Acara pemakaman nampak haru. Laudia masih enggan untuk diajak pulang. Hampir semua pelayat sudah meninggalkan area pemakaman. Begitu juga dengan Pak Edwin, Nyonya Mela dan Lexio. Hanya tersisa Laudia dan juga Axele.
Axele sebenarnya juga sudah mulai kepanasan di sana. Namun Laudia masih saja menangis diatas makam bapaknya. Tiba tiba, handphone Axele berbunyi, dan melihat nama my love di layar.
"Sofia. Dia pasti sudah marah sama aku. Karena dari kemarin aku tidak menghubunginya. Lebih baik aku angkat sedikit menjauh dari Laudia. Dia baru saja kehilangan bapaknya, dan aku tidak mau menambah kesedihannya," batin Axele.
"Laudia, aku mau angkat telpon sebentar ya," ucap Axele sembari menepuk bahu Laudia.
"Iya mas."
Axele lalu mengangkat telpon dari kekasihnya setelah posisinya sedikit menjauh dari Laudia. Dan benar dugaannya, Sofia marah besar dengannya. Sofia mengira, jika Axele tengah bersenang-senang dengan istrinya sekarang dan mulai melupakan janji yang ia buat dengan Sofia.
"Halo Axele, kamu kemana aja sih. Dari kemarin aku chat gak di balas, aku telpon gak diangkat. Oh kamu pasti lagi bulan madu yan bersama istri kamu," Sofia langsung memarahi Axele sesaat setelah telponnya diangkat.
"Sayang, aku minta kamu jangan marah dulu. Bapaknya Laudia baru saja meninggal. Jadi mana mungkin jika aku tidak ada disampingnya saat kondisi seperti ini," ucap Axele yang sedang berusaha membujuk kekasihnya.
"Ya terserah kamu lah Axele. Mungkin lebih baik kita akhiri saja hubungan kita. Kamu tahu aku jarang sekali punya waktu berdua dengan kamu. Kamu juga tahu jadwal pemotretanku yang padat. Tapi kamu lebih memilih menemani istrimu. Baiklah, aku rasa.."
"Tidak Sofia. Oke setelah ini aku ke apartemen kamu. Gak sampai satu jam aku sampai. Oke?"
"Beneran?"
"Iya."
"Aku tunggu ya sayang. Love you."
"I love you too," jawab Axele.
Setelah menutup telponnya dengan Sofia, Axele segera menghampiri Laudia yang masih menangis di atas makam bapaknya.
"Laudia, ayo kita pulang," ajak Axele.
"Tapi aku masih ingin disini mas," jawab Laudia.
"Aku masih banyak urusan Laudia. Aku ini seorang pimpinan. Sampai kapan kamu mau menangisi kepergian bapak kamu. Ayo kita pulang."
Axele menarik tangan Laudia dengan kasar. Pikirannya hanya ada di pacarnya Sofia. Dia tidak peduli dengan perasaan Laudia yang masih berduka.
"Mas, kenapa kamu kasar banget. Apa aku salah jika aku masih ingin di makam bapakku," ucap Laudia.
Bugh...
Axele menghempaskan tangan Laudia dan mendorongnya hingga tubuh Laudia kini jatuh tepat di samping makam bapaknya.
"Silahkan jika kamu masih ingin disini, aku gak peduli. Karena aku masih banyak urusan lain," cetus Axele.
"Dan ini, uang untuk kamu pulang ke rumah. Nanti aku jemput kamu di rumah kamu saja. Mengerti!!" Axele melempar beberapa lembar uang ke wajah Laudia lalu berlalu meninggalkannya sendirian."Mas Axele. Tunggu. Aku ikut kamu pulang sekarang mas," seru Laudia.
Axele hanya menoleh sekilas tanpa bergeming. Lalu ia melanjutkan kembali langkahnya.
