Share

2. Pertanda dari Mimpi

Author: Hanana
last update Last Updated: 2024-07-25 17:04:11

Selama bertahun-tahun, Azura selalu bermimpi tentang hal yang membahagiakan. Sialnya, beberapa hari terakhir, yang terjadi justru sebaliknya. Azura kini menjadi sangat terganggu dengan mimpi yang ceritanya selalu menegangkan.

Tiap kali terbangun, dahinya sudah dipenuhi dengan peluh. Napasnya memburu dengan tubuh yang seolah remuk. Bukannya mengembalikan tenaga, saat bangun tidur Azura justru merasa jauh lebih lemas.

"An, aku ada cerita penting," ucap Azura saat dia baru tiba di kantornya.

"Ada masalah dengan Pak Pemred?" Anna balik bertanya ketika melihat wajah Azura tampak lusuh.

"Bukan itu."

"Terus?"

"Tentang Mars."

Semula, kisah mengenai lelaki itu tidak pernah tidak menyenangkan. Segala sesuatu tentang Mars tidak pernah mengecewakan. Namun, tepat setelah Azura berulang tahun ke dua puluh enam, mimpinya tentang Mars berangsur menjadi mimpi buruk.

"Dia meninggalkanmu?" tanya Anna.

Azura menggeleng. "Dia nggak pernah meninggalkan aku."

"Lalu?"

"Aku nggak tau bagaimana menjelaskannya. Tapi belakangan ini aku sering bermimpi tentang kondisi bahaya."

Dahi Anna mengernyit. "Bahaya?"

"Iya. Aku seperti dalam bahaya."

"Dan Mars adalah pelakunya?"

"Bukan," pungkas Azura. "Justru dia yang menyelamatkan aku."

"Berarti bukan mimpi buruk. Nyatanya tetap happy ending, 'kan?"

Azura diam selama beberapa detik. "Entahlah."

"Nggak perlu dipikirkan, Ra. Itu hanya mimpi biasa."

Tidak bisa. Azura tidak bisa tidak memikirkannya. Jujur saja, Azura mulai merasa takut dengan mimpi-mimpi itu.

Serupa mimpi sebelumnya, mimpi ini pun terasa seperti nyata. Azura seperti benar-benar dalam situasi bahaya. Meski tidak tahu apa penyebabnya, tapi ketegangan tetap saja terasa meski Azura sudah terbangun dari tidurnya.

"Tenanglah. Semua orang pernah mengalami mimpi buruk. Itu hal yang wajar," ucap Anna.

Ya. Anna benar. Mimpi buruk memang sesuatu yang normal. Namun, mengapa Azura merasa ada yang berbeda dengan mimpi yang satu ini?

Entah mengapa, mimpi ini seperti sebuah ... pertanda. Ya. Pertanda.

***

Sakit, lemas, dan udara di sekitarnya penuh dengan aroma darah.

'Aku belum ingin mati,' batin Azura yang kedua matanya sudah basah.

Azura kembali mengayunkan kaki sambil menyeka darah di sudut bibir. Rasa nyeri yang semula hanya ada di kepala lantas menjalar ke hampir seluruh tubuhnya. Entah bagian mana saja yang terluka, yang jelas Azura sudah sangat tidak berdaya.

"Azura!"

Teriakan seseorang tiba-tiba terdengar dari kejauhan. Azura tak tahu siapa lelaki yang kini sedang mengejarnya. Entah di mana dirinya berada pun, Azura tidak tahu. Satu-satunya hal yang Azura tahu adalah dia harus berlari secepatnya.

"Azura! Berhenti!"

Napas Azura semakin terengah. Dadanya berdebar dengan detak tak beraturan. Dari arah belakang, Azura bisa mendengar langkah kaki berat dari sekumpulan lelaki berbaju hitam. Sejak tadi, mereka terus mengejar Azura tanpa henti.

"Azura! Kamu harus mati!"

Pekikan kencang bernada penuh ancaman terdengar sangat memekakan. Mau tak mau, Azura harus terus mengayunkan kaki meski rasa sakit di tubuhnya semakin menyiksa. Dia belum ingin mati. Dia harus bertahan, apapun yang terjadi.

