“Biar Cedric tidur di sini sama Mama,” ucap Inggrid ketika mereka selesai makan malam bersama.“Tapi Ma … bagaimana dengan papa?” balas Britne tampak keberatan, dia tahu papanya tidak bisa jauh dari mamanya.“Papa mau begadang bersama William, kebetulan ada acara di peternakan, jadi Cedric bisa menemani Mama,” terang Inggid.Mendengar hal tersebut, Alvaro mengulum senyum penuh arti dengan sejuta rencana di otaknya.Sedangkan Britne melirik suaminya gugup mengingat apa yang dia ucapkan yang sebenarnya dia lakukan untuk menggoda pria itu tapi kini malah menjadi senjata makan tuan.“Bukankah sebaiknya papa cukup istirahat? Tidak baik begadang bagi kesehatan,” Britne berusaha membuat alasan lain.Axton pun angkat bicara merespon perkataan putrinya. “Aku dan William sudah lama tidak mengobrol, sekali ini saja kita mau bernostalgia.”“Aku rasa kalian berdua memang butuh waktu bersama untuk menembus waktu yang terhilang,” sambung Alvaro menanggapi perkataan mertuanya, lalu menatap Britne den
Britne bangun saat matahari sudah tinggi, dia mendapati suaminya tidur sangat nyenyak hingga terdengar dengkuran keluar dari mulutnya yang setengah terbuka.Senyum lebar terkembang di bibir Britne, merasa senang karena setiap kali mereka tidur bersama, Alvaro akan tidur dengan nyenyak. Dia teringat cerita Alvaro yang tidak pernah bisa tidur tanpa obat penenang semenjak dirinya pergi.Perlahan, Britne mendekatkan wajah ke wajah suaminya lalu mengusap pipinya, menelusuri garis rahang yang menawan dengan perlahan agar tidak membangunkan tidurnya.“Nikmatilah waktu istirahatmu! Mulai saat ini aku akan memastikan jika tidurmu selalu nyenyak,” bisik Britne lalu mengecup singkat bibir suaminya.Dia kemudian beranjak dari ranjang dan seketika meringis sakit merasakan inti miliknya yang terasa perih yang menyengat karena percintaan mereka yang menggebu semalam.“Singa itu sudah keluar dari kandang setelah puluhan tahun terpenjara,” gumamnya sambil menatap Alvaro kesal.“Bagaimana kamu menahan
Mata elang Alvaro terus mengawasi Trevor yang baru saja masuk ke rumah mereka. Dia langsung meraih pinggang Britne menyatakan kepemilikan. Seringai Trevor terkembang melihat hal tersebut, dengan acuh dia duduk sebelum dipersilakan.“Duduklah! Aku tidak akan merebut wanita yang sudah bersuami kecuali suaminya tidak menjaganya dengan baik,” sindir Trevor pada Alvaro.“Aku tuan rumah di sini, kamu tidak berhak mengatur kami,” geram Alvaro tersinggung dengan sikap tak sopan Trevor.Menanggapi ketegangan suaminya dan Trevor, Britne menghela nafas kasar. “Hentikan perdebatan kalian, ada hal yang lebih penting dibanding ego kalian!”Dia kemudian melepaskan diri dari dekapan Alvaro lalu menarik pria itu untuk duduk bersama Trevor. “Kalian bicaralah! Aku akan membuat minuman. Jangan membicarakan topik lain selain masalah peternakan, aku tidak mau ada perang dunia di sini.”“Aku ingin kopi pahit,” ucap Trevor pada Britne yang terdengar di telinga Alvaro seperti perintah untuk istrinya.“Jaga si
