Langit sedikit mendung, jalanan juga sedikit berair, karena sebelumnya turun hujan. Maserati merah berhenti di area apartemen di mana Dira tinggal. Pintu dibuka, saat Elijah turun dari mobil selintas tercium aroma lembut angin yang melintas, setelah hujan reda. Di kursi penumpang Stela duduk dengan manis, ia tersenyum kegirangan saat Elijah turun dari mobil, seakan dia tahu jika tempat yang dituju telah sampai.Senyum lembut yang terpancar dari wajah kecil Stela membuatnya bahagia. Ia memangkunya, sementara sopir mengambilkan tas keperluan Stela, lalu mengantarnya sampai ke unit Dira. Elijah menekan bel beberapa kali, menatap sang sopir lalu berkata.“Pulanglah, aku bisa sendiri. Lagi pula saat pulang tuan akan menjemputku.” Elijah mengabil tas keperluan Stela, mendengar hal itu sang sopir pun pergi meninggalkan Elijah yang masih berdiri di depan pintu Dira.Setelah menunggu sedikit lama akhirnya Dira membukakan pintu untuk Elijah. saat pintu terbuka sontak Elijah kaget saat melihat
“Kamu mau yang ini?” Emilio menunjuk ke arah kue yang bertemakan Elsa Frozen, karakter kartun kesukaannya“Eng,” Stela mengangguk.“Baiklah.”kue tart dihias dengan sangat cantik, dan harganya juga cukup mahal.Emilio mengeluarkan sebuah kartu dari dalam dompet lalu memberikannya pada kasir. "Tolong bungkuskan kue ini.""Tuan, kue ini hanya contoh, kue di tempat kami dibuat langsung di sini. Jadi Tuan harus menunggu.” Kasir berkata sambil tersenyum."Kira-kira berapa lama?" Emilio bertanya."Tidak terlalu lama, kira-kira setengah jam saja." Kasir menjawab.Emilio mengangguk sambil melihat Putrinya, Stela berdiri di depan kaca etalase, mata juga hampir jatuh ke atas kue tart.Dia tersenyum hangat, mengulurkan tangan mengelus kepala wanita kecilnya. Kemudian, berkata pada kasir. “Baiklah.”Emilio sangat jarang tersenyum, terkadang senyum sekali, sungguh terasa sangat indah. Beberapa pengunjung wanita, dan pelayan wanita di dalam toko juga terpana melihatnya.“Tuan, kamu, kamu bisa duduk
Elijah merasa sedikit canggung, mengulurkan tangan mencubit hidung putrinya. “Dasar tukang makan.” Sekeluarga baru saja bersiap mau makan kue, ponsel Emilio langsung berdering. Dia memegang ponsel, berdiri di depan jendela Perancis untuk menjawab panggilan telepon. Wajah terdapat senyuman, juga sedikit tidak berdaya. Pandangannya terus tertuju pada ibu dan anak yang ada di ruang tamu. Tangan Stela penuh dengan krim. Ujung jari Elijah juga terkena krim kue, langsung digosokkan ke atas hidung Stela. Kemudian, ibu dan anak mulai membuat keributan lagi. Emilio selesai menjawab teleponnya dan kembali, duduk di sofa samping mereka. “Kenapa?” Elijah bertanya. “Telepon dari Paman Leonhard. Istrinya pergi mencari Areum. Paman Leonhard takut Rayn membuat keributan, ingin menyuruhku ke sana membujuknya.” “Lalu kenapa kamu masih belum pergi?” “Masalah keluarga orang lain, aku tidak nyaman ikut terlibat. Apalagi, Rayn sudah membulatkan tekad menikahi Areum. Ketika seorang pria tulus mencin
“Aku jamin, walaupun kamu berada dalam satu kota, aku juga tidak akan berinisiatif untuk bertemu dengannya, aku juga tidak akan menikah dengannya.” Mata hitam Rayn menatapnya dalam-dalam, sorot matanya dipenuhi api amarah dan rasa sakit yang mendalam. “Areum, apakah dalam pandanganmu perasaanku tidak berharga sedikit pun?” Bisa dibuang begitu saja? Dari awal hingga akhir, hanya diriku sendiri yang terus berusaha memenangkan hatimu, hanya diriku sendiri yang sibuk ke mana-mana untuk melakukan hal-hal ini sendirian!” Rayn sedikit meninggikan suaranya pada Areum. Areum membeku berdiri di tempat, menatapnya dengan air mata yang tertahan dalam rongga mata. Meskipun temperamen Rayn tidak baik, tapi di depan semua orang, dia adalah tuan muda yang memenuhi kriteria, sopan dan berperilaku baik. Bisa membuat dia marah dengan kata-kata kasar, dapat dibayangkan, saat ini dia sudah marah sekali, juga sudah sangat sakit hati. Areum berusaha keras menahan air matanya, suara sedikit serak dan t