"MAS AXELE," Laudia terus berteriak memanggil suaminya tapi Axele seakan atuh dan tak memperdulikan dirinya.
Laudia jatuh dan menangis di atas makam bapaknya yang masih basah.
"Pak, apa Laudia salah jika masih ingin bersama bapak di sini. Kenapa Mas Axele tidak mengerti perasaan Laudia pak. Apa pekerjaan Mas Axele lebih penting dari aku pak?" ucap Laudia.Waktu sudah hampir petang, dan sesuai perintah suaminya Laudia menunggu Axele di rumahnya. Tapi Axele masih juga belum menjemputnya.
Laudia merasa khawatir dengan Axele. Ia hanya mondar mandiri di depan pintu sambil menunggu kedatangan suaminya. Padahal Laudia tidak tahu jika Axele sedang bermesraan dengan wanita lain.
Tak berapa lama ada sebuah mobil berhenti di depan rumah. Laudia pikir itu suaminya. Dengan segera ia bergegas keluar rumah. Tapi harapannya pupus, saat melihat laki laki lain yang turun dari mobil itu.
"Kakak ipar," sapa Lexio.
"Eh mas Lexi," jawab Laudia dengan nada sedikit kecewa. Ia berharap jika yang datang itu suaminya, eh ternyata adik iparnya.
Lexio hanya tersenyum tipis.
"Mas?" tanya Lexio. "Aku ini adik iparnya Kak Laudia loh. Kok dipanggil mas sih?" tanyanya kembali.
Laudia jadi ikut tersenyum. Dia merasa tak nyaman jika harus memanggil Lexio dengan nama saja atau bahkan dengan panggilan adik ipar. Usia Lexio yang masih di atasnya membuat Laudia sekarang malah bingung sendiri.
"Hehehe maaf mas. Lah aku mau manggil apa? Kan emang usia mas Lexi masih 3 tahun lebih tua dari aku," ucap Laudia.
"Arghh kakak ipar. Lucu banget sih kamu kak. Sudah panggil aku Lexio aja ya kalau kepanjangan panggil Lexi juga gak papa."
"Oke deh Lexi, tapi kamu juga jangan panggil aku kakak ipar. Panggil aja Laudia ya."
"Oke kak."
"Eh ayo masuk. Aku sampai lupa ngajak kamu masuk ke dalam rumah. Maaf ya rumahnya jelek," ucap Laudia.
"Haish.. Kakak ipar eh maksud aku Laudia jangan merendah begitu."
"Bukan merendah Lexi, kan memang kenyataan. Oh iya ada apa kamu kemari?"
Lexio hanya menoleh ke seisi rumah. Sedari tadi ia tidak melihat keberadaan Axele di sana.
"Kak Axele mana kak?" tanya Lexio.
"Mas Axele? Tadi dia bilang kalau ada urusan pekerjaan. Aku sendiri juga lagi nungguin sih. Soalnya perginya dari tadi pas aku masih di makam bapak," jawab Laudia.
"HAH!! Kerjaan?"
Laudia mengangguk. "Iya. Karena urusannya penting, tadi mas Axele minta aku buat pulang sendiri. Bilangnya sih mau jemput, tapi sampai sekarang gak dateng dateng tuh,"jelasnya.
" Oh." Lexio hanya manggung manggut. Ia tidak sanggup jika harus jujur pada Laudia tentang kebohongan kakaknya.
"Pasti Kak Axele lagi sama Kak Sofia. Bener bener keterlaluan kamu kak. Mertua baru aja meninggal malah enak enakan selingkuh. Apa kurangnya Laudia sih kak?" batin Lexio kesal.
Lexio segera mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada Axele tanpa sepengetahuan Laudia.
[Lexio] : "Kak sekarang aku di rumah Laudia. Cepet jemput dia. Kamu benar benar keterlaluan kak. Istri kamu baru saja kehilangan orang tuanya tapi kak Axele malah pergi ke tempat kak Sofia kan. Sekarang aku ada disini, atau aku ajak istri kakak pulang biar papa tahu jika kakak sudah berbohong sama Laudia."
