Share

6 | Keadaan Membaik

Penulis: ByMiu
last update Terakhir Diperbarui: 2020-11-18 22:12:16

Aku menikmati udara pagi di pekarangan rumah sakit bersama Lia. Ia sebelumnya muncul di kamarku tepat di saat aku tengah memandangi wajah Harry yang masih tertidur pulas. Ketika itu aku langsung salah tingkah, dan Lia hanya bisa menahan senyum. Ku yakin pipiku masih bersemu merah hingga kini.

"Jadi, bagaimana?" Tanya Lia sesaat kami telah duduk.

"Aku baik. Bahkan kau seharusnya tidak perlu mengkhawatirkanku seperti ini."

"Maksudku bagaimana mengenai adikku? Apa kau menyukainya?" Aku mematung, dan Lia mengacak-acak rambutku seakan ia adalah kakakku. "Tidak perlu ada yang dirahasiakan, honey. Katakanlah."

"Tidak mungkin aku menyukai pria yang sudah memiliki kekasih." Sahutku.

"Nothing impossible, apalagi untuk hal semacam ini."

"Semacam... ini?" Tanyaku ragu.

"Kau jauh lebih baik dibandingkan kekasih Harry. Ia tentu nantinya sadar, gadis mana yang terbaik untuk dirinya kelak."

"Aku memang amnesia, Lia. Namun aku tahu, menjadi orang ketiga disebuah hubungan bukanlah hal yang baik."

Lia tiba-tiba tersenyum mengejek sebelum tertawa terpingkal-pingkal. "Ternyata benar dugaanku. Kau benar-benar sudah jatuh cinta padanya."

Mataku membelak, tidak paham. "Aku tidak mengatakan bahwa aku menyukainya. Sungguh."

"Kalian berdua lucu sekali. Memiliki perasaan yang sama, tapi enggan saling jujur satu sama lain."

"T-tidak, Lia. Kau bicara apa?" Pandanganku datar mengingat Ashley yang cocok berdampingan dengan Harry. "Bagaimana bisa Harry menyukaiku ketika ia memiliki kekasih yang sempurna?"

Aku masih coba mematahkan pendapat Lia. Aku tak mau ucapan sepihaknya membuatku melambung tinggi demi sesuatu yang belum pasti kebenarannya. Karena ketika nanti tidak bersesuaian, jatuh terhempas akanlah menyakitkan.

"Dress yang kemarin adalah buktinya." Gumam Lia. "Itu adalah pakaian kesukaan mendiang ibu kami. Dulu Harry pernah berjanji, bahwa ia akan memberikan dress tersebut saat ia sudah menemukan gadis yang tepat."

Aku meremas seragam pasienku, terkejut dengan penjelasan Lia. Benarkah? Dan tepat di saat bersamaan mataku membulat. "Dress tersebut kotor karenaku. Aku minta maaf, Lia. Sungguh aku tidak tahu."

"Maafkan Harry juga karena ia sampai bertengkar denganmu. Aku mewakilinya karena ia adalah tipe orang yang sulit berujar maaf."

"Kau tahu kami bertengkar?"

"Ben menelponku. Ia mengabariku jika Harry memaksa ingin bermalam di kamarnya. Dan pria yang kau sukai tersebut, bertingkah konyol dengan menceritakan pada anakku yang berusia 3 tahun bahwa kalian sedang bertengkar."

Aku ingin tergelak, sungguh. Kelakuan Harry tidaklah terduga. Tetapi setidaknya aku tahu jika kemarin malam Harry tidak bersungguh-sungguh saat dirinya mengatakan akan menginap di rumah Ashley.

"Mari masuk, Britt. Dylan bilang sebentar lagi jadwal pemeriksaanmu sebelum kau diperbolehkan pulang."

Aku mengangguk bersemangat, dan setelahnya langkahku menjadi jauh lebih ringan. Semoga ini adalah pertanda baik.

----

Sudah tepat dua minggu semenjak kepulanganku dari rumah sakit, dan semenjak itu pula Harry semakin menunjukkan sikapnya yang hangat. Keakraban kami pun terjalin dengan sendirinya, seperti saat ini misalnya, ia tiba-tiba saja memintaku agar ikut bersamanya ke pengadilan.

