Selesai makan makan, zemilio duduk di sofa, sementara Stela tengah digendong oleh pelayan. Emilio setengah memejamkan matanya, telinganya masih mendengar acara siarann tv yang sedang ditontonnya. Elijah keluar dari dapur seraya membawa segelas air putih serta kantong obat yang diresepkan oleh dokter Rayn untuk Emilio. “Sudah saatnya minum obat, bangunlah sebentar.” “Uhm,” Emilio membuka matanya, perlahan dia merubah posisi duduk sempurna. Elijah menyodorkan beberapa tablet obat pada Emilio, lalu memberikannya air minum setelah Emilio menegak habis obatnya. “Minuimlah lebih banyak, dokter Rayn berpesan untuk minum air putih lebih banyak dari hari biasanya.” “Apa kau percaya padanya?” “Tentu saja, dia kan seorang dokter,” balas Elijah dengan bangga seakan mengagungkan dokter Rayn dihadapannya. “Uhm, apa kau ingin mendengar sesuatu tentangnya?” Emilio sedikit menggodanya, tapi tak disangka dia mengigit umpan
Di tegah salah paham tentang apa yang dikatakan oleh Elijah, tiba-tiba pintu diketuk dari luar, suara yang tak asing itu terdengar jelas. Emilio berbalik, ke arah suara itu berasal, ia menatap tajam ke arah pintu. “Tuan, Tuan Eito datang.” Deg! Emilio merasakan perasaan yang aneh, ia tahu persis jika Eito tidak akan menampakkan dirinya sendiri dengan begitu mudah, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya saat mendengar Eito datang ke mansionnya, padahal dia sangat ingin mencarinya dan menangkapnya. “Aku akan turun.” Jawab Emilio datar. Benar saja, di ruang tamu telah berada Eito dengan seorang pria yang tidak pernah ia lihat ataupun berkomunikasi dengannya. Emilio berjalan melihatnya dengan tatapan yang pnuh tanda tanya. Entah bagaimana, ia berhasil , mendapatkan kunci, melihat rekan serta keinginan koleganya sirna begitu saja. Emilio menatap Eito dengan tatapan yang sangat tajam, ia bahkan tidak membiarkan Eito sesuk
“Jadi apa yang kau inginkan?” Eito mengangkat sudut bibirnya, dia berjalan ke arah Emilio, dia setengah berbisik, seketika raut wajah Emilio berubah. Amarah tampak jelas di wajahnya. Matanya memelotot, dan memerah. Eito menepuk pundaknya lalu memiringkan kepalanya. “Apa kau marah? Apa kau ingin membunuhku?” Emilio menyeringai, dia menatap tajam Eito, ia seakan menganggap remeh Eito. “Aku bahkan tidak takut akan hal itu, aku tidak akan membiarkan kau mengusik hidup istri ataupun anakku.” “Oh, aku takut!” Eito mengejek Emilio. “Kau lupa Emilio, aku sekarang bisa menyingkirkanmu dengan mudah, hak apa kau melarangku mengambil anak itu? Sedangkan anak itu adalah darah dagingku sendiri.” Seketika tubuh Eito terhuyung mundur, karena Emilio memukulnya wajahnya telak, dari sudut bibirnya mengeluarkan darah segar yang menetes ke bawah. Eito menyekanya kasar, ia melihat bercak darah itu di tangannya lalu tersenyum. “Hei, Emi
Suasana di dalam mansion begitu hening, sejak baku hantam terjadi semua orang tidak berani membuka mulutnya walau mengeluarkan suara sedikit saja, di ruang tamu Elijah tengah mengobati luka Emilio, wajahnya pias. Elijah masih terisak ia cukup terkejut dengan kejadian ini. “Padahal masih sakit, kenapa berlaga nseperti ini?” “Entahlah, aku rasa ini hanya hanya dendam kesumat saja.” Elijah mengangkat sudut bibirnya, ia tak balas bicara dia menuang sedikit cairan betadine lalu mengoleskannya pada susud bibir Emilio. Di saat yang sama Emilio menatapnya dalam, matanya yang coklat itu sampai tidak berkedip, tangan kecil itu mengoles luka dengan hati-hati, Emilio hanya meringis kesakitan. “Apa sesakit itu?” - “Uhm,” Emilio mengangguk. “Sudah menghajar orang, masih bilang sakit, sungguh aku tidak mengerti.” Elijah kembali mengoleskan salep untuk dioleskan pada luka Emilio. Setelah selesai mengobati Emilio, ia m en
