Mobil Axele mulai memasuki halaman rumah. Dan kedua mata Laudia memandang takjub melihat rumah mewah papa mertuanya.
"Mas, ini rumah kamu?" ujar Laudia lirih.
"Iya. Aku tahu kamu pasti kagum dan terkejut bukan melihat rumah papa."
"It--itu mas. Aku hanya.."
Sambil tertawa, Axele langsung menyela perkataan Laudia.
"Tidak perlu kamu jawab, aku sudah tahu jawabannya. Dari awal menikah, kamu pasti sudah bahagia bisa bersanding dengan anak pengusaha terkenal dan kaya kayak aku. Sudah ayo turun, dan ingat jangan bilang apapun pada papa dan mama soal Sofia. Kamu mengerti Laudia?"
Laudia hanya mengangguk sambil menahan air yang hampir jatuh dari kedua kelopak matanya.
"Iya mas aku mengerti."
"Bagus. Aku senang karena kamu mau mengikuti keinginanku," ucap Axele sambil mengelus-elus pucuk rambut Laudia.
Saat Axele keluar, pecah sudah tangis Laudia. Mengapa nasibnya menjadi wanita yang tersakiti. Menikah karena perjodohan, mencintai suami sendiri tapi suaminya malah memiliki hubungan dengan wanita lain , kehilangan bapaknya dan terakhir di hina dan di rendahkan oleh suaminya sendiri. Lengkap sudah penderitaannya sekarang.
Axele kembali mengetuk jendela mobil. Dan meminta Laudia untuk segera turun.
"Kamu itu ngapain aja di dalam. Cepat kita masuk, papa pasti sudah menunggu kita di dalam," cetus Axele.
"Iya mas."
Axele berjalan lebih dulu di depan Laudia. Perlakuannya sekarang semakin membuat hati Laudia sakit. Seharusnya Axele berjalan seiringan selayaknya pasangan suami istri lainnya. Bukan malah berjalan di depan, dan menganggap Laudia sebagai pembantu.
Karena tak melihat ke depan, Laudia tidak sadar jika Axele sudah berdiri di depan pintu rumah secara tiba tiba.
Bugh..
"Eh maaf mas," ucap Laudia.
"Makanya kalau jalan matanya di gunain. Sini kopernya biar aku yang bawa. Dan jangan lupa kita harus bersikap seromantis mungkin di depan papa."
"Baik mas."
Axele menarik tangan Laudia, berjalan seiringan, lalu merangkul pinggang kecilnya.
"Malam mah,pah," sapa Axele. Ternyata sedari tadi papa dan mamanya sudah menunggu kedatangan mereka berdua.
"Malam sayang. Kamu darimana saja seharian ini? Kok baru sampai rumah?" tanya nyonya Mela.
"Iya Xel. Papa dan mama sangat khawatir sama kamu dan Laudia. Makanya papa sampai menyuruh Lexio untuk menemui kalian," sahut Pak Edwin.
"Maaf pah, mah. Axele hanya ingin menemani Laudia di rumah. Tadi dia sempat down. Dan Axele tidak tega melihat kesedihan Laudia. Makanya Axele menemaninya seharian di rumah," jelas Axele.
"Apa benar begitu Laudia?" tanya Pak Edwin yang langsung di angguki oleh Laudia.
"Bagus Axele, papa senang melihat kamu mulai bisa menerima dan mencintai istrimu. Dari awal papa sudah yakin, jika tak sulit bagi Laudia mengambil hati kamu," ucapnya kedua kali. Axele dan Laudia hanya membalas perkataan Pak Edwin dengan sebuah senyuman.Nyonya Mela masih menggeleng tak percaya. Tumben sekali Axele betah di sana. Di rumah kumuh,kecil,panas dan bau. Argh jika di ingat, rasanya geli dan jijik mengingat rumah milik Pak Widodo, besannya.