Perkara yang ditangani Harry bukanlah mengenai tindak asusila ataupun mengenai pidana anak di bawah umur, melainkan masalah tentang pencurian yang didakwakan kepada klien Harry. Sehingga sidang dinyatakan terbuka untuk umum, dan aku bisa menyaksikan aksi keren darinya.

Selama sidang berlangsung, aku tidak berhenti berdecak kagum pada Harry. Bagaimana ia berargumentasi serta mematahkan mati-matian pernyataan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum. Ia benar-benar pandai bermain dengan kata-kata dan logikanya. Hingga hakim mengetuk palu sebanyak 3 kali, klien yang Harry bantu pun akhirnya memenangkan persidangan dengan hukuman yang jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya.

"Kau hebat sekali..." Pujiku bersungguh-sungguh. Harry pun menunduk, menyembunyikan senyum mengembangnya.

"It's a piece of cake. Aku adalah pengacara terbaik." Aku memutarkan bola mataku sembari ia bergerak merangkulku. Dapat ku rasakan lututku seketika melemas akibat setuhannya yang tiba-tiba. "Sebaiknya kita pulang. Sore nanti kau harus kontrol lagi dengan Lia."

"A-aku tahu, tuan pengacara." Gagapku.

"Kurang kata tampan di belakang sebutan pengacaranya." Sergah Harry diikuti cengirannya. "Apa kau sudah merasa ada kemajuan?"

"Sejauh ini aku belum bisa mengingat apapun." Jawabku miris.

"Good..." Harry langsung gelagapan, sadar bahwa dirinya salah memberikan tanggapan. "Maksudku, itu memang bagus untuk tahapan awal. Semakin sering Lia memberikanmu konsultasi, ku yakin kau akan segera mengingat semuanya."

"Ku harap begitu." Aku tersipu malu karena ia enggan melepaskan pelukannya. "Oh ya. Bukankah sore ini kau harus bertemu dengan klienmu yang lain?"

"Aku mengulur jadwal pertemuanku. Kenapa memang?" Satu alisnya terangkat penasaran. "Kau tertarik dengan profesiku bukan begitu, Britt? Teman wanitaku juga banyak yang bilang, ketampananku bertambah jika aku sedang beradu argumen di meja hijau." Ibu jarinya menyentuh pangkal hidungnya yang kembang-kempis.

"Kau percaya diri sekali. Aku hanya ingin bilang kau tidak perlu selalu mengantarkanku ke rumah Lia. Aku bisa menggunakan bus."

Ya, Lia memang memberikanku jadwal rutin sebanyak tiga hari sekali. Terlalu seringnya intensitas waktu tersebut membuatku takut mengganggu kegiatan Harry yang lain. Sebab setiap kali aku hendak berkonsultasi, tepat saat itu juga Harry tahu-tahu sudah duduk di kursi kemudi untuk mengantarkanku.

"Harry!"

Suara itu mendadak mengakhiri pembicaraan kami. Aku langsung melepaskan rangkulan Harry setelah yakin pemilik suara itu adalah Ashley. Dari kejauhan ia nampak kesusahan berjalan dengan rok span pendek dipadu dengan high heels. Apa ia merasa nyaman?

"Kau bilang kau selesai pukul 3?! Sekarang lihatlah, sekarang sudah pukul 3 lebih 10!"

"Kau sedang apa di sini?" Pertanyaan datar Harry sontak menjadikan emosi Ashley kian berada di ubun-ubun.

"Not again, please! Jangan bilang kau lupa untuk menemaniku mencari tas Louis Vuitton terbaru! Kau bahkan kemarin berjanji akan menonton The Walk denganku!" Ashley memajukkan bibirnya yang dipoles lipstick merah menyala, dan secara tak sengaja pandangannya jatuh padaku. "Kau lagi? Kenapa kau selalu muncul di mana-mana?!" Ashley menatapku tajam, tidak lama beralih pada Harry yang raut wajahnya telihat lelah. "Kau selingkuh dariku?! Apa benar, Harry?!"

Harry menghela nafas keras-keras. "Ashley, hentikan tuduhanmu."