Jalan setapak penuh ranting dan tanah berlumpur sempat membuat langkahnya terasa berat. Ingin sejenak beristirahat, tapi saat Azura menoleh ke belakang, ternyata bayangan hitam itu sudah semakin mendekat.

Damn! Azura harus segera menemukan tempat berlindung.

"Ya, Tuhan. Aku sudah nggak kuat lagi," lirih Azura sambil masih mencoba berlari.

Tubuh Azura sudah hampir ambruk. Namun, sebuah tangan hangat tiba-tiba menarik lengan Azura dengan lembut. Hanya dalam satu kedipan mata, tangan itu berhasil membawa Azura menuju ke tempat yang terang benderang.

Tak ada lagi kegelapan, tak ada lagi teriakan, tak ada lagi ancaman, dan tak perlu lagi Azura berkejar-kejaran. Di sini, Azura merasa aman. Terlebih, saat merasakan tubuhnya didekap dalam pelukan hangat yang membuat seluruh ketakutannya menghilang.

"Tenang, Azura. Kamu sudah aman sekarang," bisik lelaki yang salah satu tangannya sedang mengusap kepala Azura.

Azura mendongak, lalu tersenyum. Tepat di depan matanya, dia melihat wajah lelaki yang sudah sangat dia kenal. Mata abu-abu yang meneduhkan, rambut cokelat bersemu merah yang berkilau di bawah cahaya matahari, dan lengkungan bibir yang selalu menjadi candu tersendiri.

Perlahan, tangan lelaki itu terulur untuk mengusap lembut pipi kiri Azura. Demi Tuhan, sentuhan jemarinya selalu berhasil membuat Azura merasa luar biasa tenang. Azura tidak bisa memungkiri kalau kemunculan lelaki itu serupa pertanda kalau dirinya telah selamat.

"Terima kasih karena kamu selalu ada. Terima kasih karena kamu selalu menjadi penyelamat bagiku. Terima kasih, Mars."

Tepat saat Azura selesai bicara, bibirnya yang masih sedikit terbuka harus terkatup ulah bibir Mars yang tengah sibuk memberikan kecup. Tidak terlalu lama, tapi terasa sangat lembut. Bohong kalau Azura bilang ciuman ini tidak membawa dirinya terbang. Nyatanya, Azura selalu terbuai saat bibir merah muda gelap itu mendarat di satu demi satu bagian wajah Azura.

Aroma tubuh yang sudah Azura hapal semakin tertangkap hidung ketika kepalanya tenggelam di antara dekapan dua lengan. Azura tahu, Mars tidak akan melepaskan rengkuhan tangannya sebelum berhasil membuat Azura tenang. Dadanya yang bidang memanglah serupa tempat pulang yang sangat menentramkan.

"Berapa kali aku bilang kalau seharusnya kamu nggak perlu takut lagi?" bisik Mars. "Kamu tahu kalau aku selalu ada di sini."

Azura mengangguk. Mars memang selalu menenangkan. Sungguh sial, rasa tenang itu ternyata tidak berlangsung lama. Azura tiba-tiba tersentak, tubuhnya bergetar, dan dia langsung membuka mata.

Semua ini hanyalah mimpi.

"Ya Tuhan," lirih Azura seraya mengusap jejak keringat yang membasahi dahi. "Mimpi ini lagi."

Mimpi serupa sudah Azura alami sejak beberapa minggu terakhir. Di dalam mimpi itu, Azura selalu berada dalam bahaya, dan Mars selalu datang menolongnya. Mimpi itu memang berujung pada keselamatan. Namun, entah mengapa Azura masih belum bisa tenang.

Ada satu hal yang menurut Azura janggal. Di dalam mimpi itu, adegannya selalu sama. Azura selalu seperti sedang dikejar oleh seseorang, dan hal itu terus terjadi berulang-ulang. Azura sampai hapal dengan deret pepohonan yang menjadi latar dari mimpinya.

Dulu, Azura selalu bermimpi tentang tempat-tempat indah di salah satu negara benua biru. Namun, belakangan ini, yang menjadi latar adalah justru tempat yang mengerikan. Azura beberapa kali merasa seperti sedang berada di area makam, berlari di tengah hutan, dan seolah sedang bersembunyi di sebuah bangunan asing yang tak kalah menyeramkan.