Melihat ponselnya bergetar, Axele langsung membacanya lalu membalasnya segera.
[Kak Axele]: "Ngapain kamu disana. Oke, aku jemput dia sekarang. Tapi awas kamu jangan bilang papa soal ini."
[Lexio]:" Oke aku tunggu. Aku kesini hanya di suruh papa. Dari tadi papa khawatir sama kak Axele dan Laudia, karena gak pulang pulang sampai sore."
[Kak Axele]: "Hmmm."
Saat melihat Laudia datang, Lexio lalu memasukkan kembali ponselnya ke saku celana.
"Kak, bersiaplah. Sebentar lagi kak Axele datang," ucap Lexio.
"Baik Lexi. Tuh kan kamu manggil aku kak lagi," protes Laudia.
"Eh maaf maaf. Iya Laudia. Sekarang kamu kemari barang barang kamu ya. Karena mulai sekarang kamu akan tinggal di rumah kami."
"Baik Lexi. Aku ke kamar dulu ya. Dan ini diminum dulu teh nya. Sambil nunggu Mas Axele datang."
"Iya Laudia, terima kasih."
Mata Lexio terus tertuju pada Laudia yang sedang sibuk memasukkan barang barang ke dalam tas. Wanita yang cantik, lembut, baik dan polos. Sungguh beruntung kakaknya mendapatkan istri semacam Laudia.
"Andai saja aku yang langsung di pilih papa untuk menikah dengan kamu Laudia, aku tidak akan pernah menyia-nyiakan kamu seperti apa yang Kak Axele lakukan sekarang," umpat Lexio dalam hati.
30 Menit berlalu. Sambil menunggu Axele, Lexio dan Laudia berbincang-bincang di ruang tamu. Sesekali mereka juga bersandau gurau bersama tanpa ada rasa canggung meski baru beberapa kali bertemu.Ditengah candaan mereka, terdengar ada suara mobil berhenti di depan rumah. Dengan segera Laudia berlari keluar, sesaat saat tahu jika mobil suaminya yang datang."Lexi, sepertinya itu Mas Axele," ucap Laudia."Iya Laudia. Itu mobil Kak Axele.""Yaudah aku keluar dulu ya.""Iya."Laudia langsung menyambut kedatangan Axele yang sedari tadi sudah ia tunggu."Mas, kamu pasti lelah ya? Mau aku buatkan teh hangat dulu?" ucap Laudia."Gak usah. Apa Lexio masih ada di sini?""Masih mas. Dia sedang menunggu kamu di dalam.""Oh," jawab Axele. "Laudia aku bisa minta tolong sama kamu?" ujarnya lagi."Minta tolong apa mas? Mas mau aku siapkan air hangat untuk mandi?""Bukan. Aku minta tolong, jika sampai rumah nanti jang
Mobil Axele mulai memasuki halaman rumah. Dan kedua mata Laudia memandang takjub melihat rumah mewah papa mertuanya."Mas, ini rumah kamu?" ujar Laudia lirih."Iya. Aku tahu kamu pasti kagum dan terkejut bukan melihat rumah papa.""It--itu mas. Aku hanya.."Sambil tertawa, Axele langsung menyela perkataan Laudia."Tidak perlu kamu jawab, aku sudah tahu jawabannya. Dari awal menikah, kamu pasti sudah bahagia bisa bersanding dengan anak pengusaha terkenal dan kaya kayak aku. Sudah ayo turun, dan ingat jangan bilang apapun pada papa dan mama soal Sofia. Kamu mengerti Laudia?"Laudia hanya mengangguk sambil menahan air yang hampir jatuh dari kedua kelopak matanya."Iya mas aku mengerti.""Bagus. Aku senang karena kamu mau mengikuti keinginanku," ucap Axele sambil mengelus-elus pucuk rambut Laudia.Saat Axele keluar, pecah sudah tangis Laudia. Mengapa nasibnya menjadi wanita yang tersakiti. Menikah karena perjodohan, mencinta
