Britne bangun saat matahari sudah tinggi, dia mendapati suaminya tidur sangat nyenyak hingga terdengar dengkuran keluar dari mulutnya yang setengah terbuka.Senyum lebar terkembang di bibir Britne, merasa senang karena setiap kali mereka tidur bersama, Alvaro akan tidur dengan nyenyak. Dia teringat cerita Alvaro yang tidak pernah bisa tidur tanpa obat penenang semenjak dirinya pergi.Perlahan, Britne mendekatkan wajah ke wajah suaminya lalu mengusap pipinya, menelusuri garis rahang yang menawan dengan perlahan agar tidak membangunkan tidurnya.“Nikmatilah waktu istirahatmu! Mulai saat ini aku akan memastikan jika tidurmu selalu nyenyak,” bisik Britne lalu mengecup singkat bibir suaminya.Dia kemudian beranjak dari ranjang dan seketika meringis sakit merasakan inti miliknya yang terasa perih yang menyengat karena percintaan mereka yang menggebu semalam.“Singa itu sudah keluar dari kandang setelah puluhan tahun terpenjara,” gumamnya sambil menatap Alvaro kesal.“Bagaimana kamu menahan
Mata elang Alvaro terus mengawasi Trevor yang baru saja masuk ke rumah mereka. Dia langsung meraih pinggang Britne menyatakan kepemilikan. Seringai Trevor terkembang melihat hal tersebut, dengan acuh dia duduk sebelum dipersilakan.“Duduklah! Aku tidak akan merebut wanita yang sudah bersuami kecuali suaminya tidak menjaganya dengan baik,” sindir Trevor pada Alvaro.“Aku tuan rumah di sini, kamu tidak berhak mengatur kami,” geram Alvaro tersinggung dengan sikap tak sopan Trevor.Menanggapi ketegangan suaminya dan Trevor, Britne menghela nafas kasar. “Hentikan perdebatan kalian, ada hal yang lebih penting dibanding ego kalian!”Dia kemudian melepaskan diri dari dekapan Alvaro lalu menarik pria itu untuk duduk bersama Trevor. “Kalian bicaralah! Aku akan membuat minuman. Jangan membicarakan topik lain selain masalah peternakan, aku tidak mau ada perang dunia di sini.”“Aku ingin kopi pahit,” ucap Trevor pada Britne yang terdengar di telinga Alvaro seperti perintah untuk istrinya.“Jaga si
Britne mengerang keras merespon gairah suaminya yang besar. Dia membenamkan wajah di ceruk leher Alvaro yang licin karena keringat, tangannya meremas punggung pria itu meninggalkan jejak kemerahan, saat pria itu mengajaknya bergerak cepat diiringi derit ranjang seirama dengan hentakan tubuhnya.“Apakah kamu tidak lelah?” engah Britne dengan kepala berputar di tengah hantaman kenikmatan yang terus dia terima.“Kamu membuat semangat dan tenagaku terus mengalir,” balas Alvaro di sela hentakannya.Geliat tubuh keduanya tak bisa menyembunyikan betapa besar gairah yang membara di antara mereka. Setelah sekian tahun terpendam, kini mereka bisa mengekspresikan besarnya cinta yang dirasakan.Teriakan yang menggema di dinding kamar, menandakan jika tarian mereka sudah mencapai puncak, Alvaro pun ambruk dan menindih tubuh Britne.“Seandainya aku tahu kita akan berada di titik ini, aku tidak akan pernah pergi darimu,” ucap Britne dengan mata berkaca-kaca dan suara tertahan.Mengetahui gejolak emo
Setelah menunggu cukup lama, Britne dikagetkan bunyi ponsel dengan nama Alvaro terlihat di layar. Dengan secepat kilat dia menyambar ponsel tersebut dan menerima panggilan suaminya.“Alvaro, apakah kamu baik-baik saja?” Pertanyaan itu menjadi yang pertama diucapkan untuk mengobati segala kekhawatiran.“Aku baik-baik saja.” Suara Alvaro membawa kelegaan bagi Britne.“Aku sangat khawatir karena tidak bisa menghubungimu,” ungkap Britne.“Maaf jika membuatmu khawatir, aku tidak ingin kamu terluka karena Varis dan Dyana ternyata bukan penjahat biasa. Dia telah melakukan pembunuhan beberapa tahun yang lalu,” terang Alvaro.“Aku telah mendengarnya dari Trevor dan hal itulah yang mengganggu ketenanganku. Kembalilah Alvaro, lupakan saja tentang masalah peternakan, aku yakin Trevor bisa mengurusnya. Aku tidak mau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan padamu,” pinta Britne.“Tenanglah, aku punya kabar gembira untukmu. Aku sudah berhasil merebut kembali peternakan Cooper,” Alvaro memberitahu.“Be
Britne tersadar dari tidur panjang, lalu membuka mata karena bau obat yang menyengat hidung. Menahan denyut sakit di kepala, dia mengedarkan pandangan yang sedikit mengabur.“Britne sudah sadar,” seru Inggrid yang langsung menggenggam tangan putrinya kuat.“Mama …” gumam Britne lemah.Mendengar seruan Inggrid, semua orang mendekat dan mengerubungi ranjang rumah sakit tempat Britne terbaring, ada kedua orang tuanya dan saudaranya Geena serta Trevor.Britne mengabsen satu persatu orang yang mengelilinginya, tetapi tidak ada Alvaro di antara mereka. Dia sudah akan menanyakan keberadaan suaminya, namun ingatan akan kecelakaan mobil itu datang mengganggu.“Cedric …! Dimana Cedric?” Rasa panik dan cemas langsung menghinggapinya.“Cedric baik-baik saja, dia sedang menjalani perawatan di kamar sebelah dan semua sudah terkendali,” jelas Inggrid menenangkan putrinya.“Bagaimana keadaan papa Alvaro?” tanya Britne lagi tak memikirkan dirinya tetapi lebih memikirkan orang-orang yang disayanginya.
