“Rayn, kalau kamu bersikeras ingin membahas topik ini, maka tidak ada yang bisa kita bicarakan lagi.Sebagai seorang ibu, aku tidak akan membuang anakku, mereka adalah dua nyawa yang hidup.” Tangan Areum memegang bagian perutnya, penuh kasih sayang dan hati-hati.Pada saat ini, tidak ada apa pun yang lebih penting dari anak-anak dalam perutnya. Keluarga nenek Areum selalu memiliki keturunan melahirkan anak kembar. Neneknya melahirkan lima anak, dua pasang di antaranya adalah kembar.Bibinya melahirkan sepasang anak perempuan, dan ibunya juga melahirkan dia dan Aaron.Areum sangat senang ketika tahu ada dua bocah kecil di dalam perutnya, tapi ayah mereka selalu berpikir ingin membuang mereka. Mungkin karena emosinya tidak stabil, wajah Areum menjadi pucat, wajahnya terlihat sangat buruk.Rayn menjadi panik, dan memeluknya berkata, “Baiklah, kamu tidak ingin mendengar, aku tidak akan mengatakannya lagi.Areum, aku hanya khawatir padamu.”Areum diam-diam bersandar dalam pelukannya, wajah
Langit tampak mendung seakan hujan akan turun membasahi bumi. Setelah Elijah berkendara dengan suasana hati yang berantakan akhirnya dia sampai di mansion. Wajahnya begitu muram sorot matanya pun tersirat dengan jelas kekecewaan dan amarah yang kian meledak.Elijah turun dari mobil, matanya sembab karena terus menangis. Dia berjalan dengan cepat tanpa menyapa Joseph yang sedari tadi berdiri menunggunya. Langkah kakinya yang cepat mengantarkannya tiba ke kamar dengan sekejap mata. Joseph merasa ada yang aneh saat melihat Elijah.Joseph mendekati pintu kamar utama, terdengar barang-barang jatuh yang memekakan telinga, samar-samar dia mendengar suara menangis. Raungan itu terdengar sangat pilu. Membuat hati siapa ikut hancur kala mendengarnya. Joseph ingin mencari tahu keadaan Elijah tapi dia tidak bisa masuk sembarangan ke dalam.Dia hanya bisa diam-diam turun ke lantai bawah. Perasaannya begitu tidak tenang dia juga sangat khawatir pada Elijah dan juga anak yang sedang dikandung oleh E
“Kenapa? Kenapa kau melakukan ini padaku?” Elijah berteriak histeris, dia bahkan melempar vas bunga ke arah Emilio. Pecahan kacanya mengenai wajah Emilio dan mengeluarkan darah segar.Di luar pintu Joseph dan para pelayan menunggu di luar sontak kaget mendengar suara barang jatuh serta kaca pecah. Beberapa dari pelayan menutupi telinga mereka dan sedikit meringkuk. Baru kali ini mereka mendengar suara seperti itu.Pertengkaran seperti yang ada pada rumah lain. Mereka saling menatap seakan ingin bicara tapi jelasnya mereka tak bisa berkata-kata karena Joseph menentang hal itu, lagi pula dalam kontrak sudah tertera semua yang bekerja di dalam mansion harus diam tak menyebarkan rumor ke luar mansion.Joseph berdiri dengan tenang menunggu sang majikan keluar bersama dengan pelayan untuk membereskan kekacauan di dalam kamar.“Elijah,” Emilio mencoba menepuk pundak Elijah. tapi, tangannya malah menggantung di udara. Rasanya begitu menyakitkan kala melihat wanitanya menangis dengan begitu ke
Setelah selesai mengobati Elijah. Rayn pun keluar kamar, di sudut ruangan Emilio menunggu dengan wajah tanpa ekspresi. Rasanya dirinya ingin memakan seseorang. Emilio setelah memastikan Elijah telah tertidur lelap.Emilio berdiri, terselip sebatang rokok di sela jarinya. Asap tipis mengepul lalu menghilang di udara. Dia sama sekali tidak memikirkan kakinya yang terluka dan berlumur darah.“Kemarilah, aku akan mengobatimu.” Rayn berniat mendekati Emilio tapi Emilio langsung menghentikannya.“Kita ke ruang kerja ku,” Emilio berjalan dengan menyeret kakinya. Darah terus menetes hingga ke pintu ruang kerjanya.Emilio duduk di sofa, ia setengah memejamkan matanya. Raut wajahnya begitu berantakan. Rayn baru pertama kali melihat kondisi Emilio yang seperti ini.“Apa yang telah terjadi?” sembari bicara Rayn memegang kaki Emilio, separuh celananya sudah basah oleh darah.Tangan Rayn dengan cekatan memotong celana Emilio, saat celana diturunkan tampak lah pecahan kaca yang menancap di lututnya.