"Apa Axele sudah mulai menyukai gadis kampungan ini? Kok bisa sih Xel. Mama harap ini cuma mimpi dan kamu sungguh tidak jatuh cinta dengan Laudia," batin Nyonya Mela kesal.
Axele lalu memberikan kopernya pada Bi Arum
Pak Edwin kemudian mengajak Axele dan Laudia untuk pergi makan malam bersama.Ternyata disana sudah ada Lexio. Dan kini formasi sudah lengkap. Laudia mulai melayani semua anggota keluarga suaminya.
"Lihat istrimu Xel. Dia melayani bukan hanya kamu saja tapi kita semua. Terima kasih ya Laudia," ucap Pak Edwin. Memang ia tidak salah pilih menantu, batinnya.
Axele sama sekali tak bergeming. Sesering apapun papanya memuji Laudia itu tidak akan merubah perasaan Axele pada Sofia.
Di tengah makan malam, Axele menerima sebuah pesan dan rupanya itu pesan dari Sofia.
[My Girl] : Sayang, ingat pesanku! Jangan pernah kamu menyentuh wanita itu apalagi tidur seranjang dengannya. Jika sampai itu terjadi, aku pastikan hubungan kita akan berakhir.
Bibir Axele sedikit melebar. Kecemburuan yang di perlihatkan Sofia malah membuat Axele bahagia. Rupanya Sofia juga sangat mencintainya hingga Sofia takut kalau sampai Axele benar benar melakukan hubungan suami istri dengan Laudia.
Tak butuh waktu lama, Axele segera membalas pesan kekasih gelapnya itu.
[Axele] : Tenang saja baby. Aku bersumpah tidak akan menyentuhnya. Karena aku hanya kecanduan dengan wangi tubuhmu saja. Jika kamu tidak percaya, aku akan datang malam ini ke apartemen kamu dan menghabiskan malam yang panjang bersama kamu.
Diatas ranjang empuk miliknya, Sofia tersenyum puas dengan jawaban Axele. Ketakutannya langsung hilang, karena Sofia yakin jika Axele akan tetap setia bersamanya.
[My Girl] : Jangan kemari. Aku tidak ingin mama dan papamu curiga. Kamu tetaplah di sana. Aku percaya sama kamu.
Axele terlihat bahagia saling bertukar pesan dengan Sofia. Namun bodohnya ia lupa jika dirinya sedang bersama makan malam bersama keluarganya.
Rupanya tingkah Axele tak luput dari pengamatan Pak Edwin dan Nyonya Mela."Kamu kenapa Xel kok ketawa ketawa sendiri. Memabg sedang chatingan dengan siapa?" tanya Pak Edwin menyelidik.
"Oh," Axele segera meletakkan kembali ponselnya di atas meja.
"Ini Doni pah, teman kuliah Axele waktu kuliah di Perancis dulu. Dia bilang mau mengajak Axele untuk bertemu besok malam," ucap Axele.Laudia cuma diam mendengar kebohongan demi kebohongan terus ia dengan dari mulut Axele. Sebenarnya Laudia juga sudah tahu jika suaminya sedang sibuk chatingan dengan Sofia, kekasihnya.
Cemburu? Sangat jelas Laudia cemburu pada Laudia. Benar jika Raga Axele ada bersamanya, tapi hatinya sama sekali tidak.
Laudia pura pura tutup telinga. Jujur hatinya sakit. Kenapa dia harus memiliki perasaan untuk Axele. Jika di bilang ini salah juga tidak ,karena yang di cintai Laudia itu suaminya sendiri bukan suami orang.
Lexio cuma bisa menatap iba kakak iparnya. Sama halnya dengan Laudia, Lexio juga tahu jika Axele tengah asyik bertukar pesan dengan Sofia.
"Kasihan kamu Laudia. Aku bisa melihat ada rasa kecewa di mata kamu untuk kak Axele. Kamu tidak perlu takut Laudia. Jika Kak Axele selalu menyakiti kamu, aku akan selalu ada untuk menghibur kamu," batin Lexio.