Alvaro mengasingkan diri di pojok rumah sakit yang gelap. Dia berada dalam titik stress yang cukup tinggi, bahkan masalah peternakan tidak pernah membawanya ke titik terendahnya saat ini. Dengan tubuh lunglai lesu, dia terduduk di lantai dengan punggung bersandar di dinding rumah sakit.Kedua tangannya meremas serta mengacak rambutnya berharap denyut sakit di kepalanya menghilang, namun ingatan samar menyeretnya ke masa lalu yang selama ini sama sekali tidak pernah dia ingat.Tubuhnya berada di sebuah kamar yang gelap yang hanya diterangi lampu kota dari balik dinding apartemen. Tangannya mengusap kulit halus sehalus porselen, kulit yang kini terasa tidak asing baginya. Desahan dan erangan panas saling bersahut saat tubuhnya bergerak menindih seorang wanita yang terasa hangat dan lembut.Setiap kali pinggulnya bergerak, dia merasa melayang karena kenikmatan yang tak bisa diungkapkan.Sayangnya, dia tak dapat melihat wajah wanita yang sedang bersamanya, tetapi aroma tubuh wanita itu me
“Hari itu aku begitu hancur,” ucap Alvaro mengingat kembali hari pernikahannya yang gagal.“Ya, aku tahu karena Geena mencampakkanmu,” sindir Britne, membuat Alvaro menggeram kesal.“Bukan Geena yang mencampakkanku tapi kamu,” balas Alvaro sambil mencubit hidung Britne gemas.“Aku …? Jangan melemparkan kesalahan!” Britne tidak terima tuduhan suaminya.“Aku hancur karena kamu menolak pernikahan kita. Aku mengira batalnya pernikahanku dengan Geena adalah kesempatan terbaik agar aku bisa memilikimu, tetapi kenyataannya itu malah menjadi mimpi buruk yang panjang.”Britne menggigit bibir merasa bersalah, dia terdiam dan memilih untuk mendengarkan penjelasan suaminya lebih lanjut.“Setelah sampai apartemen, aku mabuk berat dan pikiranku saling tumpang tindih. Aku ingin mengatakan jika aku tidak menginginkan Geena sebagai istriku dan bersyukur pernikahan kami batal karena aku mencintaimu. Mungkin hal itulah yang membuatku berkata bodoh dengan mengatakan jika aku mencintai Geena.”“Jadi semua
Britne masuk ke apartemen Alvaro dengan rasa cemas dan khawatir, dia tahu jika Alvaro pasti sangat terpukul setelah acara pernikahannya gagal. Geena, saudara kembarnya melarikan diri dan meninggalkan pria itu begitu saja di hari pernikahan mereka.Sebagai seorang sahabat, dia tidak mungkin diam saja. Karena itu, dia datang ke apartemen Alvaro berniat untuk menghiburnya.Sesampainya di sana dia mendapati apartemen yang sepi dan gelap. Britne melangkah masuk mencari keberadaan sahabatnya itu.“Alvaro, apakah kamu baik-baik saja?” suaranya menggema di dinding apartemen tanpa balasan.Berusaha menajamkan penglihatan, Britne beradaptasi dalam kegelapan, mengandalkan kerlip lampu kota dari kejauhan sebagai penerangan meski cahayanya sangat minim.“Dimana dirimu?” tanya Britne sambil berjalan perlahan, meraba dinding di dekatnya mencari saklar lampu.Baru saja tangannya hendak menekan saklar tersebut, suara parau dan berat menghentikan gerakannya.“Jangan nyalakan lampunya! Aku sedang ingin