Share

3 | Kekasih

Author: ByMiu
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Menatap pantulan diriku di cermin, aku merasa berbeda hari ini. Seharian kemarin aku hanya mengenakan kaus kumal milik Harry, sementara kini dress putih tanpa lengan sudah melekat pas di tubuhku. Setelah semalam Harry berucap hal tidak senonoh, aku langsung meninju perut pria itu. Alhasil Harry mengaduh kesakitan. Padahal aku tahu tinjuanku tidaklah seberapa.

Menunggu Harry keluar dari kamarnya, aku pun memutuskan untuk menyiram tanaman di pekarangan depan. Aku melakukan ini bukan karena perintah pria tersebut, bukan. Bisa ku pastikan 'dulu' aku adalah typical orang yang tidak bisa diam, maksudku aku gerah berlama-lama tanpa melakukan apapun.

Aku menoleh ketika unlock mobil milik Harry berbunyi. Setumpuk berkas menggunung di kedua tangannya dan itu membuatnya kewalahan. Aku berpura-pura tidak melihat, dan masih terus terkekeh kareba dia kesusahan sendiri membuka pintu mobil. Rasakan. Ini balasan atas kejahilannya padaku semalam.

"Brittany..." Panggil Harry.

"Apa?" Aku menoleh.

"Apa?" Harry meniruku dan itu sebuah sarkas. "Kau sungguh akan diam saja di sana?"

"Iya, iya."

Aku menghampirinya dengan malas. Ku perhatikan sekilas bahwa dokumen itu adalah dokumen kerjanya, yang artinya... "Kau benar pengacara?"

Harry memutar bola matanya setelah berhasil memasukan semua bawaannya ke dalam mobil. "Kau menemukan baju itu di mana?" Dia bergantian bertanya.

"Lemari kamar tamu." Jawabku. Ia meminjamkan kamar tamunya, sehingga secara tidak sengaja aku menemukan dress ini dari dalam lemari. Apa aku sudah tidak sopan, ya?

Menilikku dari ujung kepala sampai ujung kaki, ia memiringkan kepalanya. Pasti ia menganggapku gadis tak tahu diri, karena sekenanya mengenakan sesuatu yang berasal dari rumahnya tanpa meminta ijin terlebih dahulu. Pergerakannya mendekat seiring jermarinya mengelus rambutku. Bisa ku rasakan jantungku berdetak melebihi batas normal.

"Umm apakah aku terlalu berlebihan?" Tanyaku gugup, berusaha melepaskan tangannya yang mulai membelai ubun kepalaku.

"Sedikit."

Sungguh? Padahal dress ini panjangnya melebihi lututku, bagian dadanya pun tidak rendah. Mungkin saja polesan wajahku? Oh tunggu, aku tidak menggunakan riasan apapun. Lalu apanya yang berlebihan?

"Britt? Kemarilah."

Entah sejak kapan Harry sudah melesat dari hadapanku, sebab kini ia tengah dalam posisi berjongkok guna memetik bunga di bagian pekarangan.

"Semua bunga dan tanaman ini kau yang merawatnya?" Tanyaku heran.

"Ya, ada yang salah?" Pandangan Harry tetap lurus.

"Biasanya pria tidak menyukai berkebun, bercocok tanam, atau semacamnya. Apalagi pria sejenis kau yang selalu marah-marah." Ujarku jujur selagi membantunya menggunting ranting mawar-mawar segar.

"Sejenis aku? Memang aku bagaimana?"

"Umm sedikit pemarah." Jujurku.

"Jangan meremehkanku, Britania Raya." Biasanya ia bertamengkan wajah masam nan menyebalkan. Akan tetapi kini kedua sudut bibirnya terangkat sehingga membentuk seulas senyuman tipis. Tidak begitu tipis rupanya, lantaran aku masih bisa melihat kedua lesung pipinya yang tersungging dalam. "Apa kau bisa merangkai bunga?"

"Ku rasa bisa. Walaupun aku tidak ingat 'dulu' aku adalah perangkai bunga yang buruk atau tidak."

Harry terkekeh, dan aku hanya mampu menunduk untuk menyembunyikan gelak tawaku. Akan aneh jika kami tertawa bersama.

