“Alvaro …” gumam Britne parau dengan nafas tercekat, tangannya menahan dada liat suaminya.“Kenapa kita tidak belajar untuk memulai sesuatu yang baru dari pernikahan kita?” ucap Alvaro hati-hati agar apa yang dia maksud tidak merusak persahabatan yang telah terjalin baik antara dirinya dengan Britne.“Akan ada banyak resiko yang harus kita hadapi?” balas Britne yang mengerti apa yang suaminya katakan.“Lebih baik mencoba daripada tidak sama sekali, mari kita ambil resiko tersebut.”Britne menatap manik mata Alvaro penuh selidik, mencari ketulusan dari apa yang suaminya katakan.“Bagaimana dengan Cedric? Aku tidak mau memilih antara kalian berdua,” tegas Britne.“Aku dan Cedric memiliki ikatan kuat yang tak bisa aku jelaskan padamu, yang pasti aku sangat menyayangi anak itu,” jelas Alvaro.Britne menelan ludah mendengar pernyataan Alvaro karena dia tahu pasti ikatan seperti apa yang suaminya maksud.“Tapi papamu …?” Britne mengingatkan.Tidak langsung menanggapi perkataan istrinya, Alv
Tangan Britne sibuk mencuci piring yang menumpuk di wastafel sedangkan pikirannya sibuk dengan hal lain. Dia mengingat apa yang terjadi pada dirinya, merasa heran karena tidak bisa menerima sentuhan Alvaro padahal jauh di dalam lubuk hati, dia sangat menginginkannya.Rasa gugup dan cemas itu tidak bisa dikendalikan dan mengambil alih kesadaran dirinya hingga terpaksa melewatkan malam yang mungkin tak terulang lagi.“Selamat pagi,” suara Alvaro mengejutkannya hingga hampir saja piring yang sedang dipegangnya terlepas.“Selamat pagi,” balas Britne dengan suara tertahan.Tubuhnya membeku ketika tiba-tiba Alvaro mencium puncak kepalanya. Jantungnya berdetak kencang disertai suara yang dengung di telinga membuat kulitnya merona merah. Sebesar itulah pengaruh Alvaro atas dirinya yang tak bisa disembunyikan.“Pagi-pagi sudah melamun, apakah ada masalah yang mengganggu pikiranmu?” selidik Alvaro yang dari tadi diam-diam memperhatikan istrinya.Britne mengangkat kepala dan menatap Alvaro sekil
Hati Britne yang biasanya merasa gelisah dan cemas, kini terasa ringan penuh kebahagiaan. Kedekatannya dengan Alvaro dan hubungan mereka yang membaik, membuat hari-harinya menjadi penuh warna.Matanya kini bisa melihat pemandangan yang indah dan merasakan udara yang segar serta bersih.Karena hari ini Alvaro ada urusan ke kota, Britne memutuskan untuk pergi ke peternakan sambil memeriksa hewan ternak yang ada di sana.Sesampainya di peternakan, dia berdiri jauh menatap kadang kuda dan bagaimana Lucas dengan rajin merawat kuda-kuda yang ada di sana.“Pantas saja Alvaro menyayangi pria itu, Lucas memiliki hati yang tulus untuk peternakan ini,” gumamnya mengingat hal kurang baik yang pernah terjadi antara dirinya dengan Lucas.“Kamu pikir kamu bisa merebut hati Alvaro?” Suara sinis Dyana mengejutkan Britne, dia menoleh dan menatap wanita itu dengan kesal.“Menjauhlah dariku karena kamu merusak kesenanganku,” usir Britne.“Dasar jalang! beraninya kamu mengusirku,” geram Dyana.“Jaga mulut