Dulu, Azura sangat menikmati waktu istirahatnya. Tidur seolah menjadi perantara akan terwujudnya kehidupan yang Azura idam-idamkan. Namun, saat ini, tidur adalah sesuatu yang Azura hindari. Jujur saja, Azura selalu takut akan terjadinya mimpi buruk.

"Azura, kamu belum bangun?"

Suara seorang wanita dari arah pintu kamar membuat Azura menghentikan lamunannya. "Sudah. Masuklah," balas Azura.

Kepala Anna lantas menyembul dari balik pintu. "Kamu sepertinya sedang melamun. Mimpi apa?"

Azura tersenyum kecut. "Mimpi buruk."

"Mars?"

Kedua alis Azura terangkat, sebagai tanda kalau tebakan Anna memang tepat.

"Tapi setidaknya mimpimu berakhir dengan indah. Iya, 'kan? Mars-mu akan selalu datang," ucap Anna.

"Iya, tapi —"

"Nggak ada tapi. Aku nggak mau kamu tersugesti. Lupakan soal kondisi bahaya, karena aku lebih suka kamu bercerita tentang kekasihmu yang tampan itu."

Bibir Azura sontak melengkung. Sahabatnya itu memang tahu betul kalau Azura sedang sering terlibat dalam suatu kejadian bahaya bersama lelaki yang bisa dikatakan menawan. Jadi, entah harus disebut sebagai apa mimpi-mimpi itu, apakah mimpi buruk, ataukah mimpi indah.

"Bolu pandan kesukaan kalian." Mulan, ibu Azura lantas muncul membawa kue dan dua cangkir teh yang asapnya masih mengepul.

"Makasih, Tante," ucap Anna.

"Mama sama Papa mau pergi?" Azura bertanya setelah terlebih dahulu meraih satu potong kue buatan ibunya.

"Iya," jawab Mulan. "Mungkin nanti Mama sama Papa akan pulang malam."

"It's okay," ucap Azura.

Beni, ayah Azura lantas muncul dari celah pintu. "Mau Papa belikan sesuatu? Mau cokelat atau macaroon?"

Bibir Azura melengkung lebar. "Macaroon."

Well, usia Azura memang sudah menginjak angka dua puluh enam. Dia sudah bekerja, dan sudah memiliki kehidupan sendiri. Namun, ayah dan ibunya memang masih menganggap Azura layaknya gadis balita yang manja.

"Bye, honey," ucap Mulan dan Beni yang kemudian mengecup pipi Azura kanan dan kiri.

Sejauh ini, hidup Azura bisa dikatakan sempurna. Pekerjaannya menyenangkan, hidupnya berkecukupan, dan Azura juga dikelilingi oleh orang tua dan sahabat yang tak pernah lupa menyalurkan rasa sayang.

Semuanya indah, tak ada cela. Azura berpikir kalau semua ini pasti akan berlangsung selamanya. Namun, tak ada yang tahu kalau sebenarnya mimpinya tentang Mars adalah cerminan masa depan.

Termasuk, ... sederet bahaya yang sebentar lagi akan datang mengancam.

Related chapters

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   3. Kematian

    Pagi yang indah tidak menjamin kalau hari akan berakhir dengan indah juga. Buktinya, Azura yang pagi tadi masih bisa tertawa dengan Mulan, Beni, dan Anna, kini justru harus menangis sejadi-jadinya. Hidup Azura seolah benar-benar berbalik dalam satu kedipan mata."Yang kuat ya," ucap salah seorang dokter jaga.Azura hanya diam. Kedua bibirnya tidaklah bungkam. Namun, mulutnya tidak mengeluarkan suara apapun selain isak tangis yang memilukan.Malam ini menjadi kali pertama Beni dan Mulan tidak menepati janji. Sosok ayah yang juga merupakan cinta pertama Azura tidak datang membawakan macaroon kesukaannya. Ibunya juga ingkar saat berucap kalau mereka akan pulang larut malam. Nyatanya, hingga dini hari, mereka sama sekali belum kembali.Mmmm ralat, mereka TIDAK akan pernah kembali.Entah sudah berapa lama Azura larut dalam tangis. Dia sempat tak sadarkan diri, lalu bangun, menangis lagi, dan kembali pingsan lagi. Begitu seterusnya hingga malam berganti pagi.Saat cahaya matahari mulai masu

