Share

Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam
Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam
Penulis: Hanana

1. Mimpi yang Sama

Penulis: Hanana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Sampai kapan kamu akan mengencani seorang lelaki yang nggak nyata?" ucap Anna.

Mendengar sahabatnya bicara, Azura memilih untuk tidak menjawab. Azura tahu kalau pembahasan ini hanya akan memicu perdebatan panjang. Meski begitu, Anna tetap belum puas membicarakan lelaki yang hanya datang di dalam mimpi.

"Setampan apa dia?" tanya Anna. "Sampai-sampai kamu hilang ketertarikan dengan lelaki yang selama ini ada di sekitarmu."

Azura tertawa selama beberapa detik. "Jauh lebih tampan dari semua lelaki yang pernah kita lihat."

"Dan kamu jatuh cinta hanya karena dia tampan?"

"Bukan cuma itu," sanggah Azura. "Dia manis, dia sangat mengerti aku, dan ... he's so fucking hot."

"Tapi dia nggak nyata, Ra."

"Well, buatku dia terasa nyata."

"Oh, c'mon, Ra. Kita berdua sama-sama tahu kalau dia nggak ada di dunia ini."

Azura yang semula sudah menutup dokumen kerjanya, kini memilih untuk membukanya lagi. Tak lupa, dia juga berpura-pura sibuk dengan sederet tulisan. Azura sudah bosan mendengar ceramah dari Anna tentang hal yang itu itu saja.

"Wake up, gurl! Kita hidup di dunia nyata, bukan di dunia mimpi." Anna menarik paksa lembaran kertas dari tangan Azura.

Azura hanya bisa tersenyum dengan wajah menerawang ke langit-langit ruangan. "Dia bisa kulihat, bisa kusentuh, bisa kupeluk, jadi kurang nyata apa lagi?"

"Kamu nggak bisa bertemu dengannya."

"Bisa," pungkas Azura. "Bahkan hampir setiap malam aku bertemu dengannya."

"Tapi kamu nggak akan bisa benar-benar 'bertemu' dengannya," ucap Anna seraya menekankan kata 'bertemu'.

"Bisa, An."

"Nggak bisa, Ra."

"Bisa," tegas Azura lagi. "Bahkan, hanya cukup dengan menutup mata."

Anna mendesahkan napas panjang. "Kamu semakin nggak waras."

Mimpi tentang lelaki itu sudah Azura alami sejak usianya 19 tahun. Azura tidak benar-benar tahu siapa nama lelaki itu. Namun, Azura memanggilnya dengan sebutan 'Mars'.

Mungkin semua orang akan menganggap hal ini sebagai suatu kemustahilan. Namun, nyatanya, Azura memang mendapatkan mimpi yang serupa selama bertahun-tahun. Adegannya tidak selalu sama, tapi orang yang menjadi karakter utama akan selalu sama. Bahkan, karena terlalu sering memimpikan lelaki itu, Azura sampai jatuh cinta kepadanya, kepada lelaki yang bahkan tidak ada di dunia nyata.

Mungkin ini gila, tapi Azura sempat menganggap Mars sebagai kekasihnya. Dia tampan, hangat, dan mampu memenuhi syarat sebagai tipe lelaki idaman. Kalau boleh dibilang, sosok Mars benar-benar mendekati kata sempurna.

Sekali lagi, semua ini memang hanya mimpi. Namun, jujur saja Azura begitu menikmati setiap episodenya. Bahkan, entah mengapa Azura seperti memiliki ikatan tersendiri dengan Mars yang sebenarnya tidak pernah ada.

Dia bukan kekasih khayalan, tapi sebutlah dia sebagai kekasih ... impian? Atau boleh juga disebut sebagai kekasih dambaan. Sebab, diam-diam Azura selalu mendambakan untuk memiliki pasangan seperti Mars.

"Udah, sekarang mending kamu pikirkan apa yang mau kita tulis di rubrik baru kita. Gara-gara kamu bahas Skotlandia, Pak Pemred jadi nyuruh kita buat artikel tentang Skotlandia. Kita mau nulis apa coba?" ucap Anna panjang lebar.

"Tinggal tulis aja tentang tempat-tempat yang menarik di sana," jawab Azura.

"Tapi kita tahu apa soal Skotlandia?" tanya Anna. "Kamu juga salah, Ra. Ngaku-ngaku pernah pergi kesana."

"Memang pernah."

Anna menoleh cepat. "Kapan?"

"Hampir setiap malam," jawab Azura enteng.

Kedua mata Anna sontak berputar. Meski tidak menjelaskan, Anna sudah tahu kalau hal yang Azura maksud adalah tentang mimpi-mimpinya dengan Mars. Azura memang tidak jarang mengalami mimpi dengan latar negara konstituen Britania Raya itu.

"Semalam, aku diajak jalan-jalan menyusuri pantai di Portobello," terang Azura.