Selesai makan malam, Pak Edwin tiba tiba menyodorkan amplop berwarna coklat ke arah Axele.
"Ini apa pah?" tanya Axele penuh rasa penasaran.
"Buka saja Xel. Papa yakin kamu akan menyukainya."
Krek..
Segera Axele mengambil isi di dalam amplop itu. Dan..
Glek..
"Tiket pesawat ke Italia?" ucap Axele lirih.
"Iya Xel, itu tiket pesawat kalian bulan madu. Papa sudah persiapkan semuanya dari tiket pesawat, kamar hotel dan guide untuk kamu berkeliling Italia. Papa harap sepulang dari sana kalian berdua akan membawakan cucu sebagai oleh oleh buat papa dan mama."
Deg..
Sekarang Laudia juga ikut menatap papa mertuanya. Sesekali ia melirik ke samping , dan dia bisa melihat ada rasa marah dan kecewa di mata Axele.
"Terus bagaimana dengan urusan perusahaan pah? Siapa yang akan mengurus perusahaan jika Axele pergi?" tanya Axele. Ia mencoba mencari alasan untuk membatalkan rencana gila papanya lagi yang semakin membuatnya sakit kepala.
"Kamu tidak perlu mengkhawatirkan perusahaan. Kan masih ada papa dan Lexio. Papa tidak menerima penolakan. Besok pesawat kalian akan take off jam 10 pagi. Sebaiknya setelah makan malam ini ,kalian berkemas agar besok tidak ketinggalan pesawat."
"Baik pah," jawab Axele terpaksa. Tak ada pilihan lain bagi Axele selain menerima hadiah pernikahan dari papanya. sekarang ia hanya memikirkan alasan apa yang akan ia berikan pada kekasihnya nanti.
Merasa sudah selesai makan, Axele berpamitan pada keluarganya dan mengajak Laudia untuk masuk ke dalam kamar. Ia merasa sudah lelah bersandiwara di depan papanya."Pah, mah, Axele sama Laudia mau istirahat dulu ya," pamit Axele."Iya Axele, silahkan. Papa juga tahu apa yang sedang ada dalam pikiran kamu. Kamu pasti sudah tidak sabar kan menjalankan kewajiban kamu?" goda Pak Edwin yang hanya di balas oleh senyum masam dari bibir putranya."Pah, Mah, Lexio, Laudia pamit ke kamar dulu ya," sahut Laudia."Iya Laudia," jawab Lexio."Iya nak. Tolong segera kasih papa cucu ya nak," pesan Pak Edwin yang juga hanya di jawab dengan senyuman oleh LaudiaSesampainya di dalam kamar, Axele meluapkan emosinya. Ia membuang seluruh benda yang berada di dekatnya."Arghh..., apa-apaan ini. Aku tidak sudi berangkat bulan madu dengan kamu!!" seru Axcel sambil melempar amplop putih pemberian papanya ke wajah Laudia.Tubuh Laudia mulai gemetar, ia ta
Claudia Kirana Widodo, gadis berusia 20 tahun yang bekerja sebagai waitres di salah satu restoran ternama. Laudia nama sapaannya, adalah seorang anak tunggal yang harus bekerja keras demi membantu pengobatan sang ayah yang sekarang sering sakit-sakitan semenjak kematian ibunya satu tahun yang lalu.Laudia begitu sayang dengan ayahnya. Bahkan hampir tak pernah Laudia menolak apapun keinginan ayahnya."Laudia kamu nanti pulang kerja jam berapa?" tanya Pak Widodo saat melihat Laudia tengah bersiap berangkat kerja."Sore pak ,paling jam 4 aku udah sampai rumah," jawab Laudia sambil mencium punggung tangan ayahnya."Gak lembur kan nak?""Enggak pak. Memang ada apa pak?""Nanti kamu juga akan tahu."Laudia memicingkan sebelah matanya. Dirinya begitu penasaran dengan teka teki dari ayahnya barusan. Namun saat melihat jam di dinding, Laudia bergegas pergi bekerja sebelum dia terlambat yang konsekuensinya nanti uang tips bulanannya akan