    Last Updated : 2024-07-25
  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   4. Pelarian di Pemakaman

    Semua orang pasti akan sibuk menyesap kesedihan saat menatap jenazah kedua orang tuanya dikebumikan. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Azura. Wanita muda itu justru tak punya banyak kesempatan untuk berduka.Gaun hitam yang cukup longgar berhasil menutupi tubuh Azura yang sedang gemetar. Kacamata berwarna gelap juga mampu menyamarkan sorot mata yang penuh dengan rasa gentar. Azura sadar, dirinya sedang dalam bahaya besar."Azura, turut berduka, ya. Kamu harus sabar, harus kuat, harus ikhlas."Puluhan orang berbaju hitam bergantian memberikan ucapan belasungkawa. Namun, Azura sama sekali tidak menanggapi. Dia terus berjongkok dengan telapak tangan bergerak meremas tanah dari dua pusara yang masih basah.Masih ada jutaan kesedihan saat melihat nama orang tuanya pada papan di atas makam. Meski begitu, jiwa Azura masih harus diterpa oleh rasa ketakutan. Sebab, keluarga yang seharusnya menjadi pelindung dan sumber penghiburan, kini justru menjadi ancaman terbesar bagi hidup Azura."Bagaima

    Last Updated : 2024-07-27
  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   5. Wajah yang Tidak Asing

    Mimpi yang berubah menjadi kenyataan tampak seperti bualan. Namun, Azura seperti benar-benar melihat Mars sesaat sebelum dia pingsan. Wajah lelaki itu sangat amat persis. Rasanya tidak mungkin kalau Azura hanya sekadar berhalusinasi."Mars." Sebelum sepenuhnya sadar, Azura sempat membisikkan nama itu beberapa kali.Perlahan, kelopak matanya mulai terbuka. Ada nyeri yang tajam di bagian kepala saat Azura mencoba menggerakkan badan. Alhasil, Azura hanya sedikit menoleh ke sebelah kanan.Pandangannya masih kabur. Namun, dia bisa merasakan kalau dirinya berada di tempat yang aman, rumah seseorang.Tubuh yang lemas masih berbaring pada sofa abu-abu dengan selimut berwarna senada. Setelah beberapa kali berkedip pelan, bayangan buram di hadapan Azura mulai terbentuk dengan jelas. Seorang lelaki tengah berdiri di dekat jendela sambil memandangnya dengan tatapan serius."Ah, kamu udah bangun." Suara lelaki itu terdengar lembut. Dia berbalik, lalu kembali mendekat sambil membawakan segelas air.

    Last Updated : 2024-08-13
  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   6. Bahaya yang Lebih Besar

    Azura menatap bingung saat Gavin berjongkok di hadapannya. Lelaki itu menunduk sambil membawa satu kantong es yang sudah dibalut dengan kain. Merasa tak nyaman dengan posisi seperti ini, Azura lantas bergerak sedikit mundur."Kamu mau apa?" tanya Azura.Gavin tersenyum tipis, seolah sudah langsung paham kalau Azura sedang sangat canggung. "Kakimu sedikit bengkak. Kamu sepertinya terkilir. Kalau nggak dikompres, bengkaknya bisa tambah parah."Mendengar penjelasan Gavin, Azura justru membisu dan membatu. Ada sedikit geliat aneh di hati saat mendapati perhatian kecil dari lelaki itu. Lagi-lagi, Gavin tampak semakin mirip seperti sosok Mars yang ada dalam mimpi."Kamu mau mengompresnya sendiri?" tanya Gavin.Tangan kanan Gavin sudah terangkat seraya menyodorkan gulungan kain. Namun, Azura masih mematung. Dalam diam, manik cokelatnya terus saja tertuju pada mata abu-abu terang yang sedikit bercampur dengan corak biru.'Mars,' batin Azura.Sungguh, Azura merasa seperti hidup dalam mimpi. Be