"Ok, lalu?"

"It's so unreal. Kamu harus tahu betapa indah deretan bangunan seperti istana yang berjejer di tepian pantai."

"Itu memang unreal," balas Anna.

"Itu real. Tempat itu memang ada, An."

"Iya, memang ada. Tapi cerita kalau kamu ada di sana itu sebenarnya nggak real."

Azura terkekeh. "Tapi sensasinya seperti real."

Anna hanya menggeleng. Sudah terlalu sering dia mendengarkan cerita tentang, Mars, Edinburgh, dan beberapa tempat lain di Skotlandia. Meski sebenarnya kisah yang Azura ceritakan itu indah, tapi Anna tak mau terlalu menanggapi. Takut, jika saja nanti Azura menjadi semakin gila.

"Beberapa waktu lalu, Mars juga mengajakku ke sebuah rumah tua," lanjut Azura.

"Lalu kalian bercinta?" tebak Anna.

Azura tidak bisa tidak tertawa. "Sayangnya nggak."

"What?" Kedua mata Anna membelalak. "Jadi kamu berharap bisa bercinta dengannya? He doesn't exist!"

"Tapi —"

"Stop! Aku nggak mau debat," pungkas Anna.

"Ok, tapi aku tetep mau cerita."

Anna menatap lurus ke arah Azura, sebagai tanda kalau dia keberatan untuk mendengarkan kisah cinta yang sejatinya tidak benar-benar terjadi.

"Jangan khawatir, cerita aku kali ini ada faedahnya," ucap Azura seraya menampakkan deret giginya.

"Kalau cuma cerita tentang kalian yang selalu berjalan-jalan sambil pegangan tangan, mending aku baca novel. Seenggaknya novel lebih realistis daripada mimpi kamu."

"Nope! Ini bisa jadi bahan artikel. Jadi, kita nggak perlu mikir ide, kita cuma tinggal riset aja. At least, bukankah mimpi aku sedikit membantu pekerjaan kita?"

Anna menghela napas panjang. "Ok, apa?"

"Mars membawa aku melihat beberapa rumah tua di sekitar Royal Mile."

"Royal Mile?" Anna mulai tertarik saat Azura menyebut satu tempat itu.

"Yap! Can you imagine? Kita bisa menjelajahi dunia Harry Potter versi nyata."

Anna lantas menjelajahi browser di ponsel miliknya. Perlahan, dia menilik satu persatu gambar mengenai Royal Mile. Jujur saja, tempat ini memang menarik untuk diulas.

"Ok, aku akui, kali ini Mars memang ada gunanya," ucap Anna kemudian.

Dengan antusias, Azura menceritakan tentang satu persatu tempat yang pernah dia datangi bersama Mars. Sebenarnya, Anna tidak terlalu suka mendengar kisah lelaki itu. Namun, dia harus menyimak, karena apa yang keluar dari mulut Azura memang berkaitan dengan artikel yang akan mereka terbitkan.

"Angin di sana lumayan kenceng. And you know what? Mars membantu menyibak rambutku, dia mengusap pipi aku yang dingin, lalu dia juga —"

"Ra." Anna memotong pembicaraan Azura. "Bisa kita fokus ke tempatnya aja? Kita nggak mungkin naruh nama Mars di artikel kita."

Deret gigi Azura kembali tampak. "Okay."

"Lalu tempat apa lagi yang menarik? Aku akan coba riset lagi."

"Bagaimana kalau jembatan di atas Sungai Forth?"

Anna lantas mencari nama tempat yang Azura sebut. Well, ini memanglah bagus. Sebuah jembatan yang sangat besar membentang di atas sungai yang juga luas. Tak hanya bentuknya yang unik, landscape di balik jembatan itu juga cukup memukau.

"Dan kamu tahu? Kita berciuman di atas jembatan itu," ucap Azura dengan tatapan menerawang ke atas.

"Ok, next!" tegas Anna. "Tempat apa lagi?"

Mendengar Anna kembali menyela, kedua bibir Azura lantas memberengut. Tak rela rasanya saat momen yang paling penting justru dilewatkan begitu saja. Meski tidak nyata, Azura ingin Anna mendengar cerita mimpi ini secara utuh.

"Please, dengar dulu. Ini lagi adegan klimaks, An," ucap Azura.

Anna menarik napas, mencoba memanjangkan rasa sabar. "Ok, kalian berciuman. Lalu?"

"Lalu kita melihat matahari terbenam dari atas jembatan. Warna langit berubah jingga, dan memantul di atas permukaan sungai. Setelah itu, he hugs me tightly."

Mata Azura tampak berbinar. Dia seperti sedang menceritakan lelaki yang sangat dia cintai.

"Dan kamu tahu apa yang terjadi setelah itu?" tanya Azura.

"Apa?"

