Langit sudah berubah menjadi gelap. Tapi Laudia masih sibuk memasak di dapur. Memasak lebih banyak dari biasanya, membuat Laudia kewalahan karena tak ada yang membantu dirinya. Semua itu ia lakukan karena bapaknya bilang jika sahabat SMA nya akan datang kerumah mereka bersama dengan istri dan anaknya.
"Laudia, kamu belum selesai masak ya?" tanya Pak Widodo sembari menengok makanan apa saja yang sedang di masak oleh putrinya.
"Ini hampir selesai pak. Udah bapak duduk di ruang tamu aja ya sambil nungguin temen bapak."
"Iya nak," jawab bapak singkat.
Saat Pak Widodo hendak melangkah pergi, ia kembali membalikkan badannya. Lalu menatap mata Laudia penuh harap.
"Laudia apa boleh bapak minta sesuatu dari kamu?" ucap bapak kembali.
Laudia mematikan dulu api yang menyala di kompor. Dan kini ia berdiri menatap nanar mata bapaknya.
"Bapak mau minta apa? Aku pasti penuhi permintaan bapak kok."
Pak Widodo memegang kedua bahu putrinya. Menatap matanya dalam dalam.
"Bapak ingin menjodohkan kamu dengan putra sahabat bapak yang nanti datang kemari. Kamu bersedia kan nak?" tanyanya."APA PAK?"
Kedua bola mata Laudia membuat. Ia masih tak percaya dengan permintaan bapaknya ini. Biasanya Laudia langsung mengiyakan permintaan bapaknya sesulit apapun itu. Tapi kali ini entah mengapa mulutnya terasa sulit untuk menjawab iya.
"Laudia, bapak mohon. Mungkin saja ini permintaan terakhir bapak. Tolong kabulkan permintaan bapak ya nak," ucap bapak lirih.
Kepala Laudia yang semula menunduk, seketika terangkat. Perkataan bapaknya tadi seakan menyayat hati.
"Bapak bicara apa? Laudia gak suka bapak ngomong kayak tadi. Baik Laudia bersedia di jodohkan sama anak sahabat bapak. Tapi janji sama Laudia, bapak gak akan bicara seperti tadi. Ya pak ya?"
Pak Widodo langsung melebarkan kedua tangannya dan membawa putrinya masuk kedalam pelukannya.
"Terima kasih Laudia. Kamu memang anak yang sangat berbakti sama orang tua. Bapak percaya kamu pasti tidak akan menolak keinginan bapak. Kamu harus tahu nak, semua ini bapak lakukan demi kamu. Biar kamu tidak akan hidup kesusahan lagi. Bapak gak tega lihat kamu banting tulang sendirian. Jika kamu punya suami, maka kamu tidak perlu bekerja lagi nak," ucap Pak Widodo.
"Iya pak. Aku tahu kok. Bapak pasti ingin yang terbaik buat aku. Dan sebagai anak, aku akan menurut semua yang bapak perintahkan."
"Terima kasih putri bapak yang baik."
"Sama sama pak."
Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Pak Widodo sudah bersiap menunggu kedatangan sahabatnya di ruang tamu. Laudia yang sudah menyelesaikan semua masakannya, bergegas membersihkan diri.
Selesai mandi, Laudia duduk di depan cermin. Mencoba menerima permintaan bapaknya dengan lapang dada. Diumur yang masih terbilang muda ia harus menikah dengan orang yang sama sekali tidak ia kenal.
"Aduh gimana ini. Kalau tadi aku nolak keinginan bapak, aku takut bapak sedih. Tapi kalau di iyakan aku sendiri yang susah. Wajahnya tampan gak ya? Kalau jelek gimana? Percuma dia kaya tapi kalau udah tua. Terus dia tukang selingkuh gimana? Aku kan gak mau sakit hati juga. Arghh... Mikir apa sih aku. Lagipula aku udah bilang mau sama bapak. Dan aku gak mau kecewain bapak. Apapun konsekuensinya, yang penting aku bisa buat bapak bahagia," batin Laudia.
Mobil yang di tumpangi Pak Edwin, Axele dan Nyonya Mela sudah tiba di depan rumah Pak Widodo.
"Ayo turun kita sudah sampai," ucap Pak Edwin.
Nyonya Mela dan Axele saling bertatapan. Sesekali mereka menolak ke rumah berukuran kecil dengan lampu kuning yang menerangi teras rumah mereka.
