Beberapa hari kemudian,
Setelah acara pesta di kapal pesiar tersebut selesai, Megan, dan Elise kembali ke mansion masing-masing. Kini Megan berada di mansionnya, wanita itu baru saja selesai membersihkan tubuhnya. Ia melangkah keluar dari kamar, dan melihat Levi sedang bercumbu bersama kekasihnya. Megan membuang nafasnya kasar, ia kembali ke kamarnya sendiri. Lantas, menguncinya. Melihat suaminya, kedua matanya jadi sakit. "Aku ingin sekali membuat video perselingkuhan mereka, untuk menjadi bukti ketika kami bercerai. Tapi mengingat jika kekayaan mendiang Daddy di tahan keluarga mereka, bagaimana bisa aku menceraikannya begitu saja?" Megan membaringkan tubuhnya, wanita itu memejamkan kedua matanya. Dia berpikir, bagaimana caranya untuk terbebas dari belenggu yang sangat menyakitkan ini? Dia ingin bebas, dan memulai segalanya dengan hal-hal baru. Namun, melihat bagaimana pengaruh besar keluarga Levi. Menjadikan Megan tidak bisa bercerai begitu saja. Tak lama kemudian, suara dering ponsel Megan terdengar. Wanita itu meraih ponselnya, dan membuka matanya. Ia melihat nama Elise tertera di layarnya, tidak menunggu lama. Megan segera menggeser tombol hijau. "Ya, Elise?" "Kau dimana? Kau tidak lupa jika nanti ada pemotretan bukan?" "Iya, aku tidak lupa. Elise, sekarang biarkan aku beristirahat terlebih dahulu." Megan membenarkan posisi berbaringnya, dan memejamkan kedua matanya. "Baiklah, kalau begitu istirahatlah terlebih dahulu. Aku akan menelfonmu lagi jika sudah mendekati waktunya." Elise langsung mematikan sambungan telefon keduanya dari sebrang sana. Setelahnya, Megan menaruh ponselnya, dan benar-benar tidur memejamkan kedua matanya. Sementara itu di mansion Leonardo, para keluarga besar mereka tengah berkumpul. Mansion tersebut nampak sangat ramai. "Kak." Tiffany mendekati Edgar, ia mengambil wine di tangan Edgar. Edgar menatap datar Tiffany, dan bertanya, "Apalagi?" Tiffany tersenyum, ia meneguk wine tersebut. "Ada apa dengan Zachary? Kenapa dia terlihat seperti gelisah?" Tiffany menatap ke arah Zachary yang sangat gelisah. Edgar pun begitu, ia melihat Zachary yang berkali-kali melihat ponsel. Sesekali dahinya mengernyit. "Mungkin dia sedang mencari tahu tentang wanitanya." "Megan?" Tiffany menatap Edgar. "Ya, bagaimana kau tahu tentang wanita itu?" Edgar menatap memicing ke arah Tiffany. Tiffany terkekeh. "Bahkan aku tahu kau bermain dengan jalang, bagaimana jika Aunty Aletha tahu bahwa putran—" Tiffany tidak dapat melanjutkan ucapannya saat Edgar membungkam mulutnya, hingga akhirnya Tiffany menggigit telapak tangan Edgar. Edgar terkejut, pria itu berteriak kesakitan, "Sakit, Tiffany! Kau benar-benar gila!" Tiffany hanya terkekeh, wanita itu melangkah mendekati Kayla, Alice, Kimberly, dan Irene. "Jangan macam-macam dengan Tiffany, dia bahkan tahu tentang kekasihku." Christian menepuk pundak Edgar, sebelum bergabung dengan yang lainnya. Edgar menghela nafasnya kasar. "Dia memang tidak bisa di ragukan, Tiffany benar-benar mewarisi sifat Grandma Alexa, dan Aunty Azalea." Pria itu menggelengkan kepalanya, lantas mendekati Zachary. "Wine?" Edgar mengulurkan tangannya yang terdapat gelas kristal pada Zachary. Zachary mendongak, ia menerima wine tersebut, dan meneguknya. "Ada masalah?" Edgar menatap Zachary, begitu dengan Christian, Charles, dan Fabio. Mereka menatap Zachary. "Tidak ada, hanya saja. Fabio—aku minta tolong selidiki keluarga Levi." Fabio menaikkan sebelah alisnya. "Levi? Putra tunggal Abraham? Apa mereka