"Aku terbangun dari tidur."

Anna sontak tertawa. "Itu artinya, semesta ingin kamu sadar kalau semua itu memang hanya mimpi."

"Kalau dipikir-pikir, cukup miris juga ya kisah hidupku. Semua cuma mimpi."

"Memang. Baru sadar?"

Azura melipat bibirnya sebelum menjawab, "Tapi mimpi ini terlalu indah. Sepertinya aku nggak keberatan kalaupun ini hanyalah mimpi."

"You choose! Sekarang bisa kita lanjut ke tempat menarik selanjutnya?" tanya Anna.

"Yap!" balas Azura. "Sebenarnya ini mainstream, tapi Princes Street Gardens nggak bisa kalau nggak kita tulis. Itu salah satu tempat favorit aku dan Mars."

Bercerita tentang lelaki satu itu tidak akan ada habisnya. Setiap hari, Azura selalu menemukan kisah baru. Meski hanya mimpi, tapi tempat-tempat yang Azura kunjungi di dalam mimpi benar-benar persis layaknya gambaran nyata.

Azura belum pernah mengarungi negara lain. Namun, bersama Mars, Azura merasa seperti diajak keliling dunia. Itulah mengapa Azura selalu bersemangat saat malam telah tiba. Sebab, tidur adalah aktivitas yang justru membuat Azura merasa lebih hidup.

"Kita berangkat sekarang sekalian aja, yuk," ucap Anna setelah usai jam kerja.

"Kemana?"

"Kamu lupa Ryan mengundang kita makan malam?"

Mendengar satu nama itu, Azura seketika melengos. "Skip! Aku ngga ikut."

"C'mon. Aku rasa dia tertarik sama kamu."

"Justru itu," timpal Azura. "Aku nggak mau."

"Why? Dia udah terkenal tampan sejak kita masih kuliah."

"Nope! Aku punya yang lebih tampan," balas Azura.

"Jangan bilang kalau itu adalah Mars."

Azura sontak tertawa. Dia bangkit, lalu buru-buru menghindar dari Anna. Azura benar-benar tidak ingin memenuhi undangan makan malam.

"Kamu nggak bisa terus menolak Ryan, Ra," bujuk Anna.

"Kenapa nggak? Aku udah punya janji lain."

"Janji apa?"

"Bertemu dengan lelaki lain." Azura menaikkan kedua alisnya. "So, pergilah. Bilang sama Ryan kalau aku ada acara makan malam dengan ... my love?"

"Kamu mau kemana?"

"Mau kemana lagi? Tentu saja tidur," jawab Azura.

Anna yang lantas berteriak kesal, hanya Azura balas dengan tawa kencang. Setelah berhasil kabur ke mobilnya, Azura segera menutup pintunya rapat-rapat. Tanpa menunggu lebih lama, Azura lantas menancap gas untuk pulang, lalu tidur di ranjangnya yang nyaman.

Bukankah sudah saatnya bertemu dengan Mars?

***

Berisik, basah, dan langit berubah menjadi gelap. Itulah alasan mengapa Azura membenci hujan. Namun, kebencian Azura kepada hujan perlahan sirna semenjak Azura menemukan seorang lelaki yang tepat untuk menggenggam tangannya yang nyaris selalu kedinginan.

"Apa kamu selalu lupa membawa payung?" tanya Mars.

Azura menoleh dengan kepala sedikit mendongak. Persis seperti mimpi yang sudah-sudah, Azura menemukan dirinya terjebak di tengah hujan, lalu Mars akan selalu datang. Mars nyaris tidak pernah tersenyum, tapi tangannya akan tetap memberikan dekapan hangat.

"Dingin?" tanya Mars.

Azura mengangguk, lalu mulai bersembunyi di balik tubuh lelaki yang kini menawarkan peluk.

"Ayo pulang," ucap Mars kemudian.

Bangunan tinggi serupa kastil berjejer di hampir seluruh sudut kota. Tak seperti hujan biasa, hujan di Edinburgh justru terasa romantis. Terlebih, saat Azura bisa melihat landscape yang indah, lengkap dengan sosok lelaki yang tidak kalah indah.

Rintik hujan masih saja turun meski dinginnya sudah menciptakan banyak titik embun. Meski begitu, baru Azura tahu kalau hujan ternyata tidaklah sedingin itu. Nyatanya, Azura justru merasa hangat saat tangan Mars terpaut erat pada jemarinya.

Sambil berjalan di bawah payung, Azura pun merasa kalau hujan tidak selalu mencerminkan kesedihan. Sebab, sejak awal melihat wajah Mars, yang Azura rasa hanyalah kebahagiaan. Kalau boleh jujur, ini adalah hujan paling indah selama perjalanan hidup Azura.

"Mandilah dulu. Aku akan membuatkan minuman hangat," ucap Mars.