"Pah, ini rumah siapa?" tanya Axele.
"Ya ini rumah sahabat papa, sekaligus rumah calon istri kamu," jawab Pak Edwin.
"APA? Mas kamu yakin mau menjodohkan anak kita sama teman kamu yang miskin ini," sahut Nyonya Mela sambil menatap jijik rumah Pak Widodo dari dalam mobil.
Pak Edwin hanya bisa menghela nafas. Sebenarnya ia sudah tahu reaksi apa yang di tunjukkan istri dan putranya ketika tiba di rumah sahabatnya.
"Mah, Axele. Ayo turun. Jangan banyak bicara," ucap Pak Edwin.
"Tapi pah," Nyonya Mela mendesis kesal sambil melipatkan kedua tangannya ke dada.
"Kenapa mah? Kamu keberatan karena Axele akan menikah dengan anak orang tidak punya? Kamu lupa siapa aku dulu? Bukannya kamu juga menikahi pria miskin? Jangan lupa diri mah. Kamu harus ingat kita dulu juga miskin," cetus Pak Edwin.
Axele hanya bisa diam mendengarkan perdebatan kedua orang tuanya di dalam mobil. Dia juga masih ingat ketika perjuangan papa dulu sebelum menjadi orang sukses seperti sekarang.
Apa yang di katakan papanya ada benarnya. Tidak pantas rasanya jika dia menolak perjodohan hanya karena gadis yang akan dia nikah dari orang miskin. Tapi masalahnya, Axele sudah mempunyai kekasih yang dia cinta. Bukan karena faktor derajat mereka yang berbeda.
"Ayo turun," Pak Edwin mulai bicara dengan nada yang meninggi.
"Iya pah," jawab Axele.
Mata Nyonya Mela kembali membulat. Ia menarik tangan Axele, supaya tidak menyetujui ide gila suaminya.
"Axele, kamu sudah gila ya. Kamu bisa dapat wanita mana pun sayang. Kamu itu tampan, kaya, pintar. Jangan mau menuruti ide papa kamu yang gak waras ini. Pokoknya mama gak setuju jika kamu menikah dengan gadis yang derajatnya jauh dibawah kita," cetus Nyonya Mela.
"CUKUP MELA!" bentak Pak Edwin.
"Stop mah, pah. Jangan bertengkar lagi. Sebaiknya kita semua turun. Dan Axele minta sama mama, ikuti ucapan papa."
"Tapi Axele.."
"Please ya mah."
Nyonya Mela terpaksa mengikuti kemauan suaminya. Mereka bertiga akhirnya turun dari mobil. Beberapa kali Pak Edwin melirik istrinya yang terus mengamati sekeliling rumah Pak Widodo.
"Ini rumah apa kandang sih. Kumuh banget. Kecil lagi. Kamu kok bisa sih pah punya temen orang miskin," protes Nyonya Mela.
"Kamu bisa diam gak mah. Berapa kali aku harus bilang ke kamu, aku dulu juga orang gak punya. Jadi wajar jika aku punya banyak temen yang senasib dengan aku dulu."
"Tapi itu kan dulu mas. Sekarang kamu kan.."
"Mela, bisa diam gak. Aku gak mau di depan mereka kamu berbicara seperti ini lagi. Mengerti!"
"Mah, pah. Udah ya jangan bertengkar terus. Papa juga, Axele udah setuju dengan perjodohan konyol dari papa. Jadi papa jangan marahin mama terus. Wajar jika mama kecewa sama keputusan papa yang sepihak ini. Karna jujur, Axele pun juga kecewa," ucap Axele.
Pak Edwin hanya diam. Biarkan sajalah istri dan anaknya terus meracau. Yang terpenting Laudia akan segera menjadi menantunya.
"Kamu bisa bicara seperti sekarang, Axele. Tapi lihat nanti, kamu akan berterima kasih sama papa karena sudah memberikan wanita yang baik, cantik, dan berbakti pada orang tua. Hanya Laudia yang papa percaya bisa merubah sifat kamu yang masih kekanak kanakan ini. Meski usianya masih muda, tapi pikirannya sudah seperti gadis dewasa," gumam Pak Edwin.