menyinggungmu, Kak?" "Cari tahu saja, mungkin mereka nanti akan bersinggungan denganku." Zachary berdiri, dia pergi meninggalkan semua saudaranya. Edgar terkekeh. "Sepertinya dia tertarik dengan wanita itu." Charles menoleh, dan bertanya, "Wanita mana? Dia tidak pernah tertarik dengan wanita, Kak." "Ya, dan sekarang dia tertarik dengan wanita milik Levi." Edgar tertawa saat melihat wajah Chris, Charles, dan Fabio terkejut. "Jangan mengatakan jika Zachary menyukai istri Levi?" Fabio menelan salivanya dengan susah payah, ia tidak bisa membayangkan jika Zachary benar-benar tertarik dengan istrinya Levi. "Kau benar, dia tertarik dengan istrinya Levi. Bahkan mereka sudah melewati malam panas bersama." Chris, Charles, dan Fabio mengumpat secara bersamaan, "DAMN!" Ketiganya benar-benar terkejut mendengar fakta Zachary dari Edgar. Tidak munafik, Megan memang sangat cantik. Wajar jika banyak pria yang tertarik dengannya, namun yang jadi permasalahannya adalah Zachary. Zachary tidak pernah tertarik dengan wanita manapun, dan sekarang nampak tertarik dengan istri orang. God Dammit! Gila, ini sangat gila menurut mereka. Malam harinya, "Kau mau langsung kembali? Tidak ingin bersama yang lain terlebih dahulu?" Elise membereskan barang-barang Megan. "Tidak perlu, lain kali saja. Levi ada di mansion, aku takut nanti dia akan mencariku." Megan meraih tasnya, ia menghela nafasnya perlahan. "Aku sedang tidak ingin bertengkar, rasanya sangat lelah sekali. Aku ingin langsung istirahat." Elise menatap Megan serius. "Ceraikan dia, Megan. Mau sampai kapan kau bertahan dalam pernikahan ini? Masih banyak pria yang menyukaimu, haruskah aku mengenalkanmu dengan salah satu keluarga besar Leonardo?" Megan yang sedang meneguk minuman lantas tersedak, wanita itu terbatuk akibat mendengar ucapan Elise. Bagaimana bisa wanita itu mengatakan seperti itu padanya. "Tidak apa-apa? Minum itu hati-hati, Megan." Elise mengelus punggung Megan dengan lembut, wanita itu menggeleng melihat Megan yang tersedak. 'Kau yang membuatku tersedak sialan!' batin Megan. "Sudah, lebih baik aku kembali terlebih dahulu. Kau hati-hati di jalan." Megan mengecup pipi Elise, sebelum akhirnya wanita itu melangkah pergi meninggalkan Elise. Megan menggelengkan kepalanya, dan bergumam, "Bagaimana bisa sangat pas sekali? Sialan sekali Elise," Wanita itu mengeluarkan kunci mobilnya, ia hampir saja memulai langkahnya kembali ke mansion saat matanya tertangkap sebuah pemandangan yang menghentikan detak jantungnya sesaat. Di sudut parkiran yang remang-remang, sepuluh orang berbadan tegap saling baku hantam dan beberapa di antaranya bahkan mengeluarkan senjata api. Niatnya untuk segera pergi terhenti saat ia menyadari bahwa di tengah kerumunan tersebut, terdapat satu sosok yang dikenalnya: Zachary. Dengan nafas yang tercekat, Megan memutuskan untuk tidak pergi dan mengawasi keadaan dari kejauhan. Zachary, dengan sigapnya berusaha menghindar dan membalas pukulan meski sudah terluka dengan darah yang membasahi lengannya. Peluru telah menembus baju Zachary, namun semangatnya untuk bertahan tampak tak kunjung padam. Megan merasakan dadanya sesak, tak mampu berpaling dari pria yang ia kenal beberapa hari ini berjuang seorang diri. Megan menahan nafasnya, dengan melirih dia berkata, "Apa dia gila? Bagaimana bisa dia sendirian?" Setelah beberapa menit yang terasa seperti berjam-jam, para penyerang itu akhirnya meninggalkan Zachary yang tetap berdiri tegak. Sementara mereka sudah terluka