Langit sudah berubah menjadi gelap. Tapi Laudia masih sibuk memasak di dapur. Memasak lebih banyak dari biasanya, membuat Laudia kewalahan karena tak ada yang membantu dirinya. Semua itu ia lakukan karena bapaknya bilang jika sahabat SMA nya akan datang kerumah mereka bersama dengan istri dan anaknya. "Laudia, kamu belum selesai masak ya?" tanya Pak Widodo sembari menengok makanan apa saja yang sedang di masak oleh putrinya. "Ini hampir selesai pak. Udah bapak duduk di ruang tamu aja ya sambil nungguin temen bapak." "Iya nak," jawab bapak singkat. Saat Pak Widodo hendak melangkah pergi, ia kembali membalikkan badannya. Lalu menatap mata Laudia penuh harap. "Laudia apa boleh bapak minta sesuatu dari kamu?" ucap bapak kembali. Laudia mematikan dulu api yang menyala di kompor. Dan kini ia berdiri menatap nanar mata bapaknya. "Bapak mau minta apa? Aku pasti penuhi permintaan bapak kok." Pak Widodo memegang kedua
Suara ketukan pintu sudah terdengar. Laudia bergegas membukakan pintu rumahnya. Dan tetap meminta bapaknya untuk menunggu mereka di ruang makan."Selamat malam nak. Kamu pasti Laudia ya," ujar Pak Edwin saat melihat ada gadis berpakaian sederhana di hadapannya."Iya om. Om temennya bapak ya? Mari om, tante, mas, silahkan masuk. Bapak sudah menunggu di ruang makan. Maaf ya kalau rumahnya kecil dan jelek," jawab Laudia."Terima kasih Laudia. Kamu jangan merendah seperti ini. Dulu rumah om jauh lebih tidak layak," ucap Pak Edwin.Laudia hanya menyunggingkan sedikit senyumannya. Lalu berjalan menuntun tiga tamu penting bapaknya kedalam rumah.Mata Nyonya Mela mengamati dari ujung rambut hingga ujung kaki Laudia. Dan matanya juga berkelana melihat ke seisi ruangan. Begitu juga Axele, matanya tak beralih memandangi punggung Laudia yang berjalan lebih dulu di hadapannya."Cih, apa dia gadis yang mau dijodohkan denganku? Papa ini gimana sih. Gadis b
Sepulang dari rumah Pak Widodo, sama sekali tak ada pembicaraan antara Pak Edwin, Nyonya Mela dan Axele. Pak Edwin sengaja tidak memilih diam, karena ia tahu jika istri dan putranya masih kesal dengan keputusan yang ia ambil untuk mempercepat pernikahan.Setibanya di rumah, Axele langsung masuk ke dalam kamar. Padahal Lexio yang sedang berada di teras hendak menggoda kakaknya. Melihat ketegangan di wajah Axele, mama dan papanya, Lexio pun mengurungkan niatnya dan pergi menyusul ke kamar kakaknya.Tok..tok..tok.."Siapa?" ucap Axele."Aku kak," jawab Lexio."Masuk aja, gak aku kunci."Lexio lalu masuk ke kamar Axele setelah mendapat persetujuan dario pemilik kamar. Lexio dapat melihat kekecewaan dan kekesalan di wajah kakaknya yang sedang duduk di samping ranjang sambil menangkup wajah dengan kedua tangannya.Lexio lalu berbaring di atas ranjang kakaknya dengan tangan yang ia tindihi kepala sambil melihat dinding atap kamar.
