"Anita!" teriak Ishan memanggil sekretarisnya.
Pagi itu, suasana kantor begitu sibuk dan mencekam. Semua karyawan merasa tegang di tengah kesibukan masing-masing.
"I-iya pak?" jawab Anita gagap ketakutan.
"Ini sudah jam sembilan, kenapa Lintang belum juga datang? Kamu sudah hubungi dia?" tanya Ishan dengan luapan amarah yang berapi-api.
"S-sudah pak ...."
Brak!!
Gebrakan meja yang dilakukan Ishan membuat gaduh suasana kantor.
"Ngomong yang jelas!" bentak Ishan yang membuat Anita semakin ketakutan.
"Sudah pak! Saya sudah menghubungi beliau, tapi tak ada jawaban," jawab Anita lancar sebab sangking terkejut dan tertekan.
"Inikah yang disebut karyawan teladan?! Apakah pujian membuatnya sombong dan lalai dari tugas?!"
Anita menitikkan air mata karena takut.
"Kenapa kamu menangis di sini?"
"Gimana saya nggak nangis? Wong bapak memarahi saya atas kesalahan yang bahkan saya nggak tahu! Saya ini cuma sekretar
"Lintang!" bentak Ishan yang geram dengan perlakuan yang ia terima dari Lintang."Apa? Hah! Nggak perlu teriak, kupingku masih bisa denger, sekalipun itu suara detak jantungmu yang nggak karuan," jawab Lintang sedikit menggoda Ishan."Damn! Jangan keterlaluan kenapa sih?" Kadang merayu kadang menghina, bersikaplah yang tegas! Jangan bikin orang bingung," umpat Ishan yang diiringi protes lantaran sikap Lintang yang semena-mena terhadapnya."Aku? Kapan aku merayumu? Ucapan ku, bagian mana yang merupakan rayuan? Daripada itu, sebenarnya apa tujuan mu ke sini? Hah!" tanya Lintang galak. Meskipun kondisi fisiknya nampak lemah, namun tenaganya masih tersisa untuk bersikap sarkas pada Ishan."Kampret! lagi-lagi dia membuatku mati kutu!" umpat Ishan dalam hati."Apa yang akan kamu lakukan dengan acara fashion shownya? Tak ada yang bisa menggantikan pekerjaanmu, aku sendiri kuwalahan mencari agensi model pengganti. Sementara, waktu kita hanya beberapa
"Lintang! kemana aja sih? Di mana para modelnya?" tanya Melisa panik. Melisa adalah designer yang bekerja di perusahaan Lope group, nama perusahaan yang kini di ambil alih Ishan."Mmm ... ada sedikit masalah, sepertinya kita harus mencari model baru," ungkap Lintang antara ragu dan takut."Tuh 'kan ... ku bilang juga apa? Jangan kerja sama dengan agensi Denny! Denny itu pria licik yang serakah!" teriak Melisa berkacak pinggang. "Sekarang di mana direktur tua bangka yang suka cari masalah itu? Hah!""Mmm ... pak Bowo sudah mundur dari jabatannya ....""Apa?! Bocah tua nakal pengecut! Mentang-mentang bos, terus bebas berbuat seenak jidat sendiri gitu?!""Tenang Mel, tenang dulu, kita cari jalan keluarnya dulu ....""Jalan keluar? Tuh jalan keluar!" jawab Melisa berapi-api seraya menunjuk pada tulisan exit di atas pintu."Bukan gitu ... maksudku solusi. Kita cari solusinya bersama," Lintang berusaha membujuk dan menenangkan Melisa.
"Ide konyol macam apa ini?! Kamu nggak lihat bagaimana kondisiku sekarang? Daripada aku, kenapa nggak kamu pakai sendiri aja?" jawab Lintang yang mengembalikan ide gila Melisa padanya."Jangan mengejek! Mana bisa dengan tubuh mungilku ini?" jawab Melisa mengolok dirinya sendiri."Lalu, apa kamu pikir aku bisa?""Kenapa nggak? Kamu hanya sekarat jika disentuh, bukan dilihat 'kan?" jawab Melisa mematahkan alasan Lintang untuk menolak.Lintang berpikir keras untuk ide gila Melisa."Ah! Sial! Masalahnya sekarang aku sedang sensitif ... coba kamu cari model yang lain.""Udah nggak ada waktu lagi Lin ... kalau ini bukan acara puncak, aku nggak akan maksa kamu," tukas Melisa memelas. Sementara itu sang pembawa acara tengah mengoceh mengumumkan bahwa gaun fantastis yang akan di lelang akan segera di hadirkan."Maksudmu acara puncak?""Ya ... seperti yang kamu tau, ini akan menjadi gaun yang di lelang untuk acara puncaknya, dan uang lel