Hening. Di ruang tamu semua orang berkumpul, luka di wajah Eito sudah dibersihkan dan dioles obat. Raut wajah semua orang begitu tegang, tak terkecuali Earnest, wajahnya begitu datar, tidak ada ekpresi di sana. “Jadi apa yang sebenarnya kalian bicarakan? Apa benar Eito bukan anak kandungmu?” seketika Jesslyn gemetar, dia tidak menyangka jika tuan besar Xavier yang mana adalah mertuanya sendiri sudah tahu dia berselingkuh, dia juga sudah tahu bahwa Eito bukanlah cucu kandungnya. “Ayah, maafkan aku. Sungguh aku tidak bermaksud membohongimu,” Jesslyn bersimpuh di kaki Tuan besar Xavier. Dia berharap mendapat ampunan darinya. “Apa? Kau bilang tidak berniat membohongiku, sedangkan kau membohongiku selama puluhan tahun, kau anggap aku ini apa?” kedua matanya memelotot saat mendapati kenyataan yang membuat aib bagi keluarganya. “Ayah, aku mohon,” Jesslyn terus memohon. “Apa yang kau pikirkan saat kau berselingkuh? Kau bahkan menghas
Di tengah suasana kamar yang temaram Eito terbangun, ia berbalik melihat ke sekeliling kamar, ia menyadari bahwa sekarang dia berada di kamarnya. Di sana tidak ada yang berubah sama sekali furniturnya masih tetap sama seperti saat dia meninggalkan mansion ini. “Tenanglah, semuanya akan membaik seiring waktu, walau Eito bukan anakku tapi aku tetap menyayanginya.” “Kenapa ayah tidak bisa sedikit luluh pada Eito? Kenapa dia bersikap kasar sedangkan dia bisa bersikap baik pada Sebastian, kenapa, kenapa?” Suara Jesslyn menggema hingga ke kamar Eito, ia tertunduk saat mendengarnya, perasaannya sungguh campur aduk, ia tidak tahu apa yang harus dia lakukannya sekarang. Rasanya dia tidak percaya dengan apa yang terjadi hari ini, kebenaran yang terungkap sangat melukainya, walau dia bukan anak kecil lagi tapi tetap saja semua hal itu tetap menyakitinya. “Kenapa semuanya berakhir seperti ini? Aku kira aku anak kandung ayah tapi nyatanya, aku anak
“Apa yang terjadi pada Anda Tuan?” Sebastian segera menghampiri Emilio yang berjalan masuk ke dalam. Sebastian mengingat kembali luka memar yang ada di wajah renta Joseph, ia berpikir jika ini semua ada kaitannya dengan wajah Joseph, semakin dia berpikir semakin sempit kesimpulan yang dia dapatkan karena ia tahu betul dia tidak akan memukul Joseph yang notabenenya adalah pengasuhnya sejak dia kecil. “Sebenarnya apa yang terjadi, kenapa seperti ini? tadi aku bertemu dengan Tuan Joseph, dia juga memiliki memar yang cukup besar di wajahnya,” Sebastian kembali bertanya dengan tidak sabar berharap kali ini dia mendapatkan jawabannya. Dari arah pintu tampak Elijah bersama dengan seorang pelayan masuk membawakan camilan serta teh. Emilio melirik ke arah Elijah yang tengah menggendong Stela di pangkuannya. Lalu berbalik ke arah Ezra yang melongo karena tidak mengerti dengan apa yang keduanya bicarakan. “Istriku, apa kau bisa membawa
“Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa wajahmu dan juga wajah Tuan Joseph seperti ini? katakan padaku siapa yang telah melakukannya?” Sebastian sudah kehilangan kesabarannya. “Diamlah, aku tidak ingin mendengar celotehanmu itu, jadi tutup mulutmu itu.” Seketika ruangan pun hening, Sebastian sudah tidak bicara lagi, dia memilih diam ketika Emilio menyuruhnya untuk berhenti bicara. Ia memicingkan ujung matanya, melihat Emilio yang berjalan menuju jendela yang tinggi dan besar itu. Dia berdiri di sana beberapa saat sampai akhirnya dia beralih kembali ke arah Sebastian yang sudah menunggu jawaban darinya. Sebastian menatapnya lekat, ia tidak mau melewatkan sedikitpun gerakan yang dilakukan oleh Emilio, di sana suasananya cukup canggung. Setelah tiga puluh menit berlalu akhirnya Sebastian sudah tidak tahan lagi ia mulai membuka kembali percakapannya. “Sampai kapan kau akan diam seperti ini?” “Tenanglah,” ucapnya datar.