Merasa sudah selesai makan, Axele berpamitan pada keluarganya dan mengajak Laudia untuk masuk ke dalam kamar. Ia merasa sudah lelah bersandiwara di depan papanya."Pah, mah, Axele sama Laudia mau istirahat dulu ya," pamit Axele."Iya Axele, silahkan. Papa juga tahu apa yang sedang ada dalam pikiran kamu. Kamu pasti sudah tidak sabar kan menjalankan kewajiban kamu?" goda Pak Edwin yang hanya di balas oleh senyum masam dari bibir putranya."Pah, Mah, Lexio, Laudia pamit ke kamar dulu ya," sahut Laudia."Iya Laudia," jawab Lexio."Iya nak. Tolong segera kasih papa cucu ya nak," pesan Pak Edwin yang juga hanya di jawab dengan senyuman oleh LaudiaSesampainya di dalam kamar, Axele meluapkan emosinya. Ia membuang seluruh benda yang berada di dekatnya."Arghh..., apa-apaan ini. Aku tidak sudi berangkat bulan madu dengan kamu!!" seru Axcel sambil melempar amplop putih pemberian papanya ke wajah Laudia.Tubuh Laudia mulai gemetar, ia ta
Claudia Kirana Widodo, gadis berusia 20 tahun yang bekerja sebagai waitres di salah satu restoran ternama. Laudia nama sapaannya, adalah seorang anak tunggal yang harus bekerja keras demi membantu pengobatan sang ayah yang sekarang sering sakit-sakitan semenjak kematian ibunya satu tahun yang lalu.Laudia begitu sayang dengan ayahnya. Bahkan hampir tak pernah Laudia menolak apapun keinginan ayahnya."Laudia kamu nanti pulang kerja jam berapa?" tanya Pak Widodo saat melihat Laudia tengah bersiap berangkat kerja."Sore pak ,paling jam 4 aku udah sampai rumah," jawab Laudia sambil mencium punggung tangan ayahnya."Gak lembur kan nak?""Enggak pak. Memang ada apa pak?""Nanti kamu juga akan tahu."Laudia memicingkan sebelah matanya. Dirinya begitu penasaran dengan teka teki dari ayahnya barusan. Namun saat melihat jam di dinding, Laudia bergegas pergi bekerja sebelum dia terlambat yang konsekuensinya nanti uang tips bulanannya akan
Langit sudah berubah menjadi gelap. Tapi Laudia masih sibuk memasak di dapur. Memasak lebih banyak dari biasanya, membuat Laudia kewalahan karena tak ada yang membantu dirinya. Semua itu ia lakukan karena bapaknya bilang jika sahabat SMA nya akan datang kerumah mereka bersama dengan istri dan anaknya. "Laudia, kamu belum selesai masak ya?" tanya Pak Widodo sembari menengok makanan apa saja yang sedang di masak oleh putrinya. "Ini hampir selesai pak. Udah bapak duduk di ruang tamu aja ya sambil nungguin temen bapak." "Iya nak," jawab bapak singkat. Saat Pak Widodo hendak melangkah pergi, ia kembali membalikkan badannya. Lalu menatap mata Laudia penuh harap. "Laudia apa boleh bapak minta sesuatu dari kamu?" ucap bapak kembali. Laudia mematikan dulu api yang menyala di kompor. Dan kini ia berdiri menatap nanar mata bapaknya. "Bapak mau minta apa? Aku pasti penuhi permintaan bapak kok." Pak Widodo memegang kedua