Harry adalah pria yang mudah tersulut emosinya, namun di sisi lain ia menyukai bunga. Menurutku itu adalah dua hal yang bersebrangan. Bagaimana tidak, merawat bunga hingga kelopaknya tumbuh mekar dan menjadi indah, dibutuhkan kesabaran yang luar biasa. Seharusnya kesabaran itu tidak dimiliki oleh pribadi seperti dirinya.

"Tidakkah ini terlalu banyak untuk dijadikan satu ikatan?" Tanyaku ragu, melihat wadah yang dipegangnya telah penuh dengan tumpukan bunga.

"Memang. Kita akan membuat dua buah. Mawar kuning untuk Lia dan mawar merah untuk kekasihku."

Kekasih? Harry memiliki kekasih?

Mendengar itu tanpa sadar aku meremas mawar merah yang tengah ku genggam. Aku tidak mengerti perasaan macam apa yang mengganjal. Aku memang tidak pandai mendeskripsikan sesuatu, akan tetapi rasanya seperti ada sesuatu yang mengoyak hatiku kuat-kuat.

"Fuck, Brittany! Kenapa kau senang melukai dirimu sendiri?!" Aku tersentak dari lamunanku karena bentakan kerasnya. Ia berlari ke dalam rumah, dan kembali dengan kotak P3K. "Kau ini kenapa sebenarnya? Menjaga diri sendiri saja kau begitu payah!"

Aku merentangkan permukaan tangan kiriku, mengamati plester bergambar panda yang menutupi lukaku. Tangan kananku meraih buket bunga merah yang sudah terikat cantik hasil rangkaian Harry. Sekalipun buket bunga ini bukan untukku, aku senang melihatnya. Mendekatkan plester dan bunga tersebut secara bersamaan, aku tersenyum akan fakta bahwa pria di sampingku ternyata memiliki sisi lembut. Sisi lembut yang tersembunyi dan hanya pada orang-orang tertentu dia tunjukkan.

Harry, bolehkah aku mengenal dirimu lebih jauh?

----

Ashley adalah gadis yang sempurna.

Itu adalah kalimat pertama yang terlintas begitu melihat sosoknya. Bentuk tubuhnya tinggi semampai, pipi tirus, mata yang besar dan berambut coklat. Harry menyuruhku pindah ke jok belakang setibanya kami di rumah kekasihnya tersebut. Mereka berciuman mesra, layaknya aku tidak ada ditengah-tengah mereka.

"Baby, kau membawa siapa?" Ujar Ashley pada Harry ketika menyadari bahwa mereka tidak hanya berdua di dalam mobil. "Is she your maid?"

Harry terdiam sebelum menghela nafas. "Ya. Menangani beberapa kasus membuatku harus sering ke pengadilan, sehingga aku tidak ada waktu untuk membereskan rumah."

Mendengar perkataan Harry, Aku menggigit bibir bawahku tak karuan. Mataku pun mendadak panas. Oke. Aku hanya seorang pembantu. Tidak lebih. Jangan berharap lebih.

"Tapi kenapa dia harus ikut?" Ashley kembali bertanya dengan perubahan nada satu oktaf lebih tinggi. Masih tidak terima bahwa aku mengganggu kebersamaan mereka.

"Lia yang memintanya."

"Tapi----"

"Kita bisa bicarakan nanti. Sekarang biarkan aku berkonsentrasi menyetir." Sergah Harry cepat, memotong pembicaraan Ashley yang seakan tidak berujung. Kekasihnya itu hanya menggedikkan bahunya tak peduli, kemudian mengeluarkan ponselnya.

Ekor mataku menangkap bahwa Harry berkali-kali memperhatikanku dari kaca spion. Sorotnya secara tidak langsung seakan mengartikan sebuah permintaan maaf. Aku membuang muka. Setelahnya aku memainkan ujung dressku di tengah batinku yang berkecamuk.

Apa yang salah dengan perasaanku?

Related chapters

  • Long Way Home (Indonesia)   4 | Dylan dan Ashley

    Acara penyerahan ijin praktek Lia sebagai dokter baru saja usai. Rekan-rekannya terus berdatangan guna memberikan ucapan selamat. Mereka berbincang akrab, dan sesekali gelak tawa terdengar ketika salah satunya menyinggung mengenai masa-masa sekolah. Terlihat menyenangkan.Berjalan menjauh dari kerumunan, aku memilih menuju koridor belakang gedung. Setelah mengambil segelas minuman, tubuhku membeku mendapati Harry tengah berciuman panas dengan Ashley di sudut ruangan. Melingkarkan kedua kaki jenjangnya pada pinggang Harry, gadis itu seakan tidak masalah mempertontonkan apa yang ada dibalik dress ketatnya."Brittany? Bukannya kau sedang bersama Lia?"Harry menyapaku seraya menarik tangannya dari bokong Ashley. Ku amati Ashley memberikan jari tengahnya padaku.