“Ehm … cepat sekali suara detak jantungmu, apakah itu karenaku?” goda Alvaro membuat Britne menggeliat di bawah kungkungannya.“Lepaskan aku Alvaro, kamu membuatku malu,” pinta Britne canggung.“Katakan jika detak jantungmu yang cepat ini karenaku!” desak Alvaro masih dengan kepala yang menempel di dada Britne.“Menjauhlah dariku jika tidak ingin melihatku pingsan.”Gemas dengan jawaban istrinya, Alvaro mendongak dan menatap manik mata wanita itu. “Katakan dengan jujur, siapa yang membuat jantungmu berdetak kencang!”Britne memutar bola mata kesal lalu balas tatapan suaminya. Sadar jika tidak bisa menghindar dari pertanyaan tersebut, dia meninggikan suaranya dan berkata, “Kamu …! Kamu yang membuat jantungku berdetak kencang. PUAS …?”Senyum di bibir Alvaro seketika merekah, dia kemudian membawa satu tangan Britne dan menaruh di dadanya. “Jantungku juga berdetak kencang karenamu, apakah kamu tidak merasakannya?”Tatapan tajam Britne seketika melembut merasakan detak jantung Alvaro di t
“Aku tidak berharap ini terjadi pada istrimu, tetapi banyak kasus pada pasienku yang gejalanya mirip dengan kasus istrimu,” terang Noel memberitahukan kemungkinan yang terjadi pada Britne.“Apakah kamu bisa menjelaskannya dengan lebih terperinci dengan bahasa yang mudah aku pahami? Jangan menggunakan bahasa kedokteran dengan diagnosa aneh yang membuatku semakin bingung,” pinta Alvaro.“Ada kemungkinan jika istrimu pernah mengalami pelecehan sehingga membuatnya trauma, hal tersebut membuat rasa kepercayaan dirinya hilang dan dia hidup dalam bayang-bayang kegelapan. Istrimu akan menghindari semua hal yang mengingatkannya pada kejadian tersebut, jadi tidak aneh jika dia menghindari hubungan intim meski mungkin dia sangat menginginkannya.”Penjelasan Noel membuat tubuh Alvaro terasa lemas. Dia terduduk dengan mulut kelu tanpa mampu mengucapkan sepatah kata pun. Bayangan Britne dilecehkan oleh seseorang membuatnya marah karena merasa gagal tidak mampu melindungi wanita yang dia cintai.Itu
Senyum Alvaro masih berlanjut sampai di peternakan. Tak langsung terjun ke lapangan, dia malah membuka bekal makanan yang Britne buat dan mengintipnya, seolah tidak sabar untuk mencicipinya.“Tuan, Anda baru saja datang?” suara Lucas mengagetkannya dan membuatnya segera menutup kembali bekal makanannya.“Ehmm … ya … aku baru saja sampai. Ada yang harus aku urus di rumah sebelum pergi,” balas Alvaro salah tingkah.“Maaf jika saya terkesan ikut campur, tetapi apakah Anda sedang ada masalah dengan Nyonya Britne?” tanya Lucas yang membuat kening Alvaro berkerut heran.“Apa maksudmu? Aku dan Britne baik-baik saja,” jawab Alvaro.“Syukurlah kalau begitu, saya mengira kejadian kemarin membuat Anda bertengkar dengan Nyonya Britne karena dia memang tidak bersalah,” terang Lucas.Perhatian Alvaro seketika terpusat pada apa yang Lucas katakan.“Apakah yang kamu maksud adalah pertengkaran Britne dan Dyana kemarin? Aku rasa mereka hanya salah paham saja dan aku tidak menganggapnya serius.”“Saya m
Melihat Alvaro berdiri di depannya, rasa cemas dan khawatir bercampur dengan kelegaan melingkupi Britne. Dia langsung memeluk suaminya tanpa peduli anggapan Alvaro akan dirinya. Air mata pun pecah dan isak tangis terdengar dari bibirnya.Alvaro yang mengetahui jika Britne sangat mengkhawatirkannya, membalas pelukan wanita itu. Dia menoleh menatap Lucas yang mengantarnya pulang, lalu memberi isyarat pada pria itu agar pergi sehingga dia bisa berduaan bersama Britne.“Tenanglah! Aku baik-baik saja,” ucap Alvaro setelah Lucas tak terlihat lagi dari pandangannya.“Bagaimana aku bisa merasa tenang jika keadaanmu seperti ini? aku menunggumu semalaman,” balas Britne di sela isak tangisnya.“Maafkan aku sudah membuatmu khawatir. Aku kurang berhati-hati sehingga jatuh dari kuda,” terang Alvaro.Britne menengadahkan wajah lalu menatap suaminya dengan mata sembab dan basah karena air mata, memastikan jika suaminya baik-baik saja. Namun saat melihat perban yang menempel di kepala Alvaro, rasa kha