Suara ketukan pintu sudah terdengar. Laudia bergegas membukakan pintu rumahnya. Dan tetap meminta bapaknya untuk menunggu mereka di ruang makan."Selamat malam nak. Kamu pasti Laudia ya," ujar Pak Edwin saat melihat ada gadis berpakaian sederhana di hadapannya."Iya om. Om temennya bapak ya? Mari om, tante, mas, silahkan masuk. Bapak sudah menunggu di ruang makan. Maaf ya kalau rumahnya kecil dan jelek," jawab Laudia."Terima kasih Laudia. Kamu jangan merendah seperti ini. Dulu rumah om jauh lebih tidak layak," ucap Pak Edwin.Laudia hanya menyunggingkan sedikit senyumannya. Lalu berjalan menuntun tiga tamu penting bapaknya kedalam rumah.Mata Nyonya Mela mengamati dari ujung rambut hingga ujung kaki Laudia. Dan matanya juga berkelana melihat ke seisi ruangan. Begitu juga Axele, matanya tak beralih memandangi punggung Laudia yang berjalan lebih dulu di hadapannya."Cih, apa dia gadis yang mau dijodohkan denganku? Papa ini gimana sih. Gadis b
Sepulang dari rumah Pak Widodo, sama sekali tak ada pembicaraan antara Pak Edwin, Nyonya Mela dan Axele. Pak Edwin sengaja tidak memilih diam, karena ia tahu jika istri dan putranya masih kesal dengan keputusan yang ia ambil untuk mempercepat pernikahan.Setibanya di rumah, Axele langsung masuk ke dalam kamar. Padahal Lexio yang sedang berada di teras hendak menggoda kakaknya. Melihat ketegangan di wajah Axele, mama dan papanya, Lexio pun mengurungkan niatnya dan pergi menyusul ke kamar kakaknya.Tok..tok..tok.."Siapa?" ucap Axele."Aku kak," jawab Lexio."Masuk aja, gak aku kunci."Lexio lalu masuk ke kamar Axele setelah mendapat persetujuan dario pemilik kamar. Lexio dapat melihat kekecewaan dan kekesalan di wajah kakaknya yang sedang duduk di samping ranjang sambil menangkup wajah dengan kedua tangannya.Lexio lalu berbaring di atas ranjang kakaknya dengan tangan yang ia tindihi kepala sambil melihat dinding atap kamar.
Merasa sudah selesai makan, Axele berpamitan pada keluarganya dan mengajak Laudia untuk masuk ke dalam kamar. Ia merasa sudah lelah bersandiwara di depan papanya."Pah, mah, Axele sama Laudia mau istirahat dulu ya," pamit Axele."Iya Axele, silahkan. Papa juga tahu apa yang sedang ada dalam pikiran kamu. Kamu pasti sudah tidak sabar kan menjalankan kewajiban kamu?" goda Pak Edwin yang hanya di balas oleh senyum masam dari bibir putranya."Pah, Mah, Lexio, Laudia pamit ke kamar dulu ya," sahut Laudia."Iya Laudia," jawab Lexio."Iya nak. Tolong segera kasih papa cucu ya nak," pesan Pak Edwin yang juga hanya di jawab dengan senyuman oleh LaudiaSesampainya di dalam kamar, Axele meluapkan emosinya. Ia membuang seluruh benda yang berada di dekatnya."Arghh..., apa-apaan ini. Aku tidak sudi berangkat bulan madu dengan kamu!!" seru Axcel sambil melempar amplop putih pemberian papanya ke wajah Laudia.Tubuh Laudia mulai gemetar, ia ta
Mobil Axele mulai memasuki halaman rumah. Dan kedua mata Laudia memandang takjub melihat rumah mewah papa mertuanya."Mas, ini rumah kamu?" ujar Laudia lirih."Iya. Aku tahu kamu pasti kagum dan terkejut bukan melihat rumah papa.""It--itu mas. Aku hanya.."Sambil tertawa, Axele langsung menyela perkataan Laudia."Tidak perlu kamu jawab, aku sudah tahu jawabannya. Dari awal menikah, kamu pasti sudah bahagia bisa bersanding dengan anak pengusaha terkenal dan kaya kayak aku. Sudah ayo turun, dan ingat jangan bilang apapun pada papa dan mama soal Sofia. Kamu mengerti Laudia?"Laudia hanya mengangguk sambil menahan air yang hampir jatuh dari kedua kelopak matanya."Iya mas aku mengerti.""Bagus. Aku senang karena kamu mau mengikuti keinginanku," ucap Axele sambil mengelus-elus pucuk rambut Laudia.Saat Axele keluar, pecah sudah tangis Laudia. Mengapa nasibnya menjadi wanita yang tersakiti. Menikah karena perjodohan, mencinta