sangat banyak. "Jangan lari sialan!" Zachary melayangkan tembakan kembali, dan mengenai salah satunya. Namun, mereka tetap kabur. "Brengsek!" Zachary ingin masuk ke dalam mobilnya. Namun, Megan, yang sudah tidak tahan lagi dengan kekhawatirannya, berlari menghampiri Zachary. Dengan perasaan yang campur aduk antara lega dan ketakutan, Megan mendekati Zachary. Megan bertanya, yang mana mengejutkan Zachary, "Kau baik-baik saja?" Wanita itu terlihat sambil menahan air mata, tangannya gemetar saat menyentuh luka tembak di lengan Zachary. Zachary terkejut, lantas menatap Megan, dan mengangguk. "Aku akan baik-baik saja, bagaimana bisa kau ada di sini?" "Jangan banyak bertanya dulu, masuk mobilku. Aku akan mengobatimu." Megan membantu Zachary menuju mobil, hatinya masih berdebar kencang, mengingat betapa buruknya apa yang baru saja terjadi. Sambil mengemudi kembali ke apartemennya, ya---Megan memutuskan untuk membawa Zachary ke apartemen. Dia ingin mengobati luka Zachary. Zachary sendiri tidak bertanya, ia mempercayakan semuanya pada Megan. Bukankah hal ini termasuk hal yang ia sukai? Jadi dia memilih untuk memejamkan kedua matanya. Setibanya di apartemen, Megan turun dari mobil. Ia beralih pada sisi Zachary. "Ayo turunlah, aku akan mengobatimu terlebih dahulu." Megan membantu Zachary turun, dan membawa menuju unit apartemennya. Ntah apa yang ada di pikiran Megan, bagaimana bisa wanita itu membawa Zachary ke apartemennya. Bukankah seharusnya ke rumah sakit? "Duduk di sini terlebih dahulu, aku akan mengambil obat." Megan mengambil kotak obat, ia meninggalkan Zachary yang berada di ruang tamunya. Tak lama kemudian, Megan kembali. Ia meminta Zachary membuka jaketnya, namun Zachary membuka seluruh pakiannya. Hingga menampakkan dada bidangnya yang membuat Megan menahan nafas. Oh sial! Bagaimana bisa pemandangan ini terlihat sangat menyejukkan mata? Dengan tangan gemetar, Megan membersihkan luka Zachary terlebih dahulu. Lantas membantu Zachary mengobati lukanya. "Setelah ini aku panggilkan dokter ya? Kau harus mengeluarkan pelurumu." "Tidak perlu, kemarikan kotak obatmu. Aku bisa mengeluarkannya sendiri." Megan mendongak, wanita itu mengernyit. "Jangan gila, kau bukan dokter Zachary." "Aku bisa mengeluarkannya sendiri, Megan. Percayalah padaku." "Tidak-tidak, kau tidak bisa mengeluarkannya. Zachary, itu terlalu ba—" "Kau khawatir?" Zachary menatap Megan, ia menyela ucapan wanita itu. Wanita yang nampak sangat khawatir itu. "Jelas saja aku sangat khawatir, kau melawan sepuluh pria. Zachary, kau sendirian. Bagaimana bisa kau tidak membawa pengawalmu hah?" Nafas Megan menderu, wanita itu menatap Zachary dengan serius. "Jangan berbuat gila sendiri, Zachary. Menurutlah, setelah ini aku akan memanggil dokter. Aku akan membersihkan lukanya terlebih dahulu, dan dokter datang mengeluarkan pelurumu." "Aku bisa sendiri, Megan. Tidak perlu kau memanggil dokter." Zachary menghela nafasnya kasar, Megan benar-benar keras kepala. "Aku tidak menerima penolakan, Zachary. Aku tetap akan memanggil dokt—" Megan tidak dapat melanjutkan ucapannya saat Zachary menangkup wajahnya. Lalu melumat bibirnya, wanita itu melebarkan kedua matanya. Gila, bisa-bisanya Zachary melakukan hal seperti ini ketika keadaan sangat genting. Bahkan kini Zachary membawa Megan ke atas pangkuannya, ia memangut bibir Megan semakin dalam, dan menuntut. Lantas melepaskannya sedikit, dan berbisik, "Balas aku, Megan," Holy Shit! Sebuah perintah yang pada akhirnya Megan turuti, wanita