    Last Updated : 2024-10-29
  • Long Way Home (Indonesia)   5 | Dia Bermimpi Tentang Aku

    Hal pertama yang kulihat saat membuka mata adalah sosok Dylan yang sedang mengganti kantung cairan infusku. Jas putih khas dokternya menyadarkanku bahwa Dylan memiliki profesi yang sama dengan Lia. Jariku pun bergerak, seiring aku mengerang merasakan kepalaku kembali berdenyut nyeri."Akhirnya kau sadar, Brittany." Dylan buka suara selagi menarik kursi di pinggir ranjang tidurku. "Kau berada di rumah sakit. Tenang saja.""Apa kau yang menemukanku?" Lirihku. Saat Dylan membenarkan, ada rasa kecewa menyusup batinku. Bukan dia yang ku harapkan."Terima kasih." Tuturku."Tidak perlu sungkan. Tak ku kira pertemuan kedua kita akan seperti ini." Ia mengusap pangkal hidungnya, tersenyum. "Apa yang kau lakukan tadi di jalanan tadi? Itu berbaha

    Last Updated : 2024-10-29
  • Long Way Home (Indonesia)   6 | Keadaan Membaik

    Aku menikmati udara pagi di pekarangan rumah sakit bersama Lia. Ia sebelumnya muncul di kamarku tepat di saat aku tengah memandangi wajah Harry yang masih tertidur pulas. Ketika itu aku langsung salah tingkah, dan Lia hanya bisa menahan senyum. Ku yakin pipiku masih bersemu merah hingga kini."Jadi, bagaimana?" Tanya Lia sesaat kami telah duduk."Aku baik. Bahkan kau seharusnya tidak perlu mengkhawatirkanku seperti ini.""Maksudku bagaimana mengenai adikku? Apa kau menyukainya?" Aku mematung, dan Lia mengacak-acak rambutku seakan ia adalah kakakku. "Tidak perlu ada yang dirahasiakan, honey. Katakanlah.""Tidak mungkin aku menyukai pria yang sudah memiliki kekasih." Sahutku."Nothing impossible, apalagi untuk hal semacam ini.""Semacam... ini?" Tanyaku ragu."Kau jauh lebih baik dibandingkan kekasih Harry. Ia tentu nantinya sadar, gadis mana yang terbaik untuk dirinya kelak.""Aku memang amnesia, Lia. Namun aku

    Last Updated : 2024-10-29
  • Long Way Home (Indonesia)   7 | First Kiss

    Harry's POV"Mengapa kau menghina Brittany?!"Selepas aku membawa Ashley keluar dari gedung pengadilan, amarahku langsung berkoar. Mengingat bagaimana kasarnya ia memperlakukan Brittany benar-benar tidak bisa ku tolerir lagi. Ashley terlihat geram atas bentakkanku, sehingga ia membanting tasnya sembarangan. "Kau kekasihku! Aku berhak mengaturmu, Harry! Dia dekat-dekat denganmu hanya berusaha untuk menggodamu! Aku tidak suka hal itu!" "Tapi bagaimana jika aku suka?!" Ujarku."What?..." Ashley menggeleng tak percaya."Ia tak pernah menggodaku! Justru akulah y

    Last Updated : 2024-10-29
  • Long Way Home (Indonesia)   8 | Bayangan Masa Lalu

    Aku memang seorang amnesia. Namun bolehkan aku menggumamkan syukur akan hal tersebut? Aku tahu, tidak semestinya aku membenarkan pemikiran semacam itu. Tapi setidaknya, di dunia baruku ini aku bisa mengetahui satu hal, yaitu; Harry adalah ciuman pertamaku. Dan ku pastikan agar otak payahku untuk selalu mengingat hal tersebut."Britt? Apa kau sudah siap?" Seketika aku panik mendengar ketukan pintu kamar. Itu suara Harry. Dadaku bergemuruh lantaran yang kembali terbayang ialah bagaimana bibir lembut miliknya terbentuk sempurna. Sudah dua minggu kami resmi berpacaran, dan aku masih malu-malu. "Kau tidak melupakan dinner kita, kan?"Oh Tuhan. Aku benar-benar lupa ajakan makan malamnya. "A-aku tadi tertidur. Tidak masalah menunggu sekitar sepuluh menit?""Tidak usah terbur