Entah bagaimana ceritanya, tapi setting tempat tiba-tiba saja berubah. Kini, Azura merasa sedang berada di sebuah rumah. Tidak terlalu besar, tapi terasa sangat nyaman.

Dua buah jendela menampakkan pemandangan kota dengan bangunan berwarna cokelat yang bentuknya hampir sama. Setiap bangunan seperti sengaja disusun secara simetris. Mungkin inilah salah satu hal yang membuat Edinburgh selalu tampak memukau.

"Aku suka bau tubuhmu." Suara Mars kembali terdengar.

Tidak terlalu jelas bagaimana alur kisah di antara mereka berdua. Tiba-tiba saja, Azura seperti sudah melompat menuju adegan lain. Saat ini, dia merasa sedang duduk di atas sofa menggunakan selimut yang dipintal dari wol.

Ada sebuah perapian yang menyala di ujung ruang. Teh hangat sudah tersaji di atas meja, lengkap dengan shortbread yang sudah hampir habis. Azura tidak terlalu suka biskuit, tapi shortbread adalah pengecualian.

"Apa yang sedang kamu baca?" tanya Mars.

Sebuah majalah yang Azura pegang, lantas dia taruh di pangkuan. "Konser Harry Styles akan berlangsung di liburan musim panas ini."

"Apa Harry Styles lebih menarik daripada aku?"

Azura tertawa, lalu pura-pura mengangguk. "Tentu."

Mars mendesah kesal, tapi kemudian tangannya menyelinap di sela tubuh Azura. Kepala yang direbahkan di atas paha Azura semakin merapat ke arah perut. Tak lupa, lelaki itu juga memberikan kecup pada salah satu sisi tubuh Azura yang masih tertutup.

Helaan napas hangat Mars sangat terasa. Pun dengan pelukan yang tidak kunjung terlepas meski lelaki itu sudah terlelap. Azura tak mungkin bisa merasa bosan dengan semua ini. Namun, sialnya, kebersamaan ini tidak berlangsung selamanya. Tepat saat Azura membalas dekapan Mars, tubuhnya tiba-tiba seperti terasa terlempar.

"Mars," lirih Azura.

Kedua mata Azura seketika terbuka. Dalam hening, dia harus merasa kecewa karena sosok yang sedang dia peluk ternyata hanya berupa gulungan selimut.

"Dammit," ucap Azura.

Aroma tubuh Mars seperti masih tercium. Tangannya yang hangat juga terasa seperti nyata. Sungguh sial, langit-langit kamar yang kini Azura pandang lantas menyadarkan kalau segala tentang Mars hanyalah mimpi.

"Bisakah semua ini menjadi nyata? Bisakah kamu benar-benar ada?" ucap Azura seraya menutup kembali kedua matanya.

Demi Tuhan, Azura ingin terus hidup di dalam mimpi.

Bab terkait

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   2. Pertanda dari Mimpi

    Selama bertahun-tahun, Azura selalu bermimpi tentang hal yang membahagiakan. Sialnya, beberapa hari terakhir, yang terjadi justru sebaliknya. Azura kini menjadi sangat terganggu dengan mimpi yang ceritanya selalu menegangkan.Tiap kali terbangun, dahinya sudah dipenuhi dengan peluh. Napasnya memburu dengan tubuh yang seolah remuk. Bukannya mengembalikan tenaga, saat bangun tidur Azura justru merasa jauh lebih lemas."An, aku ada cerita penting," ucap Azura saat dia baru tiba di kantornya."Ada masalah dengan Pak Pemred?" Anna balik bertanya ketika melihat wajah Azura tampak lusuh."Bukan itu.""Terus?""Tentang Mars."Semula, kisah mengenai lelaki itu tidak pernah tidak menyenangkan. Segala sesuatu tentang Mars tidak pernah mengecewakan. Namun, tepat setelah Azura berulang tahun ke dua puluh enam, mimpinya tentang Mars berangsur menjadi mimpi buruk."Dia meninggalkanmu?" tanya Anna.Azura menggeleng. "Dia nggak pernah meninggalkan aku.""Lalu?""Aku nggak tau bagaimana menjelaskannya.

