POV DETEKTIF JOHAN
Suara serine ambulance meraung-raung memecah malam yang sudah menuju pagi, mayat-mayat yang bergelimpangan tadi malam kini sudah di masukan ke dalam kantong-kantong kuning yang dijejerkan di halaman apartemen. Baru di pagi ini kami diijinkan masuk dan melihat dari dekat lokasi yang dipakai pertempuran semalam. Bau anyir darah sudah tercium begitu aku, inspektur Johan dan juga Andre menginjakkan kaki di halaman gedung apartemen.
Sungguh sebuah pemandangan yang ironis, sinar matahari pagi begitu indah menebar cahaya dari upuk timur. Namun di hadapan kami justru berjejer kantung-kantung mayat berisi orang-orang yang mungkin saja hanya beberapa saja dari mereka mengetahui alasan sesungguhnya kenapa mereka sekarang terbujur kaku di balik kantong mayat itu, baik dengan tubuh yang utuh atau bahkan tubuh yang sudah terpotong.
Beberapakali aku melirik Andre, untunglah saat ini dia tak mengotori TKP lagi dengan muntaha
Mohon dukungannya dengan cara berikan komentar berupa kritik dan saran, VOTE, atau kamu bisa menambahkan Novel ini ke dalam pustakamu. Terima kasih readear!
POV ANDRE Rasa kantuk yang sangat berat membuatku tak bisa mengikuti kedua orang yang duduk di jok depan, aku pun meminta detektif Johan untuk mengantarku pulang ke rumah. Setelah menyaksikan pertempuran semalam otakku terasa blank begitu saja, Aku juga merasa shock mengetahui kalau gadis yang bernama Puri adalah seorang pengguna elemen. Tindakanku semalam yang tiba-tiba turun dan masuk ke area pertempuran benar-benar suatu yang perbuatan yang sinting. Seperti ucapan detektif Johan padaku. Aku sama sekali tak memikirkan keselamatan diri sendiri saat melihat gadis itu. Sejak sampai di rumah, pikiranku terus saja berputar-putar tak jelas. Aku masih terus mencoba menerima dengan akal sehatku tentang pertempuran yang semalam aku saksikan dengan mataku sendiri. Bahkan aku menyaksikan orang yang aku kenal menggunakan kemampuannya untuk bertarung menghadapi lawannya. Entah berapa lama aku hanya diam sambil be
POV ANDRE Aku sedikit kikuk mendapat tatapan tajam dari inspektur James, mungkin itu salah satu kekuatan seorang inspektur polisi. Aku duduk seperti seorang pasakitan di depan inspektur James, sedangkan detektif Johan membawa banyak berkas dari mejanya dan meletakkannya di hadapan aku dan inspektur James. "Dre, tentu kamu masih shock atas apa yang kita saksikan semalam, saya juga sudah tahu alasan sinting kamu untuk turun ke area pertempuran. Nah sekarang saya akan jelaskan dulu untuk tugas awalmu yang harus kamu ingat baik-baik," kata detektif Johan sambil mengambil satu berkas yang tercecer di meja. "Kamu masih ingat apa yang pernah saya ceritakan tentang Dark Lantern?" Tanya detektif Johan. "Tentu Om, saya masih mengingatnya," jawabku dengan cepat. "Bagus kalau begitu, saya akan ceritakan peristiwa pembunuhan atau lebih tepatnya pembantaian yang terjadi beberapa tahun lalu. D
POV ANDRE Matahari sudah condong ke barat, aku langsung melajukan dengan motor kesayanganku menuju rumah Puri. Rasa kantuk yang sangat menyiksaku, tapi aku tak boleh menundanya. Jika apa yang dikatakan detektif Johan benar, maka pembantaian selanjutnya ada di titik yang sudah dijelaskan tadi. Dengan membawa peta yang sudah sempat dicorat-coret oleh detektif Johan, aku pastikan bisa menyampaikan semua pesan dengan jelas pada mereka. Suasana lalu lintas sangat padat sore ini, aku mencoba mencari jalan pintas agar tidak terjebak kemacetan. Namun akhirnya sampai juga di depan rumah Puri. Sebelum masuk rumah Puri, aku menelepon ibu-ku, mengabarkan akan telat pulang seperti kemarin. Sejak aku membantu mengurus setiap kasus yang ditangani detektif Johan, ibuku sering merasa khawatir bila ku telat memberinya kabar. Jadi aku selalu mengingatkan diriku untuk tak membuatnya khawatir padaku. Ibu selalu mendukung apa pun ya