Britne menggigit bibir merasakan sesuatu yang bergerak di dalam dirinya. Hatinya membuncah senang menerima Alvaro menjadi bagian dalam hidupnya.“Apakah sakit?” tanya Alvaro menatap ekspresi Britne.“Tidak, rasanya sungguh luar biasa,” jawab Britne menahan rasa malu.Seulas senyum kebanggaan terkembang di bibir Alvaro, gairah semakin meledak dalam dirinya. Dia mengaitkan jari-jarinya ke sela jari Britne dan menggenggamnya erat. Pinggulnya meliuk indah bergerak di atas tubuh istrinya. Tarian indah tercipta diiringi oleh suara hujan di luar rumah mereka.Desah nafas keduanya berlomba dengan rintik air yang membasahi tanah, menciptakan suara di tengah sunyinya malam. Tubuh mereka saling merapat, melenyapkan udara dingin yang hendak menyerang.Tubuh Britne ikut bergerak seirama dengan hentakan tubuh suaminya, melayang ke langit ke tujuh merasakan kenikmatan yang tak bisa diungkapkan.“Alvaro ...” pekik Britne keras sambil mengeratkan genggaman tangannya ketika milik Alvaro semakin dalam m
“Auuuw …” rintih Trevor saat Anya mengobati lukanya.Anya melirik selintas menatap wajah pria itu lalu kembali berkonsentrasi dengan luka yang sedang dia obati.“Katanya tergores sedikit, kenapa sekarang jadi manja dan meringis kesakitan,” gumam Anya seolah sedang bicara pada dirinya sendiri.Trevor tersenyum masam menanggapi sindiran Anya. “Jika kamu bersikap sedikit lebih lembut, aku tidak akan merasa kesakitan.”Bukannya bersikap lembut, Anya malah sengaja menekan luka Trevor hingga pria itu berteriak kesakitan, menarik tangannya lalu menghindari Anya.“Ini sangat menyakitkan, aku tahu kamu sengaja melakukannya,” gerutunya tanpa rasa marah.Anya kembali menarik tangan pria itu lalu kini benar-benar mengobatinya dengan hati-hati. “Ini bukan luka ringan dengan sedikit goresan seperti yang kamu katakan. Lukamu cukup parah dan terus mengeluarkan darah, besok kamu harus periksa ke rumah sakit.”Trevor terdiam sambil memperhatikan Anya yang sedang mengobati lukanya. Sebenarnya dokter sud
“Sudah cukup, aku tidak mampu memakan semua ini,” kata Anya sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi sambil mengusap perutnya yang kekenyangan, mengabaikan sopan santun di hadapan Trevor.“Kamu harus makan banyak, aku melihatmu terlihat sangat kurus dan kantung matamu tidak bisa kamu sembunyikan dari make up tebal,” ujar Trevor seakan tahu kondisi Anya.Anya kembali menegakkan tubuh dan mengusap wajahnya. “Sekarang kita bisa membahas pekerjaan,” ujarnya lalu mengeluarkan dokumen untuk menghindari Trevor banyak bicara.“Kenapa buru-buru, aku masih ingin bersamamu.”“Cukup, Trevor! Bersikaplah profesional. Kita di sini untuk urusan pekerjaan dan aku tidak ingin terlibat denganmu lebih dari ini.” Anya menekankan hubungan mereka saat ini.Dengan buru-buru Anya membuka dokumen yang dibawa lalu membacakan pasal-pasal yang mereka sepakati. Trevor yang muak dengan sikap Anya, merebut dokumen tersebut lalu menutupnya.“Aku ingin bicara denganmu soal Remy,” terang Trevor.“Aku tidak ada urusan den