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   3. Kematian

    Pagi yang indah tidak menjamin kalau hari akan berakhir dengan indah juga. Buktinya, Azura yang pagi tadi masih bisa tertawa dengan Mulan, Beni, dan Anna, kini justru harus menangis sejadi-jadinya. Hidup Azura seolah benar-benar berbalik dalam satu kedipan mata."Yang kuat ya," ucap salah seorang dokter jaga.Azura hanya diam. Kedua bibirnya tidaklah bungkam. Namun, mulutnya tidak mengeluarkan suara apapun selain isak tangis yang memilukan.Malam ini menjadi kali pertama Beni dan Mulan tidak menepati janji. Sosok ayah yang juga merupakan cinta pertama Azura tidak datang membawakan macaroon kesukaannya. Ibunya juga ingkar saat berucap kalau mereka akan pulang larut malam. Nyatanya, hingga dini hari, mereka sama sekali belum kembali.Mmmm ralat, mereka TIDAK akan pernah kembali.Entah sudah berapa lama Azura larut dalam tangis. Dia sempat tak sadarkan diri, lalu bangun, menangis lagi, dan kembali pingsan lagi. Begitu seterusnya hingga malam berganti pagi.Saat cahaya matahari mulai masu

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   4. Pelarian di Pemakaman

    Semua orang pasti akan sibuk menyesap kesedihan saat menatap jenazah kedua orang tuanya dikebumikan. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Azura. Wanita muda itu justru tak punya banyak kesempatan untuk berduka.Gaun hitam yang cukup longgar berhasil menutupi tubuh Azura yang sedang gemetar. Kacamata berwarna gelap juga mampu menyamarkan sorot mata yang penuh dengan rasa gentar. Azura sadar, dirinya sedang dalam bahaya besar."Azura, turut berduka, ya. Kamu harus sabar, harus kuat, harus ikhlas."Puluhan orang berbaju hitam bergantian memberikan ucapan belasungkawa. Namun, Azura sama sekali tidak menanggapi. Dia terus berjongkok dengan telapak tangan bergerak meremas tanah dari dua pusara yang masih basah.Masih ada jutaan kesedihan saat melihat nama orang tuanya pada papan di atas makam. Meski begitu, jiwa Azura masih harus diterpa oleh rasa ketakutan. Sebab, keluarga yang seharusnya menjadi pelindung dan sumber penghiburan, kini justru menjadi ancaman terbesar bagi hidup Azura."Bagaima

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   5. Wajah yang Tidak Asing

    Mimpi yang berubah menjadi kenyataan tampak seperti bualan. Namun, Azura seperti benar-benar melihat Mars sesaat sebelum dia pingsan. Wajah lelaki itu sangat amat persis. Rasanya tidak mungkin kalau Azura hanya sekadar berhalusinasi."Mars." Sebelum sepenuhnya sadar, Azura sempat membisikkan nama itu beberapa kali.Perlahan, kelopak matanya mulai terbuka. Ada nyeri yang tajam di bagian kepala saat Azura mencoba menggerakkan badan. Alhasil, Azura hanya sedikit menoleh ke sebelah kanan.Pandangannya masih kabur. Namun, dia bisa merasakan kalau dirinya berada di tempat yang aman, rumah seseorang.Tubuh yang lemas masih berbaring pada sofa abu-abu dengan selimut berwarna senada. Setelah beberapa kali berkedip pelan, bayangan buram di hadapan Azura mulai terbentuk dengan jelas. Seorang lelaki tengah berdiri di dekat jendela sambil memandangnya dengan tatapan serius."Ah, kamu udah bangun." Suara lelaki itu terdengar lembut. Dia berbalik, lalu kembali mendekat sambil membawakan segelas air.

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   6. Bahaya yang Lebih Besar

    Azura menatap bingung saat Gavin berjongkok di hadapannya. Lelaki itu menunduk sambil membawa satu kantong es yang sudah dibalut dengan kain. Merasa tak nyaman dengan posisi seperti ini, Azura lantas bergerak sedikit mundur."Kamu mau apa?" tanya Azura.Gavin tersenyum tipis, seolah sudah langsung paham kalau Azura sedang sangat canggung. "Kakimu sedikit bengkak. Kamu sepertinya terkilir. Kalau nggak dikompres, bengkaknya bisa tambah parah."Mendengar penjelasan Gavin, Azura justru membisu dan membatu. Ada sedikit geliat aneh di hati saat mendapati perhatian kecil dari lelaki itu. Lagi-lagi, Gavin tampak semakin mirip seperti sosok Mars yang ada dalam mimpi."Kamu mau mengompresnya sendiri?" tanya Gavin.Tangan kanan Gavin sudah terangkat seraya menyodorkan gulungan kain. Namun, Azura masih mematung. Dalam diam, manik cokelatnya terus saja tertuju pada mata abu-abu terang yang sedikit bercampur dengan corak biru.'Mars,' batin Azura.Sungguh, Azura merasa seperti hidup dalam mimpi. Be