    Last Updated : 2024-10-29
  • Long Way Home (Indonesia)   9 | Kepingan Palsu

    Waktu sesaat terhenti. Riuh suara instrumen musik dan godaan dari para pengunjung hilang. Suasana disekitarku senyap, seiring pikiranku yang berhasil mengenyahkan bayang pria misterius itu.Harry yang masih dalam posisi berlutut, kembali menanyakan hal yang sama mengenai kesediaanku menjadi satu-satunya wanita di hidupnya. Gugup terlihat jelas dari gesture wajah dan tubuhnya. Ia sesekali melirikku sebelum menjatuhkan pandangannya ke lantai. Dan hal itu terus berulang beberapa kali. Dengan perasaan yang kacau, aku memutuskan menutup kotak berisikan cincin berhiaskan permata tersebut."M-maaf, Harry. Aku tidak bisa."Air mataku pun jatuh. Persis perempuan bodoh yang hanya mementingkan diri sendiri, aku berlari meninggalkan Harry. Meninggalkannya yang diam terpaku di kerumunan banya

    Last Updated : 2024-10-29
  • Long Way Home (Indonesia)   10 | A Moment To Remember

    Aku membersihkan luka Harry dengan hati-hati. Sementara pria itu hanya diam membisu semenjak perseteruan dirinya dengan Chris berakhir beberapa waktu lalu. Walau aku tidak tahu mana kenyataan yang benar, maksudku antara pembelaan Harry maupun Chris yang jauh berkebalikan, bagaimanapun juga hatiku condong pada Harry. Aku memercayai dia melebihi orang-orang di sekitarku. Aku yakin dia selalu berkata jujur."Ini sudah malam. Beristirahat--"Tiba-tiba Harry meraih pergelangan tanganku usai aku selesai mengobatinya dan hendak beranjak dari kamarnya. Hijau Harry menatapku datar, tak ada emosi apapun yang mampu ku baca. "Apa... kau akan pergi? Kau tidak memercayaiku?"Pun aku tersenyum tipis sambil menyentuh wajahnya. "Kau kekasihku, tentu aku percaya. Sekarang tidurlah."

    Last Updated : 2024-10-29
  • Long Way Home (Indonesia)   11 | Berikan Aku Waktu

    Sudah nyaris 1 jam aku bersembunyi di dalam kamar. Apa yang barusan terjadi membuatku terkejut. Seorang anak menyebutku 'mom' dengan senyum yang merekah lebar. Itu semakin memperkuat ucapan Chris yang ku kira sebatas kebohongan belaka. Tentang aku yang merupakan istrinya, juga tentang kami yang sudah memiliki seorang anak lelaki bernama Alex --ya dia adalah anak itu.Pintu kamar pun diketuk. Lantas cepat-cepat aku menghapus air mataku. "Sebentar, Harry. Aku akan kelu... ar." Suaraku menipis begitu tersadar sosok yang masuk bukanlah Harry, melainkan Chris. Mengapa Harry bisa membiarkan dia kemari? "A-apa yang kau lakukan? Pergi!""Berikan aku kesempatan bicara." Chris berjalan mendekat, namun aku langsung melemparinya dengan berbagai barang disekitarku. Aku enggan mendengar satu kata pun dari mulutnya. Aku belum siap, atau lebih tepatnya

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Long Way Home (Indonesia)   18 | Mari Kita Cari Tahu

    Harry menyelimuti Brittany yang tertidur lelap di samping Alex. Perempuan itu menolak berbaring di sofa, jadilah dia duduk di kursi dan menenggelamakan wajah pada bantalan lengan. Katanya biar tahu kalau Alex tiba-tiba siuman."Kau yakin?" Bisik Harry selagi menutup pintu kamar inap Alex. Ada seseorang yang menghubungi Alex, yaitu Lucas, teman semasa kuliah yang kini bekerja sebagai detektif di kepolisian. "Kenapa bisa sampai tidak ada cctv? Bukankah setiap tempat seharusnya sudah terpasang?""Tempat yang kau sebutkan hanya ruko kosong, Harry. Cctv jalan pun sudah lama tidak berfungsi." Balas Lucas di sebrang sana."Apa yang kau dan atasanmu lakukan dengan uang pajak?!" Harry berteriak frustasi."Besok pagi aku akan mencari tahu lagi. Ku

  • Long Way Home (Indonesia)   17 | Siapa Pelakunya?