Acara pemakaman nampak haru. Laudia masih enggan untuk diajak pulang. Hampir semua pelayat sudah meninggalkan area pemakaman. Begitu juga dengan Pak Edwin, Nyonya Mela dan Lexio. Hanya tersisa Laudia dan juga Axele.Axele sebenarnya juga sudah mulai kepanasan di sana. Namun Laudia masih saja menangis diatas makam bapaknya. Tiba tiba, handphone Axele berbunyi, dan melihat nama my love di layar."Sofia. Dia pasti sudah marah sama aku. Karena dari kemarin aku tidak menghubunginya. Lebih baik aku angkat sedikit menjauh dari Laudia. Dia baru saja kehilangan bapaknya, dan aku tidak mau menambah kesedihannya," batin Axele."Laudia, aku mau angkat telpon sebentar ya," ucap Axele sembari menepuk bahu Laudia."Iya mas."Axele lalu mengangkat telpon dari kekasihnya setelah posisinya sedikit menjauh dari Laudia. Dan benar dugaannya, Sofia marah besar dengannya. Sofia mengira, jika Axele tengah bersenang-senang dengan istrinya sekarang dan mulai mel
30 Menit berlalu. Sambil menunggu Axele, Lexio dan Laudia berbincang-bincang di ruang tamu. Sesekali mereka juga bersandau gurau bersama tanpa ada rasa canggung meski baru beberapa kali bertemu.Ditengah candaan mereka, terdengar ada suara mobil berhenti di depan rumah. Dengan segera Laudia berlari keluar, sesaat saat tahu jika mobil suaminya yang datang."Lexi, sepertinya itu Mas Axele," ucap Laudia."Iya Laudia. Itu mobil Kak Axele.""Yaudah aku keluar dulu ya.""Iya."Laudia langsung menyambut kedatangan Axele yang sedari tadi sudah ia tunggu."Mas, kamu pasti lelah ya? Mau aku buatkan teh hangat dulu?" ucap Laudia."Gak usah. Apa Lexio masih ada di sini?""Masih mas. Dia sedang menunggu kamu di dalam.""Oh," jawab Axele. "Laudia aku bisa minta tolong sama kamu?" ujarnya lagi."Minta tolong apa mas? Mas mau aku siapkan air hangat untuk mandi?""Bukan. Aku minta tolong, jika sampai rumah nanti jang
Merasa sudah selesai makan, Axele berpamitan pada keluarganya dan mengajak Laudia untuk masuk ke dalam kamar. Ia merasa sudah lelah bersandiwara di depan papanya."Pah, mah, Axele sama Laudia mau istirahat dulu ya," pamit Axele."Iya Axele, silahkan. Papa juga tahu apa yang sedang ada dalam pikiran kamu. Kamu pasti sudah tidak sabar kan menjalankan kewajiban kamu?" goda Pak Edwin yang hanya di balas oleh senyum masam dari bibir putranya."Pah, Mah, Lexio, Laudia pamit ke kamar dulu ya," sahut Laudia."Iya Laudia," jawab Lexio."Iya nak. Tolong segera kasih papa cucu ya nak," pesan Pak Edwin yang juga hanya di jawab dengan senyuman oleh LaudiaSesampainya di dalam kamar, Axele meluapkan emosinya. Ia membuang seluruh benda yang berada di dekatnya."Arghh..., apa-apaan ini. Aku tidak sudi berangkat bulan madu dengan kamu!!" seru Axcel sambil melempar amplop putih pemberian papanya ke wajah Laudia.Tubuh Laudia mulai gemetar, ia ta
