Share

Lelaki Masa Lalu yang Hadir Setelah Kepergian Suamiku
Lelaki Masa Lalu yang Hadir Setelah Kepergian Suamiku
Penulis: Sylviana Mustofa

Bertemu dengan Pria di Masa Lalu

last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-05 16:51:21

"Eh, lihat deh si Aida. Anaknya mecing terus. Padahal dia kan janda, kerja juga cuma di konter hape biasa, tapi lihat tuh si Zaka. Udah kayak sultan, pakaian dan barang-barang nya bagus semua. Harusnya lihat keadaan lah kalau mau banyak gaya," celetuk Mbak Husna, istri dari Mas Teguh, kakak iparku.

 

"Terus lihat tuh dia. Bajunya juga bagus-bagus. Sok nya kelewatan nggak sih?" sambung Mbak Retno kemudian. Dia adalah istri dari Kak Wijaya yang juga kakak iparku. 

 

Mereka adalah istri-istri dari saudara iparku. Aku datang ke sini untuk menghadiri acara hajatan adik ipar yang bungsu, saudara Mas Dwi yang ke 3. Suamiku meninggal satu tahun yang lalu, yang membuat aku jadi single parent. Beruntung kami sudah memiliki rumah dan satu kendaraan roda 2. Semenjak Mas Dwi meninggal aku mengajak ibu dari kota untuk tinggal di desa bersamaku.

 

Sejak dulu istri-istri dari para saudara iparku memang seperti itu. Usil, ada saja yang disentil setiap kali ada pertemuan keluarga seperti ini. Apa yang salah dengan anakku. Jangan mentang-mentang kami sekarang susah, lantas aku tak menghidupinya dengan layak. Apapun akan kulakukan asal anakku bisa hidup seperti yang lainnya, asalkan halal InshaAllah tak masalah.

 

Aku pura-pura tak mendengar gunjingan mereka. Selagi hanya namaku yang mereka bicarakan aku tak masalah, asal jangan ibu atau anakku saja.

 

"Aida, kamu sekarang kerja di mana?" tanya Mbak Husna sambil memotong sayuran yang akan dimasak pagi ini untuk para tetangga yang datang.

 

"Di konter, Mbak," jawabku singkat.

 

Aku sibuk menggoreng telur rebus untuk disambal. 

 

"Gajimu berapa sih? Kulihat si Zaka bajunya keren-keren." 

 

"Berapun gajiku InshaAllah cukup untuk hidup, Mbak." 

 

"Oh," sahutnya melirik Mbak Retno.

 

"Selain di konter kamu kerja apa? Kayaknya sekarang hidupmu dah enak ya? Inget loh, jangan mentang-mentang sedirian kamu jadi menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang,"  lanjut Mbak Retno sambil memetik cabe merah. Ia bahkan sengaja mendekatkan mulutnya ke telingaku untuk mengatakan ini semua.

 

"Maksud Mbak apa?" tanyaku sambil mengangkat telur-telur rebus yang warnanya sudah menguning.

 

Kekepoan mereka cukup membuatku gerah. Rasanya cabe-cabe itu ingin kuulek terus kumasukkan ke mulut-mulut pedas mereka. 

 

"Nggak ada maksud apa-apa sih, cuma ngingetin aja." Ia menaikkan alisnya menatap ke arah Mbak Husna.

 

"Mbak, sesusah apa pun aku tidak akan menggadaikan harga diriku." Aku menegaskan.

 

"Baguslah. Jangan hanya karena ingin tampil cantik dan gaya jadi menghalalkan segala cara. Inget Aida ada neraka." 

 

"Alhamdulillah selalu inget, Mbak. Beberapa orang suka lupa sama neraka sampai mereka berpikiran buruk atau suuzon sama orang lain." 

 

Aku berdiri dari sana, mengangkat telur-telur rebus yang baru saja kugoreng ke meja. Kuletakkan telur-telur itu di meja, lalu masuk ke dalam menemui ibu mertua. Aku gerah dekat dengan kakak-kakak iparku di sini. 

 

"Bu, Zaka mana?" tanyaku saat melihat ibu mengobrol bersama beberapa tetangga. 

 

"Ada di kamar Prista. Kenapa, Da?" 