Aku memundurkan langkahku, menghindar untuk terlibat. Akan tetapi Harry menahan pergelangan tanganku terlebih dahulu.

"Tunggu di sini. Aku akan bicara dengannya sebentar."

"Bicara saja di sini! Dan kau tidak perlu memegangnya!" Bentak Ashley sembari melepaskan tautan kami.

Harry pun dengan geram membawa Ashley keluar dari koridor. Mataku melirik hingga punggung mereka benar-benar hilang dari penglihatanku. Mungkin sebaiknya aku pergi saja, tidak baik juga aku menjadi pengganggu kebersamaan mereka.

Keluar dari area pengadilan, setelahnya aku pun menunggu bus rute 07 yang akan membawaku ke rumah Lia. Ketika aku mengedarkan pandanganku, mataku tak sengaja menemui sosok kecil laki-laki yang terduduk di kursi restaurant bagian luar bersama ayahnya. Anak tersebut sangat manis. Jika saja bus tujuanku tidak segera tiba, mungkin aku masih asik menatap anak itu.

Kurang dari 20 menit akhirnya aku tiba di rumah Lia. Ben yang sedang bermain sepeda di halaman berteriak kegeringan memelukku. Aku mengendongannya dan mencium pipi tembamnya bertubi-tubi.

"Aunty Britt, kenapa menangis?" Jemari mungilnya menghapus air mataku. Aku menangis?

"Aunty menangis karena rindu Ben." Jawabku. Ben pun mengangguk seolah paham, setelahnya ia berceloteh mengenai gadis yang ia sukai sembari kembali menaiki sepedanya. Aku hanya mampu menahan tawa.

"Brittany!" Teriakan Harry terdengar keras bersamaan dirinya keluar dari mobil. Rautnya menunjukkan kegelisahan. "Mengapa kau pergi?! Sudah ku bilang kau tetap diam di sana!" Gertaknya sambil membawaku dalam dekap dadanya, memelukku sangat erat. Nafasnya yang tersengal-sengal menyapu leherku. Otot lengannya pun turut menegang. "Aku... pikir kau pergi. Aku pikir kita tidak akan pernah bertemu lagi."

Jujur aku tertegun dengan pengakuannya, lantas aku hanya bisa membisu. Mataku terpejam seiring ia mengecup lembut dahiku. Aku meremas jas yang melekat di tubuhnya, menikmati. Ini terasa benar dan salah di waktu bersamaan.

"Cie!" Ben tiba-tiba berdehem dari atas sepedanya, mengolok-ngolok kedekatan kami. Harry kemudian menyerang keponakannya tersebut dengan kelilitikan.

Sedikit banyak aku mulai menyukai keseharianku, aktifitasku, dan tidak terlalu memperdulikan lagi ingatan masa laluku. Dikelilingi orang-orang baik terlanjur membuatku nyaman, terlebih karena adanya sosok Harry. Harry mengubahku.

Bab terkait

  • Long Way Home (Indonesia)   7 | First Kiss

    Harry's POV"Mengapa kau menghina Brittany?!"Selepas aku membawa Ashley keluar dari gedung pengadilan, amarahku langsung berkoar. Mengingat bagaimana kasarnya ia memperlakukan Brittany benar-benar tidak bisa ku tolerir lagi. Ashley terlihat geram atas bentakkanku, sehingga ia membanting tasnya sembarangan. "Kau kekasihku! Aku berhak mengaturmu, Harry! Dia dekat-dekat denganmu hanya berusaha untuk menggodamu! Aku tidak suka hal itu!" "Tapi bagaimana jika aku suka?!" Ujarku."What?..." Ashley menggeleng tak percaya."Ia tak pernah menggodaku! Justru akulah y

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-18
  • Long Way Home (Indonesia)   8 | Bayangan Masa Lalu