Mobil Axele mulai memasuki halaman rumah. Dan kedua mata Laudia memandang takjub melihat rumah mewah papa mertuanya."Mas, ini rumah kamu?" ujar Laudia lirih."Iya. Aku tahu kamu pasti kagum dan terkejut bukan melihat rumah papa.""It--itu mas. Aku hanya.."Sambil tertawa, Axele langsung menyela perkataan Laudia."Tidak perlu kamu jawab, aku sudah tahu jawabannya. Dari awal menikah, kamu pasti sudah bahagia bisa bersanding dengan anak pengusaha terkenal dan kaya kayak aku. Sudah ayo turun, dan ingat jangan bilang apapun pada papa dan mama soal Sofia. Kamu mengerti Laudia?"Laudia hanya mengangguk sambil menahan air yang hampir jatuh dari kedua kelopak matanya."Iya mas aku mengerti.""Bagus. Aku senang karena kamu mau mengikuti keinginanku," ucap Axele sambil mengelus-elus pucuk rambut Laudia.Saat Axele keluar, pecah sudah tangis Laudia. Mengapa nasibnya menjadi wanita yang tersakiti. Menikah karena perjodohan, mencinta
30 Menit berlalu. Sambil menunggu Axele, Lexio dan Laudia berbincang-bincang di ruang tamu. Sesekali mereka juga bersandau gurau bersama tanpa ada rasa canggung meski baru beberapa kali bertemu.Ditengah candaan mereka, terdengar ada suara mobil berhenti di depan rumah. Dengan segera Laudia berlari keluar, sesaat saat tahu jika mobil suaminya yang datang."Lexi, sepertinya itu Mas Axele," ucap Laudia."Iya Laudia. Itu mobil Kak Axele.""Yaudah aku keluar dulu ya.""Iya."Laudia langsung menyambut kedatangan Axele yang sedari tadi sudah ia tunggu."Mas, kamu pasti lelah ya? Mau aku buatkan teh hangat dulu?" ucap Laudia."Gak usah. Apa Lexio masih ada di sini?""Masih mas. Dia sedang menunggu kamu di dalam.""Oh," jawab Axele. "Laudia aku bisa minta tolong sama kamu?" ujarnya lagi."Minta tolong apa mas? Mas mau aku siapkan air hangat untuk mandi?""Bukan. Aku minta tolong, jika sampai rumah nanti jang
Acara pemakaman nampak haru. Laudia masih enggan untuk diajak pulang. Hampir semua pelayat sudah meninggalkan area pemakaman. Begitu juga dengan Pak Edwin, Nyonya Mela dan Lexio. Hanya tersisa Laudia dan juga Axele.Axele sebenarnya juga sudah mulai kepanasan di sana. Namun Laudia masih saja menangis diatas makam bapaknya. Tiba tiba, handphone Axele berbunyi, dan melihat nama my love di layar."Sofia. Dia pasti sudah marah sama aku. Karena dari kemarin aku tidak menghubunginya. Lebih baik aku angkat sedikit menjauh dari Laudia. Dia baru saja kehilangan bapaknya, dan aku tidak mau menambah kesedihannya," batin Axele."Laudia, aku mau angkat telpon sebentar ya," ucap Axele sembari menepuk bahu Laudia."Iya mas."Axele lalu mengangkat telpon dari kekasihnya setelah posisinya sedikit menjauh dari Laudia. Dan benar dugaannya, Sofia marah besar dengannya. Sofia mengira, jika Axele tengah bersenang-senang dengan istrinya sekarang dan mulai mel
Sepulang dari rumah Pak Widodo, sama sekali tak ada pembicaraan antara Pak Edwin, Nyonya Mela dan Axele. Pak Edwin sengaja tidak memilih diam, karena ia tahu jika istri dan putranya masih kesal dengan keputusan yang ia ambil untuk mempercepat pernikahan.Setibanya di rumah, Axele langsung masuk ke dalam kamar. Padahal Lexio yang sedang berada di teras hendak menggoda kakaknya. Melihat ketegangan di wajah Axele, mama dan papanya, Lexio pun mengurungkan niatnya dan pergi menyusul ke kamar kakaknya.Tok..tok..tok.."Siapa?" ucap Axele."Aku kak," jawab Lexio."Masuk aja, gak aku kunci."Lexio lalu masuk ke kamar Axele setelah mendapat persetujuan dario pemilik kamar. Lexio dapat melihat kekecewaan dan kekesalan di wajah kakaknya yang sedang duduk di samping ranjang sambil menangkup wajah dengan kedua tangannya.Lexio lalu berbaring di atas ranjang kakaknya dengan tangan yang ia tindihi kepala sambil melihat dinding atap kamar.