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   7. Kepercayaan

    'Jika kamu bersikeras ingin hidup, maka kupastikan hidupmu tidak akan tenang. Dan jika kamu menginginkan ketenangan, aku bersedia membantu mewujudkannya dengan cara mengembalikan kamu kepada Tuhan.'Kalimat itu terngiang jelas saat Azura menatap tiap sudut kamar di hadapannya. Semakin lama berada di sini, Azura semakin ingat dengan sederet peristiwa yang dia alami di dalam mimpi. Tempat ini benar-benar sama persis."Are you ok?" tanya Gavin.Azura menoleh ke samping, lalu menganggukkan kepala."Duduklah dulu. Wajahmu pucat," ucap Gavin.Meski tidak menatap diri lewat cermin, tapi Azura merasa kalau dirinya memang tidak baik-baik saja. Terbukti dari munculnya beberapa titik keringat dingin pada dahi. Bahkan, Azura juga merasa kalau tarikan napasnya berubah semakin sesak."Aku merasa mereka sedang mencariku. Dan entah mengapa, aku merasa kalau mereka sangat dekat dengan rumah ini," ucap Azura."Jangan khawatir. Nggak akan ada yang bisa masuk ke rumah ini tanpa membuat janji dulu dengank

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   8. Apakah Ini Jebakan?

    "Kamu bisa tinggal di sini sembari kita mencari jalan keluar untuk masalah ini," ucap Gavin.Azura menggeleng cepat. Dia tidak mungkin semudah itu menerima tawaran untuk tinggal di bawah satu atap."Setidaknya untuk malam ini," lanjut Gavin. "Besok pagi aku akan menemanimu mencari tempat tinggal sementara.""Sebenarnya aku bisa sendiri, dan —""Aku sudah bilang kalau aku akan menemanimu," pungkas Gavin.Azura terpaku. Semakin lama berbicara dengan Gavin, lelaki itu semakin mirip dengan Mars. Bahkan, bagaimana aksen bicaranya saat menggunakan Bahasa Indonesia juga sama persis."Sekarang kamu mau istirahat dulu?" tanya Gavin. "Kamu bisa menggunakan kamarku kalau kamu nggak mau tidur di kamar yang tadi."Azura menggeleng. "Aku di sini saja.""Ok, I hear you."Di sela pembicaraan mereka, ponsel Gavin lantas berdering. Buru-buru lelaki itu menekan tombol hijau, lalu mendekatkan ponsel pada telinga kanan. Meski tidak tahu sedang membicarakan tentang apa, tapi Azura bisa menebak kalau Gavin

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   9. Melarikan Diri

    Azura terduduk lesu di atas lantai. Jiwanya seolah terbelah menjadi dua kubu. Satu sisi sedang membujuk diri untuk tetap percaya pada Gavin, sementara sisi yang lain tengah sibuk merutuk.'Bodoh!'Benaknya berteriak dengan berisik. Seluruh isi kepala berebut ingin memaki. Bagaimana bisa Azura sempat semudah itu percaya kepada Gavin yang sejatinya bukan siapa-siapa?Seharusnya Azura tahu kalau di dunia ini tidak ada yang bisa dipercaya selain dirinya sendiri. Keluarga yang merupakan orang terdekat saja bisa dengan tega membunuh orang tuanya. Apalagi Gavin yang baru saja Azura kenal beberapa jam yang lalu.'Shit!' Azura mengumpat dalam hati.Rasa panik dan ketakutan mulai merayap. Azura merasa sesak. Dadanya seperti dihimpit beban berat.'Nggak mungkin kalau ini cuma kebetulan,' pikirnya.Dia mulai menduga, mungkin Gavin dan Riki bekerja sama. Mungkin semua ini adalah jebakan yang sudah direncanakan sejak awal. Mungkin Gavin adalah alat untuk mempermudah Riki melancarkan rencananya.'Ak

Bab terbaru

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   49. I Love You

    Gavin menghentikan tarikan napas. Kedua manik abu-abunya menatap layar dengan jemari yang sedikit gemetar. Setelah melewati pencarian yang melelahkan, dia akhirnya memiliki kesempatan untuk berbicara dengan Azura.Begitu nada sambung terdengar, hatinya sontak berdesir. Belum saja dia mendengar suara Azura, tapi jantung Gavin sudah berulah. Detaknya sungguh tidak beraturan.Semula, Gavin pikir Azura akan segera menjawab panggilannya. Namun, semesta ternyata masih ingin sedikit bermain-main. Suara nada tunggu yang tidak kunjung tersambung seolah sedang mencemooh dan sengaja mengulur waktu.Pada dering ke tiga, Azura masih belum mengangkat panggilan. Sungguh, Gavin seperti sedang menunggu jawaban dari takdir. Akankah dia menjawab? Akankah dia mengenali nomornya? Atau dia akan memilih untuk mengabaikannya?Kedua kaki Gavin sudah bergerak naik turun dengan cepat. Seluruh tubuh seolah turut menampakkan rasa gelisah. Namun, sekujur anggota badannya tiba-tiba berhenti ketika panggilan berhasi

