POV ANDRE
Aku terjebak dalam keadaan yang sangat sulit, tetap diam di sini? Mungkin aku akan terlibat bentrokan dengan aparat. Jika aku bisa lolos keluar dari sini..., aku tak mungkin tega pada para penduduk kampung.
Ahhhggg...., aku kesal sendiri jadinya. Aku ambil ponselku untuk kembali menghubungi Puri.
"Halo Puri, aku tak berhasil membujuk Yogi dan mereka sudah siap menyerang!" Kataku dengan panik.
"Kamu di mana sekarang?" Tanya Puri
"Aku masih di dalam perkampungan, terjebak di sini," jawabku.
"Ahh sial!" Gerutu Puri.
"Aku tak bisa keluar sekarang, mungkin sebentar lagi kalau para polisi itu akan maju, dan para penduduk kampung juga sudah siap menyerang. Kita harus mencegah terjadinya pertumpahan darah," kataku.
"OK, kami akan menuju ke sana," kata Puri, lalu memutus sambungan telponnya.
BRAK! BRAK! BRAK! BRAK! BRAK! BRAK!
Terdengar suara perisai peli
Mohon dukungannya dengan cara berikan komentar berupa kritik dan saran, VOTE, atau kamu bisa menambahkan Novel ini ke dalam pustakamu. Terima kasih readear!
Wanita berambut panjang itu berdiri tegak di tengah pertempuran, matanya yang tajam menatap ke arah agen SDI yang dia panggil Robert. Alex yang berhasil membebaskan diri dari rasa takutnya, dia langsung berdiri dan mendekat ke arah di mana wanita berambut panjang itu berdiri. Begitu pun dengan para pengguna elemen lainnya yang sudah berhasil mengatasi rasa takutnya. Mereka seakan sengaja dikumpulkan di belakang wanita berambut panjang itu.Sedangkan Robert, yang terpental beberapa meter dari tempatnya berdiri tadi, langsung bangun dan berbalik menghadap pada si wanita berambut panjang."Balancer?!" seru nya dengan ekspresi terkejut."Lama tidak bertemu, Kamu masih terlihat muda dan seksi seperti dulu," lanjut Robert sambil menyeringai."Huh..., kamu Robert masih saja haus darah seperti dulu," kata wanita yang di panggil Balancer oleh Robert."Aku balancer, sudah bersumpah akan menghabisi seluruh keluarga Van Bosch hingga tak akan pernah ada lagi, j
Pertarungan Robert dan Balancer berlangsung dengan sangat cepat, untuk mata orang biasa pergerakan mereka tak dapat dilihat dengan jelas. Hanya kilatan-kilatan bayangan yang seperti saling kejar dan saling mematahkan, suara-suara berdebum dua kekuatan yang beradu kadang terasa mengguncang area di sekitarnya. Berbeda yang dapat dilihat oleh Alex dan teman-temannya, Robert yang menggunakan sarung tangan jolt mampu mengendalikan lebih dari satu elemen. Robert bergerak dengan kekuatan elemen petir untuk mengimbangi gerakan Balancer yang cepat bagaikan kilat. Tubuhnya meliuk-liuk menghindari serangan Robert sambil menyerang dengan kuku-kuku besi tajamnya yang siap merobek tubuh lawannya. Beberapa kali benturan kekuatan keduanya terjadi, yang mengakibatkan keduanya terlempar jauh kebelakang. Namun itu hanya berlangsung sekejap, kemudian keduanya langsung bangkit dan kembali saling menyerang. Kuku-kuku balancer yang panjang mencoba menembus pertahanan Robert, lain dengan ro
Dalam keremangan sebuah rumah sewaan, di salah satu kamar terlihat seorang wanita sedang berdiri sambil membuka baju besi yang menempel di tubuhnya. Satu persatu bagian dari baju besi itu dia lepaskan, matanya menyusuri bagian-bagian dari tubuhnya yang terpantul dari cermin. Wanita itu tersenyum dengan penuh rasa puas saat tak ditemukan satu pun luka di tubuhnya, tak ada yang mampu menembus baju besinya. Pertarungannya dengan laki-laki bernama Robert hari ini cukup menguras tenaganya, kelelahan terpancar dari mata indahnya. "Kamu cukup hebat juga Robert, lama tidak bertemu kamu sudah banyak perkembangan, tapi kamu tak berubah, masih pengecut seperti dulu," gumamnya sambil berjalan menuju kamar mandi. Sambil membersihkan tubuhnya, wanita itu masih memikirkan sarung tangan jolt yang tadi di pakai Robert. Menurutnya Robert dengan memakai satu sarung tangan sudah membuatnya kelelahan, hal itu harus dia lebih waspadai jika Robert menggunakan sepasang sarung tangan