Britne mengerang keras merespon gairah suaminya yang besar. Dia membenamkan wajah di ceruk leher Alvaro yang licin karena keringat, tangannya meremas punggung pria itu meninggalkan jejak kemerahan, saat pria itu mengajaknya bergerak cepat diiringi derit ranjang seirama dengan hentakan tubuhnya.“Apakah kamu tidak lelah?” engah Britne dengan kepala berputar di tengah hantaman kenikmatan yang terus dia terima.“Kamu membuat semangat dan tenagaku terus mengalir,” balas Alvaro di sela hentakannya.Geliat tubuh keduanya tak bisa menyembunyikan betapa besar gairah yang membara di antara mereka. Setelah sekian tahun terpendam, kini mereka bisa mengekspresikan besarnya cinta yang dirasakan.Teriakan yang menggema di dinding kamar, menandakan jika tarian mereka sudah mencapai puncak, Alvaro pun ambruk dan menindih tubuh Britne.“Seandainya aku tahu kita akan berada di titik ini, aku tidak akan pernah pergi darimu,” ucap Britne dengan mata berkaca-kaca dan suara tertahan.Mengetahui gejolak emo
Setelah menunggu cukup lama, Britne dikagetkan bunyi ponsel dengan nama Alvaro terlihat di layar. Dengan secepat kilat dia menyambar ponsel tersebut dan menerima panggilan suaminya.“Alvaro, apakah kamu baik-baik saja?” Pertanyaan itu menjadi yang pertama diucapkan untuk mengobati segala kekhawatiran.“Aku baik-baik saja.” Suara Alvaro membawa kelegaan bagi Britne.“Aku sangat khawatir karena tidak bisa menghubungimu,” ungkap Britne.“Maaf jika membuatmu khawatir, aku tidak ingin kamu terluka karena Varis dan Dyana ternyata bukan penjahat biasa. Dia telah melakukan pembunuhan beberapa tahun yang lalu,” terang Alvaro.“Aku telah mendengarnya dari Trevor dan hal itulah yang mengganggu ketenanganku. Kembalilah Alvaro, lupakan saja tentang masalah peternakan, aku yakin Trevor bisa mengurusnya. Aku tidak mau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan padamu,” pinta Britne.“Tenanglah, aku punya kabar gembira untukmu. Aku sudah berhasil merebut kembali peternakan Cooper,” Alvaro memberitahu.“Be
Britne tersadar dari tidur panjang, lalu membuka mata karena bau obat yang menyengat hidung. Menahan denyut sakit di kepala, dia mengedarkan pandangan yang sedikit mengabur.“Britne sudah sadar,” seru Inggrid yang langsung menggenggam tangan putrinya kuat.“Mama …” gumam Britne lemah.Mendengar seruan Inggrid, semua orang mendekat dan mengerubungi ranjang rumah sakit tempat Britne terbaring, ada kedua orang tuanya dan saudaranya Geena serta Trevor.Britne mengabsen satu persatu orang yang mengelilinginya, tetapi tidak ada Alvaro di antara mereka. Dia sudah akan menanyakan keberadaan suaminya, namun ingatan akan kecelakaan mobil itu datang mengganggu.“Cedric …! Dimana Cedric?” Rasa panik dan cemas langsung menghinggapinya.“Cedric baik-baik saja, dia sedang menjalani perawatan di kamar sebelah dan semua sudah terkendali,” jelas Inggrid menenangkan putrinya.“Bagaimana keadaan papa Alvaro?” tanya Britne lagi tak memikirkan dirinya tetapi lebih memikirkan orang-orang yang disayanginya.