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   48. Saling Mencari

    Pintu dengan cat putih sudah tertutup separuh. Namun, sebisa mungkin Gavin menahan agar celahnya terbuka lebih lebar. Sambil sedikit memberikan dorongan, Gavin akhirnya berhasil membuat wanita di hadapannya kembali bicara."Pergilah. Apa maumu?" tanya wanita yang bernama Afi itu."Bu, saya tahu Azura di sini," jawab Gavin. "Jadi tolong biarkan saya menemui dia."Tatapan mata Afi terlihat dingin. Setelah mengetahui alasan kedatangan Gavin, ekspresinya berubah sinis. Afi harus bisa menjaga jarak dengan siapa pun yang datang mencari Azura.Sejak pertemuan Azura dengan Laura beberapa waktu yang lalu, Azura sempat menitipkan pesan agar tidak membiarkan siapa pun mengetahui keberadaannya tanpa seizin Azura. Saat itu, Azura menjadi lebih murung dan sering menangis. Terang saja kalau kini Afi tak segan memperlihatkan raut tak suka saat ada orang yang tiba-tiba ingin menemui Azura. Ada kecenderungan dalam diri Afi untuk menjaga Azura dari orang-orang yang mungkin akan membuat Azura sedih.Afi

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   47. Selangkah Lebih Dekat

    Ini masih terlalu dini untuk disebut dengan pagi. Matahari masih belum muncul, dan warna langit masih sepenuhnya hitam. Meski begitu, Gavin tetap bangkit dari tidur, lalu keluar untuk menantang dinginnya udara.Titik es muncul di ujung dedaunan sebab suhu yang menginjak -1°C. Gavin jadi ingat bagaimana hidung Azura yang memerah dan sering sakit saat udara terlalu dingin. Pun kebiasaannya yang cenderung lebih sering bersin."Semoga dia baik-baik aja," lirih Gavin.Sambil menunggu matahari meninggi, Gavin memutuskan berjalan-jalan di sekitar penginapan. Sesekali, dia menyinggung nama Azura ketika warga sekitar menyapa dan beramah tamah padanya. Sungguh sial, Gavin masih harus berusaha lebih keras lagi, sebab tak ada seorang pun yang mengetahui Azura di sekitar sini.Sambil menyalakan mesin mobil, Gavin mempelajari sesaat daerah yang dia pijak melalui map. Jemarinya bergerak membantu mata untuk mengamati berapa banyak villa di daerah ini. Tak lupa, Gavin juga mencari tahu tentang tempat

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   46. Rindu

    Gavin tidak merasa risau saat ponselnya kehabisan daya. Tak masalah. Lagi pula tidak ada siapapun yang akan menghubunginya. Kalaupun ada, mungkin itu dari orang yang tidak seberapa penting.But, wait. Bukan berniat menyepelekan. Namun, saat ini yang terpenting bagi Gavin adalah bagaimana caranya agar bisa menemukan Azura."Aku nggak akan pernah berhenti mencarimu, Ra," monolog Gavin.Menempuh perjalanan selama lima jam bukan hal yang berat. Saat ini, Gavin justru sangat bersemangat. Meski belum tahu bagaimana hasilnya, tapi dia menemukan ada setitik harapan untuk bisa melihat wajah Azura lagi."Dari mana aku bisa mulai mencarimu di tempat sebesar ini?" lirih Gavin seraya melayangkan pandang dari kanan ke kiri.Dua hari yang lalu, dia bertemu lagi dengan Laura. Mantan kekasihnya itu sempat menolak saat Gavin mendesak untuk memberi tahu keberadaan Azura. Namun, setelah berbagai upaya, Laura akhirnya memberikan satu petunjuk bahwa Azura ada di daerah dataran tinggi Dieng ini.Tentu Laura

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   45. Bunga yang Berbicara

    Azura menghentikan langkah saat kakinya menginjak teras. Tubuhnya membatu. Kedua matanya menatap nanar ke sekitar. Ada terlalu banyak benda yang seharusnya tidak ada di depan rumahnya."Ya Tuhan," lirih Azura.Rumah yang dulu dia tinggalkan dengan hati penuh kegelisahan, kini menyambutnya dengan keheningan yang menyakitkan. Tak ada siapa pun di rumah ini. Namun, Azura bisa melihat kalau ada seseorang yang sepertinya sering datang berkunjung."Gavin," lirih Azura, nyaris tanpa suara.Bukan tanpa alasan Azura menyimpulkan kalau Gavin sering mendatangi rumahnya yang kosong. Sebab, lelaki itu memang selalu meninggalkan jejak. Azura paham betul bagaimana coretan tangan Gavin yang tersemat pada setiap bunga yang ada di teras rumahnya.Ya. Bunga. Ada banyak sekali buket bunga yang menyambut kepulangan Azura.Semuanya cantik. Namun, tunggu dulu. Ini bukan narasi yang penuh keindahan dan keromantisan. Justru ini adalah penyebab munculnya rasa sesak dan sakit dalam diri Azura.