30 Menit berlalu. Sambil menunggu Axele, Lexio dan Laudia berbincang-bincang di ruang tamu. Sesekali mereka juga bersandau gurau bersama tanpa ada rasa canggung meski baru beberapa kali bertemu.Ditengah candaan mereka, terdengar ada suara mobil berhenti di depan rumah. Dengan segera Laudia berlari keluar, sesaat saat tahu jika mobil suaminya yang datang."Lexi, sepertinya itu Mas Axele," ucap Laudia."Iya Laudia. Itu mobil Kak Axele.""Yaudah aku keluar dulu ya.""Iya."Laudia langsung menyambut kedatangan Axele yang sedari tadi sudah ia tunggu."Mas, kamu pasti lelah ya? Mau aku buatkan teh hangat dulu?" ucap Laudia."Gak usah. Apa Lexio masih ada di sini?""Masih mas. Dia sedang menunggu kamu di dalam.""Oh," jawab Axele. "Laudia aku bisa minta tolong sama kamu?" ujarnya lagi."Minta tolong apa mas? Mas mau aku siapkan air hangat untuk mandi?""Bukan. Aku minta tolong, jika sampai rumah nanti jang
Acara pemakaman nampak haru. Laudia masih enggan untuk diajak pulang. Hampir semua pelayat sudah meninggalkan area pemakaman. Begitu juga dengan Pak Edwin, Nyonya Mela dan Lexio. Hanya tersisa Laudia dan juga Axele.Axele sebenarnya juga sudah mulai kepanasan di sana. Namun Laudia masih saja menangis diatas makam bapaknya. Tiba tiba, handphone Axele berbunyi, dan melihat nama my love di layar."Sofia. Dia pasti sudah marah sama aku. Karena dari kemarin aku tidak menghubunginya. Lebih baik aku angkat sedikit menjauh dari Laudia. Dia baru saja kehilangan bapaknya, dan aku tidak mau menambah kesedihannya," batin Axele."Laudia, aku mau angkat telpon sebentar ya," ucap Axele sembari menepuk bahu Laudia."Iya mas."Axele lalu mengangkat telpon dari kekasihnya setelah posisinya sedikit menjauh dari Laudia. Dan benar dugaannya, Sofia marah besar dengannya. Sofia mengira, jika Axele tengah bersenang-senang dengan istrinya sekarang dan mulai mel
Sepulang dari rumah Pak Widodo, sama sekali tak ada pembicaraan antara Pak Edwin, Nyonya Mela dan Axele. Pak Edwin sengaja tidak memilih diam, karena ia tahu jika istri dan putranya masih kesal dengan keputusan yang ia ambil untuk mempercepat pernikahan.Setibanya di rumah, Axele langsung masuk ke dalam kamar. Padahal Lexio yang sedang berada di teras hendak menggoda kakaknya. Melihat ketegangan di wajah Axele, mama dan papanya, Lexio pun mengurungkan niatnya dan pergi menyusul ke kamar kakaknya.Tok..tok..tok.."Siapa?" ucap Axele."Aku kak," jawab Lexio."Masuk aja, gak aku kunci."Lexio lalu masuk ke kamar Axele setelah mendapat persetujuan dario pemilik kamar. Lexio dapat melihat kekecewaan dan kekesalan di wajah kakaknya yang sedang duduk di samping ranjang sambil menangkup wajah dengan kedua tangannya.Lexio lalu berbaring di atas ranjang kakaknya dengan tangan yang ia tindihi kepala sambil melihat dinding atap kamar.