    Aku memang seorang amnesia. Namun bolehkan aku menggumamkan syukur akan hal tersebut? Aku tahu, tidak semestinya aku membenarkan pemikiran semacam itu. Tapi setidaknya, di dunia baruku ini aku bisa mengetahui satu hal, yaitu; Harry adalah ciuman pertamaku. Dan ku pastikan agar otak payahku untuk selalu mengingat hal tersebut."Britt? Apa kau sudah siap?" Seketika aku panik mendengar ketukan pintu kamar. Itu suara Harry. Dadaku bergemuruh lantaran yang kembali terbayang ialah bagaimana bibir lembut miliknya terbentuk sempurna. Sudah dua minggu kami resmi berpacaran, dan aku masih malu-malu. "Kau tidak melupakan dinner kita, kan?"Oh Tuhan. Aku benar-benar lupa ajakan makan malamnya. "A-aku tadi tertidur. Tidak masalah menunggu sekitar sepuluh menit?""Tidak usah terbur

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-18
  • Long Way Home (Indonesia)   9 | Kepingan Palsu

    Waktu sesaat terhenti. Riuh suara instrumen musik dan godaan dari para pengunjung hilang. Suasana disekitarku senyap, seiring pikiranku yang berhasil mengenyahkan bayang pria misterius itu.Harry yang masih dalam posisi berlutut, kembali menanyakan hal yang sama mengenai kesediaanku menjadi satu-satunya wanita di hidupnya. Gugup terlihat jelas dari gesture wajah dan tubuhnya. Ia sesekali melirikku sebelum menjatuhkan pandangannya ke lantai. Dan hal itu terus berulang beberapa kali. Dengan perasaan yang kacau, aku memutuskan menutup kotak berisikan cincin berhiaskan permata tersebut."M-maaf, Harry. Aku tidak bisa."Air mataku pun jatuh. Persis perempuan bodoh yang hanya mementingkan diri sendiri, aku berlari meninggalkan Harry. Meninggalkannya yang diam terpaku di kerumunan banya

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-18
  • Long Way Home (Indonesia)   10 | A Moment To Remember

    Aku membersihkan luka Harry dengan hati-hati. Sementara pria itu hanya diam membisu semenjak perseteruan dirinya dengan Chris berakhir beberapa waktu lalu. Walau aku tidak tahu mana kenyataan yang benar, maksudku antara pembelaan Harry maupun Chris yang jauh berkebalikan, bagaimanapun juga hatiku condong pada Harry. Aku memercayai dia melebihi orang-orang di sekitarku. Aku yakin dia selalu berkata jujur."Ini sudah malam. Beristirahat--"Tiba-tiba Harry meraih pergelangan tanganku usai aku selesai mengobatinya dan hendak beranjak dari kamarnya. Hijau Harry menatapku datar, tak ada emosi apapun yang mampu ku baca. "Apa... kau akan pergi? Kau tidak memercayaiku?"Pun aku tersenyum tipis sambil menyentuh wajahnya. "Kau kekasihku, tentu aku percaya. Sekarang tidurlah."

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-18
  • Long Way Home (Indonesia)   11 | Berikan Aku Waktu

    Sudah nyaris 1 jam aku bersembunyi di dalam kamar. Apa yang barusan terjadi membuatku terkejut. Seorang anak menyebutku 'mom' dengan senyum yang merekah lebar. Itu semakin memperkuat ucapan Chris yang ku kira sebatas kebohongan belaka. Tentang aku yang merupakan istrinya, juga tentang kami yang sudah memiliki seorang anak lelaki bernama Alex --ya dia adalah anak itu.Pintu kamar pun diketuk. Lantas cepat-cepat aku menghapus air mataku. "Sebentar, Harry. Aku akan kelu... ar." Suaraku menipis begitu tersadar sosok yang masuk bukanlah Harry, melainkan Chris. Mengapa Harry bisa membiarkan dia kemari? "A-apa yang kau lakukan? Pergi!""Berikan aku kesempatan bicara." Chris berjalan mendekat, namun aku langsung melemparinya dengan berbagai barang disekitarku. Aku enggan mendengar satu kata pun dari mulutnya. Aku belum siap, atau lebih tepatnya

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-18
  • Long Way Home (Indonesia)   12 | Foto Bersama