Suara ketukan pintu sudah terdengar. Laudia bergegas membukakan pintu rumahnya. Dan tetap meminta bapaknya untuk menunggu mereka di ruang makan."Selamat malam nak. Kamu pasti Laudia ya," ujar Pak Edwin saat melihat ada gadis berpakaian sederhana di hadapannya."Iya om. Om temennya bapak ya? Mari om, tante, mas, silahkan masuk. Bapak sudah menunggu di ruang makan. Maaf ya kalau rumahnya kecil dan jelek," jawab Laudia."Terima kasih Laudia. Kamu jangan merendah seperti ini. Dulu rumah om jauh lebih tidak layak," ucap Pak Edwin.Laudia hanya menyunggingkan sedikit senyumannya. Lalu berjalan menuntun tiga tamu penting bapaknya kedalam rumah.Mata Nyonya Mela mengamati dari ujung rambut hingga ujung kaki Laudia. Dan matanya juga berkelana melihat ke seisi ruangan. Begitu juga Axele, matanya tak beralih memandangi punggung Laudia yang berjalan lebih dulu di hadapannya."Cih, apa dia gadis yang mau dijodohkan denganku? Papa ini gimana sih. Gadis b
Langit sudah berubah menjadi gelap. Tapi Laudia masih sibuk memasak di dapur. Memasak lebih banyak dari biasanya, membuat Laudia kewalahan karena tak ada yang membantu dirinya. Semua itu ia lakukan karena bapaknya bilang jika sahabat SMA nya akan datang kerumah mereka bersama dengan istri dan anaknya. "Laudia, kamu belum selesai masak ya?" tanya Pak Widodo sembari menengok makanan apa saja yang sedang di masak oleh putrinya. "Ini hampir selesai pak. Udah bapak duduk di ruang tamu aja ya sambil nungguin temen bapak." "Iya nak," jawab bapak singkat. Saat Pak Widodo hendak melangkah pergi, ia kembali membalikkan badannya. Lalu menatap mata Laudia penuh harap. "Laudia apa boleh bapak minta sesuatu dari kamu?" ucap bapak kembali. Laudia mematikan dulu api yang menyala di kompor. Dan kini ia berdiri menatap nanar mata bapaknya. "Bapak mau minta apa? Aku pasti penuhi permintaan bapak kok." Pak Widodo memegang kedua
Claudia Kirana Widodo, gadis berusia 20 tahun yang bekerja sebagai waitres di salah satu restoran ternama. Laudia nama sapaannya, adalah seorang anak tunggal yang harus bekerja keras demi membantu pengobatan sang ayah yang sekarang sering sakit-sakitan semenjak kematian ibunya satu tahun yang lalu.Laudia begitu sayang dengan ayahnya. Bahkan hampir tak pernah Laudia menolak apapun keinginan ayahnya."Laudia kamu nanti pulang kerja jam berapa?" tanya Pak Widodo saat melihat Laudia tengah bersiap berangkat kerja."Sore pak ,paling jam 4 aku udah sampai rumah," jawab Laudia sambil mencium punggung tangan ayahnya."Gak lembur kan nak?""Enggak pak. Memang ada apa pak?""Nanti kamu juga akan tahu."Laudia memicingkan sebelah matanya. Dirinya begitu penasaran dengan teka teki dari ayahnya barusan. Namun saat melihat jam di dinding, Laudia bergegas pergi bekerja sebelum dia terlambat yang konsekuensinya nanti uang tips bulanannya akan