"Cih! Nggak sudi!" Lintang menolak mentah-mentah. "Sekalipun dia orang kaya raya, Lintang tetap nggak sudi jadi anak tirinya. Justru Lintang bersyukur tak memiliki ayah kandung seperti itu!" ujar Lintang menyulut emosi sang bunda."Lintang!" bentaknya seraya kembali mengayunkan tangannya ke udara. Namun kali ini, pipi Lintang selamat dari tamparan sang bunda karena Bowo dengan sigap menangkisnya."Hentikan! Lintang pasti terguncang dengan apa yang baru saja ia lihat, biarkan dia tenang dulu, barulah kita bicara lagi," tutur Bowo menengahi pertengkaran Mayang dan Lintang."Jangan membelanya! Nanti bocah ini makin ngelunjak!" sahut Mayang."Menjijikkan! Nggak perlu untuk anda bersikap sok bijak dan dewasa! Pada dasarnya kelakuan anda sudah seperti binatang!" cacinya pada Bowo."Lintang!" teriak Mayang lagi yang kali ini badannya di tahan Bowo agar tak mengamuk. Sementara itu Lintang melangkahkan kakinya ke kamar dengan meninggalkan tatapan menc
"Tunggu! Teriak Lintang menyeru pada seorang pria di dalam lift.Pria yang berpenampilan kasual dengan Hoodie warna hitam, celana jeans warna senada dan lengkap dengan topi warna putih itu pun membuka kembali pintu lift yang hampir tertutup.Sementara Lintang nampak kepayahan. berlari dengan menyeret kopernya.Lintang terengah-engah saat sampai di dalam lift. Namun ia tetap memakai maskernya."Lepas dulu tuh masker, biar bisa nafas," tegur pria tersebut yang juga mengenakan masker.Lintang tak menggubris teguran pria tersebut."Ck! Dasar keras kepala!" gerutunya."Ngapain minggat tengah malam gini? Berantem masalah pernikahan ibumu?" tanya pria itu yang berhasil membuat Lintang menoleh kaget."Sok tahu!""Kalau aku emang tahu, terus kamu mau apa?"Lintang melotot seolah akan menelan hidup-hidup pria di depannya itu."Hah ... ini aku," tukas pria itu seraya melepaskan masker y
Lintang kira setelah pertengkaran tadi malam ia sudah terbebas dari ibunya, namun sesungguhnya itu adalah awal dari peperangan.Pagi itu ia berencana untuk memanjakan dirinya di hotel mewah itu. Namun sayang, tepat pukul 06.00 pagi Mayang sudah membuat keributan di bagian resepsionis."Heh mbak! Saya bisa menuntut pihak hotel kalau mbaknya masih bersikeras tidak mau memberikan kunci cadangan kamar tempat putri saya menginap dengan tuduhan telah membantu menyembunyikan kriminal!" ancam Mayang yang sedari tadi tidak bisa mendapatkan kunci kamar Lintang."Ta-tapi ini kebijakan hotel Bu, dan lagi kalau ibu melapor dengan tuduhan seperti itu bukannya putri ibu juga akan masuk penjara?""Bebas donk! Dia putri saya! Mau saya jebloskan ke penjara atau ku masukkan ke kandang macan sekalipun itu urusan saya! Pikirkan saja pekerjaan anda! Masih bersikeras? Saya nekat nih ...," ancam Mayang sembari menunjukkan ponselnya.Merasa tertekan dengan ancaman Mayang,
"I-iya! Saya mau mengajukan keluhan!" ucapnya yang kali ini tampak salah tingkah. Bahkan Bintang pun nampak terkejut melihat perilaku Lintang kali ini."Baik nona, akan kami dengarkan," jawabnya tenang tampak bijaksana."Sial! Kenapa harus dia? Makhluk paling sulit di atasi," umpatnya dalam hati.Sejenak Lintang terdiam. Kepalanya celingukan seperti sedang mencari sesuatu."Begini, untuk mempersingkat penjelasan saya, boleh kita ke ruang CCTV?""Kenapa mesti ke ruang CCTV segala? Bukankah anda mau ngutang untuk tagihan kamar yang anda sewa tadi malam?" sahut petugas resepsionis lancang."Pegawai songong! Bukan wewenangmu untuk bertanya!" Gretaknya. Lintang sudah tidak sabar membuat pegawai tersebut mendapat peringatan."Lin! Apa yang akan kamu lakukan? Biarkan aku menyelesaikannya saja, toh nanti kamu bisa mengembalikan uangku setelah dari sini," bujuk Bintang berbisik."Sudah, nggak usah ikut campur. Ayo lihat caraku menyelesa
Sepulangnya Lintang dari hotel, Lintang memutuskan untuk menjual mobilnya. Ia membeli rumah kecil dan sangat sederhana dengan uang hasil jual mobil tersebut.Sementara Mayang gelisah menanti sang putri yang tak kunjung pulang."ATM dan uangnya sudah ku ambil. Seharusnya dia sudah tak punya apa-apa lagi untuk hidup di luar. Kenapa dia masih belum pulang?" gumamnya yang mondar-mandir di teras menunggu sang putri."Ah! Sial! Mobilnya ...," ujarnya yang baru menyadari sesuatu.Sementara itu di lokasi yang berbeda, Lintang tengah bergelut dengan pekerjaan rumahnya.Saat sedang bersih-bersih tiba-tiba ponselnya berdering. 'Ishan' nama itulah yang muncul di layar ponselnya yang berdering."Iya halo, ada apa?""Ada apa' gundulmu! Kamu ini niat kerja nggak sih? Udah tiga hari nggak masuk tanpa keterangan!"Suara bernada tinggi dari seberang sana membuat Lintang spontan memberi jarak antara ponsel dengan telinganya."Iya, sa