itu tanpa sadar membalas pangutan Zachary. Membalasnya dengan menuntut, kini ia pun mengalungkan kedua tangannya di leher Zachary. Keduanya terlibat dalam ciuman yang saling menuntut satu sama lain, tangan kanan Zachary yang tidak terluka pun bergerak mengelus punggung Megan. Menghantarkan rasa nyaman pada wanita itu. Lama mereka dalam posisi ini, hingga Zachary melepaskannya terlebih dahulu. Pria itu menempelkan keningnya dengan kening Megan. "Aku menginginkanmu, Megan." "Ah?"Megan mengedipkan kedua matanya beberapa kali, yang mana nampak sangat lucu di mata Zachary. Wanita itu menatap Zachary dengan berani, dan bertanya, "Apa katamu tadi?" Megan ingin memastikan telinganya, ia ingin memastikan apa yang baru saja Zachary ucapkan. Zachary tersenyum, pria itu mengecup bibir Megan. Yang mana membuat wajah Megan merona. "Aku ingin memilikimu, Megan." Zachary menatap Megan dalam. "Jadikan aku selingkuhanmu." God Dammit! Apa-apaan ini? Apakah Megan tidak salah mendengar? Apa katanya tadi? Jadikan dia sebagai selingkuhannya? Bagaimana bisa. Oh sial! Rasanya Megan ingin tidak mempercayai ucapan Zachary, Namun mendengar Zachary berbicara seperti itu. Membuatnya benar-benar terpaku. "Megan?" Zachary mengusap pipi mulus Megan. Megan tersentak, wanita itu mengalihkan tatapannya ke arah lain. "Jangan bercanda, Zachary. Lebih baik sekarang aku panggilkan dokter, aku tidak ingin lukamu semakin parah." Megan berdiri, wanita itu meninggalkan Zachary yang menatapny
Sinar matahari menerobos masuk melalui celah tirai, menyentuh kulit pria yang telah terjaga lebih dulu. Zachary membuka matanya, dan hal pertama yang ia lihat adalah sosok Megan yang masih terlelap di sampingnya. Matanya melunak. Dengan penuh kasih, ia mencondongkan tubuh, mengecup lembut kening wanita itu. Hari ini terasa istimewa. Dengan hati yang berbunga, Zachary bangkit dari tempat tidur, melangkah ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Tangannya terampil mengaduk adonan pancake, sesekali menoleh ke arah kamar memastikan Megan masih tertidur. Saat aroma pancake mulai menguar, ponselnya berdering. Nama Edgar terpampang di layar. Zachary mendengus kecil, lalu mengangkat panggilan itu. "Ada apa?" "Kau masih di tempat Megan?" "Ya, kenapa?" "Tak ada alasan khusus. Hanya mengingatkan kalau siang ini ada rapat penting. Aku khawatir kau lupa. Bukankah orang yang sedang jatuh cinta biasanya jadi bodoh?" Zachary mendecak, setengah sebal setengah geli. "Itu kau, bukan aku. Aku akan data
Zachary melihat ke arah sampingnya, pria itu terkekeh melihat Megan yang tertidur pulas."Apa kau sangat mengantuk?" Zachary menjauhkan tubuh Megan, dan membenarkan posisi Megan.Lantas, ia turun dari mobil dan pindah ke sisi Megan. Zachary menggendong Megan, dan membawanya masuk ke dalam mansion. Ya—mansion pribadi milik Zachary.Malam ini, Zachary memutuskan untuk membawa Megan menuju mansionnya.Zachary membaringkan Megan di atas ranjang secara perlahan, sebelum akhirnya dia masuk ke dalam kamar mandi, dan menyusul Megan yang sudah sangat pulas.Keesokan harinya.Megan menggeliat, wanita itu membuka matanya secara perlahan. Setelah mendapatkan kesadarannya, ia mendongak. Menatap wajah tampan Zachary."Bahkan saat tidur saja dia sangat tampan." Megan terkekeh lirih saat bergumam tanpa sadar, wanita itu membaringkan kepalanya di atas da-da bidang Zachary.Rasanya sangat nyaman, dan aman. Ntah kenapa, Megan melakukan ini. Menjadikan ia suka.Megan memejamkan matanya, menikmati rasa ny