 

"Nggak apa-apa, Bu," sahutku, lalu tersenyum. Aku juga menyapa beberapa tetangga yang sedang mengobrol bersama ibu sekilas. "Kalau gitu aku lihat Zaka dulu ya, Bu." 

 

"Oh, iya. Telur tadi udah digoreng?" 

 

"Udah, Bu. Tinggal nunggu sambalnya yang masih di giling oleh beberapa remaja rombongannya Dek Kia, anak tetangga sebelah rumah."

 

"Oh ya udah." 

 

Aku langsung menuju kamar Prista, adik ipar paling bungsu yang akan menikah lusa. Nampak Zaka asik bermain bersama para sepupunya di dalam kamar. Sedangkan Prista sedang di pakaikan kutek di kukunya.

 

"Calon pengantin beneran nih!" Aku menjawil hidungnya, anak itu tertawa.

 

"Masak bohongan, Mbak." 

 

Tawaku berderai mendengar jawabannya. 

 

"Calon pengantin prianya mana?" tanyaku sambil duduk di kasur yang sudah dihias.

 

"Mas Ganang lagi keluar beli tisu, Mbak." .

 

"Oh." Aku memperhatikan sebentar Zaka yang berlari keluar bersama Harunika, anaknya Mbak Retno. Lalu kembali fokus ke Prista. "Kamu harus jaga kesehatan, nggak boleh capek. Jadi ratu dan raja sehari itu capeknya luar biasa. Kayaknya aja cuma duduk duduk di pelaminan." 

 

"Masa' sih, Mbak?" 

 

"Serius." 

 

"Pasti pegel nanti kepala pake mahkota adat Palembang yang tingginya minta ampun ya Mbak." 

 

"Banget! Karena itu harus jaga kesehatan badan dari sekarang. Nanti nggak bisa malam pertama kalau kecapekan." 

 

Kami semua tergelak, termasuk Mbak mbak yang sedang memakaikan hena di tangan Prista. 

 

"Udah ah, Mbak mau liatin Zaka dulu." 

 

"Oke, Mbak. Ada-ada aja sih Mbak." 

 

Aku keluar mencari Zaka. Anak berumur 5 tahun itu nampak asik bermain-main di bawah tenda. Melihat mereka naik ke panggung yang sedang dihias membuatku ngeri saja. 

 

"Zaka, turun yuk Nak!" 

 

"Nggak mau Bunda! Mau main sama Mbak Harunika!" 

 

"Ika, kamu kan udah gede. Turun yuk, Nak! Jangan main di sana, nanti jatuh!" 

 

Zaka masih berlarian kejar-kejaran bersama Hanunika di atas sana. Karena khawatir aku memperhatikan mereka. Tiba-tiba Ika mendorong Zaka hingga anak itu terjungkal, melihat itu aku mendekat dan menegurnya. 

 

"Ika nggak boleh gitu sama adeknya. Adek kan masih kecil, jangan di jorokin gitu. Kan kasihan jatuh."

 

"Tante Zaka kan jatuh sendiri," protesnya menghindar. 

 

"Ika udah SMP nggak boleh bohong loh." 

 

Aku mengingatkan sambil menggendong Zaka dan turun dari sana. Sementara Ika langsung pergi saat aku menegurnya. Sampai di rumah ibu bertanya kenapa Zaka menangis dan aku menceritakannya. Mendengar ceritaku Ibu menegur Ika, anaknya Mbak Retno sampai anak itu menangis dan berlari menemui ibunya. 

 

Tadinya aku pikir Mbak Retno tidak marah dan menasehati anaknya karena memang Ika yang bersalah, ternyata aku salah. Tidak lama dari itu ponselku bergetar dan ada chat darinya.

 

[Aida, kamu sengaja mengatakan pada ibu soal Ika supaya dia dimarahin sama ibu kan? Kamu kalau punya masalah sama aku jangan bawa bawa anak dong.]

 

Dadaku panas membacanya, lalu membalas. [Mbak memang Ika mendorong Zaka aku melihatnya sendiri. Lagian aku nggak marahin dia dan bicara baik-baik kok sama Ibu. Kami cuma menasehatinya.]

 

[Halah, ngomong aja kamu iri kan lihat aku dan Mas Wijaya masih utuh sama-sama sementara kamu udah janda.] 

 

[Astaghfirullah. Mbak jangan mancing keributan dalam situasi seperti ini Mbak.]

 

[Kamu duluan yang mulai!]