POV ANDRE Puri masih memeluk dengan erat, sedangkan aku merasa bingung sendiri apa yang harus aku lakukan. Sebagai laki-laki normal tentu saja aku ingin memeluknya kembali, tapi aku bukan laki-laki bajingan yang memanfaatkan situasi. Jadi aku hanya diam terpaku dan berusaha menahan hasratku yang terasa semakin naik ke ubun-ubunku. "Dre, aku ingin kamu memelukku juga," kata Puri dengan suara yang pelan setengah berbisik di telingaku. Perlahan-lahan aku mengangkat tanganku dan memeluk tubuh seksi milik Puri, jantungku berdetak kencang seperti berpacu dalam sebuah perlombaan lari. "Kamu tahu Dre, andai saja aku bisa memiliki seseorang yang mencintaiku dengan tulus, aku tak akan ragu memberikan semua yang aku punya dan memujanya sepanjang umurku," kata Puri, lalu dia melepaskan pelukannya padaku. Puri menuntunku untuk kembali duduk di sofa, dia terus menatap wajahku. Hingga membuatku merasa risih se
POV ANDRE Aku bingung dengan tatapan mata Alex, hingga aku mundur selangkah dari hadapannya dan pegangan tangan Alex di bahuku pun terlepas. Sambil mengerutkan dahi aku balik menatap wajah Alex. "Ada apa Lex?" tanyaku dengan risih. "Kamu harus bantu kami, Dre," kata Alex, tapi aku melihat keraguan di matanya. "Lex, Yogi pengguna elemen petir dan listrik, dIa pasti akan baik-baik saja," kata Puri menyambung pembicaraan kami. "Baik-baik saja menurutmu Pure? Belum tentu. Setiap elemen punya kelemahan masing-masing, masa kamu ngak mengerti ya...," kata Alex. "Yogi sangat baik, dia juga orang yang ta'at beribadah. Aku yakin di jam-jam segini dia pasti sedang berada di moshala dekat rumahnya," kata Tim yang baru saja sampai beberapa saat yang lalu bersama sepuluh orang temannya. "Perkampungan tempat tinggal Yogi sudah di kepung Lex, kita harus segera menyelamatkan dia,
POV ANDRE Aku terjebak dalam keadaan yang sangat sulit, tetap diam di sini? Mungkin aku akan terlibat bentrokan dengan aparat. Jika aku bisa lolos keluar dari sini..., aku tak mungkin tega pada para penduduk kampung. Ahhhggg...., aku kesal sendiri jadinya. Aku ambil ponselku untuk kembali menghubungi Puri. "Halo Puri, aku tak berhasil membujuk Yogi dan mereka sudah siap menyerang!" Kataku dengan panik. "Kamu di mana sekarang?" Tanya Puri "Aku masih di dalam perkampungan, terjebak di sini," jawabku. "Ahh sial!" Gerutu Puri. "Aku tak bisa keluar sekarang, mungkin sebentar lagi kalau para polisi itu akan maju, dan para penduduk kampung juga sudah siap menyerang. Kita harus mencegah terjadinya pertumpahan darah," kataku. "OK, kami akan menuju ke sana," kata Puri, lalu memutus sambungan telponnya. BRAK! BRAK! BRAK! BRAK! BRAK! BRAK! Terdengar suara perisai peli