Lama pangutan itu terjadi, sampai akhirnya Zachary melepaskan pangutan tersebut. Ia mengusap jejak salivanya di sekitar bibir Megan, dan mengecup bibir Megan sejenak."Sebentar." Zachary ingin membawa Megan sedikit menyingkir.Namun, bukannya sedikit minggir. Justru Megan memeluk pinggang Zachary."Biarkan seperti ini." Megan mendongak, menatap Zachary dengan tajam.Zachary tersenyum tipis, tipis sekali. Dia sangat suka melihat Megan yang seperti ini.Dia mengangguk, lantas menatap wanita sexy yang tadi berbincang dengannya. "Pergilah, Edgar akan menghubungimu nanti.""Baik, Tuan. Kalau begitu saya pergi dulu, permisi." Wanita itu ingin tersenyum, namun ia urungkan saat melihat tatapan tajam Megan."Permisi, Nona." Ia segera berbalik, dan melangkah pergi meninggalkan Zachary, serta Megan.Megan mendengkus melihat kepergian wanita itu, ia beralih ke arah Zachary, dan ingin melepaskan pelukannya.Namun, alih-alih terlepas. Yang ada Zachary semakin memeluknya."Lepaskan ak—""Are you jea
Megan tertegun, kata-kata Zachary menghantamnya dengan keras. Hamil keturunan Alexander dan Leonardo? Pikiran itu berputar-putar di kepalanya, tak mampu dia proses dengan segera.Jantungnya berdebar cepat, dan tubuhnya terasa lemas dalam pelukan Zachary yang erat. Matanya melebar, menatap pria itu dengan tatapan tak percaya, sementara napasnya tercekat di tenggorokan.“Zachary...” bisik Megan dengan suara yang nyaris tak terdengar. “Apa maksudmu?”Zachary tidak menjawab langsung, tetapi tatapan matanya yang tajam penuh g4i-rah, mendekat padanya dengan intensitas yang membuat Megan semakin kehilangan kendali atas dirinya. “Aku tahu kau menginginkanku, Baby,” gumamnya, suaranya rendah dan serak. “Seperti aku menginginkanmu. Dan aku bisa memberikanmu lebih dari yang kau kira.”Tangan Zachary meluncur lembut di sepanjang punggung Megan, menyentuh kulitnya dengan cara yang begitu familiar, namun kali ini terasa lebih dalam, lebih mengikat.Megan mencoba melawan perasaan yang semakin memban
Di malam yang gelap dan gerimis, Zachary menghentikan mobilnya tepat di depan mansion keluarga Levi. Megan menggigit bibirnya, wajahnya terlihat cemas.“Kau yakin baik-baik saja masuk sendiri?” Zachary bertanya dengan nada rendah.Megan mengangguk pelan, meskipun rasa takut mulai merayap di hatinya. “Aku harus pergi, Sayang. Ini terlalu berbahaya.”Zachary memandangi mansion megah itu dengan tatapan datar sebelum dia akhirnya mengangguk. "Kalau begitu berikan aku sesuatu." Bibirnya mengulas senyum.Megan mengernyit. "Apa?"Zachary tidak menjawab, pria itu menunjuk bibirnya sendiri.Megan mencebikkan bibirnya, ia mencubit paha Zachary, dan membuat Zachary mengadu."Sakit, Baby. Kenapa kau mencubitku?""Kau yang bersalah, aku sedang cemas karena takut ketahuan. Tapi kau justru meminta hal yang aneh-aneh."Zachary tersenyum, pria itu mengusap puncak kepala Megan. "Kau bahkan tahu siapa aku, jika mereka membuangmu. Masih ada aku yang akan menerimamu.""Aku tahu, tap—""Masuklah, kita akan
Megan terduduk di tepi tempat tidur, matanya menerawang jauh, hatinya berkecamuk. Pertengkarannya dengan Levi tadi malam masih terngiang-ngiang di telinganya, seperti badai yang mengamuk tanpa henti.Ia bisa merasakan luka yang ditinggalkan oleh hinaan Emma, ibu mertuanya, dan ancaman Abraham, ayah Levi, yang terus menghantui pikirannya.Ancaman Abraham begitu jelas: jika Megan tidak segera hamil, ia tidak akan mendapatkan bagian dari harta warisan keluarganya. Bukan itu saja, kehormatan dan martabatnya sebagai istri Levi juga dipertaruhkan.Sudah beberapa hari ini Megan menghindar dari Zachary, ia tidak menghubungi, dan membalas pesan Zachary. Bahkan dia mematikan ponselnya.Perasaannya begitu campur aduk. Di satu sisi, Zachary selalu menjadi pelariannya, tempatnya berlindung ketika dunia terasa terlalu berat.Namun di sisi lain, ada Levi, suaminya, pria yang dia pilih dalam ikatan pernikahan meski hubungan mereka tidak pernah baik-baik saja, bagai kapal yang hampir karam.Megan bahk