 

Aku menyimpan gawai karena kalau mau diladeni tidak akan selesai. Sejak hari itu Mbak Retno semakin usil padaku. Setiap ada kesempatan dia pasti menyindirku. Malam itu saat kami kumpul keluarga di ruang tamu sikapnya nampak aneh sekali. 

 

"Mas, kapan-kapan kita liburan ya!" katanya sambil menyandarkan kepalanya ke bahu Mas Wijaya. 

 

"Iya," sahut suaminya singkat sambil main handphone.

 

"Kalau kita ke mana Mas?" tanya Mbak Husna pada Mas Teguh.

 

"Kemana aja lah, Ma," sahut Mas Teguh sambil menyeruput kopinya. 

 

"Nanti Prista sama Ganang, kami ngintil di belakang," seru Mbak Retno sambil menoleh ke arahku.

 

Prista hanya tersenyum mendengar kata-kata Mbak Retno. Aku tahu dia pasti bermaksud memanas-manasiku yang tak punya pasangan ini. Aku hanya diam mendengarkan pembicaraan mereka.

 

***

 

Semua orang sudah ramai berdatangan. Kami sudah menunggu di depan menunggu pengantin pria datang. Sementara Prista masih di rias di kamarnya. Beberapa orang menyapaku, katanya aku jarang terlihat. Ya, semenjak jadi single parent aku memang menghabiskan waktuku untuk bekerja. 

 

Tiga mobil berhenti tak jauh dari tenda. Para keluarga dari pihak mempelai pria satu persatu keluar dari sana membawa berbagai macam bawaan. Ibu menarikku agar lebih mendekat ke arahnya yang membuat Mbak Retno langsung menyikut Mbak Husna, lalu mulailah bisik-bisik mereka perlihatkan. Aku berusaha tenang karena ini di tengah keramaian. 

 

Satu persatu kami menerima seserahan yang diberikan. Hingga tibalah aku menerima kotak berisi kain brukat yang sudah dibentuk dan dihias sedemikian rupa. 

 

"Makasih ya, Pak --- " 

 

Kata-kataku berhenti di kerongkongan saat melihat orang yang memberikan kotak itu padaku. 

 

"Mas ... Ikbal .... " kataku lirih yang terucap begitu saja.

Bab terkait

  • Lelaki Masa Lalu yang Hadir Setelah Kepergian Suamiku   Flashback ke Masa Lalu

    "Mas, Ikbal .... "Waktu seolah melambat, ingat kejadian waktu kami di SMA. Saat itu Mas Ikbal sudah menyatakan perasaannya padaku, hanya saja kukatakan kalau dia serius langsung saja datang ke rumah untuk bicara dengan orang tuaku. Tanpa kuduga, hari di mana kami menerima ijazah ia datang. Benar-benar bicara pada Bapak, aku pikir bapak akan setuju, nyatanya bapak menentang keras niat baiknya."Mau kamu kasih makan apa anakku? Baru aja lulus sok sok an mau serius, kerja dulu yang bener.""Saya akan kuliah di luar kota, Pak. Maksud saya akan mengajak serta Aida bersama saya. Karena itu saya berniat menikahinya.""Nggak ada, sekolah dulu yang bener, kalau sudah lulus cari kerja yang bagus, baru kalau mau nikahin anak saya."Aku yang mendengar percakapan mereka dari balik pintu kamar hanya bisa menahan sesak. Aku pikir Bapak akan setuju, aku pikir kami akan bersama

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-06
  • Lelaki Masa Lalu yang Hadir Setelah Kepergian Suamiku   Kembali ke Desa dan Kembali Bertemu

    Aku hendak mendekat, tapi terdengar suara Mas Teguh menegur mereka lebih dulu."Ini ngomong apa sih? Di dalem orang lagi sibuk buka kado rame-rame kok malah asik ngerumpi di sini? Masuk sana, Ma!""Baru juga mau cerita, Mas!" sahut Mbak Husna kesal.Aku langsung kembali masuk ke ruang tengah di mana semua orang sudah berkumpul untuk membuka semua kado yang di dapat. Sebelumnya kulihat Zaka yang ternyata sudah terlelap di kamar Ibu bersama Ika, anaknya Mbak Retno, padahal aku sudah membawakan segelas air putih karena tadi ia sempat mengeluh haus. Setelah yakin mereka sudah nyenyak, aku langsung bergabung bersama yang lainnya.Aku duduk di dekat Prista dan Ganang. Mereka berdua nampak bahagia dan semringah. Jadi ingat saat pertama kali aku menikah. Aku pun merasa kan demikian, lalu seketika duniaku hancur saat Mas Dwi pergi menghadap Sang Pencipta lebih dulu."Mbak, mau

