Megan mengedipkan kedua matanya beberapa kali, yang mana nampak sangat lucu di mata Zachary.
Wanita itu menatap Zachary dengan berani, dan bertanya, "Apa katamu tadi?" Megan ingin memastikan telinganya, ia ingin memastikan apa yang baru saja Zachary ucapkan. Zachary tersenyum, pria itu mengecup bibir Megan. Yang mana membuat wajah Megan merona. "Aku ingin memilikimu, Megan." Zachary menatap Megan dalam. "Jadikan aku selingkuhanmu." God Dammit! Apa-apaan ini? Apakah Megan tidak salah mendengar? Apa katanya tadi? Jadikan dia sebagai selingkuhannya? Bagaimana bisa. Oh sial! Rasanya Megan ingin tidak mempercayai ucapan Zachary, Namun mendengar Zachary berbicara seperti itu. Membuatnya benar-benar terpaku. "Megan?" Zachary mengusap pipi mulus Megan. Megan tersentak, wanita itu mengalihkan tatapannya ke arah lain. "Jangan bercanda, Zachary. Lebih baik sekarang aku panggilkan dokter, aku tidak ingin lukamu semakin parah." Megan berdiri, wanita itu meninggalkan Zachary yang menatapnya dengan tersenyum. Megan masuk ke dalam kamarnya, wanita itu menelfon rumah sakit. Meminta dokter untuk datang ke apartemennya. Tak lama kemudian, bel apartemen Megan terdengar. Wanita itu lantas memeriksanya, dan membukanya. Menampakkan sosok dokter wanita, dan cantik. Bahkan bisa di katakan jika dokter itu masih muda. Dengan ragu, Megan mempersilahkan dokter tersebut masuk. "Silahkan, dok." Megan membawa dokter tersebut mendekati Zachary yang duduk di sofa dengan tenang. Dokter tersebut tersenyum menatap Zachary, lantas mengangguk. "Bisa saya mulai sekarang?" "Silahkan." Megan sedikit menjauh, dan membiarkan dokter tersebut mengobati Zachary. Saat dokter tersebut mengobati Zachary, Megan terus memperhatikannya. Memperhatikan segala gerakan dokter itu, dan ekspresinya. Megan terus memperhatikan, hingga dokter wanita itu menghela napas lega setelah berhasil mengeluarkan peluru dari lengan Zachary. Dengan keahlian dan kelembutan, ia menjahit luka tersebut, sesekali matanya tertangkap menatap Zachary dengan minat yang tak tersembunyikan. Zachary, menyadari perhatian itu, memberikan senyum manisnya sambil mencoba memainkan peran. Megan, yang sejak tadi duduk di sudut tidak jauh dari mereka, merasakan kecemburuan yang tiba-tiba menyelimuti hatinya. Pandangan dokter wanita itu terlalu lama tertuju pada Zachary, membuat perasaannya tidak nyaman. Ketika dokter itu menyatakan bahwa ia telah selesai, Megan dengan cepat berdiri. "Kalau begitu Anda boleh kembali, untuk pembayarannya sudah saya urus," ucap Megan dengan nada yang lebih tegas dari biasanya. "Terimakasih sudah membantu suami saya." Megan sengaja menekan kata suami, ntah sadar atau tidak akan tindakannya. Sementara dokter itu, yang tampak terkejut dengan permintaan mendadak itu, mengangguk perlahan dan segera mengemas peralatan medisnya. Zachary memberikan senyum menyeringai kepada Megan, menyadari bahwa usahanya untuk membuat Megan cemburu telah berhasil, namun mungkin terlalu sukses. Megan menyaksikan dokter itu pergi dengan tatapan yang masih menyimpan api cemburu, sementara Zachary terkekeh. Pria itu menegakkan tubuhnya, ia melihat Megan yang kembali ke arahnya dengan wajah kesal. Megan menatap Zachary, dan mencibir pria itu, "Senang sekali kau," Zachary tersenyum, pria itu menarik tangan Megan. Hingga Megan duduk di atas pangkuannya. "Apa yang kau lakukan, Zachary? Aku ingin ke kamar." Megan ingin berdiri, namun Zachary menahan kuat pinggang wanita itu. Zachary memutar tubuh Megan menjadi menghadap ke arahnya, wanita itu menunduk. Zachary meraih dagunya, dan membawa wajah wanita itu untuk menatap ke arahnya. "Tell me, are you jealous. Megan?" Oh shit! Pertanyaan itu membuat Megan terkejut, pertanyaan yang langsung menembus jiwanya. Membuatnya ingin tenggelam ke