Waktu seakan terhenti saat bahagia hadir dalam sebuah kesempatan, Lili menatap wajah James yang terbaring di sampingnya. Senyuman terukir indah di wajahnya, Lili masih ingat saat pertama kali bertemu dengan James, orang yang sudah mampu membuka pintu hatinya. Entah di tempat yang ke sekian ratus Lili tinggali, dia terbiasa untuk selalu membuat catatan waktu, jika sudah lebih dari sepuluh tahun tinggal di satu tempat, dia akan pindah dan menjual rumahnya untuk pergi ke kota lain atau bahkan ke negara lain. Beberapa tahun sebelum terjadi gerhana Matahari, Lili sudah berada di negara Indonesia, tepatnya di kota Jakarta. Di kota inilah Wiseman Gleto meramalkan akan terjadinya gerhana Matahari, di mana posisi matahari, seluruh planet dan satelit berada dalam posissi sejajar. Hal ini tentu saja akan membangkitkan kekuatan kegelapan yang sangat besar, yang dapat mengancam seluruh umat manusia di dunia ini. Dan Lili harus dapat mencegah kebangkitan kegelapan itu. Lili sempat memasti
Hari berlalu dengan penuh cinta di antara Lili dan James, mereka pun memutuskan untuk menikah. Pernikahan yang mereka rahasiakan dari siapa pun juga. Lili yang seorang Balancer sudah mengetahui kalau organisasi Dark Lantern sudah mencium keberadaan dirinya, dia tak ingin membuat James yang seorang penyidik terlibat dengan organisasi ini. Organisasi yang sukses menyusup di departemen kepolisian di mana James bertugas. "Lili, maafkan bila aku tak bisa selalu ada di sampingmu, keberadaan mulai tercium dan beberapa anggota SDI sedang berusaha mencarimu," bisik James di telinga Lili saat mereka sedang menikmati malam berdua. "Tak masalah James, aku sudah bisa menduga hal itu," jawab Lili sambil memeluk suaminya. "Apa kamu tahu apa itu 8 Miles?" tanya James sambil menatap wajah istrinya. "Tentu aku tahu, aku tahu tempat itu," jawab Lili. "Benarkah?" ucap James sambil mengerutkan dahinya. "Tentu James, di sini banyak para pengguna elemen di b
Para agen SDI berhasil menemukan lokasi ruang persalinan yang di pakai oleh Lili, alat deteksi dari jolt menuntun mereka diluar ruangan yang sudah coba disembunyikan oleh William. "James, mereka sudah mengetaahui keberadaanku," kata Lili sambil melepaskan pelukan James. "Iya, aku tahu Lili, mereka sudah mengepung rumah sakit ini dan siap menyerang," jawab James. "Bagaimana dengan bayi kita, James?" tanya Lili sambil menatap bayi yang ada dalam pangkuannya. James, untuk sesaat terdiam, dia berpikir hal yang bisa dia lakukan untuk kebaikan anaknya, Lili dan juga dirinya. "Aku akan membawanya," jawab James setelah beberapa saat berpikir. "Akan kamu bawa ke mana dia James?" tanya Lili dengan sedih "Tenanglah Lili, aku akan cari tempat yang paling aman untuk anak kita, agar tak tercium oleh orang-orang Dark Lantern," kata James. Walaupun dia berusaha untuk tenang di depan Lili, namun hatinya merasakan sakit karena harus bertindak ce
POV RAY Perjalanan panjang lewat udara sudah kulalui, kini aku berada di Moskow. Masih setengah perjalan lagi yang akan aku jalani, perjalanan darat menuju kutub utara. Tepatnya Syberia. Petunjuk yang aku dapat hanya melalui bisikan elemen angin yang membimbingku sepanjang perjalanan, entah siapa yang memanduku. Perjalanan menuju Syberia hanya bisa dijangkau dengan kereta, aku kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang-orang Rusia ini, bahasa yang aku pakai hanya bahasa ingriss dan tak semua petugas di sini mampu menggunakannya. Kereta yang aku gunakan saat ini adalah sebuah kereta khusus, hingga aku harus membayar mahal untuk ini. Syberia yang berada di ujung sebelah utara benua Rusia, hembusan hawa dingin yang amat sangat membuatku terbiasa saat menghembuskan napas selalu mengeluarkan kepulan asap dari kehangatan tubuhku sendiri. Mau tak mau aku harus trbiasa juga dengan hidangan daging yang menjadi santapanku setiap hari, ditambah sege
POV Ray Rasa hangat menjalar ke seluruh tubuhku, pelan-pelan bayangan perapian di depan mataku memudar, seiring kesadaranku yang berpindah ke alam mimpi. Bayangan wajah Maria hadir dengan senyumnya yang manis, dia menghampiriku lalu meraba keningku. "Ray, kamu nggak apa-apa kan?" tanyanya dengan suara yang lembut di telingaku. "Nggak, aku nggak apa-apa," jawabku pelan. Maria mengusap wajahku, dari bibirnya tersungging senyuman dan tatapan lembutnya di wajahku. Namun perlahan wajahnya mulai samar dan hilang entah kemana. "Maria..., Maria..., kamu di mana!" teriakku panik. Tiba-tiba saja, aku sudah berada di ruang gym yang ada di sekolah. Dari jauh aku melihat tubuh seorang cewek yang terlihat sedang menggapai-gapaikan tangannya di lantai seakan sedang berusaha meraih sesuatu. Aku langsung mendekat ke tengah gym, dan terkejut ternyata Itu Maria. Saat itu aku melihat Maria berusaha menggepalkan telapak tang