Suara ketukan pintu sudah terdengar. Laudia bergegas membukakan pintu rumahnya. Dan tetap meminta bapaknya untuk menunggu mereka di ruang makan."Selamat malam nak. Kamu pasti Laudia ya," ujar Pak Edwin saat melihat ada gadis berpakaian sederhana di hadapannya."Iya om. Om temennya bapak ya? Mari om, tante, mas, silahkan masuk. Bapak sudah menunggu di ruang makan. Maaf ya kalau rumahnya kecil dan jelek," jawab Laudia."Terima kasih Laudia. Kamu jangan merendah seperti ini. Dulu rumah om jauh lebih tidak layak," ucap Pak Edwin.Laudia hanya menyunggingkan sedikit senyumannya. Lalu berjalan menuntun tiga tamu penting bapaknya kedalam rumah.Mata Nyonya Mela mengamati dari ujung rambut hingga ujung kaki Laudia. Dan matanya juga berkelana melihat ke seisi ruangan. Begitu juga Axele, matanya tak beralih memandangi punggung Laudia yang berjalan lebih dulu di hadapannya."Cih, apa dia gadis yang mau dijodohkan denganku? Papa ini gimana sih. Gadis b
Sepulang dari rumah Pak Widodo, sama sekali tak ada pembicaraan antara Pak Edwin, Nyonya Mela dan Axele. Pak Edwin sengaja tidak memilih diam, karena ia tahu jika istri dan putranya masih kesal dengan keputusan yang ia ambil untuk mempercepat pernikahan.Setibanya di rumah, Axele langsung masuk ke dalam kamar. Padahal Lexio yang sedang berada di teras hendak menggoda kakaknya. Melihat ketegangan di wajah Axele, mama dan papanya, Lexio pun mengurungkan niatnya dan pergi menyusul ke kamar kakaknya.Tok..tok..tok.."Siapa?" ucap Axele."Aku kak," jawab Lexio."Masuk aja, gak aku kunci."Lexio lalu masuk ke kamar Axele setelah mendapat persetujuan dario pemilik kamar. Lexio dapat melihat kekecewaan dan kekesalan di wajah kakaknya yang sedang duduk di samping ranjang sambil menangkup wajah dengan kedua tangannya.Lexio lalu berbaring di atas ranjang kakaknya dengan tangan yang ia tindihi kepala sambil melihat dinding atap kamar.
Acara pemakaman nampak haru. Laudia masih enggan untuk diajak pulang. Hampir semua pelayat sudah meninggalkan area pemakaman. Begitu juga dengan Pak Edwin, Nyonya Mela dan Lexio. Hanya tersisa Laudia dan juga Axele.Axele sebenarnya juga sudah mulai kepanasan di sana. Namun Laudia masih saja menangis diatas makam bapaknya. Tiba tiba, handphone Axele berbunyi, dan melihat nama my love di layar."Sofia. Dia pasti sudah marah sama aku. Karena dari kemarin aku tidak menghubunginya. Lebih baik aku angkat sedikit menjauh dari Laudia. Dia baru saja kehilangan bapaknya, dan aku tidak mau menambah kesedihannya," batin Axele."Laudia, aku mau angkat telpon sebentar ya," ucap Axele sembari menepuk bahu Laudia."Iya mas."Axele lalu mengangkat telpon dari kekasihnya setelah posisinya sedikit menjauh dari Laudia. Dan benar dugaannya, Sofia marah besar dengannya. Sofia mengira, jika Axele tengah bersenang-senang dengan istrinya sekarang dan mulai mel
30 Menit berlalu. Sambil menunggu Axele, Lexio dan Laudia berbincang-bincang di ruang tamu. Sesekali mereka juga bersandau gurau bersama tanpa ada rasa canggung meski baru beberapa kali bertemu.Ditengah candaan mereka, terdengar ada suara mobil berhenti di depan rumah. Dengan segera Laudia berlari keluar, sesaat saat tahu jika mobil suaminya yang datang."Lexi, sepertinya itu Mas Axele," ucap Laudia."Iya Laudia. Itu mobil Kak Axele.""Yaudah aku keluar dulu ya.""Iya."Laudia langsung menyambut kedatangan Axele yang sedari tadi sudah ia tunggu."Mas, kamu pasti lelah ya? Mau aku buatkan teh hangat dulu?" ucap Laudia."Gak usah. Apa Lexio masih ada di sini?""Masih mas. Dia sedang menunggu kamu di dalam.""Oh," jawab Axele. "Laudia aku bisa minta tolong sama kamu?" ujarnya lagi."Minta tolong apa mas? Mas mau aku siapkan air hangat untuk mandi?""Bukan. Aku minta tolong, jika sampai rumah nanti jang