    Last Updated : 2024-08-13
  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   7. Kepercayaan

    'Jika kamu bersikeras ingin hidup, maka kupastikan hidupmu tidak akan tenang. Dan jika kamu menginginkan ketenangan, aku bersedia membantu mewujudkannya dengan cara mengembalikan kamu kepada Tuhan.'Kalimat itu terngiang jelas saat Azura menatap tiap sudut kamar di hadapannya. Semakin lama berada di sini, Azura semakin ingat dengan sederet peristiwa yang dia alami di dalam mimpi. Tempat ini benar-benar sama persis."Are you ok?" tanya Gavin.Azura menoleh ke samping, lalu menganggukkan kepala."Duduklah dulu. Wajahmu pucat," ucap Gavin.Meski tidak menatap diri lewat cermin, tapi Azura merasa kalau dirinya memang tidak baik-baik saja. Terbukti dari munculnya beberapa titik keringat dingin pada dahi. Bahkan, Azura juga merasa kalau tarikan napasnya berubah semakin sesak."Aku merasa mereka sedang mencariku. Dan entah mengapa, aku merasa kalau mereka sangat dekat dengan rumah ini," ucap Azura."Jangan khawatir. Nggak akan ada yang bisa masuk ke rumah ini tanpa membuat janji dulu dengank

    Last Updated : 2024-08-13
  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   8. Apakah Ini Jebakan?

    "Kamu bisa tinggal di sini sembari kita mencari jalan keluar untuk masalah ini," ucap Gavin.Azura menggeleng cepat. Dia tidak mungkin semudah itu menerima tawaran untuk tinggal di bawah satu atap."Setidaknya untuk malam ini," lanjut Gavin. "Besok pagi aku akan menemanimu mencari tempat tinggal sementara.""Sebenarnya aku bisa sendiri, dan —""Aku sudah bilang kalau aku akan menemanimu," pungkas Gavin.Azura terpaku. Semakin lama berbicara dengan Gavin, lelaki itu semakin mirip dengan Mars. Bahkan, bagaimana aksen bicaranya saat menggunakan Bahasa Indonesia juga sama persis."Sekarang kamu mau istirahat dulu?" tanya Gavin. "Kamu bisa menggunakan kamarku kalau kamu nggak mau tidur di kamar yang tadi."Azura menggeleng. "Aku di sini saja.""Ok, I hear you."Di sela pembicaraan mereka, ponsel Gavin lantas berdering. Buru-buru lelaki itu menekan tombol hijau, lalu mendekatkan ponsel pada telinga kanan. Meski tidak tahu sedang membicarakan tentang apa, tapi Azura bisa menebak kalau Gavin

    Last Updated : 2024-08-13
  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   9. Melarikan Diri

    Azura terduduk lesu di atas lantai. Jiwanya seolah terbelah menjadi dua kubu. Satu sisi sedang membujuk diri untuk tetap percaya pada Gavin, sementara sisi yang lain tengah sibuk merutuk.'Bodoh!'Benaknya berteriak dengan berisik. Seluruh isi kepala berebut ingin memaki. Bagaimana bisa Azura sempat semudah itu percaya kepada Gavin yang sejatinya bukan siapa-siapa?Seharusnya Azura tahu kalau di dunia ini tidak ada yang bisa dipercaya selain dirinya sendiri. Keluarga yang merupakan orang terdekat saja bisa dengan tega membunuh orang tuanya. Apalagi Gavin yang baru saja Azura kenal beberapa jam yang lalu.'Shit!' Azura mengumpat dalam hati.Rasa panik dan ketakutan mulai merayap. Azura merasa sesak. Dadanya seperti dihimpit beban berat.'Nggak mungkin kalau ini cuma kebetulan,' pikirnya.Dia mulai menduga, mungkin Gavin dan Riki bekerja sama. Mungkin semua ini adalah jebakan yang sudah direncanakan sejak awal. Mungkin Gavin adalah alat untuk mempermudah Riki melancarkan rencananya.'Ak

    Last Updated : 2024-08-13
  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   10. Dekapan Nyaman