    Aku mengeratkan selimut ketika mendengar suara mesin mobil dari halaman rumah. Saat aku yakin itu Harry, aku pun memejamkan mata dengan posisi tidur miring. Ini sudah pukul 3 pagi, dan aku tidak percaya dia baru kembali setelah kami sempat beradu mulut. Kekesalanku bertambah manakala dia tidak mengangkat telponku maupun membalas pesanku. Dia tahu betul cara membuatku gelisah setengah mati."Britt?" Harry memanggil bersamaan dengan sentuhannya di pundakku. "Aku tahu kau belum tidur. Maafkan aku sudah meninggalkanmu seperti tadi."Aku tak bergeming barang satu inchi pun. Bisa ku rasakan sisi ranjang terisi begitu Harry memeluk tubuhku dari belakang. Tangan kanan itu melingkar di pinggangku, sementara wajahnya dia tenggelamkan pada rambutku sebelum merambah pada bagian pundak. Kemudian aku tersadar helaan nafasnya berbau alkohol, terkesan

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-18
  • Long Way Home (Indonesia)   13 | Untuk Apa Datang?

    Alex baru saja dijemput oleh bus sekolah. Dia berusia 5 tahun dan duduk di kelas taman kanak-kanak. Sebelumnya Alex terus berbicara agar aku tidak menghilang lagi. Bahkan dia tetap menatapku sambil melambaikan tangan dari bagian belakang bus. Aku terhibur akan kelakuan menggemaskannya, walau di satu sisi kejadian yang terjadi sejauh ini masih terasa seperti mimpi. Dan hati kecilku dengan sangat egoisnya sedikit berharap dapat mengakhiri mimpi panjang ini, untuk kembali pada Harry. Oh, aku pasti gila! Apa yang baru saja aku pikirkan?Beralih pada Chris, dia pagi-pagi sekali sudah ke bandara mengantarkan Celine dan Gerald (kedua orangtuanya, atau haruskah ku sebut ibu-ayah mertuaku?) Mereka sungguh hangat sekaligus mengerti kondisiku. Sayangnya setelah satu minggu berkunjung, mereka harus kembali ke Manthattan. Di satu minggu ini pun aku mulai tahu banyak hal. Namun dari semuanya, yang pali

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-18
  • Long Way Home (Indonesia)   14 | Sulit, Tapi Harus

    "Apa saja."Aku berucap tak berselera. Harry melirik karena sikapku mungkin membuatnya kesal. Dia menyebutkan dua full english breakfast dan orange juice sebagai menu sarapan paksanya bagiku."Aku ingin putus." Lanjutku, tanpa basa-basi."Makan dulu agar kau punya energi lebih untuk memutuskanku."Aku mengerucutkan bibir. Apa-apaan ini? Harry pun mengeluarkan ponselnya, memainkannya. Dia terus begitu, asik dengan gadgetnya, seolah aku tak ada di hadapannya. Lalu untuk apa dia repot-repot meyeretku kemari? Dan juga tau darimana dia rumahku?Setelah pesananku datang, Harry menaruh ponselnya di meja. Matanya kali ini tertuju padaku. Atas tatapan tajam itu, akhirnya aku berinisiatif mera

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-18

Bab terbaru

  • Long Way Home (Indonesia)   18 | Mari Kita Cari Tahu

    Harry menyelimuti Brittany yang tertidur lelap di samping Alex. Perempuan itu menolak berbaring di sofa, jadilah dia duduk di kursi dan menenggelamakan wajah pada bantalan lengan. Katanya biar tahu kalau Alex tiba-tiba siuman."Kau yakin?" Bisik Harry selagi menutup pintu kamar inap Alex. Ada seseorang yang menghubungi Alex, yaitu Lucas, teman semasa kuliah yang kini bekerja sebagai detektif di kepolisian. "Kenapa bisa sampai tidak ada cctv? Bukankah setiap tempat seharusnya sudah terpasang?""Tempat yang kau sebutkan hanya ruko kosong, Harry. Cctv jalan pun sudah lama tidak berfungsi." Balas Lucas di sebrang sana."Apa yang kau dan atasanmu lakukan dengan uang pajak?!" Harry berteriak frustasi."Besok pagi aku akan mencari tahu lagi. Ku

  • Long Way Home (Indonesia)   17 | Siapa Pelakunya?