Zachary memandangi Megan dengan tatapan yang tidak bisa diterjemahkan. Ada sesuatu yang jauh lebih dalam di balik mata pria itu—sesuatu yang membuat Megan sulit mengalihkan pandangannya.Kata-kata yang baru saja diucapkannya terngiang di kepala Megan.'Haruskah aku membunuh mereka semua agar kau puas, Megan?' Jantung Megan berdegup kencang. Ia tahu bahwa Zachary memiliki kekuasaan dan koneksi yang luas, termasuk di dunia gelap yang jarang dibicarakan.Meskipun ia mengatakan itu dengan nada yang tenang, Megan tidak bisa menepis perasaan bahwa Zachary benar-benar bersedia melakukan apa saja untuknya, bahkan hal-hal yang mungkin tidak pernah terpikirkan olehnya.Namun di balik ketakutan dan kekhawatiran, ada sesuatu yang membuat Megan merasa terlindungi—perasaan aman yang selalu muncul saat Zachary berada di dekatnya. Meskipun ia tahu bahwa pria ini penuh bahaya, ia juga tahu bahwa Zachary tidak akan pernah menyakitinya.Zachary mendekatkan wajahnya, jemarinya masih membelai lembut pipi
Zachary memandangi Megan dengan tatapan yang tidak bisa diterjemahkan. Ada sesuatu yang jauh lebih dalam di balik mata pria itu—sesuatu yang membuat Megan sulit mengalihkan pandangannya.Kata-kata yang baru saja diucapkannya terngiang di kepala Megan.'Haruskah aku membunuh mereka semua agar kau puas, Megan?' Jantung Megan berdegup kencang. Ia tahu bahwa Zachary memiliki kekuasaan dan koneksi yang luas, termasuk di dunia gelap yang jarang dibicarakan.Meskipun ia mengatakan itu dengan nada yang tenang, Megan tidak bisa menepis perasaan bahwa Zachary benar-benar bersedia melakukan apa saja untuknya, bahkan hal-hal yang mungkin tidak pernah terpikirkan olehnya.Namun di balik ketakutan dan kekhawatiran, ada sesuatu yang membuat Megan merasa terlindungi—perasaan aman yang selalu muncul saat Zachary berada di dekatnya. Meskipun ia tahu bahwa pria ini penuh bahaya, ia juga tahu bahwa Zachary tidak akan pernah menyakitinya.Zachary mendekatkan wajahnya, jemarinya masih membelai lembut pipi
Megan terduduk di tepi tempat tidur, matanya menerawang jauh, hatinya berkecamuk. Pertengkarannya dengan Levi tadi malam masih terngiang-ngiang di telinganya, seperti badai yang mengamuk tanpa henti.Ia bisa merasakan luka yang ditinggalkan oleh hinaan Emma, ibu mertuanya, dan ancaman Abraham, ayah Levi, yang terus menghantui pikirannya.Ancaman Abraham begitu jelas: jika Megan tidak segera hamil, ia tidak akan mendapatkan bagian dari harta warisan keluarganya. Bukan itu saja, kehormatan dan martabatnya sebagai istri Levi juga dipertaruhkan.Sudah beberapa hari ini Megan menghindar dari Zachary, ia tidak menghubungi, dan membalas pesan Zachary. Bahkan dia mematikan ponselnya.Perasaannya begitu campur aduk. Di satu sisi, Zachary selalu menjadi pelariannya, tempatnya berlindung ketika dunia terasa terlalu berat.Namun di sisi lain, ada Levi, suaminya, pria yang dia pilih dalam ikatan pernikahan meski hubungan mereka tidak pernah baik-baik saja, bagai kapal yang hampir karam.Megan bahk