    Udara malam terasa sejuk, mendekati dingin. Namun, keringat tetap saja mengalir di pelipis Azura. Beberapa helai rambut yang terlepas dari ikatan juga tampak menggumpal karena basah.Azura masih tidak tahu arah tujuan kakinya melangkah. Ke mana pun itu, yang jelas dia harus menjauh dari Gavin dan Riki. Orang asing yang ternyata berbahaya, dan keluarga yang sangat mengancam nyawa."Di mana ini?" monolog Azura seraya menoleh kanan dan kiri.Begitu tiba di jalan raya, Azura berhenti sejenak untuk mengatur napas dan menenangkan pikiran. Dia mengamati sekeliling, kemudian sadar kalau tempat ini tidaklah asing. Azura sangat mengenali jalan dan bangunan di sekitar sini.Sebuah perasaan lega muncul di dadanya. Setiap sudut jalan terlihat cukup akrab, karena wilayah ini tidak jauh dari rumah tempat dirinya tinggal. Namun, perasaan lega itu dengan cepat berubah menjadi kecemasan. Keluarga Riki, termasuk Riki sendiri, juga tinggal di area sekitar sini. Jadi, Azura harus sangat berhati-hati.Azur

    Last Updated : 2024-08-13

Latest chapter

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   49. I Love You

    Gavin menghentikan tarikan napas. Kedua manik abu-abunya menatap layar dengan jemari yang sedikit gemetar. Setelah melewati pencarian yang melelahkan, dia akhirnya memiliki kesempatan untuk berbicara dengan Azura.Begitu nada sambung terdengar, hatinya sontak berdesir. Belum saja dia mendengar suara Azura, tapi jantung Gavin sudah berulah. Detaknya sungguh tidak beraturan.Semula, Gavin pikir Azura akan segera menjawab panggilannya. Namun, semesta ternyata masih ingin sedikit bermain-main. Suara nada tunggu yang tidak kunjung tersambung seolah sedang mencemooh dan sengaja mengulur waktu.Pada dering ke tiga, Azura masih belum mengangkat panggilan. Sungguh, Gavin seperti sedang menunggu jawaban dari takdir. Akankah dia menjawab? Akankah dia mengenali nomornya? Atau dia akan memilih untuk mengabaikannya?Kedua kaki Gavin sudah bergerak naik turun dengan cepat. Seluruh tubuh seolah turut menampakkan rasa gelisah. Namun, sekujur anggota badannya tiba-tiba berhenti ketika panggilan berhasi

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   48. Saling Mencari

    Pintu dengan cat putih sudah tertutup separuh. Namun, sebisa mungkin Gavin menahan agar celahnya terbuka lebih lebar. Sambil sedikit memberikan dorongan, Gavin akhirnya berhasil membuat wanita di hadapannya kembali bicara."Pergilah. Apa maumu?" tanya wanita yang bernama Afi itu."Bu, saya tahu Azura di sini," jawab Gavin. "Jadi tolong biarkan saya menemui dia."Tatapan mata Afi terlihat dingin. Setelah mengetahui alasan kedatangan Gavin, ekspresinya berubah sinis. Afi harus bisa menjaga jarak dengan siapa pun yang datang mencari Azura.Sejak pertemuan Azura dengan Laura beberapa waktu yang lalu, Azura sempat menitipkan pesan agar tidak membiarkan siapa pun mengetahui keberadaannya tanpa seizin Azura. Saat itu, Azura menjadi lebih murung dan sering menangis. Terang saja kalau kini Afi tak segan memperlihatkan raut tak suka saat ada orang yang tiba-tiba ingin menemui Azura. Ada kecenderungan dalam diri Afi untuk menjaga Azura dari orang-orang yang mungkin akan membuat Azura sedih.Afi

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   47. Selangkah Lebih Dekat