    "Sistem kekebalan dan pencernaan Alex belum sempurna. Sehingga kacang memang berbahaya bagi tubuhnya." Jelas seorang dokter IGD pada Brittany dan Harry. Brittany terus menggenggam tangan Alex yang terbebas dari tali infus, sementara Harry diam mendengar penuturan barusan. "Beruntung Alex cepat dibawa kemari, kalau tidak, bisa terjadi syok anafilaksis yang dapat membahayakan nyawanya."Hati Brittany betulan sakit. Ibu macam apa sebenarnya dia ini? Kenapa hal sekrusial ini bisa dia lupakan juga?"Alex akan kami pindahkan ke kamar rawat inap. Dia perlu perawatan setidaknya selama satu hari.""Baik, dokter. Tolong lakukan yang terbaik." Jawab Harry.Dua orang perawat mendorong ranjang Alex. Mereka melewati lorong rumah sakit, lalu berbelo

  • Long Way Home (Indonesia)   16 | Sepupu yang Terlalu Dekat

    "Sudah berapa kali aku katakan, jangan mengangkat ponselku sembarangan!"Chris yang baru keluar dari kamar mandi, merebut ponselnya. Helena hanya memajukan bibirnya kesal. Dia memilih bersembunyi dibalik selimut karena tubuh telanjangnya begitu kedinginan. Baru saja mereka bermesraan guna melepaskan penat, kini Chris sudah kembali emosi."Kenapa kau memarahi begitu? Lagipula tadi hanya salah sambung."Di ceklah sebentar kontak yang masuk, benar nomor asing. Setelahnya, Chris melepaskan handuk sebatas pinggang guna berpakaian. Ini sudah hampir makan malam. Chris tidak mau istrinya curiga, sekalipun dirinya ragu kalau Anna mengkhawatirkannya. Baru selesai memakai celana kerja dan akan meraih kemejanya, tangan Helena terlebih dahulu melingkar di pinggang Chris. Secara tidak langsung Helena i

  • Long Way Home (Indonesia)   15 | Fakta Baru

    Setelah makan bersama Harry, aku tidak benar-benar pulang ke rumah. Aku sengaja mendatangi sekolah Alex sebagai pengalih rasa sedihku. Ku ambil cermin dari dalam tas, memastikan aku tak terlihat sembab usai menangis. Pun aku segera turun dari taksi.Ini masih pukul 10 pagi, Alex dan teman-temannya masih berada di dalam kelas. Ku perhatikan lamat-lamat situasi sekitar, berharap ada yang bisa ku ingat. Dari yang Chris bilang, aku kecelakaan dalam perjalanan menjemput Alex pulang sekolah. Pasti aku sering melakukan rutinitas ini. Namun kenapa aku tetap sulit mendapatkan kenangan itu?"Anna?" Sapa seorang wanita. Dia berusia sekitar 30 tahun, dan tersenyum hangat. Apa Alex berteman dengan anak dari ibu ini? "Kau kemana saja? Sudah lama aku tidak melihatmu.""Ah, hallo? Kau mengenalku?" Bal

  • Long Way Home (Indonesia)   14 | Sulit, Tapi Harus

    "Apa saja."Aku berucap tak berselera. Harry melirik karena sikapku mungkin membuatnya kesal. Dia menyebutkan dua full english breakfast dan orange juice sebagai menu sarapan paksanya bagiku."Aku ingin putus." Lanjutku, tanpa basa-basi."Makan dulu agar kau punya energi lebih untuk memutuskanku."Aku mengerucutkan bibir. Apa-apaan ini? Harry pun mengeluarkan ponselnya, memainkannya. Dia terus begitu, asik dengan gadgetnya, seolah aku tak ada di hadapannya. Lalu untuk apa dia repot-repot meyeretku kemari? Dan juga tau darimana dia rumahku?Setelah pesananku datang, Harry menaruh ponselnya di meja. Matanya kali ini tertuju padaku. Atas tatapan tajam itu, akhirnya aku berinisiatif mera

  • Long Way Home (Indonesia)   13 | Untuk Apa Datang?