    "Sistem kekebalan dan pencernaan Alex belum sempurna. Sehingga kacang memang berbahaya bagi tubuhnya." Jelas seorang dokter IGD pada Brittany dan Harry. Brittany terus menggenggam tangan Alex yang terbebas dari tali infus, sementara Harry diam mendengar penuturan barusan. "Beruntung Alex cepat dibawa kemari, kalau tidak, bisa terjadi syok anafilaksis yang dapat membahayakan nyawanya."Hati Brittany betulan sakit. Ibu macam apa sebenarnya dia ini? Kenapa hal sekrusial ini bisa dia lupakan juga?"Alex akan kami pindahkan ke kamar rawat inap. Dia perlu perawatan setidaknya selama satu hari.""Baik, dokter. Tolong lakukan yang terbaik." Jawab Harry.Dua orang perawat mendorong ranjang Alex. Mereka melewati lorong rumah sakit, lalu berbelo

  • Long Way Home (Indonesia)   16 | Sepupu yang Terlalu Dekat

    "Sudah berapa kali aku katakan, jangan mengangkat ponselku sembarangan!"Chris yang baru keluar dari kamar mandi, merebut ponselnya. Helena hanya memajukan bibirnya kesal. Dia memilih bersembunyi dibalik selimut karena tubuh telanjangnya begitu kedinginan. Baru saja mereka bermesraan guna melepaskan penat, kini Chris sudah kembali emosi."Kenapa kau memarahi begitu? Lagipula tadi hanya salah sambung."Di ceklah sebentar kontak yang masuk, benar nomor asing. Setelahnya, Chris melepaskan handuk sebatas pinggang guna berpakaian. Ini sudah hampir makan malam. Chris tidak mau istrinya curiga, sekalipun dirinya ragu kalau Anna mengkhawatirkannya. Baru selesai memakai celana kerja dan akan meraih kemejanya, tangan Helena terlebih dahulu melingkar di pinggang Chris. Secara tidak langsung Helena i

  • Long Way Home (Indonesia)   15 | Fakta Baru

    Setelah makan bersama Harry, aku tidak benar-benar pulang ke rumah. Aku sengaja mendatangi sekolah Alex sebagai pengalih rasa sedihku. Ku ambil cermin dari dalam tas, memastikan aku tak terlihat sembab usai menangis. Pun aku segera turun dari taksi.Ini masih pukul 10 pagi, Alex dan teman-temannya masih berada di dalam kelas. Ku perhatikan lamat-lamat situasi sekitar, berharap ada yang bisa ku ingat. Dari yang Chris bilang, aku kecelakaan dalam perjalanan menjemput Alex pulang sekolah. Pasti aku sering melakukan rutinitas ini. Namun kenapa aku tetap sulit mendapatkan kenangan itu?"Anna?" Sapa seorang wanita. Dia berusia sekitar 30 tahun, dan tersenyum hangat. Apa Alex berteman dengan anak dari ibu ini? "Kau kemana saja? Sudah lama aku tidak melihatmu.""Ah, hallo? Kau mengenalku?" Bal

  • Long Way Home (Indonesia)   14 | Sulit, Tapi Harus

    "Apa saja."Aku berucap tak berselera. Harry melirik karena sikapku mungkin membuatnya kesal. Dia menyebutkan dua full english breakfast dan orange juice sebagai menu sarapan paksanya bagiku."Aku ingin putus." Lanjutku, tanpa basa-basi."Makan dulu agar kau punya energi lebih untuk memutuskanku."Aku mengerucutkan bibir. Apa-apaan ini? Harry pun mengeluarkan ponselnya, memainkannya. Dia terus begitu, asik dengan gadgetnya, seolah aku tak ada di hadapannya. Lalu untuk apa dia repot-repot meyeretku kemari? Dan juga tau darimana dia rumahku?Setelah pesananku datang, Harry menaruh ponselnya di meja. Matanya kali ini tertuju padaku. Atas tatapan tajam itu, akhirnya aku berinisiatif mera

  • Long Way Home (Indonesia)   13 | Untuk Apa Datang?