    Ini masih terlalu dini untuk disebut dengan pagi. Matahari masih belum muncul, dan warna langit masih sepenuhnya hitam. Meski begitu, Gavin tetap bangkit dari tidur, lalu keluar untuk menantang dinginnya udara.Titik es muncul di ujung dedaunan sebab suhu yang menginjak -1°C. Gavin jadi ingat bagaimana hidung Azura yang memerah dan sering sakit saat udara terlalu dingin. Pun kebiasaannya yang cenderung lebih sering bersin."Semoga dia baik-baik aja," lirih Gavin.Sambil menunggu matahari meninggi, Gavin memutuskan berjalan-jalan di sekitar penginapan. Sesekali, dia menyinggung nama Azura ketika warga sekitar menyapa dan beramah tamah padanya. Sungguh sial, Gavin masih harus berusaha lebih keras lagi, sebab tak ada seorang pun yang mengetahui Azura di sekitar sini.Sambil menyalakan mesin mobil, Gavin mempelajari sesaat daerah yang dia pijak melalui map. Jemarinya bergerak membantu mata untuk mengamati berapa banyak villa di daerah ini. Tak lupa, Gavin juga mencari tahu tentang tempat

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   46. Rindu

    Gavin tidak merasa risau saat ponselnya kehabisan daya. Tak masalah. Lagi pula tidak ada siapapun yang akan menghubunginya. Kalaupun ada, mungkin itu dari orang yang tidak seberapa penting.But, wait. Bukan berniat menyepelekan. Namun, saat ini yang terpenting bagi Gavin adalah bagaimana caranya agar bisa menemukan Azura."Aku nggak akan pernah berhenti mencarimu, Ra," monolog Gavin.Menempuh perjalanan selama lima jam bukan hal yang berat. Saat ini, Gavin justru sangat bersemangat. Meski belum tahu bagaimana hasilnya, tapi dia menemukan ada setitik harapan untuk bisa melihat wajah Azura lagi."Dari mana aku bisa mulai mencarimu di tempat sebesar ini?" lirih Gavin seraya melayangkan pandang dari kanan ke kiri.Dua hari yang lalu, dia bertemu lagi dengan Laura. Mantan kekasihnya itu sempat menolak saat Gavin mendesak untuk memberi tahu keberadaan Azura. Namun, setelah berbagai upaya, Laura akhirnya memberikan satu petunjuk bahwa Azura ada di daerah dataran tinggi Dieng ini.Tentu Laura

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   45. Bunga yang Berbicara

    Azura menghentikan langkah saat kakinya menginjak teras. Tubuhnya membatu. Kedua matanya menatap nanar ke sekitar. Ada terlalu banyak benda yang seharusnya tidak ada di depan rumahnya."Ya Tuhan," lirih Azura.Rumah yang dulu dia tinggalkan dengan hati penuh kegelisahan, kini menyambutnya dengan keheningan yang menyakitkan. Tak ada siapa pun di rumah ini. Namun, Azura bisa melihat kalau ada seseorang yang sepertinya sering datang berkunjung."Gavin," lirih Azura, nyaris tanpa suara.Bukan tanpa alasan Azura menyimpulkan kalau Gavin sering mendatangi rumahnya yang kosong. Sebab, lelaki itu memang selalu meninggalkan jejak. Azura paham betul bagaimana coretan tangan Gavin yang tersemat pada setiap bunga yang ada di teras rumahnya.Ya. Bunga. Ada banyak sekali buket bunga yang menyambut kepulangan Azura.Semuanya cantik. Namun, tunggu dulu. Ini bukan narasi yang penuh keindahan dan keromantisan. Justru ini adalah penyebab munculnya rasa sesak dan sakit dalam diri Azura.

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   44. Pulang

    > Gavin, ini aku, Azura. Tolong angkat teleponnya. Azura menatap nanar deret tulisan yang hanya menunjukkan centang satu. Jangankan mendapatkan balasan. Pesan dari Azura bahkan sama sekali tidak terkirim. "Ada apa denganmu," lirih Azura. Rasa panik terus menjalar dalam dirinya. Azura mencoba lagi, kali ini dengan lebih banyak kegelisahan. Setiap telepon yang gagal terhubung membuat pikirannya semakin dibanjiri dengan berbagai kemungkinan buruk. Azura tidak bisa duduk diam. Dia mengirimkan lebih banyak pesan, berharap setidaknya ada satu yang akan terkirim. Namun, tidak ada satu pun pesan yang berhasil mencapai diri Gavin. "Aku harus mengganti nomorku," titah Azura pada dirinya sendiri. Azura lantas mengaktifkan kembali nomor ponselnya yang lama. Dia pikir, dirinya akan bisa menemukan jawaban di sana. Barangkali Gavin memberi kabar penting, atau bisa jadi Gavin memiliki nomo