Di luar jendela, masih hujan deras disertai bunyi petir yang saling bersautan, suasana hati Rayn sungguh tidak baik. Di dalam rumah, tekanan udara sangat rendah. Terasa begitu mencekam. Rayn berjalan perlahan menuju ruang tamu. “Wah, jarang sekali bisa kumpul semua. Apa maksudnya, mau interogasi ya.” Sudut bibir Rayn muncul senyuman, mata hitam seperti tertutup selapis uap air. “Naik ke atas ganti pakaian dulu baru turun ke bawah untuk bicara. penampilan berantakan, mau jadi apa?” Jayden berkata dengan wajah suram dan suara dingin. Rayn mengangkat bibirnya, perlahan-lahan berjalan ke lantai atas. I setiap anak tangga ada bekas jejaak air dari Rayn. Dengan santai mandi, ganti sebuah kemeja dan celana panjang bersih, ia berjalan menuruni anak tangga dengan santai. Orang-orang yang ada di ruang tamu sungguh sabar sekali, ternyata semua masih menunggunya. Rayn memegang handuk, menyeka rambutnya, dengan santai duduk di sofa tunggal, sedikit menyilangkan kedua kakinya. Jayden melototin
“Cukup, aku lihat cara apa pun tidak berguna padamu lagi, yang sudah kamu pelajari selama beberapa tahun ini dikemanakan semuanya, berani berteriak pada ibumu, mau jadi apa? Demi seorang wanita, membuat keributan hebat. Jangankan tubuh Areum ada kekurangan, walau tidak ada, aku juga tidak akan setuju dia masuk ke dalam rumah ini.Menikahi wanita seperti ini, hanya akan membuat rumah menjadi tidak tenang.”Tangan Rayn perlahan diturunkan dari wajahnya, cahaya di matanya sedikit demi sedikit mulai redup, saat bicara lagi, nada bicara tenang tapi sangat dingin sekali, tampangnya yang penuh kegagalan dan sudah menyerah. Begitu pilu bagi yang melihat ke dalamnya, bagaikan jurang tanpa dasar.“Terserah kalian saja, kalian ingin aku menikahi siapa pun untuk dijadikan hiasan, aku tidak peduli. Bagaimana pun wanita itu, jangan harap akan memiliki anak dariku.” Rayn selesai bicara, berbalik dan langsung pergi.“Rayn!” Daisy mengejar beberapa langkah, tentu saja tidak terkejar, malah hampir ter
Meskipun Jayden dan istrinya merasa marah, tapi bagaimanapun Rayn tetap putra kandung, tidak bisa tidak khawatir. Untuk itu, Jayden menelepon Emilio, meminta dia menjaga Rayn. Emilio dan Sebastian mencari sepanjang malam, baru menemukan Rayn yang setengah mabuk di sebuah bar. “Tuan muda Forger bersembunyi dan bersantai di sini, sungguh membuat kami tidak mudah menemukanmu, hampir saja melakukan pencarian di seluruh kota.” Sebastian duduk di sebelah Rayn berkata dengan nada berlebihan. Emilio duduk di hadapan mereka, pandangan melirik botol bir kosong yang ada di atas meja, kemudian, melambaikan tangan menyuruh pelayan membereskannya, diganti dengan anggur merah yang lebih rendah alkohol dan enak. Rayn hanya melirik sejenak, tapi tidak mengatakan apa-apa. Dua botol anggur merah kelas atas disajikan di atas meja Emilio mengambil decanter anggur, lalu menuang setengah gelas untuk Rayn. Mengangkat gelas anggur, bersandar di sofa dengan gaya malas, aura jahat di antara kedua alisnya m
Paginya Emilio berangkat kerja seperti biasanya, pekerjaan sudah banyak yang diselesaikan. Pada awalnya mengira akan langsung pulang ke rumah setelah selesai rapat, namun malah menunda pekerjaan setengah harinya dikarenakan konstruksi di kota tua , malam ada acara jamuan bisnis yang tidak bisa ditolak lagi, setelah dirinya tiba di rumah, waktu sudah hampir mendekati jam dua belas malam. Lampu di ruang tamu tetap masih menyala, Elijah setengah menyandar di sofa, tubuhnya tertutupi oleh sebuah selimut tipis, sepertinya sudah tertidur. Layar televisi masih menyala, namun sudah memadamkan suaranya. Emilio melirik sekilas, siaran internasional, sedang menayangkan berita internasional. Emilio meletakkan jas dengan sembarangan, meringankan langkahnya untuk berjalan menghampiri. Tangannya mengelus lembut pada wajah Elijah yang sudah tertidur manis. Elijah masih belum tertidur pulas, sehingga langsung membuka matanya, menatapnya dengan tatapan kabur. “Suamiku, sudah pulang ya?” “Iya.” Emi