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-06
  • Lelaki Masa Lalu yang Hadir Setelah Kepergian Suamiku   Gara-gara Mie Ayam

    "Pagi, Pak .... " sahutku masih tidak percaya.Tertera nama Ikbal di papan nama yang mengait di bajunya. Bagaimana bisa kami bertemu di sini. Aku berusaha kembali fokus bekerja, tak kuhiraukan senyuman tipis Mas Ikbal berdiri di sana, masih terus menatap. Andi Susi tahu kalau laki-laki itu hampir saja menjadi suamiku. Ah, kenapa dunia begitu sempit. Mereka sempat berbincang sebentar, lagi Mas Ikbal naik ke lantai atas."Ai itu namanya Pak Ikbal.""Oh, iya." Hanya itu yang bisa kukatakan."Cakep, ya!" Susi senyum-senyum mengatakan semua itu."Oh, iya," sahutku lagi, masih sibuk mengelap atalase dalam ruangan ini."Ai! Kok oh iya terus sih. Jangan jangan nanti berubah jadi oh yes oh no, oh yes oh no.""Susi! Kamu apaan sih?!" Aku mulai terusik, candaannya pagi ini sungguh tidak lucu bagiku."Becanda, Ai. Kamu kena

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-06
  • Lelaki Masa Lalu yang Hadir Setelah Kepergian Suamiku   Kesal dengan SPG

    "Enak, Ai?" tanyanya seraya tersenyum.Aku tak menjawab, hanya mejawab pertanyaannya dengan senyum tipis. Sumpah, rasanya mie ini nyangkut di tenggorokan. Semoga Mas Ikbal tidak berpikir yang tidak-tidak. Kemudian mereka kembali terlibat obrolan soal pekerjaan."Kenapa, Ai? Dari pagi sikap kamu agak aneh deh," protes Susi. Ia kemudian menoleh ke belakang. "Wah, ada ayam geprek! Punya siapa ini, Ai?" teriak Susi girang yang membuat dua laki-laki yang terlibat obrolan serius itu menoleh seketika."Pu ... punyaku.""Wahh kebetulan! Aku belum makan, Ai. Tadi di rumah pas masak nasi lupa tekan tombol merahnya, jadi nggak masak. Ai minum air putih aja. Boleh ya Ai, kamu kan dah makan mie ayam. Please .... " Wajah Susi memelas persis seperti anak kucing yang minta ikan asin. "Please .... "Bismillahh. "Ya.""Horee!! Makasih ya, Ai. Saha

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-06
  • Lelaki Masa Lalu yang Hadir Setelah Kepergian Suamiku   Rampok

    “Mas, maksudnya ini apa?” “Ai, buat anak kamu. Terimalah, kali ini aja, Ai.”“Aku tanya, bagaimana kamu bisa tahu kalau aku mau beli ini tadi?” “Aku ngikutin kamu dari rumah.”“Kamu tahu rumah aku?” Pria itu mengangguk. “Kamu mata-matai aku, Mas?” “Bahasanya bisa lebih sederhana nggak? Aku bukan detektif yang mata-matai kamu. Aku cuma nggak sengaja lihat kamu di jalan. Penasaran, dan akhirnya memastikan kamu baik-baik saja sampe rumah.”“Kapan?” Mas Ikbal menarik napasnya, lalu berkata, “Setiap hari. Nggak ada maksud memata-matai, cuma ingin memastikan kamu selamat sampe rumah.”“Mas, aku bukan anak kecil yang harus diawasi seperti itu.”Tidak berapa lama, datang Pak Renaldi. Dia tampak keheranan melihatku duduk di sini. Pria itu mendekat, dan berdiri di dekat kami berdua. “Rapat apa, ya? Kok, aku nggak tahu, Pak Ikbal? Soalnya, harusnya kalau mau rapat sama para SPG, bukan sama Aida.” “Maaf, Pak. Saya hanya ingin bicara sedikit,” sahut Mas Ikbal.“Mengenai apa? Jangan bilang m