    Alex baru saja dijemput oleh bus sekolah. Dia berusia 5 tahun dan duduk di kelas taman kanak-kanak. Sebelumnya Alex terus berbicara agar aku tidak menghilang lagi. Bahkan dia tetap menatapku sambil melambaikan tangan dari bagian belakang bus. Aku terhibur akan kelakuan menggemaskannya, walau di satu sisi kejadian yang terjadi sejauh ini masih terasa seperti mimpi. Dan hati kecilku dengan sangat egoisnya sedikit berharap dapat mengakhiri mimpi panjang ini, untuk kembali pada Harry. Oh, aku pasti gila! Apa yang baru saja aku pikirkan?Beralih pada Chris, dia pagi-pagi sekali sudah ke bandara mengantarkan Celine dan Gerald (kedua orangtuanya, atau haruskah ku sebut ibu-ayah mertuaku?) Mereka sungguh hangat sekaligus mengerti kondisiku. Sayangnya setelah satu minggu berkunjung, mereka harus kembali ke Manthattan. Di satu minggu ini pun aku mulai tahu banyak hal. Namun dari semuanya, yang pali

  • Long Way Home (Indonesia)   12 | Foto Bersama

    Aku mengeratkan selimut ketika mendengar suara mesin mobil dari halaman rumah. Saat aku yakin itu Harry, aku pun memejamkan mata dengan posisi tidur miring. Ini sudah pukul 3 pagi, dan aku tidak percaya dia baru kembali setelah kami sempat beradu mulut. Kekesalanku bertambah manakala dia tidak mengangkat telponku maupun membalas pesanku. Dia tahu betul cara membuatku gelisah setengah mati."Britt?" Harry memanggil bersamaan dengan sentuhannya di pundakku. "Aku tahu kau belum tidur. Maafkan aku sudah meninggalkanmu seperti tadi."Aku tak bergeming barang satu inchi pun. Bisa ku rasakan sisi ranjang terisi begitu Harry memeluk tubuhku dari belakang. Tangan kanan itu melingkar di pinggangku, sementara wajahnya dia tenggelamkan pada rambutku sebelum merambah pada bagian pundak. Kemudian aku tersadar helaan nafasnya berbau alkohol, terkesan

  • Long Way Home (Indonesia)   11 | Berikan Aku Waktu

    Sudah nyaris 1 jam aku bersembunyi di dalam kamar. Apa yang barusan terjadi membuatku terkejut. Seorang anak menyebutku 'mom' dengan senyum yang merekah lebar. Itu semakin memperkuat ucapan Chris yang ku kira sebatas kebohongan belaka. Tentang aku yang merupakan istrinya, juga tentang kami yang sudah memiliki seorang anak lelaki bernama Alex --ya dia adalah anak itu.Pintu kamar pun diketuk. Lantas cepat-cepat aku menghapus air mataku. "Sebentar, Harry. Aku akan kelu... ar." Suaraku menipis begitu tersadar sosok yang masuk bukanlah Harry, melainkan Chris. Mengapa Harry bisa membiarkan dia kemari? "A-apa yang kau lakukan? Pergi!""Berikan aku kesempatan bicara." Chris berjalan mendekat, namun aku langsung melemparinya dengan berbagai barang disekitarku. Aku enggan mendengar satu kata pun dari mulutnya. Aku belum siap, atau lebih tepatnya

  • Long Way Home (Indonesia)   10 | A Moment To Remember

    Aku membersihkan luka Harry dengan hati-hati. Sementara pria itu hanya diam membisu semenjak perseteruan dirinya dengan Chris berakhir beberapa waktu lalu. Walau aku tidak tahu mana kenyataan yang benar, maksudku antara pembelaan Harry maupun Chris yang jauh berkebalikan, bagaimanapun juga hatiku condong pada Harry. Aku memercayai dia melebihi orang-orang di sekitarku. Aku yakin dia selalu berkata jujur."Ini sudah malam. Beristirahat--"Tiba-tiba Harry meraih pergelangan tanganku usai aku selesai mengobatinya dan hendak beranjak dari kamarnya. Hijau Harry menatapku datar, tak ada emosi apapun yang mampu ku baca. "Apa... kau akan pergi? Kau tidak memercayaiku?"Pun aku tersenyum tipis sambil menyentuh wajahnya. "Kau kekasihku, tentu aku percaya. Sekarang tidurlah."

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status