Mobil Axele mulai memasuki halaman rumah. Dan kedua mata Laudia memandang takjub melihat rumah mewah papa mertuanya."Mas, ini rumah kamu?" ujar Laudia lirih."Iya. Aku tahu kamu pasti kagum dan terkejut bukan melihat rumah papa.""It--itu mas. Aku hanya.."Sambil tertawa, Axele langsung menyela perkataan Laudia."Tidak perlu kamu jawab, aku sudah tahu jawabannya. Dari awal menikah, kamu pasti sudah bahagia bisa bersanding dengan anak pengusaha terkenal dan kaya kayak aku. Sudah ayo turun, dan ingat jangan bilang apapun pada papa dan mama soal Sofia. Kamu mengerti Laudia?"Laudia hanya mengangguk sambil menahan air yang hampir jatuh dari kedua kelopak matanya."Iya mas aku mengerti.""Bagus. Aku senang karena kamu mau mengikuti keinginanku," ucap Axele sambil mengelus-elus pucuk rambut Laudia.Saat Axele keluar, pecah sudah tangis Laudia. Mengapa nasibnya menjadi wanita yang tersakiti. Menikah karena perjodohan, mencinta
Merasa sudah selesai makan, Axele berpamitan pada keluarganya dan mengajak Laudia untuk masuk ke dalam kamar. Ia merasa sudah lelah bersandiwara di depan papanya."Pah, mah, Axele sama Laudia mau istirahat dulu ya," pamit Axele."Iya Axele, silahkan. Papa juga tahu apa yang sedang ada dalam pikiran kamu. Kamu pasti sudah tidak sabar kan menjalankan kewajiban kamu?" goda Pak Edwin yang hanya di balas oleh senyum masam dari bibir putranya."Pah, Mah, Lexio, Laudia pamit ke kamar dulu ya," sahut Laudia."Iya Laudia," jawab Lexio."Iya nak. Tolong segera kasih papa cucu ya nak," pesan Pak Edwin yang juga hanya di jawab dengan senyuman oleh LaudiaSesampainya di dalam kamar, Axele meluapkan emosinya. Ia membuang seluruh benda yang berada di dekatnya."Arghh..., apa-apaan ini. Aku tidak sudi berangkat bulan madu dengan kamu!!" seru Axcel sambil melempar amplop putih pemberian papanya ke wajah Laudia.Tubuh Laudia mulai gemetar, ia ta
Claudia Kirana Widodo, gadis berusia 20 tahun yang bekerja sebagai waitres di salah satu restoran ternama. Laudia nama sapaannya, adalah seorang anak tunggal yang harus bekerja keras demi membantu pengobatan sang ayah yang sekarang sering sakit-sakitan semenjak kematian ibunya satu tahun yang lalu.Laudia begitu sayang dengan ayahnya. Bahkan hampir tak pernah Laudia menolak apapun keinginan ayahnya."Laudia kamu nanti pulang kerja jam berapa?" tanya Pak Widodo saat melihat Laudia tengah bersiap berangkat kerja."Sore pak ,paling jam 4 aku udah sampai rumah," jawab Laudia sambil mencium punggung tangan ayahnya."Gak lembur kan nak?""Enggak pak. Memang ada apa pak?""Nanti kamu juga akan tahu."Laudia memicingkan sebelah matanya. Dirinya begitu penasaran dengan teka teki dari ayahnya barusan. Namun saat melihat jam di dinding, Laudia bergegas pergi bekerja sebelum dia terlambat yang konsekuensinya nanti uang tips bulanannya akan
Merasa sudah selesai makan, Axele berpamitan pada keluarganya dan mengajak Laudia untuk masuk ke dalam kamar. Ia merasa sudah lelah bersandiwara di depan papanya."Pah, mah, Axele sama Laudia mau istirahat dulu ya," pamit Axele."Iya Axele, silahkan. Papa juga tahu apa yang sedang ada dalam pikiran kamu. Kamu pasti sudah tidak sabar kan menjalankan kewajiban kamu?" goda Pak Edwin yang hanya di balas oleh senyum masam dari bibir putranya."Pah, Mah, Lexio, Laudia pamit ke kamar dulu ya," sahut Laudia."Iya Laudia," jawab Lexio."Iya nak. Tolong segera kasih papa cucu ya nak," pesan Pak Edwin yang juga hanya di jawab dengan senyuman oleh LaudiaSesampainya di dalam kamar, Axele meluapkan emosinya. Ia membuang seluruh benda yang berada di dekatnya."Arghh..., apa-apaan ini. Aku tidak sudi berangkat bulan madu dengan kamu!!" seru Axcel sambil melempar amplop putih pemberian papanya ke wajah Laudia.Tubuh Laudia mulai gemetar, ia ta