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-08
  • Lelaki Masa Lalu yang Hadir Setelah Kepergian Suamiku   Kedatangan Mas Ikbal

    Gontai, aku menyusul masuk, setelah memarkir sepeda motor di teras samping rumah. Tampak Mas Ikbal langsung terlihat akrab mengobrol dengan Ibu di dalam. Aku langsung menuju kamar dan meletakkan tas, selanjutnya membuat teh hangat untuk Mas Ikbal. “Bu, Zaka mana?” “Ngaji di musala, Ai.”“Sama siapa, Bu?” “Berangkatnya tadi ikut Pak Rahmat, sekaligus nganter anaknya Fahmi ngaji.” “Pulangnya nanti sama siapa, Bu?” “Kamu jemput aja, Ai. Soalnya, tadi Pak Rahmat berpesan dia tidak bisa jemput, mau yasinan.” “Oh, iya deh. Kalau gitu, aku mandi dan salat dulu, ya, Bu, Mas.” “Cepet gantian, kasihan Nak Ikbal sendirian.” “Eh, aku juga mau salat, Bu. Silakan kalau mau salat, aku ke musala aja. Sekalian, nanti jemput Zaka pulang.” Aku yang hendak masuk kamar menghentikan langkah. “Mas, nggak perlu. Aku bisa sendiri.”“Bahaya juga malam-malam begini kamu mau jemput Zaka. Lagian, tadi Ibu lihat motormu rusak, kan, Ai?” “Ah, iya. Sepeda motorku rusak.” Aku menepuk kening.“Sudahlah, Ai.

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-08
  • Lelaki Masa Lalu yang Hadir Setelah Kepergian Suamiku   Gosip Tetangga

    Hari ini, aku ada pertemuan wali di sekolah Zaka. Karena sekolah itu tidak terlalu jauh, jadi aku memutuskan jalan kaki bersama ibu-ibu yang lain. “Bunda Zaka, yang semalam itu calonnya, ya?” tanya Bu Purnimi, tetangga sebelah rumah.“Semalam?” tanyaku belum nyambung.“Iya, semalam aku lihat ada cowok keren datang ke rumah Bunda Zaka. Cakep, dan masih muda, loh, Bun.” “Wah, iyakah? Kerja apa calonnya, Bun?” Kali ini Bu Rusni yang penasaran. “Bunda Zaka mah enak. Masih muda dan cantik, pasti banyak pria tajir yang mau dijadikan suami. Tapi ya itu pasti awalnya aja sayang sama anak kita. Setelah dapet, bisa jadi dia keberatan tinggal serumah dengan anak kita,” Bu Helda menimpali.“Wah, iya. Banyak contohnya. Itu kasus artis bule itu, kan. Awalnya dipuji-puji ini itu, setelah nikah ... kasar sama anak sambungnya. Sampe dijejeli sambal, karena kesal anak itu nggak doyan makan pedas,” sahut Bu Purnimi. “Eh, ibu-ibu, itu hanya teman kerja saja. Kebetulan, kemarin aku dapet musibah. Sepe

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-11
  • Lelaki Masa Lalu yang Hadir Setelah Kepergian Suamiku   Penasaran

    Aku dan Mas Ikbal saling tatap. “Bukan apa-apa,” sahut kami serentak, yang memancing Susi tergelak.“Apaan, sih? Kok, bisa samaan gitu, ya?” Aku menunduk dalam, malu. Iya, kenapa bisa barengan ngomongnya?“Eh, kalau gitu, saya naik ke atas dulu. Permisi.” Aku diam saja, hanya Susi yang menjawab. “Oke, Pak.” Setelah menjawab itu, Susi duduk di sampingku. Sikunya terus menyikut lengan ini.“Apa?” tanyaku sewot. Aku tahu, dia pasti kepo.“Kalian tadi ngomong soal apa, sih?” “Bukan apa-apa.”“Ai, jujur aja, lah.”“Udah dibilang, bukan apa-apa.” “Pelit banget, ngasih info gitu aja.” Aku menyibukkan diri dengan memeriksa catatan buku panjang, sementara Susi menjauh dan duduk di meja kasir sambil geleng-geleng kepala. Duh, Mas Ikbal, kenapa juga bersikap seperti itu? Buat Susi curiga aja! Curiga? Emang kami kenapa? Toh, kami nggak ada apa-apa, kan? Cuma ... ya, aku belum cerita juga, sih, ke Susi soal masa laluku dan Mas Ikbal. Insyaallah nanti deh aku cerita, supaya dia nggak kepo. Ha