“Apa yang kamu dapatkan dari penyelidikan Remy?” tanya Trevor pada Adam.“Ada berita bagus yang bisa membuatmu keluar dari jerat wanita itu?” jawab Adam sambil menyerahkan hasil penemuannya pada Trevor.Trevor menaikkan satu alis dengan senyum sinis terkembang di ujung bibir membaca dokumen yang Adam berikan padanya.“Jadi wanita itu tidak hamil? Selama ini dia sedang bermain-main denganku dan berbohong padaku?” ujar Trevor.“Dia tidak mungkin hamil darimu karena kamu tidak bercinta dengannya,” kata Adam.“Jadi kamu percaya padaku sekarang?” Trevor menyombongkan diri menyindir ketidakpercayaan Adam padanya.“Aku tidak sepenuhnya percaya dengan perkataanmu, aku hanya percaya pada data yang aku dapatkan.” Adam langsung mematahkan kesombongan Trevor.“Data apa yang kamu dapatkan?”“Apakah kamu ingat saat kamu melakukan tes darah saat itu?” Adam mengingatkan.“Ah … ya … sehari setelah aku mabuk aku merasa tidak enak badan sehingga aku memutuskan ke rumah sakit untuk memeriksakan kesehatan
“Apakah aku bisa bertemu dengan papa tirimu?” tanya Trevor pada Remy dengan ekspresi tak terbaca.“Papaku …?” ulang Remy dengan cuping hidung kembang-kempis memperlihatkan kegugupan yang coba disembunyikan, “kenapa kamu ingin bertemu dengan papaku?”Tidak ingin dicurigai atas permintaannya, Trevor memilih kata dengan hati-hati sebelum mengucapkan.“Jika memang bayi yang kamu kandung adalah anakku, bukankah sudah seharusnya aku bertemu papamu? Karena papa kandungmu sudah meninggal, sudah sewajarnya aku bertemu dengan walimu saat ini.”Kecurigaan yang sempat terbesit dalam benak Remy, seketika lenyap ketika sikap Trevor berubah lembut padanya, bahkan pria itu tidak menolaknya lagi. “Aku tidak bisa janji, papaku susah untuk ditemui.”“Sayang sekali, apakah itu berarti tidak ada restu untuk kita?” pancing Trevor.“Re-restu …?” Kata-kata itu membuat mata Remy berbinar senang.“Lupakan saja permintaanku.” Trevor berusaha tarik ulur emosi Remy, dia kemudian beranjak dari tempat duduk hendak
Anya terbelalak mengetahui jika kakaknya yang masuk ke ruangan. Dia langsung berusaha bangun dan merapikan pakaian.“A-aku … ka-kami …” Otak Anya seketika kosong dan tak mampu menjelaskan apa yang terjadi.“Dia jatuh dari kursi dan aku berusaha menolongnya, aku harap kamu tidak salah paham dengan apa yang dilihat tadi,” jelas Trevor dengan santai sambil berdiri dan berjalan mendekati Arlo seolah tidak terjadi apa-apa.“Benarkah begitu?” tanya Arlo memastikan langsung ke Anya dengan tatapan penuh selidik.“Aku sedikit ceroboh hingga terjatuh dari kursi dan beruntung Trevor menolongku,” jelas Anya tak sepenuhnya berbohong.“Lalu bagaimana kamu bisa berada di sini? Bukankah seharusnya kamu menemuiku?” Tatapan curiga Arlo diarahkan pada Trevor.“Aku tersesat dan berakhir di sini.”Arlo terdiam berusaha memahami situasi yang terjadi, dia tipe orang yang tidak mudah percaya hanya dengan mendengar cerita dari orang lain. Banyak peristiwa dan proses dalam hidupnya yang membuat dia begitu hati
“Mereka memundurkan rapatnya karena kamu tidak datang,” ujar Adam yang kembali menemui Trevor.“Biarkan saja, aku masih bisa menanganinya. Apakah kamu sudah menemukan data tentang Remy? Apa yang kamu dapatkan?” cecar Trevor.“Tidak banyak yang bisa ditemukan, aku hanya bisa mengakses data pribadi dan keuangannya. Tidak ada hal yang mencurigakan dengan semua itu,” terang Adam.“Berikan semua data itu padaku dan tinggalkan aku sendiri, aku yang akan mengurusnya.”Adam kemudian menyerahkan sebuah flashdisk pada Trevor, tetapi tidak langsung pergi dari hadapan pria itu. Mengetahui hal tersebut, Trevor menatapnya dengan dingin. “Ada apa lagi?”“Arlo Jackson baru saja menelpon, dia ingin bertemu dan mengundangmu ke kantornya, ada kerjasama yang ingin ditawarkan,” ujar Adam menginformasikan tujuan Arlo.Rahang Trevor mengeras, rasa cemburu mengusik mengingat Anya sangat dekat dengan pria itu.“Bilang saja aku tidak berminat dengan semua yang dia tawarkan,” balas Trevor tanpa pikir panjang.“