Mobil Axele mulai memasuki halaman rumah. Dan kedua mata Laudia memandang takjub melihat rumah mewah papa mertuanya."Mas, ini rumah kamu?" ujar Laudia lirih."Iya. Aku tahu kamu pasti kagum dan terkejut bukan melihat rumah papa.""It--itu mas. Aku hanya.."Sambil tertawa, Axele langsung menyela perkataan Laudia."Tidak perlu kamu jawab, aku sudah tahu jawabannya. Dari awal menikah, kamu pasti sudah bahagia bisa bersanding dengan anak pengusaha terkenal dan kaya kayak aku. Sudah ayo turun, dan ingat jangan bilang apapun pada papa dan mama soal Sofia. Kamu mengerti Laudia?"Laudia hanya mengangguk sambil menahan air yang hampir jatuh dari kedua kelopak matanya."Iya mas aku mengerti.""Bagus. Aku senang karena kamu mau mengikuti keinginanku," ucap Axele sambil mengelus-elus pucuk rambut Laudia.Saat Axele keluar, pecah sudah tangis Laudia. Mengapa nasibnya menjadi wanita yang tersakiti. Menikah karena perjodohan, mencinta
30 Menit berlalu. Sambil menunggu Axele, Lexio dan Laudia berbincang-bincang di ruang tamu. Sesekali mereka juga bersandau gurau bersama tanpa ada rasa canggung meski baru beberapa kali bertemu.Ditengah candaan mereka, terdengar ada suara mobil berhenti di depan rumah. Dengan segera Laudia berlari keluar, sesaat saat tahu jika mobil suaminya yang datang."Lexi, sepertinya itu Mas Axele," ucap Laudia."Iya Laudia. Itu mobil Kak Axele.""Yaudah aku keluar dulu ya.""Iya."Laudia langsung menyambut kedatangan Axele yang sedari tadi sudah ia tunggu."Mas, kamu pasti lelah ya? Mau aku buatkan teh hangat dulu?" ucap Laudia."Gak usah. Apa Lexio masih ada di sini?""Masih mas. Dia sedang menunggu kamu di dalam.""Oh," jawab Axele. "Laudia aku bisa minta tolong sama kamu?" ujarnya lagi."Minta tolong apa mas? Mas mau aku siapkan air hangat untuk mandi?""Bukan. Aku minta tolong, jika sampai rumah nanti jang
Acara pemakaman nampak haru. Laudia masih enggan untuk diajak pulang. Hampir semua pelayat sudah meninggalkan area pemakaman. Begitu juga dengan Pak Edwin, Nyonya Mela dan Lexio. Hanya tersisa Laudia dan juga Axele.Axele sebenarnya juga sudah mulai kepanasan di sana. Namun Laudia masih saja menangis diatas makam bapaknya. Tiba tiba, handphone Axele berbunyi, dan melihat nama my love di layar."Sofia. Dia pasti sudah marah sama aku. Karena dari kemarin aku tidak menghubunginya. Lebih baik aku angkat sedikit menjauh dari Laudia. Dia baru saja kehilangan bapaknya, dan aku tidak mau menambah kesedihannya," batin Axele."Laudia, aku mau angkat telpon sebentar ya," ucap Axele sembari menepuk bahu Laudia."Iya mas."Axele lalu mengangkat telpon dari kekasihnya setelah posisinya sedikit menjauh dari Laudia. Dan benar dugaannya, Sofia marah besar dengannya. Sofia mengira, jika Axele tengah bersenang-senang dengan istrinya sekarang dan mulai mel
Sepulang dari rumah Pak Widodo, sama sekali tak ada pembicaraan antara Pak Edwin, Nyonya Mela dan Axele. Pak Edwin sengaja tidak memilih diam, karena ia tahu jika istri dan putranya masih kesal dengan keputusan yang ia ambil untuk mempercepat pernikahan.Setibanya di rumah, Axele langsung masuk ke dalam kamar. Padahal Lexio yang sedang berada di teras hendak menggoda kakaknya. Melihat ketegangan di wajah Axele, mama dan papanya, Lexio pun mengurungkan niatnya dan pergi menyusul ke kamar kakaknya.Tok..tok..tok.."Siapa?" ucap Axele."Aku kak," jawab Lexio."Masuk aja, gak aku kunci."Lexio lalu masuk ke kamar Axele setelah mendapat persetujuan dario pemilik kamar. Lexio dapat melihat kekecewaan dan kekesalan di wajah kakaknya yang sedang duduk di samping ranjang sambil menangkup wajah dengan kedua tangannya.Lexio lalu berbaring di atas ranjang kakaknya dengan tangan yang ia tindihi kepala sambil melihat dinding atap kamar.