Alvaro mengasingkan diri di pojok rumah sakit yang gelap. Dia berada dalam titik stress yang cukup tinggi, bahkan masalah peternakan tidak pernah membawanya ke titik terendahnya saat ini. Dengan tubuh lunglai lesu, dia terduduk di lantai dengan punggung bersandar di dinding rumah sakit.Kedua tangannya meremas serta mengacak rambutnya berharap denyut sakit di kepalanya menghilang, namun ingatan samar menyeretnya ke masa lalu yang selama ini sama sekali tidak pernah dia ingat.Tubuhnya berada di sebuah kamar yang gelap yang hanya diterangi lampu kota dari balik dinding apartemen. Tangannya mengusap kulit halus sehalus porselen, kulit yang kini terasa tidak asing baginya. Desahan dan erangan panas saling bersahut saat tubuhnya bergerak menindih seorang wanita yang terasa hangat dan lembut.Setiap kali pinggulnya bergerak, dia merasa melayang karena kenikmatan yang tak bisa diungkapkan.Sayangnya, dia tak dapat melihat wajah wanita yang sedang bersamanya, tetapi aroma tubuh wanita itu me
“Hari itu aku begitu hancur,” ucap Alvaro mengingat kembali hari pernikahannya yang gagal.“Ya, aku tahu karena Geena mencampakkanmu,” sindir Britne, membuat Alvaro menggeram kesal.“Bukan Geena yang mencampakkanku tapi kamu,” balas Alvaro sambil mencubit hidung Britne gemas.“Aku …? Jangan melemparkan kesalahan!” Britne tidak terima tuduhan suaminya.“Aku hancur karena kamu menolak pernikahan kita. Aku mengira batalnya pernikahanku dengan Geena adalah kesempatan terbaik agar aku bisa memilikimu, tetapi kenyataannya itu malah menjadi mimpi buruk yang panjang.”Britne menggigit bibir merasa bersalah, dia terdiam dan memilih untuk mendengarkan penjelasan suaminya lebih lanjut.“Setelah sampai apartemen, aku mabuk berat dan pikiranku saling tumpang tindih. Aku ingin mengatakan jika aku tidak menginginkan Geena sebagai istriku dan bersyukur pernikahan kami batal karena aku mencintaimu. Mungkin hal itulah yang membuatku berkata bodoh dengan mengatakan jika aku mencintai Geena.”“Jadi semua
“Auuuw …” rintih Trevor saat Anya mengobati lukanya.Anya melirik selintas menatap wajah pria itu lalu kembali berkonsentrasi dengan luka yang sedang dia obati.“Katanya tergores sedikit, kenapa sekarang jadi manja dan meringis kesakitan,” gumam Anya seolah sedang bicara pada dirinya sendiri.Trevor tersenyum masam menanggapi sindiran Anya. “Jika kamu bersikap sedikit lebih lembut, aku tidak akan merasa kesakitan.”Bukannya bersikap lembut, Anya malah sengaja menekan luka Trevor hingga pria itu berteriak kesakitan, menarik tangannya lalu menghindari Anya.“Ini sangat menyakitkan, aku tahu kamu sengaja melakukannya,” gerutunya tanpa rasa marah.Anya kembali menarik tangan pria itu lalu kini benar-benar mengobatinya dengan hati-hati. “Ini bukan luka ringan dengan sedikit goresan seperti yang kamu katakan. Lukamu cukup parah dan terus mengeluarkan darah, besok kamu harus periksa ke rumah sakit.”Trevor terdiam sambil memperhatikan Anya yang sedang mengobati lukanya. Sebenarnya dokter sud
“Sudah cukup, aku tidak mampu memakan semua ini,” kata Anya sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi sambil mengusap perutnya yang kekenyangan, mengabaikan sopan santun di hadapan Trevor.“Kamu harus makan banyak, aku melihatmu terlihat sangat kurus dan kantung matamu tidak bisa kamu sembunyikan dari make up tebal,” ujar Trevor seakan tahu kondisi Anya.Anya kembali menegakkan tubuh dan mengusap wajahnya. “Sekarang kita bisa membahas pekerjaan,” ujarnya lalu mengeluarkan dokumen untuk menghindari Trevor banyak bicara.“Kenapa buru-buru, aku masih ingin bersamamu.”“Cukup, Trevor! Bersikaplah profesional. Kita di sini untuk urusan pekerjaan dan aku tidak ingin terlibat denganmu lebih dari ini.” Anya menekankan hubungan mereka saat ini.Dengan buru-buru Anya membuka dokumen yang dibawa lalu membacakan pasal-pasal yang mereka sepakati. Trevor yang muak dengan sikap Anya, merebut dokumen tersebut lalu menutupnya.“Aku ingin bicara denganmu soal Remy,” terang Trevor.“Aku tidak ada urusan den