“Sudah lama sekali aku tidak membicarakan papaku dan aku tidak berminat,” tolak Trevor enggan mengulik masa lalunya kembali.“Tapi ini berhubungan dengan keluarga Jackson, jika kita tidak menyelesaikannya maka hidup kita sebagai keluarga Smith tidak akan tenang,” terang Mattew.“Apa untungnya bagiku? Nama Smith tidak ada artinya bagiku dan aku tidak punya hubungan apapun dengan keluarga Jackson.” Trevor berusaha menghindar dari masalah yang lebih buruk.“Kamu dan Britne berteman baik, Arlo juga mengenalmu. Pertemananmu dengan Britne akan rusak dan bisnismu akan tersendat jika kita tidak menyelesaikan masalah keluarga kita.”Trevor menghela nafas panjang lalu memijit batang hidungnya. “Sepertinya keputusanku untuk pulang adalah sebuah kesalahan dan seharusnya aku tidak perlu mengenalmu sehingga masalah ini tidak mendatangiku.”Mattew tersenyum penuh pengertian. “Ini adalah kesalahan para orang tua kita yang tidak bisa kita hindari, jadi tugas kita sekarang adalah memutuskan semua kutuk
“Dasar anak pembawa sial! Mati saja kamu!” umpat mamanya sambil memukul dengan keras.Umurnya masih tujuh tahun saat itu tetapi bayangan itu masih sangat jelas di ingatan. Kekerasan, umpatan, pukulan selalu dia dapatkan di masa kecil.Dia sering disalahkan atas kehidupan mamanya yang buruk, papanya meninggalkan mereka dalam kemiskinan dan semenjak saat itu mamanya sering kali kehilangan akal sehat lalu memukul dirinya tanpa alasan.Tetapi bukan itu hal terburuk dalam hidupnya, hal terburuk yang dia alami adalah ketika menemukan mamanya bunuh diri dan meninggalkannya sebatang kara di dunia ini. Dia kemudian dibawa petugas sosial untuk dibesarkan di panti asuhan.Trevor terbangun dengan keringat dingin yang membasahi pakaian, rahangnya mengeras mengingat mimpinya. Hal itulah yang membuatnya begitu membenci papanya dan tidak ingin tahu siapa ayah kandungnya.Seumur hidup, dia membenci pria yang telah menghamili mamanya dan meninggalkannya begitu saja.Mimpi buruk itu membuatnya tidak bis
Trevor mengerang marah karena situasi sulit yang dihadapinya. Keadaan ruyam ketika dia mabuk dan terbangun dengan Remy tidur di sisinya dan sekarang wanita itu mengaku hamil anaknya.“Sudah ku bilang Remy akan menyulitkan hidupmu,” sindir Adam merespon sikap Trevor.“Bisakah kamu diam jika kamu tidak punya solusinya? Jangan membuatku semakin pusing,” geram Trevor.“Benarkah kamu tidak mengingat apapun malam itu?”Trevor menggeleng sambil memijat kepalanya yang berdenyut sakit. “Aku tidak mungkin bercinta dengan Remy, jika aku melakukannya aku pasti mengingatnya meski mungkin tidak secara detail. Itu yang aku rasakan pada Anya sehingga aku yakin jika anak yang Remy kandung bukan anakku, tetapi aku butuh bukti untuk menyanggahnya jika tidak Remy akan membuat media gempar dan nilai sahamku akan turun.”“Jadi kamu bercinta dengan Anya dalam keadaan mabuk? Dasar pria brengsek,” umpat Adam membuat Trevor sadar jika telah bicara terlalu banyak.“Enyahlah dari hadapanku, Adam! Aku sedang ingi