Suara ketukan pintu sudah terdengar. Laudia bergegas membukakan pintu rumahnya. Dan tetap meminta bapaknya untuk menunggu mereka di ruang makan."Selamat malam nak. Kamu pasti Laudia ya," ujar Pak Edwin saat melihat ada gadis berpakaian sederhana di hadapannya."Iya om. Om temennya bapak ya? Mari om, tante, mas, silahkan masuk. Bapak sudah menunggu di ruang makan. Maaf ya kalau rumahnya kecil dan jelek," jawab Laudia."Terima kasih Laudia. Kamu jangan merendah seperti ini. Dulu rumah om jauh lebih tidak layak," ucap Pak Edwin.Laudia hanya menyunggingkan sedikit senyumannya. Lalu berjalan menuntun tiga tamu penting bapaknya kedalam rumah.Mata Nyonya Mela mengamati dari ujung rambut hingga ujung kaki Laudia. Dan matanya juga berkelana melihat ke seisi ruangan. Begitu juga Axele, matanya tak beralih memandangi punggung Laudia yang berjalan lebih dulu di hadapannya."Cih, apa dia gadis yang mau dijodohkan denganku? Papa ini gimana sih. Gadis b
Langit sudah berubah menjadi gelap. Tapi Laudia masih sibuk memasak di dapur. Memasak lebih banyak dari biasanya, membuat Laudia kewalahan karena tak ada yang membantu dirinya. Semua itu ia lakukan karena bapaknya bilang jika sahabat SMA nya akan datang kerumah mereka bersama dengan istri dan anaknya. "Laudia, kamu belum selesai masak ya?" tanya Pak Widodo sembari menengok makanan apa saja yang sedang di masak oleh putrinya. "Ini hampir selesai pak. Udah bapak duduk di ruang tamu aja ya sambil nungguin temen bapak." "Iya nak," jawab bapak singkat. Saat Pak Widodo hendak melangkah pergi, ia kembali membalikkan badannya. Lalu menatap mata Laudia penuh harap. "Laudia apa boleh bapak minta sesuatu dari kamu?" ucap bapak kembali. Laudia mematikan dulu api yang menyala di kompor. Dan kini ia berdiri menatap nanar mata bapaknya. "Bapak mau minta apa? Aku pasti penuhi permintaan bapak kok." Pak Widodo memegang kedua
Claudia Kirana Widodo, gadis berusia 20 tahun yang bekerja sebagai waitres di salah satu restoran ternama. Laudia nama sapaannya, adalah seorang anak tunggal yang harus bekerja keras demi membantu pengobatan sang ayah yang sekarang sering sakit-sakitan semenjak kematian ibunya satu tahun yang lalu.Laudia begitu sayang dengan ayahnya. Bahkan hampir tak pernah Laudia menolak apapun keinginan ayahnya."Laudia kamu nanti pulang kerja jam berapa?" tanya Pak Widodo saat melihat Laudia tengah bersiap berangkat kerja."Sore pak ,paling jam 4 aku udah sampai rumah," jawab Laudia sambil mencium punggung tangan ayahnya."Gak lembur kan nak?""Enggak pak. Memang ada apa pak?""Nanti kamu juga akan tahu."Laudia memicingkan sebelah matanya. Dirinya begitu penasaran dengan teka teki dari ayahnya barusan. Namun saat melihat jam di dinding, Laudia bergegas pergi bekerja sebelum dia terlambat yang konsekuensinya nanti uang tips bulanannya akan