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-11

Bab terbaru

  • Lelaki Masa Lalu yang Hadir Setelah Kepergian Suamiku   Aku Memang Bodoh

    Aku kembali menoleh, dan menatap wajah pria muda ini dengan tajam. Pengakuan soal Aida dan kejujurannya soal perasaannya, membuat hatiku tersayat-sayat. “Kakak tahu? Karena Mbak Aida, pandangan saya tentang wanita berubah. Dulu, saya pikir, wanita baik-baik itu hanya ada dalam novel dan film, ternyata di dunia nyata ada, dan wanita itu adalah istri Anda.” Pandangan pria bernama Faaz ini menerawang, seperti membayangkan, kemudian lengkungan kecil tercetak di sisi bibirnya.Apa mungkin dia membayangkan istriku? Makin panas rasa hati.“Lalu, aku menemui Anis untuk membatalkan perjanjian kami. Di sana, aku mendengar dia menelepon papanya. Katanya, mereka akan menculik Zaka, dan menggunakan anak itu supaya Mbak Aida mau menuruti semua kata-kata mereka. Satu yang ada dalam pikiranku, aku harus menolong anak itu. Karena jujur, aku pun sudah menyayanginya seperti adik, atau bahkan anakku sendiri.”Emosiku tidak terkendali. Aku mendorong dada Faaz dan memegang kerah bajunya, kudekatkan wajah d

  • Lelaki Masa Lalu yang Hadir Setelah Kepergian Suamiku   Ikbal VS Faaz

    Melihat sikap tak acuh Ikbal, membuat hati wanita itu bertanya-tanya. Niatnya ingin bercerita soal Zaka diurungkan olehnya. Apa Mas Ikbal sedang banyak masalah?' “Mas, aku udah masak makanan kesukaan kamu.” Aida berusaha mencairkan suasana.“Kenyang.” Ikbal berdiri, menuang air putih dan menenggaknya hingga habis, setelah itu langsung masuk ke kamar. Aida mengamati, hingga punggung pria itu hilang dari pandangan. Dibukanya kantung berwarna hitam berisi bakso yang dibeli oleh Ikbal. Wanita itu membukanya satu, lalu menuangnya ke mangkuk. Awalnya Aida berusaha bersikap biasa saja memakan bakso itu sendirian, tapi semakin lama ... rasa sedih mendera jiwa sehingga membuat wanita itu terisak. Aida terus berusaha tegar, menghapus tetes air mata yang jatuh ke pipinya. Bukankah ini bagus, sebulan bukan waktu yang lama. Entah apa alasan Mas Ikbal bersikap demikian, tapi bukankah dia akan baik-baik saja saat nanti aku meninggalkannya? Aida terus saja berkata sendiri dalam hati. Meskipun jauh

  • Lelaki Masa Lalu yang Hadir Setelah Kepergian Suamiku   Perubahan Sikap Ikbal

    “Aku tidak akan percaya. Tidak, Aida bukan wanita seperti itu,” katanya dengan pandangan yang nanar sambil mengalihkan pandangan. “Sebelum melihat dengan mata kepalaku sendiri, aku tidak akan percaya.” Ikbal duduk di kursi kerjanya sambil meremas semua foto yang ada, dan melemparnya ke kotak sampah begitu saja. “Demi Allah, fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan, Papa. Maka dari itu, stop memfitnah istri salihahku.”“Hah, kita lihat saja, Ikbal. Suatu saat nanti, kamu akan mengakui kalau Aida itu bukan wanita yang baik. Kamu akan bersujud di kaki Papa untuk meminta maaf, karena sudah menentang Papa demi wanita itu.” Kemudian Aji Wijaya berdiri, dan keluar dari ruangan Ikbal. Ikbal masih diliputi rasa cemas. Dia berusaha terus berpikir positif, tapi foto-foto itu. “Astagfirullah,” ucapnya lirih, kemudian menunduk seraya meremas kepala.***“Masak apa, Ai?” tanya Ikbal, saat mereka sudah duduk di kursi meja makan.Aida menuangkan air putih ke dalam gelas keramik berwarna putih, lal