Di malam yang gelap dan gerimis, Zachary menghentikan mobilnya tepat di depan mansion keluarga Levi. Megan menggigit bibirnya, wajahnya terlihat cemas.“Kau yakin baik-baik saja masuk sendiri?” Zachary bertanya dengan nada rendah.Megan mengangguk pelan, meskipun rasa takut mulai merayap di hatinya. “Aku harus pergi, Sayang. Ini terlalu berbahaya.”Zachary memandangi mansion megah itu dengan tatapan datar sebelum dia akhirnya mengangguk. "Kalau begitu berikan aku sesuatu." Bibirnya mengulas senyum.Megan mengernyit. "Apa?"Zachary tidak menjawab, pria itu menunjuk bibirnya sendiri.Megan mencebikkan bibirnya, ia mencubit paha Zachary, dan membuat Zachary mengadu."Sakit, Baby. Kenapa kau mencubitku?""Kau yang bersalah, aku sedang cemas karena takut ketahuan. Tapi kau justru meminta hal yang aneh-aneh."Zachary tersenyum, pria itu mengusap puncak kepala Megan. "Kau bahkan tahu siapa aku, jika mereka membuangmu. Masih ada aku yang akan menerimamu.""Aku tahu, tap—""Masuklah, kita akan
Megan tertegun, kata-kata Zachary menghantamnya dengan keras. Hamil keturunan Alexander dan Leonardo? Pikiran itu berputar-putar di kepalanya, tak mampu dia proses dengan segera.Jantungnya berdebar cepat, dan tubuhnya terasa lemas dalam pelukan Zachary yang erat. Matanya melebar, menatap pria itu dengan tatapan tak percaya, sementara napasnya tercekat di tenggorokan.“Zachary...” bisik Megan dengan suara yang nyaris tak terdengar. “Apa maksudmu?”Zachary tidak menjawab langsung, tetapi tatapan matanya yang tajam penuh g4i-rah, mendekat padanya dengan intensitas yang membuat Megan semakin kehilangan kendali atas dirinya. “Aku tahu kau menginginkanku, Baby,” gumamnya, suaranya rendah dan serak. “Seperti aku menginginkanmu. Dan aku bisa memberikanmu lebih dari yang kau kira.”Tangan Zachary meluncur lembut di sepanjang punggung Megan, menyentuh kulitnya dengan cara yang begitu familiar, namun kali ini terasa lebih dalam, lebih mengikat.Megan mencoba melawan perasaan yang semakin memban
Lama pangutan itu terjadi, sampai akhirnya Zachary melepaskan pangutan tersebut. Ia mengusap jejak salivanya di sekitar bibir Megan, dan mengecup bibir Megan sejenak."Sebentar." Zachary ingin membawa Megan sedikit menyingkir.Namun, bukannya sedikit minggir. Justru Megan memeluk pinggang Zachary."Biarkan seperti ini." Megan mendongak, menatap Zachary dengan tajam.Zachary tersenyum tipis, tipis sekali. Dia sangat suka melihat Megan yang seperti ini.Dia mengangguk, lantas menatap wanita sexy yang tadi berbincang dengannya. "Pergilah, Edgar akan menghubungimu nanti.""Baik, Tuan. Kalau begitu saya pergi dulu, permisi." Wanita itu ingin tersenyum, namun ia urungkan saat melihat tatapan tajam Megan."Permisi, Nona." Ia segera berbalik, dan melangkah pergi meninggalkan Zachary, serta Megan.Megan mendengkus melihat kepergian wanita itu, ia beralih ke arah Zachary, dan ingin melepaskan pelukannya.Namun, alih-alih terlepas. Yang ada Zachary semakin memeluknya."Lepaskan ak—""Are you jea
Zachary melihat ke arah sampingnya, pria itu terkekeh melihat Megan yang tertidur pulas."Apa kau sangat mengantuk?" Zachary menjauhkan tubuh Megan, dan membenarkan posisi Megan.Lantas, ia turun dari mobil dan pindah ke sisi Megan. Zachary menggendong Megan, dan membawanya masuk ke dalam mansion. Ya—mansion pribadi milik Zachary.Malam ini, Zachary memutuskan untuk membawa Megan menuju mansionnya.Zachary membaringkan Megan di atas ranjang secara perlahan, sebelum akhirnya dia masuk ke dalam kamar mandi, dan menyusul Megan yang sudah sangat pulas.Keesokan harinya.Megan menggeliat, wanita itu membuka matanya secara perlahan. Setelah mendapatkan kesadarannya, ia mendongak. Menatap wajah tampan Zachary."Bahkan saat tidur saja dia sangat tampan." Megan terkekeh lirih saat bergumam tanpa sadar, wanita itu membaringkan kepalanya di atas da-da bidang Zachary.Rasanya sangat nyaman, dan aman. Ntah kenapa, Megan melakukan ini. Menjadikan ia suka.Megan memejamkan matanya, menikmati rasa ny
