahkan kakinya ke kamar dengan meninggalkan tatapan menc
"Tunggu! Teriak Lintang menyeru pada seorang pria di dalam lift.Pria yang berpenampilan kasual dengan Hoodie warna hitam, celana jeans warna senada dan lengkap dengan topi warna putih itu pun membuka kembali pintu lift yang hampir tertutup.Sementara Lintang nampak kepayahan. berlari dengan menyeret kopernya.Lintang terengah-engah saat sampai di dalam lift. Namun ia tetap memakai maskernya."Lepas dulu tuh masker, biar bisa nafas," tegur pria tersebut yang juga mengenakan masker.Lintang tak menggubris teguran pria tersebut."Ck! Dasar keras kepala!" gerutunya."Ngapain minggat tengah malam gini? Berantem masalah pernikahan ibumu?" tanya pria itu yang berhasil membuat Lintang menoleh kaget."Sok tahu!""Kalau aku emang tahu, terus kamu mau apa?"Lintang melotot seolah akan menelan hidup-hidup pria di depannya itu."Hah ... ini aku," tukas pria itu seraya melepaskan masker y