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   44. Pulang

    > Gavin, ini aku, Azura. Tolong angkat teleponnya. Azura menatap nanar deret tulisan yang hanya menunjukkan centang satu. Jangankan mendapatkan balasan. Pesan dari Azura bahkan sama sekali tidak terkirim. "Ada apa denganmu," lirih Azura. Rasa panik terus menjalar dalam dirinya. Azura mencoba lagi, kali ini dengan lebih banyak kegelisahan. Setiap telepon yang gagal terhubung membuat pikirannya semakin dibanjiri dengan berbagai kemungkinan buruk. Azura tidak bisa duduk diam. Dia mengirimkan lebih banyak pesan, berharap setidaknya ada satu yang akan terkirim. Namun, tidak ada satu pun pesan yang berhasil mencapai diri Gavin. "Aku harus mengganti nomorku," titah Azura pada dirinya sendiri. Azura lantas mengaktifkan kembali nomor ponselnya yang lama. Dia pikir, dirinya akan bisa menemukan jawaban di sana. Barangkali Gavin memberi kabar penting, atau bisa jadi Gavin memiliki nomo

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   43. Mimpi Buruk

    Semula, segala sesuatu tentang Gavin sama sekali tidak ingin Azura gubris. Namun, semakin hari, Azura justru semakin memikirkannya. Terlebih, saat Gavin kembali datang di mimpinya setiap malam."Apa dia baik-baik aja?" tanya Azura kepada dirinya sendiri.Mimpi yang muncul masih berupa potongan-potongan kejadian yang acak. Sialnya, keseluruhannya bukanlah mimpi yang indah. Tak hanya sekadar buruk, ini bahkan bisa dikatakan sebagai mimpi yang mengerikan.Beberapa kali Azura melihat kalau ada bahaya yang sedang mengancam Gavin. Ada kepingan mimpi saat lelaki itu sedang berada di bawah reruntuhan bangunan, dan ada pula setting di pemakaman. Tidak terlalu jelas bagaimana keseluruhan cerita mimpi itu berlangsung, tapi yang jelas, Azura selalu bangun dalam keadaan berderai air mata.Setiap pagi, Azura memulai harinya dengan perasaan cemas. Mimpi itu seperti membawa firasat buruk. Entah ini pertanda akan datangnya kabar tak baik, ataukah sebuah petunjuk untuk Azura agar bisa menyelamatkan Gav

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   42. Buket Peony

    Setelah membiarkan Laura pergi, Azura gegas menutup pintunya rapat-rapat. Dia seperti tak hanya menutup pintu itu secara fisik, tapi juga menutup segala cerita, drama, dan kenangan yang pernah ada. Bukan hanya tentang Laura, tapi juga mengenai Gavin dan segala masa lalu di antara mereka bertiga.Azura menganggap pertemuan kali ini bukan sebagai momen 'sampai jumpa lagi'. Ini lebih tepat dikatakan sebagai momen 'selamat tinggal'. Artinya, Azura sama sekali tidak menginginkan pertemuan selanjutnya. Semuanya telah tamat."Mbak," panggil Afi dari arah ruang tengah.Azura mendongak seraya sedikit mengangkat alis."Ada sesuatu? Mbak bisa cerita sama saya.""Nggak ada," balas Azura."Tapi dari tadi Mbak Azura nangis terus."Kelopak mata Azura lantas berkedip cepat. Sambil menggelengkan kepala, jemarinya buru-buru mengusap pipi yang ternyata memang basah. Sungguh, Azura sampai tidak sadar kalau sejak tadi dia sudah banyak membuang air mata."Dia tadi siapa?" tanya Afi."Pengacaraku dulu, Bu."

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   41. Pengakuan

    Azura terbaring di atas ranjang dengan mata yang menatap lurus ke arah langit-langit kamar. Benaknya terbang menuju mimpi yang entah mengapa terasa janggal. Di mimpi itu, ada Gavin, Laura, dan David."Aneh," ucap Azura.Sebenarnya, mimpi itu tidak terlalu jelas. Azura hanya bisa mengingat kepingan cerita yang sama sekali tidak berkesinambungan. Ada mimpi tentang pertemuannya lagi dengan Gavin, ada pula mimpi tentang Laura dan David. Pada satu adegan, Azura juga merasa seperti sedang bertemu dengan ketiga orang itu di waktu yang bersamaan.Tak ada yang spesial dari mimpi-mimpi itu. Namun, Azura mengingat betul tentang mimpi saat Laura mencarinya. Entah di mana dan entah bagaimana, tapi di mimpi itu, wajah Laura tampak jelas. Laura sedang berjalan kesana kemari untuk mencari Azura. Azura juga seperti melihat Laura yang tengah mengobrol dengan Rendi untuk menanyakan di mana tempat tinggal Azura.Sambil menyibak selimut dari tubuhnya, Azura lantas ban

DMCA.com Protection Status