Wanita berambut panjang itu berdiri tegak di tengah pertempuran, matanya yang tajam menatap ke arah agen SDI yang dia panggil Robert. Alex yang berhasil membebaskan diri dari rasa takutnya, dia langsung berdiri dan mendekat ke arah di mana wanita berambut panjang itu berdiri. Begitu pun dengan para pengguna elemen lainnya yang sudah berhasil mengatasi rasa takutnya. Mereka seakan sengaja dikumpulkan di belakang wanita berambut panjang itu.Sedangkan Robert, yang terpental beberapa meter dari tempatnya berdiri tadi, langsung bangun dan berbalik menghadap pada si wanita berambut panjang."Balancer?!" seru nya dengan ekspresi terkejut."Lama tidak bertemu, Kamu masih terlihat muda dan seksi seperti dulu," lanjut Robert sambil menyeringai."Huh..., kamu Robert masih saja haus darah seperti dulu," kata wanita yang di panggil Balancer oleh Robert."Aku balancer, sudah bersumpah akan menghabisi seluruh keluarga Van Bosch hingga tak akan pernah ada lagi, j
Pertarungan Robert dan Balancer berlangsung dengan sangat cepat, untuk mata orang biasa pergerakan mereka tak dapat dilihat dengan jelas. Hanya kilatan-kilatan bayangan yang seperti saling kejar dan saling mematahkan, suara-suara berdebum dua kekuatan yang beradu kadang terasa mengguncang area di sekitarnya. Berbeda yang dapat dilihat oleh Alex dan teman-temannya, Robert yang menggunakan sarung tangan jolt mampu mengendalikan lebih dari satu elemen. Robert bergerak dengan kekuatan elemen petir untuk mengimbangi gerakan Balancer yang cepat bagaikan kilat. Tubuhnya meliuk-liuk menghindari serangan Robert sambil menyerang dengan kuku-kuku besi tajamnya yang siap merobek tubuh lawannya. Beberapa kali benturan kekuatan keduanya terjadi, yang mengakibatkan keduanya terlempar jauh kebelakang. Namun itu hanya berlangsung sekejap, kemudian keduanya langsung bangkit dan kembali saling menyerang. Kuku-kuku balancer yang panjang mencoba menembus pertahanan Robert, lain dengan ro
POV RAYAku berlari menghampiri Azazel yang masih berlutut di depan kursi kebesarannya. Tanpa banyak berkata lagi aku menerjang dengan pukuran dan tendangan yang yang bertubi-tubi. Dia sekarang tak lebih dari seorang manusia pengguna elemen, kekuatan yang ada pada tubuh Thomas hanya kekuatan milik Thomas saja.DUESH!Azazel beberapakalu terpelanting, walau begitu dia masih bisa bertahan dengan kekuatan elemen milik Thomas. Azazel pun berusaha untuk balik menyerangku dengan mengeluarkan elemen tanah dan membentuk sebuah palu besar, lalu diayunkan palu itu ke arahku sambil melompat. Aku bersiap menunggunya dengan membentuk palu yang lebih besar dari milik Azazel. Begitu serangan palu Azazel mendekat, dengan kekuatan palu yang aku buat, aku hancurkan dengan sekali hantaman paluku.Azazel bergerak secepat kilat dengan elemen petir, melontarkan panah-panah petir yang dengan mudah aku tangkis. Dia pun berusaha untuk lari, tapi aku tak akan melepas
POV RAY Ruangan sekarang menjadi terang lagi. Dengan susah payah aku berdiri sambil memegangi dadaku yang terluka. Mataku mulai berkunang-kunang. Darah sudah banyak yang keluar sepertinya. Tapi aku masih harus berdiri. "Creator?" kata Thomas. Tidak. Ia bukan Thomas. Dia Azrael yang telah mengambil alih tubuh Thomas. "Azrael?! Kenapa kamu tidak menjadi tubuhmu saja yang besar itu?" tanyaku. "Justru wujud manusia adalah wujud yang paling sempurna menurutku. Aku cukup menjadikan tubuhnya sebagai vesel untuk kebangkitanku. Segar sekali rasanya setelah lama terkurung di kegelapan oleh lima creator terkutuk itu selama ribuan tahun. Dan aku tak perlu membunuh mereka karena mereka sudah mati. Hahahahahah," kata Azrael. "Ugh!" rasa sakit didadaku. Ah...darah. Darah itu elemen air bukan? Aku terpaksa melakukannya. Obati lukaku siapa namamu? Dia tidak bernama. Tolonglah. Ahh...aku tertolong. Lukaku mulai tertutup.