dalam laut. "Megan?" Zachary mengusap sudut bibir Megan. Megan menggeleng. "Tidak, untuk apa aku cemburu. Lebih baik sekarang biarkan aku turun, karena aku harus menyiapkan makan malam." Wanita itu mengalihkan wajahnya ke arah lain, ia terlalu malu. Ia sendiri tidak tahu—apakah bisa hal itu di katakan cemburu. "Tapi aku merasa jika kau sedang cemburu, Megan." Zachary membawa wajah Megan ke arahnya kembali. "Jangan biasakan menatap ke arah lain saat sedang berbicara, Baby. Mengerti?" Suara rendah, namun penuh penegasan itu terdengar di telinga Megan. Hingga seperti di komando, Megan menganggukkan kepalanya. "Good, sekarang jawab pertanyaanku. Kau cemburu?" Zachary menatap kedua manik mata Megan dengan dalam. Megan seperti terhipnotis, wanita itu mengangguk. Saat tersadar, ia menggeleng. "T-tidak, maksudnya aku hanya tidak suka saja dia seperti itu." Zachary menaikkan sebelah alisnya, ia ingin membuka suaranya. Namun, Megan dengan berani membungkam bibirnya dengan telapak tangan wanita itu. "Shut up, jangan mengatakan apapun." Megan melotot ke arah Zachary, yang mana terlihat sangat menggemaskan di mata Zachary. Zachary mengangguk, detik itu juga Megan menjauhkan tangannya. "Duduklah di sini, tidak usah memasak. Karena aku sudah memesan makanan untuk kita." Zachary menunjukkan ponselnya, dan benar saja. Ada balasan dari Fabio yang mengatakan jika akan segera sampai. "Ya, tapi biarkan aku duduk sendiri. Zachary, aku bisa duduk sendiri." Megan menatap Zachary dengan kesal, sebab pria itu tidak segera menurunkannya. "Jika bisa duduk di atas pangkuanku, kenapa harus duduk sendiri?" God Dammit! Apa-apaan itu? Perkataan yang langsung membuat hati Megan berdebar tidak karuan. "Berhentilah menggodaku, Zachary. Aku istri orang." "Ya, istri orang yang di sia-siakan suaminya? Apa yang kau harapkan darinya? Kau bisa bersamaku." Zachary menaikan sebelah alisnya saat melihat Megan menggigit bibir bawahnya. Wanita itu ingin membuka suaranya, namun suara bel apartemen terdengar. Megan menoleh ke arah pintu, lalu ke arah Zachary. "Mungkin itu saudaramu, aku akan membukanya." Megan ingin berdiri, tapi lagi-lagi Zachary menahannya. "Duduklah di sini, biarkan aku yang membukanya." Zachary mendudukkan Megan di sofa, sementara ia berdiri dan membuka pintu apartemen Megan. Benar saja, di sana sudah ada Fabio, dan Charles. Fabio memberikan paper bag pada Zachary. "Kau benar-benar bersama wanita itu, Kak?" Zachary menatap Fabio. "Kenapa?" "Tidak ada, bagaimana jika suaminya mencari keberadaan wanita itu?" "Namanya Megan, Fabio." Tatapan tajam itu mengarah pada Fabio, membuat pria itu mengangguk, dan menelan salivanya dengan susah payah. Charles yang tidak ikut bertanya lantas menelan salivanya dengan susah payah, dan berbisik pada Fabio, "Lebih baik kita kembali, Fabio." Charles menatap Zachary. "Kami kembali dulu, Kak, dan penyeranganmu tadi. Mereka anak bua—" "Aku sudah tahu, cukup awasi. Jika aku sudah memberikan perintah, kalian boleh bertindak." Zachary memundurkan langkahnya, lantas menutup pintunya. Charles menoleh ke arah Fabio. "Dia sedang jatuh cinta, jangan mengatakan apapun yang menyinggung wanitanya." "Aku tahu, aku hanya bertanya sial." Fabio mendengkus kesal, pria itu melangkah terlebih dahulu meninggalkan Charles. Sementara itu di sisi Zachary, ia kembali mendekati Megan. Megan langsung meraih paper bag di tangan Zachary. "Biarkan aku menatanya, kau duduk saja." Megan langsung menata makanannya di atas meja, setelahnya. Ia kembali duduk di samping Zachary. "Mau aku bantu?" Megan menatap Zachary, ia sadar jika Zachary sedang sakit. Jadi dia inisiatif untuk menawarkan bantuan. "Ya, suapi aku. Tapi..." Zachary menjeda ucapannya, ia lantas menarik Megan ke atas pangkuannya kembali. "Kenapa di pangku