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   43. Mimpi Buruk

    Semula, segala sesuatu tentang Gavin sama sekali tidak ingin Azura gubris. Namun, semakin hari, Azura justru semakin memikirkannya. Terlebih, saat Gavin kembali datang di mimpinya setiap malam."Apa dia baik-baik aja?" tanya Azura kepada dirinya sendiri.Mimpi yang muncul masih berupa potongan-potongan kejadian yang acak. Sialnya, keseluruhannya bukanlah mimpi yang indah. Tak hanya sekadar buruk, ini bahkan bisa dikatakan sebagai mimpi yang mengerikan.Beberapa kali Azura melihat kalau ada bahaya yang sedang mengancam Gavin. Ada kepingan mimpi saat lelaki itu sedang berada di bawah reruntuhan bangunan, dan ada pula setting di pemakaman. Tidak terlalu jelas bagaimana keseluruhan cerita mimpi itu berlangsung, tapi yang jelas, Azura selalu bangun dalam keadaan berderai air mata.Setiap pagi, Azura memulai harinya dengan perasaan cemas. Mimpi itu seperti membawa firasat buruk. Entah ini pertanda akan datangnya kabar tak baik, ataukah sebuah petunjuk untuk Azura agar bisa menyelamatkan Gav

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   42. Buket Peony

    Setelah membiarkan Laura pergi, Azura gegas menutup pintunya rapat-rapat. Dia seperti tak hanya menutup pintu itu secara fisik, tapi juga menutup segala cerita, drama, dan kenangan yang pernah ada. Bukan hanya tentang Laura, tapi juga mengenai Gavin dan segala masa lalu di antara mereka bertiga.Azura menganggap pertemuan kali ini bukan sebagai momen 'sampai jumpa lagi'. Ini lebih tepat dikatakan sebagai momen 'selamat tinggal'. Artinya, Azura sama sekali tidak menginginkan pertemuan selanjutnya. Semuanya telah tamat."Mbak," panggil Afi dari arah ruang tengah.Azura mendongak seraya sedikit mengangkat alis."Ada sesuatu? Mbak bisa cerita sama saya.""Nggak ada," balas Azura."Tapi dari tadi Mbak Azura nangis terus."Kelopak mata Azura lantas berkedip cepat. Sambil menggelengkan kepala, jemarinya buru-buru mengusap pipi yang ternyata memang basah. Sungguh, Azura sampai tidak sadar kalau sejak tadi dia sudah banyak membuang air mata."Dia tadi siapa?" tanya Afi."Pengacaraku dulu, Bu."

  • Lelaki yang Datang di Mimpiku Setiap Malam   41. Pengakuan

    Azura terbaring di atas ranjang dengan mata yang menatap lurus ke arah langit-langit kamar. Benaknya terbang menuju mimpi yang entah mengapa terasa janggal. Di mimpi itu, ada Gavin, Laura, dan David."Aneh," ucap Azura.Sebenarnya, mimpi itu tidak terlalu jelas. Azura hanya bisa mengingat kepingan cerita yang sama sekali tidak berkesinambungan. Ada mimpi tentang pertemuannya lagi dengan Gavin, ada pula mimpi tentang Laura dan David. Pada satu adegan, Azura juga merasa seperti sedang bertemu dengan ketiga orang itu di waktu yang bersamaan.Tak ada yang spesial dari mimpi-mimpi itu. Namun, Azura mengingat betul tentang mimpi saat Laura mencarinya. Entah di mana dan entah bagaimana, tapi di mimpi itu, wajah Laura tampak jelas. Laura sedang berjalan kesana kemari untuk mencari Azura. Azura juga seperti melihat Laura yang tengah mengobrol dengan Rendi untuk menanyakan di mana tempat tinggal Azura.Sambil menyibak selimut dari tubuhnya, Azura lantas ban

DMCA.com Protection Status