POV ANDRE Pertarunganku dan Puri melawan laki-laki bernama Hund semakin seru, kami berusaha keras mengalahkan dia, walau beberapa kali kami harus berusaha menghindari semua serangan Hund yang tentu saja pengalaman bertarungnya jauh diatas kami berdua. Sering kali aku kewalahan dan hampir terkena sabetan-sabetan pedang besinya yang super tajam. Tapi beruntung aku terlindungi dengan kayu-kayu yang muncul dari penggabungan jolt yang aku pakai. Namun pertarungan kami mendadak terhenti, perlahan tapi pasti suasana menjadi gelap. Aku dan Puri saling pandang. Begitupun Alex dan teman-teman lainnya. Ada rasa panik yang aku rasakan dan mungkin juga Alex dan yang lainnya juga merasakan. "Puri, apa ini sudah saatnya terjadi gerhana?" Tanyaku sambil mendekati Puri. Puri yang terlihat kelelahan hanya menatapku sendu, lalu mengangguk pelan. "Puri, kita masih belum kalah, kita harus terus bertarung" bisikku sambil
POV BALANCER Aku kembali berhadapan dengan Robert. lelaki yang telah membunuh adikku satu-satunya. Aku tak dapat melupakan kejadian itu walau sesaatpun, jasad William yang dilemparkannya ke bawah jembatan. William yang berusaha melindungiku dan anakku dari orang-orang biadab ini. Dia tak dapat mengimbangi serangan-serangan yang diterimanya dari para agen SDI yang mengeroyoknya. Sedangkan aku, Ketika itu baru saja melahirkan. Dalam kondisi yang masih lemah Thomas yang sudah mengetahui keberadaanku, memerintahkan untuk membunuh ku juga William. "Balancer, akhirnya kita selesaikan pertarungan kita yang tertunda," kata Robert. Aku yang malas meladeni ucapannya, lalu memanggil kekuatan elemenku, besi. Seperti biasa, aku dengan kuku-kuku besiku sudah siap mencabik-cabik Robert. Aku langsung menerjangnya, melancarkan serangan-serangan untuk bisa cepat mencabik dan membunuhnya. Robert dengan memakai kekuatan joltnya, dia pun m
POV RAY Aku mengakui kekuatan Thomas, dia sangat kuat. Walaunsejauh ini aku dapat mengimbangi kekuatannya. Aku yang seorang Creator dapat mengimbangi cara bertarung Thomas, yang tak beda jauh dengan cara bertarungku. Aku berdiri di atas platform yang terbuat dari es, ketika aku mengimbangi dia membentuk golem raksasa bersenjatakan tombak bertarung dengan golem raksasa yang dia buat dengan bersenjatakan pedang. Pertarungan kami cukup aneh sekali, kami tidak melakukan pertarungan langsung. Kami saling melemparkan elemen dan menciptakan berbagai bentuk makhluk yang kamu gerakkan dari jauh. Seandainya ada yang melihat pasti mereka seperti melihat dua orang yang bermain mainan remote control untuk saling mengalahkan. Aku bisa mengimbangi cara bertarung seperti itu. Kalau ada kesempatan baru aku menyerangnya secara langsung dengan melemparkan sesuatu untuk melukainya, begitupun dengan Thomas. Dan Sial. Dia Kuat sekali, tak ada satup