lagi, Zachary?" Megan memutar bola matanya malas. "Jangan pernah melakukan itu lagi, Baby." Zachary menggeram, ia merengkuh kedua sisi pinggang Megan dengan erat. "Melakukan apa?" Megan mengernyit. Zachary menatapnya tajam, dan berkata dengan tegas, "Jangan memutar bola matamu seperti itu, aku tidak menyukainya," Megan menggigit bibir bawahnya, ia mengangguk. "Iya, maafkan aku." "Jangan di ulangi." Zachary mengambil makanan yang ada di atas meja, lantas memberikannya pada Megan. Megan yang mengerti lantas menyuapi Zachary, tidak hanya menyuapi Zachary. Dia juga makan, menggunakan sendok yang sama tanpa menggantinya. Hingga, beberapa menit kemudian. Mereka sudah selesai dengan makan malamnya, dan Megan tetap berada di atas pangkuan Zachary. "Kau belum menjawab pertanyaanku, Megan." Zachary memainkan rambut Megan, yang mana hal itu membuat Megan merasakan nyaman. "Pertanyaan yang mana?" Megan menaikkan sebelah alisnya, sebab menurutnya Zachary tidak bertanya apapun. "Aku tadi bertanya, jadikan aku selingkuhanmu. Ah itu bukan pertanyaan, melainkan perintah." "Hah? Perintah bagaimana?" Megan menatap Zachary dengan bingung, apa maksudnya Zachary mengatakan hal itu. "Ya, perintah... mulai sekarang aku kekasihmu. Sebaliknya, mulai sekarang kau kekasihku." Zachary tersenyum menyeringai, seolah tahu akan apa yang di ucapkan Megan. Zachary kembali memberikan penegasan. "Aku tidak menerima penolakan, Megan." Oh God! Jadi mereka memiliki hubungan kini? Gila, ini benar-benar gila. Namun, Megan ingin menolak pun tidak bisa. Lidahnya terlalu keluh untuk mengatakan sebuah penolakan. "Kau milikku mulai sekarang, kau mengerti. Megan?" Megan menggigit bibir bawahnya, hingga tak lama kemudian wanita itu mengangguk. "I-iya." Oh Gosh! Ntah benar atau tidak keputusannya, tapi dia benar-benar tidak bisa menolak Zachary. Zachary tersenyum, pria itu memangut bibir Megan. Membuat Megan terkejut, namun lama kelamaan ia turut membalas pangutan Zachary. Sehingga kini keduanya larut dalam pangutan yang semakin lama semakin menuntut. Bahkan Zachary menggendong Megan ala koala, membawa wanita itu ke kamar milik Megan tanpa melepaskan pangutan keduanya. Setibanya di kamar, Zachary membaringkan Megan. Mengungkung tubuh Megan. Zachary kembali memangut bibir Megan dengan menuntut, tangannya bergerak merayap pada tubuh Megan. Menyentuh setiap inci Megan, membuat wanita itu bergerak gelisah. Apalagi saat Zachary menyentuh gundukan favoritnya, membuat Megan menggeliat nikmat. Wanita itu melepaskan ciuman keduanya, dan melenguh. "Zachary..." "Yes, Love?" Zachary menatap Megan dengan sayu, pria itu mengangkat blouse milik Megan. Hingga menampakkan dua benda favoritnya yang masih terbungkus. Zachary menyingkirkan pembungkus itu, lantas melancarkan aksinya. Mengulum biji kecil milik Megan secara bergantian, membuat Megan tersentak. Wanita itu meremas helaian rambut Zachary, dan meenekan kepalanya. Seakan-akan meminta agar Zachary mempermainkannya secara lebih. Memang gila, tapi Megan akui jika sentuhan Zachary sangat memabukkan. Bahkan ia sangat terbuai akan sentuhan Zachary, wanita itu menggeliat. Menggelinjang hebat dalam setiap sentuhan, dan permainan hangat lid-ah Zachary. "Oh Zachary..." Megan melengkungkan tubuhnya kebelakang, wanita itu menggelinjang hebat. Zachary melepaskan biji kecil milik Megan, membuat Megan menatapnya penuh protes. Zachary terkekeh ia menutup pakaian Megan, dan mengecup bibir wanita itu. "Tidak sekarang, Baby. Aku akan memberikannya nanti." Fuck!Sinar matahari menerobos masuk melalui celah tirai, menyentuh kulit pria yang telah terjaga lebih dulu. Zachary membuka matanya, dan hal pertama yang ia lihat adalah sosok Megan yang masih terlelap di sampingnya. Matanya melunak. Dengan penuh kasih, ia mencondongkan