  • Lelaki Masa Lalu yang Hadir Setelah Kepergian Suamiku   Difitnah

    Aida bingung harus bersikap bagaimana. Dia pikir pria itu hanya bercanda, nyatanya Faaz tidak berbohong. Ya, dia benar-benar seorang pria penghibur, dan itu membuat Aida kaget luar biasa. Mengapa kami bisa dipertemukan seperti ini? tanyanya dalam hati.“Mbak, ini takdir. Mungkin hidayah itu Allah turunkan melalui Mbak. Aku tidak takut meninggalkan kemewahanku. Aku datang ke sini menggunakan kendaraan umum. Mobil milik tante itu sudah aku kembalikan, karena itu memang bukan milikku. Terima kasih atas pencerahannya selama ini.”Aida masih kebingungan harus bersikap bagaimana. Selama ini, dia kenal dan hidup di lingkungan orang-orang baik. Paling parah orang yang dia temui adalah Mbak Retno dan Husna, kakak iparnya sendiri. Itu pun hanya sebatas ribut-ribut kecil, karena sifat mereka yang suka usil. Aida berjalan mundur, hanya saja tatapannya tidak lepas dari pria itu.Semenjak tinggal di kota, hidupnya semakin kacau. Bertemu dengan papanya Ikbal yang mengancam akan mencelakai Zaka, bert

  • Lelaki Masa Lalu yang Hadir Setelah Kepergian Suamiku   Keputusan yang Sulit

    Mungkin aku tidak akan mendapatkan kesempatan kedua untuk bisa bicara dengan Mama. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Mama berjalan lebih dulu, sementara aku mengikutinya dari belakang.Kini kami duduk di sebuah kafe yang tertutup. Sepertinya tempat ini ruang privasi, karena tidak ada orang lain selain kami. “Apa kabar?” Mama membuka obrolan, setelah cukup lama bungkam.“Baik, Ma. Alhamdulillah.”“Anakmu?”“Baik juga.”Lalu dia mengangkat gelas teh, dan meminumnya dengan anggun. “Aku tahu apa yang sudah dilakukan suamiku padamu, Aida. Karena itu, atas nama keluarga besar, aku minta maaf.”“Saya paham, Ma. Mungkin, hubungan Bapak dan Papa kurang baik di masa lalu.”Mama kembali meletakkan gelas tehnya, lalu berkata, “Sebenarnya urusan masa lalu itu sudah selesai. Toh, sekarang aku sudah menikah dengan papanya Ikbal, bukan dengan bapakmu. Tapi entah mengapa, suamiku itu sulit sekali melupakan masa lalu. Dulu—jika dia ada di rumah, mungkin kamu akan dilarang main ke rumah kam

  • Lelaki Masa Lalu yang Hadir Setelah Kepergian Suamiku   Bertemu Mama

    “Gimana menurut kamu?” tanya Ikbal pada Aida, saat mereka melihat-lihat apartemen.“Bagus juga, Mas.”“Kalau menurut Jagoan Om ini, gimana?” tanya Ikbal menunduk, menatap Zaka yang ada di gandengannya.“Ini rumah siapa, Om?”“Rumah kita.”“Wah, bagus. Apa Bunda sama Zaka boleh tinggal di sini juga?”Aida dan Ikbal sama-sama tersenyum. “Boleh, dong, tapi ada saratnya.”“Apa Om?”“Zaka harus panggil Om, Papa.”“Sebentar, ya, Om. Zaka tanya Bunda dulu.” Zaka segera mendekati bundanya, dan meminta wanita itu untuk berjongkok. Aida menurut. Dia berjongkok, dan mendengarkan apa yang ingin dikatakan oleh buah hatinya.“Bunda, boleh nggak panggil Om Ikbal Papa?”“Boleh,” balas Aida berbisik di telinga anaknya.“Siap, Bunda.”Anak itu kembali mendekati Ikbal. “Gimana?” tanya Ikbal pura-pura tidak tahu.“Boleh, Papa.”“Hore!” Ikbal menggendong tubuh kecil Zaka, dan mencium pipi anak itu gemas. “Jadi, panggil apa?”“Papa.” Ikbal tertawa senang.Malam itu, mereka cukup lama melihat-lihat dan b