Suara ketukan pintu sudah terdengar. Laudia bergegas membukakan pintu rumahnya. Dan tetap meminta bapaknya untuk menunggu mereka di ruang makan."Selamat malam nak. Kamu pasti Laudia ya," ujar Pak Edwin saat melihat ada gadis berpakaian sederhana di hadapannya."Iya om. Om temennya bapak ya? Mari om, tante, mas, silahkan masuk. Bapak sudah menunggu di ruang makan. Maaf ya kalau rumahnya kecil dan jelek," jawab Laudia."Terima kasih Laudia. Kamu jangan merendah seperti ini. Dulu rumah om jauh lebih tidak layak," ucap Pak Edwin.Laudia hanya menyunggingkan sedikit senyumannya. Lalu berjalan menuntun tiga tamu penting bapaknya kedalam rumah.Mata Nyonya Mela mengamati dari ujung rambut hingga ujung kaki Laudia. Dan matanya juga berkelana melihat ke seisi ruangan. Begitu juga Axele, matanya tak beralih memandangi punggung Laudia yang berjalan lebih dulu di hadapannya."Cih, apa dia gadis yang mau dijodohkan denganku? Papa ini gimana sih. Gadis b
Langit sudah berubah menjadi gelap. Tapi Laudia masih sibuk memasak di dapur. Memasak lebih banyak dari biasanya, membuat Laudia kewalahan karena tak ada yang membantu dirinya. Semua itu ia lakukan karena bapaknya bilang jika sahabat SMA nya akan datang kerumah mereka bersama dengan istri dan anaknya. "Laudia, kamu belum selesai masak ya?" tanya Pak Widodo sembari menengok makanan apa saja yang sedang di masak oleh putrinya. "Ini hampir selesai pak. Udah bapak duduk di ruang tamu aja ya sambil nungguin temen bapak." "Iya nak," jawab bapak singkat. Saat Pak Widodo hendak melangkah pergi, ia kembali membalikkan badannya. Lalu menatap mata Laudia penuh harap. "Laudia apa boleh bapak minta sesuatu dari kamu?" ucap bapak kembali. Laudia mematikan dulu api yang menyala di kompor. Dan kini ia berdiri menatap nanar mata bapaknya. "Bapak mau minta apa? Aku pasti penuhi permintaan bapak kok." Pak Widodo memegang kedua
Claudia Kirana Widodo, gadis berusia 20 tahun yang bekerja sebagai waitres di salah satu restoran ternama. Laudia nama sapaannya, adalah seorang anak tunggal yang harus bekerja keras demi membantu pengobatan sang ayah yang sekarang sering sakit-sakitan semenjak kematian ibunya satu tahun yang lalu.Laudia begitu sayang dengan ayahnya. Bahkan hampir tak pernah Laudia menolak apapun keinginan ayahnya."Laudia kamu nanti pulang kerja jam berapa?" tanya Pak Widodo saat melihat Laudia tengah bersiap berangkat kerja."Sore pak ,paling jam 4 aku udah sampai rumah," jawab Laudia sambil mencium punggung tangan ayahnya."Gak lembur kan nak?""Enggak pak. Memang ada apa pak?""Nanti kamu juga akan tahu."Laudia memicingkan sebelah matanya. Dirinya begitu penasaran dengan teka teki dari ayahnya barusan. Namun saat melihat jam di dinding, Laudia bergegas pergi bekerja sebelum dia terlambat yang konsekuensinya nanti uang tips bulanannya akan