POV ANDREAku, Puri, Alek, Tobi, dan para elemental lainnya, kini berhadapan dengan tiga anggota SDI. Mereka yang masing-masing menggunakan sarung tangan jolt, menyeringai ke arah kami. Senyum merendahkan pun tersungging di wajah mereka. Dengan sangat angkuh mereka mendekat ke arah kami."Halo kalian tikus-tikus elemen, kenalkan namaku John. Ada baiknya bukan, jika sebelum mati kalian mengetahui nama siapa yang sudah membunuh kalian, hahaha..." kata orang pertama sambil tertawa mengejek."Aku Scarlet," kata orang kedua, seorang cewek dengan dandanan layaknya laki-laki."Hahaha..., dan Hund, bersiaplah kalian untuk mati," katanya."Kalian tak lihat apa, jumlah kami banyak. Apa sanggup kalian melawan kami?" tanya Alex dengan lagaknya seperti biasa."Hahaha..., lihat teman-teman. Dia meragukan kita!" Kata John sambil melirik kedua temannya."Hahaha...., mereka memang cari mati John! Hai bocah sebanyak apapu
Pov RayAku dan sang Balancer ibuku memimpin para pengguna elemen menuju senayan, dimana bangunan aneh berada. Kami sudah berada di depan bangunan besar yang menjulang yang mengelilingi Tugu Monas. Menurut ramalan tepat jam dua belas siang nanti akan terjadi gerhana matahari, dimana seluruh planet berada pada satu garis lurus.Sebelum itu terjadi, kami harus bisa mengalahkan Thomas dan menghalanginya untuk menjadi wadah dari kekuatan Azazel. Walau kami tahu, itu tidak akan mudah. Tapi kami pantang untuk menyerah, demi kedamaian di dunia ini.Semua bangunan ini sudah dipersiapkan oleh Thomas. Bagunan yang dibuat dengan menggunakan elemen tanah, besi dan elemen es untuk atapnya."Ray cepat temukan Thomas, Kita tak punya banyak waktu lagi. Sebelum terjadi gerhana Matahari, terlambat saja, kita sudah dapat dipastikan akan binasa," kata Ibuku dengan tegas padaku."Iya Ibu, Ray tahu hal itu," jawabku sambil terus melangkah.
POV Ray (6 jam sebelum gerhana)."Sebuah bangunan megah yang aneh tiba-tiba saja muncul dari dalam tanah, kemunculan bangunan itu disertai dengan terjadinya gempa dahsyat. Gempa yang bukan saja terjadi di sekitar kemunculan bagunan aneh itu, tapi hingga melanda keseluruh kota Jakarta."Sebuah headline dari berita yang muncul di beberapa stasiun televisi nasional, yang tentu saja membuat geger seluruh warga. Apalagi peristiwa gempa telah membuat orang-orang menjadi panik, kaca-kaca gedung pecah. Bahkan sebagian bangunan milik warga ada yang rubuh, hingga ada juga yang rata dengan tanah.Seluruh stasiun televisi menyiarkan fenomena aneh ini. Aparat dari kepolisian dan militer pun mensterilkan sekitar Senayan. Hanya pihak pemberitaan yang bisa mendekati lokasi, walau area yang diliput di batasi. Tapi semua lapisan masyarakat bisa melihat bangunan megah itu dari jauh.Bangunan besar, menyerupai sebuah istana raja-raja. Yang tiba-tiba saja ter
POV MariaLelaki berambut abu-abu itu berdiri si depan kami, senyumnya tersungging. Namun aku tak merasakan keramahan dari senyuman itu, tapi kengerian yang mulai menjalar ke seluruh tubuhku."Halo Keponakanku, apa kabar?" sapa lelaki itu."Ahhh...., ponakan!" Pikirku."Thomas....," gumam Ray, dia berdiri dengan posisi waspada.Aku heran siapa laki-laki ini, meski menyebut Ray dengan kata keponakan, tapi Ray terlihat tak bergeming dari tempatnya. Sepertinya ada percakapan batin dari kedua orang ini, yang tak bisa aku dengar."Aku hanya ingin menyapa saja, tak apa kan," kata Thomas."Kenapa?""Wajar bukan seorang paman menyapa keponakannya. Apalagi kalau basa-basi ini diperlukan sebelum kita bertemu lagi dalam pertempuran," kata Thomas. Dia menoleh ke arahku."Sore nona, pacarmu Ray?""Thomas, sudahi semua ini. Kamu tahu siapa Azazel bukan?""Aku tahu Ray, hanya saja aku lebih