    Alex baru saja dijemput oleh bus sekolah. Dia berusia 5 tahun dan duduk di kelas taman kanak-kanak. Sebelumnya Alex terus berbicara agar aku tidak menghilang lagi. Bahkan dia tetap menatapku sambil melambaikan tangan dari bagian belakang bus. Aku terhibur akan kelakuan menggemaskannya, walau di satu sisi kejadian yang terjadi sejauh ini masih terasa seperti mimpi. Dan hati kecilku dengan sangat egoisnya sedikit berharap dapat mengakhiri mimpi panjang ini, untuk kembali pada Harry. Oh, aku pasti gila! Apa yang baru saja aku pikirkan?Beralih pada Chris, dia pagi-pagi sekali sudah ke bandara mengantarkan Celine dan Gerald (kedua orangtuanya, atau haruskah ku sebut ibu-ayah mertuaku?) Mereka sungguh hangat sekaligus mengerti kondisiku. Sayangnya setelah satu minggu berkunjung, mereka harus kembali ke Manthattan. Di satu minggu ini pun aku mulai tahu banyak hal. Namun dari semuanya, yang pali

  • Long Way Home (Indonesia)   12 | Foto Bersama

    Aku mengeratkan selimut ketika mendengar suara mesin mobil dari halaman rumah. Saat aku yakin itu Harry, aku pun memejamkan mata dengan posisi tidur miring. Ini sudah pukul 3 pagi, dan aku tidak percaya dia baru kembali setelah kami sempat beradu mulut. Kekesalanku bertambah manakala dia tidak mengangkat telponku maupun membalas pesanku. Dia tahu betul cara membuatku gelisah setengah mati."Britt?" Harry memanggil bersamaan dengan sentuhannya di pundakku. "Aku tahu kau belum tidur. Maafkan aku sudah meninggalkanmu seperti tadi."Aku tak bergeming barang satu inchi pun. Bisa ku rasakan sisi ranjang terisi begitu Harry memeluk tubuhku dari belakang. Tangan kanan itu melingkar di pinggangku, sementara wajahnya dia tenggelamkan pada rambutku sebelum merambah pada bagian pundak. Kemudian aku tersadar helaan nafasnya berbau alkohol, terkesan

  • Long Way Home (Indonesia)   11 | Berikan Aku Waktu

    Sudah nyaris 1 jam aku bersembunyi di dalam kamar. Apa yang barusan terjadi membuatku terkejut. Seorang anak menyebutku 'mom' dengan senyum yang merekah lebar. Itu semakin memperkuat ucapan Chris yang ku kira sebatas kebohongan belaka. Tentang aku yang merupakan istrinya, juga tentang kami yang sudah memiliki seorang anak lelaki bernama Alex --ya dia adalah anak itu.Pintu kamar pun diketuk. Lantas cepat-cepat aku menghapus air mataku. "Sebentar, Harry. Aku akan kelu... ar." Suaraku menipis begitu tersadar sosok yang masuk bukanlah Harry, melainkan Chris. Mengapa Harry bisa membiarkan dia kemari? "A-apa yang kau lakukan? Pergi!""Berikan aku kesempatan bicara." Chris berjalan mendekat, namun aku langsung melemparinya dengan berbagai barang disekitarku. Aku enggan mendengar satu kata pun dari mulutnya. Aku belum siap, atau lebih tepatnya

  • Long Way Home (Indonesia)   10 | A Moment To Remember

    Aku membersihkan luka Harry dengan hati-hati. Sementara pria itu hanya diam membisu semenjak perseteruan dirinya dengan Chris berakhir beberapa waktu lalu. Walau aku tidak tahu mana kenyataan yang benar, maksudku antara pembelaan Harry maupun Chris yang jauh berkebalikan, bagaimanapun juga hatiku condong pada Harry. Aku memercayai dia melebihi orang-orang di sekitarku. Aku yakin dia selalu berkata jujur."Ini sudah malam. Beristirahat--"Tiba-tiba Harry meraih pergelangan tanganku usai aku selesai mengobatinya dan hendak beranjak dari kamarnya. Hijau Harry menatapku datar, tak ada emosi apapun yang mampu ku baca. "Apa... kau akan pergi? Kau tidak memercayaiku?"Pun aku tersenyum tipis sambil menyentuh wajahnya. "Kau kekasihku, tentu aku percaya. Sekarang tidurlah."

DMCA.com Protection Status