Hingga larut malam, Emilio hanya terdiam di luar balkon kamar. Menatap ke atas di mana langit diselimuti oleh pekatnya malam. Menatap jauh, dengan segala pemikiran tentang kemungkinan Elijah akan meninggalkannya membuatnya sesak. “Walau aku sudah menduganya, tapi tetap saja aku tidak bisa menerimanya.” Setelah berjam-jam mengamati langit yang tetap kelam, Emilio beranjak pergi dari balkon menuju ke luar kamar. Menuruni anak-anak tangga menunju lantai bawah. Berjalan terus keluar mansion dan berhenti tepat di depan paviliun yang ditempati oleh Stela. Sejenak ia hanya berdiri termangu, setelah mengetuk pintu yang berwarna coklat gelap itu. Pintu pun terbuka. Sus Maria menatapnya sekilas lalu mempersilakannya masuk. “Apa Stela sudah tidur?” Emilio berbicara. “Sudah Tuan, ada di kamarnya.” Jawab sus Maria. “Silakan,” sus Maria mengisyaratkan agar Emilio mampir dan melihatnya sendiri. Emilio mengayunkan langkah kakinya menuju kamar Stela. Ia berdiri tepat di samping tempat tidurnya. S
Elijah terbangun, sesaat menatap langit-langit ruangan yang berwarna serba putih, hidungnya mencium disinfektan yang identik dengan rumah sakit. Tubuhnya tergeletak di atas ranjang, detik kemudian dia melirik ke sekeliling kamar.“Elijah,” terdengar suara berat yang tak asing baginya.Elijah menoleh, Emilio duduk dengan wajah cemas menatapnya penuh kesedihan. Sejenak Elijah mencoba mengingat kembali yang terjadi pada dirinya. Ya, Elijah berendam di bak mandi terlalu lama, menyebabkannya pusing dan hilang kesadaran.“Apa ada bagian yang sakit? Di mana?” Emilio terus melontarkan pertanyaan.Elijah masih belum sadar sepenuhnya, tapi detik berikutnya wajah pucatnya itu berekspresi dingin, sorot matanya tajam menatap ke arah Emilio.“Kenapa kamu menatapku seperti ini?” Emilio dapat merasakan amarah di balik sorot matanya yang tajam itu. “Apa kamu tidak nyaman saat aku berada di dekatmu?”Elijah tetap diam seribu bahasa. Tampak jelas jika dia tidak menginginkan kehadiran Emilio di sekitarny
“Hei, kenyataannya tidak seperti itu. Kenapa kau pesimis seperti ini? tidak seperti dirimu saja.” Rayn mulaui merobek celana Emilio dengan gunting.Warna merah yang mencolok membuat mata sakit, darah tetah memenuhi kasin kasa yang dibalutkan ke lututnya. Ia melihatnya benar-benar tidak dapat dipercaya. Perlahan dia membuka kain kasanya dengan hati-hati. Setelah sepenuhnya terlepas Rayn dapat tahu jika luka yang semalam sudah di jahit itu kembali terbuka. Bahkan lukanya malah semakin bertambah lebar,“Apa yang terjadi hingga seperti ini?”“Elijah pingsan, aku menggendongnya dan tidak ingat jika lututku terluka. aku bahkan tidak merasakan sakit sedikit pun.” Emilio menyunggingkan sudut bibirnya, terkesan dingin.“Kamu tidak bisa seperti ini. jika kamu tidak sembuh siapa yang akan menjaga Elijah dan anak-anakmu?”“Rayn, apa aku ini pantas menjadi seorang ayah? Aku bahkan telah melukai ibunya bagaimana bisa aku menghadapi anak-anaknya kelak.”“Sebenarnya apa maksudmu? Kau sudah menjadi ay
“Apa kamu yakin tidak membutuhkan kamar untuk beristirahat?” Rayn bertanya seraya menyenderkan tubuhnya ke meja.“Tidak perlu, aku hanya butuh istirahat di sini sebentar,” Emilio meraih ponselnya lalu menekan nomor yang tertera di layar ponselnya. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya ada jawaban dari balik ponsel.“Tolong bawakan pakaian bersih untukku dan juga nyonya muda ke rumah sakit.” Selesai bicara Emilio menutup teleponnya lalu mencari posisi yang nyaman untuknya sekedar berbaring.Rayn menatapnya lembut, ia melirik ke arah jam tangannya. “Baiklah, aku harus melihat pasien. Kamu tinggal lah di sini jika mau. Aku pergi.” Rayn melangkah pergi sementara Emilio melambaikan tangannya.Hening.Emilio sejenak menatap langit-langit putih, “Ah, rasanya aku mengantuk.” matanya terpejam beberapa saat kemudian dia benar-benar tidur.Tiga puluh mneit kemudian, Joseph sampai di rumah sakit. Dia membawa sebuah tas yang cukup besar yang berisi pakaian ganti untuk Emilio dan juga Elijah, dia