Sinar matahari menerobos masuk melalui celah tirai, menyentuh kulit pria yang telah terjaga lebih dulu. Zachary membuka matanya, dan hal pertama yang ia lihat adalah sosok Megan yang masih terlelap di sampingnya. Matanya melunak. Dengan penuh kasih, ia mencondongkan tubuh, mengecup lembut kening wanita itu. Hari ini terasa istimewa. Dengan hati yang berbunga, Zachary bangkit dari tempat tidur, melangkah ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Tangannya terampil mengaduk adonan pancake, sesekali menoleh ke arah kamar memastikan Megan masih tertidur. Saat aroma pancake mulai menguar, ponselnya berdering. Nama Edgar terpampang di layar. Zachary mendengus kecil, lalu mengangkat panggilan itu. "Ada apa?" "Kau masih di tempat Megan?" "Ya, kenapa?" "Tak ada alasan khusus. Hanya mengingatkan kalau siang ini ada rapat penting. Aku khawatir kau lupa. Bukankah orang yang sedang jatuh cinta biasanya jadi bodoh?" Zachary mendecak, setengah sebal setengah geli. "Itu kau, bukan aku. Aku akan data
Megan mengedipkan kedua matanya beberapa kali, yang mana nampak sangat lucu di mata Zachary. Wanita itu menatap Zachary dengan berani, dan bertanya, "Apa katamu tadi?" Megan ingin memastikan telinganya, ia ingin memastikan apa yang baru saja Zachary ucapkan. Zachary tersenyum, pria itu mengecup bibir Megan. Yang mana membuat wajah Megan merona. "Aku ingin memilikimu, Megan." Zachary menatap Megan dalam. "Jadikan aku selingkuhanmu." God Dammit! Apa-apaan ini? Apakah Megan tidak salah mendengar? Apa katanya tadi? Jadikan dia sebagai selingkuhannya? Bagaimana bisa. Oh sial! Rasanya Megan ingin tidak mempercayai ucapan Zachary, Namun mendengar Zachary berbicara seperti itu. Membuatnya benar-benar terpaku. "Megan?" Zachary mengusap pipi mulus Megan. Megan tersentak, wanita itu mengalihkan tatapannya ke arah lain. "Jangan bercanda, Zachary. Lebih baik sekarang aku panggilkan dokter, aku tidak ingin lukamu semakin parah." Megan berdiri, wanita itu meninggalkan Zachary yang menatapny
Beberapa hari kemudian,Setelah acara pesta di kapal pesiar tersebut selesai, Megan, dan Elise kembali ke mansion masing-masing.Kini Megan berada di mansionnya, wanita itu baru saja selesai membersihkan tubuhnya. Ia melangkah keluar dari kamar, dan melihat Levi sedang bercumbu bersama kekasihnya.Megan membuang nafasnya kasar, ia kembali ke kamarnya sendiri. Lantas, menguncinya. Melihat suaminya, kedua matanya jadi sakit."Aku ingin sekali membuat video perselingkuhan mereka, untuk menjadi bukti ketika kami bercerai. Tapi mengingat jika kekayaan mendiang Daddy di tahan keluarga mereka, bagaimana bisa aku menceraikannya begitu saja?" Megan membaringkan tubuhnya, wanita itu memejamkan kedua matanya.Dia berpikir, bagaimana caranya untuk terbebas dari belenggu yang sangat menyakitkan ini? Dia ingin bebas, dan memulai segalanya dengan hal-hal baru. Namun, melihat bagaimana pengaruh besar keluarga Levi. Menjadikan Megan tidak bisa bercerai begitu saja.Tak lama kemudian, suara dering pons