“Apa yang kamu dapatkan dari penyelidikan Remy?” tanya Trevor pada Adam.“Ada berita bagus yang bisa membuatmu keluar dari jerat wanita itu?” jawab Adam sambil menyerahkan hasil penemuannya pada Trevor.Trevor menaikkan satu alis dengan senyum sinis terkembang di ujung bibir membaca dokumen yang Adam berikan padanya.“Jadi wanita itu tidak hamil? Selama ini dia sedang bermain-main denganku dan berbohong padaku?” ujar Trevor.“Dia tidak mungkin hamil darimu karena kamu tidak bercinta dengannya,” kata Adam.“Jadi kamu percaya padaku sekarang?” Trevor menyombongkan diri menyindir ketidakpercayaan Adam padanya.“Aku tidak sepenuhnya percaya dengan perkataanmu, aku hanya percaya pada data yang aku dapatkan.” Adam langsung mematahkan kesombongan Trevor.“Data apa yang kamu dapatkan?”“Apakah kamu ingat saat kamu melakukan tes darah saat itu?” Adam mengingatkan.“Ah … ya … sehari setelah aku mabuk aku merasa tidak enak badan sehingga aku memutuskan ke rumah sakit untuk memeriksakan kesehatan
“Apakah aku bisa bertemu dengan papa tirimu?” tanya Trevor pada Remy dengan ekspresi tak terbaca.“Papaku …?” ulang Remy dengan cuping hidung kembang-kempis memperlihatkan kegugupan yang coba disembunyikan, “kenapa kamu ingin bertemu dengan papaku?”Tidak ingin dicurigai atas permintaannya, Trevor memilih kata dengan hati-hati sebelum mengucapkan.“Jika memang bayi yang kamu kandung adalah anakku, bukankah sudah seharusnya aku bertemu papamu? Karena papa kandungmu sudah meninggal, sudah sewajarnya aku bertemu dengan walimu saat ini.”Kecurigaan yang sempat terbesit dalam benak Remy, seketika lenyap ketika sikap Trevor berubah lembut padanya, bahkan pria itu tidak menolaknya lagi. “Aku tidak bisa janji, papaku susah untuk ditemui.”“Sayang sekali, apakah itu berarti tidak ada restu untuk kita?” pancing Trevor.“Re-restu …?” Kata-kata itu membuat mata Remy berbinar senang.“Lupakan saja permintaanku.” Trevor berusaha tarik ulur emosi Remy, dia kemudian beranjak dari tempat duduk hendak
Anya terbelalak mengetahui jika kakaknya yang masuk ke ruangan. Dia langsung berusaha bangun dan merapikan pakaian.“A-aku … ka-kami …” Otak Anya seketika kosong dan tak mampu menjelaskan apa yang terjadi.“Dia jatuh dari kursi dan aku berusaha menolongnya, aku harap kamu tidak salah paham dengan apa yang dilihat tadi,” jelas Trevor dengan santai sambil berdiri dan berjalan mendekati Arlo seolah tidak terjadi apa-apa.“Benarkah begitu?” tanya Arlo memastikan langsung ke Anya dengan tatapan penuh selidik.“Aku sedikit ceroboh hingga terjatuh dari kursi dan beruntung Trevor menolongku,” jelas Anya tak sepenuhnya berbohong.“Lalu bagaimana kamu bisa berada di sini? Bukankah seharusnya kamu menemuiku?” Tatapan curiga Arlo diarahkan pada Trevor.“Aku tersesat dan berakhir di sini.”Arlo terdiam berusaha memahami situasi yang terjadi, dia tipe orang yang tidak mudah percaya hanya dengan mendengar cerita dari orang lain. Banyak peristiwa dan proses dalam hidupnya yang membuat dia begitu hati