  • Lelaki Masa Lalu yang Hadir Setelah Kepergian Suamiku   Rumit

    Dret! Dret! Dret!HP bergetar, saat Aida sedang sibuk merapikan kamar. Tertera nomor tidak dikenal di layarnya. Dia langsung menggeser tombol hijau, setelah memeriksa. Siapa tahu ini penting, batinnya berkata.“Halo. Saya sedang bersama anak Anda yang bernama Zaka. Kalau mau anak ini selamat, saya minta tebusan.”“Astagfirullah. Jangan macam-macam kamu! Kembalikan anak saya!” teriaknya ketakutan, lalu terdengar orang di seberang sana terkekeh. “Kenapa? Kenapa kamu tertawa?”“Ya ampun! Suara seksi gini, kok, dilupain, sih, Mbak?”“Ini siapa? Bukannya kamu culik anak saya?”“Hahaha. Mbak, aku Faaz!”Aida yang sejak tadi berdiri dengan tubuh menegang, kini duduk sambil memegangi dada. Hampir saja dia jantungan mendengar semua ini. Faaz terus berteriak memanggil namanya, sementara Aida masih terduduk lemas. “Maaf, Mbak. Aku bercanda. Tuh, kan aku dah bilang, Mbak jangan mudah percaya sama telepon begituan.” Aku masih diam.Faaz berteriak, “Mbak, Mbak! Masih di sana, kan? Sepadaaa!”“Iya

  • Lelaki Masa Lalu yang Hadir Setelah Kepergian Suamiku   Bertahanlah Untukku

    “Mbak, kenapa masuk?”“Kamu salah kiblatnya.”“Kiblat?”Aku mengangguk, dan menjelaskan semuanya. Akhirnya dia mengerti. “Niatkan dalam hati kamu untuk salat. Kamu orang baik, Faaz. Kebaikan kamu akan semakin sempurna, jika dilengkapi dengan salat. Jangan takut salah, kamu lagi belajar. Yang penting, niatnya dulu. Nanti aku bimbing soal yang lainnya. Kamu udah lihat gerakan-gerakan salat di gambar itu?”“Sudah, Mbak.”“Kamu paham?”“Paham, tapi aku belum bisa bacaannya.”“Nggak apa-apa. Pokonya utamakan niat. Sudah terlalu lama kamu meninggalkan Tuhan, kini saatnya kembali ke jalan-Nya, Faaz.”Pria itu menatapku, entah apa yang ada di pikirannya. Aku mengalihkan pandangan, karena cukup tidak nyaman ditatap lama-lama. “Aku tunggu di luar, Zaka sendirian.” Aku berbalik, dan melangkah keluar.Sampai di mobil, aku terus berpikir. Apa yang terjadi dalam keluarganya, sampai anak itu tidak bisa salat? Apa orang tuanya tidak pernah mengajarkan tentang pendidikan agama Islam?***Aku menyiapk

  • Lelaki Masa Lalu yang Hadir Setelah Kepergian Suamiku   Belajar Sholat

    “Bunda!” teriak Zaka, saat pulang dari sekolah.“Halo, Sayang.” Aku merentangkan kedua tangan, dan buah hatiku menghambur dalam pelukan. “Gimana sekolahnya?” tanyaku sambil mengusap pelan pucuk kepalanya, setelah melerai pelukan.“Zaka udah ada temen, Bun, Namanya Riki.”“Em, nama yang bagus. Orangnya gimana?” Kini kami jalan beriringan bergandengan tangan menuju taman di mana Faaz sudah menunggu.“Baik, Bun.”“Alhamdulillah.”“Bun, kita mau ke mana?” tanyanya bingung, karena aku mengajak Zaka ke taman.“Kita temui temen Bunda dulu, ya!”“Oke.”Dengan riang, Zaka bercerita soal teman-teman, guru, dan apa saja yang ada di sekolahnya. Aku mendengarkannya dengan antusias, dan sesekali bertanya. Hingga sampailah kami di taman tempat Faaz sudah menunggu. Entah apa jadinya, kalau tidak ada pria itu saat kejadian tadi. Aku sungguh berhutang budi padanya.“Assalamu’alaikum,” sapaku, karena Faaz sedang asyik dengan HP.“Oh, hai!” sahutnya spontan, dan langsung menyimpan HP. “Wah, ini, ya, jago

DMCA.com Protection Status