“Mereka memundurkan rapatnya karena kamu tidak datang,” ujar Adam yang kembali menemui Trevor.“Biarkan saja, aku masih bisa menanganinya. Apakah kamu sudah menemukan data tentang Remy? Apa yang kamu dapatkan?” cecar Trevor.“Tidak banyak yang bisa ditemukan, aku hanya bisa mengakses data pribadi dan keuangannya. Tidak ada hal yang mencurigakan dengan semua itu,” terang Adam.“Berikan semua data itu padaku dan tinggalkan aku sendiri, aku yang akan mengurusnya.”Adam kemudian menyerahkan sebuah flashdisk pada Trevor, tetapi tidak langsung pergi dari hadapan pria itu. Mengetahui hal tersebut, Trevor menatapnya dengan dingin. “Ada apa lagi?”“Arlo Jackson baru saja menelpon, dia ingin bertemu dan mengundangmu ke kantornya, ada kerjasama yang ingin ditawarkan,” ujar Adam menginformasikan tujuan Arlo.Rahang Trevor mengeras, rasa cemburu mengusik mengingat Anya sangat dekat dengan pria itu.“Bilang saja aku tidak berminat dengan semua yang dia tawarkan,” balas Trevor tanpa pikir panjang.“
“Sudah lama sekali aku tidak membicarakan papaku dan aku tidak berminat,” tolak Trevor enggan mengulik masa lalunya kembali.“Tapi ini berhubungan dengan keluarga Jackson, jika kita tidak menyelesaikannya maka hidup kita sebagai keluarga Smith tidak akan tenang,” terang Mattew.“Apa untungnya bagiku? Nama Smith tidak ada artinya bagiku dan aku tidak punya hubungan apapun dengan keluarga Jackson.” Trevor berusaha menghindar dari masalah yang lebih buruk.“Kamu dan Britne berteman baik, Arlo juga mengenalmu. Pertemananmu dengan Britne akan rusak dan bisnismu akan tersendat jika kita tidak menyelesaikan masalah keluarga kita.”Trevor menghela nafas panjang lalu memijit batang hidungnya. “Sepertinya keputusanku untuk pulang adalah sebuah kesalahan dan seharusnya aku tidak perlu mengenalmu sehingga masalah ini tidak mendatangiku.”Mattew tersenyum penuh pengertian. “Ini adalah kesalahan para orang tua kita yang tidak bisa kita hindari, jadi tugas kita sekarang adalah memutuskan semua kutuk
“Dasar anak pembawa sial! Mati saja kamu!” umpat mamanya sambil memukul dengan keras.Umurnya masih tujuh tahun saat itu tetapi bayangan itu masih sangat jelas di ingatan. Kekerasan, umpatan, pukulan selalu dia dapatkan di masa kecil.Dia sering disalahkan atas kehidupan mamanya yang buruk, papanya meninggalkan mereka dalam kemiskinan dan semenjak saat itu mamanya sering kali kehilangan akal sehat lalu memukul dirinya tanpa alasan.Tetapi bukan itu hal terburuk dalam hidupnya, hal terburuk yang dia alami adalah ketika menemukan mamanya bunuh diri dan meninggalkannya sebatang kara di dunia ini. Dia kemudian dibawa petugas sosial untuk dibesarkan di panti asuhan.Trevor terbangun dengan keringat dingin yang membasahi pakaian, rahangnya mengeras mengingat mimpinya. Hal itulah yang membuatnya begitu membenci papanya dan tidak ingin tahu siapa ayah kandungnya.Seumur hidup, dia membenci pria yang telah menghamili mamanya dan meninggalkannya begitu saja.Mimpi buruk itu membuatnya tidak bis
Trevor mengerang marah karena situasi sulit yang dihadapinya. Keadaan ruyam ketika dia mabuk dan terbangun dengan Remy tidur di sisinya dan sekarang wanita itu mengaku hamil anaknya.“Sudah ku bilang Remy akan menyulitkan hidupmu,” sindir Adam merespon sikap Trevor.“Bisakah kamu diam jika kamu tidak punya solusinya? Jangan membuatku semakin pusing,” geram Trevor.“Benarkah kamu tidak mengingat apapun malam itu?”Trevor menggeleng sambil memijat kepalanya yang berdenyut sakit. “Aku tidak mungkin bercinta dengan Remy, jika aku melakukannya aku pasti mengingatnya meski mungkin tidak secara detail. Itu yang aku rasakan pada Anya sehingga aku yakin jika anak yang Remy kandung bukan anakku, tetapi aku butuh bukti untuk menyanggahnya jika tidak Remy akan membuat media gempar dan nilai sahamku akan turun.”“Jadi kamu bercinta dengan Anya dalam keadaan mabuk? Dasar pria brengsek,” umpat Adam membuat Trevor sadar jika telah bicara terlalu banyak.“Enyahlah dari hadapanku, Adam! Aku sedang ingi