tubuh, mengecup lembut kening wanita itu. Hari ini terasa istimewa. Dengan hati yang berbunga, Zachary bangkit dari tempat tidur, melangkah ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Tangannya terampil mengaduk adonan pancake, sesekali menoleh ke arah kamar memastikan Megan masih tertidur. Saat aroma pancake mulai menguar, ponselnya berdering. Nama Edgar terpampang di layar. Zachary mendengus kecil, lalu mengangkat panggilan itu. "Ada apa?" "Kau masih di tempat Megan?" "Ya, kenapa?" "Tak ada alasan khusus. Hanya mengingatkan kalau siang ini ada rapat penting. Aku khawatir kau lupa. Bukankah orang yang sedang jatuh cinta biasanya jadi bodoh?" Zachary mendecak, setengah sebal setengah geli. "Itu kau, bukan aku. Aku akan data
Zachary melihat ke arah sampingnya, pria itu terkekeh melihat Megan yang tertidur pulas."Apa kau sangat mengantuk?" Zachary menjauhkan tubuh Megan, dan membenarkan posisi Megan.Lantas, ia turun dari mobil dan pindah ke sisi Megan. Zachary menggendong Megan, dan membawanya masuk ke dalam mansion. Ya—mansion pribadi milik Zachary.Malam ini, Zachary memutuskan untuk membawa Megan menuju mansionnya.Zachary membaringkan Megan di atas ranjang secara perlahan, sebelum akhirnya dia masuk ke dalam kamar mandi, dan menyusul Megan yang sudah sangat pulas.Keesokan harinya.Megan menggeliat, wanita itu membuka matanya secara perlahan. Setelah mendapatkan kesadarannya, ia mendongak. Menatap wajah tampan Zachary."Bahkan saat tidur saja dia sangat tampan." Megan terkekeh lirih saat bergumam tanpa sadar, wanita itu membaringkan kepalanya di atas da-da bidang Zachary.Rasanya sangat nyaman, dan aman. Ntah kenapa, Megan melakukan ini. Menjadikan ia suka.Megan memejamkan matanya, menikmati rasa ny
Lama pangutan itu terjadi, sampai akhirnya Zachary melepaskan pangutan tersebut. Ia mengusap jejak salivanya di sekitar bibir Megan, dan mengecup bibir Megan sejenak."Sebentar." Zachary ingin membawa Megan sedikit menyingkir.Namun, bukannya sedikit minggir. Justru Megan memeluk pinggang Zachary."Biarkan seperti ini." Megan mendongak, menatap Zachary dengan tajam.Zachary tersenyum tipis, tipis sekali. Dia sangat suka melihat Megan yang seperti ini.Dia mengangguk, lantas menatap wanita sexy yang tadi berbincang dengannya. "Pergilah, Edgar akan menghubungimu nanti.""Baik, Tuan. Kalau begitu saya pergi dulu, permisi." Wanita itu ingin tersenyum, namun ia urungkan saat melihat tatapan tajam Megan."Permisi, Nona." Ia segera berbalik, dan melangkah pergi meninggalkan Zachary, serta Megan.Megan mendengkus melihat kepergian wanita itu, ia beralih ke arah Zachary, dan ingin melepaskan pelukannya.Namun, alih-alih terlepas. Yang ada Zachary semakin memeluknya."Lepaskan ak—""Are you jea
Megan tertegun, kata-kata Zachary menghantamnya dengan keras. Hamil keturunan Alexander dan Leonardo? Pikiran itu berputar-putar di kepalanya, tak mampu dia proses dengan segera.Jantungnya berdebar cepat, dan tubuhnya terasa lemas dalam pelukan Zachary yang erat. Matanya melebar, menatap pria itu dengan tatapan tak percaya, sementara napasnya tercekat di tenggorokan.“Zachary...” bisik Megan dengan suara yang nyaris tak terdengar. “Apa maksudmu?”Zachary tidak menjawab langsung, tetapi tatapan matanya yang tajam penuh g4i-rah, mendekat padanya dengan intensitas yang membuat Megan semakin kehilangan kendali atas dirinya. “Aku tahu kau menginginkanku, Baby,” gumamnya, suaranya rendah dan serak. “Seperti aku menginginkanmu. Dan aku bisa memberikanmu lebih dari yang kau kira.”Tangan Zachary meluncur lembut di sepanjang punggung Megan, menyentuh kulitnya dengan cara yang begitu familiar, namun kali ini terasa lebih dalam, lebih mengikat.Megan mencoba melawan perasaan yang semakin memban
Di malam yang gelap dan gerimis, Zachary menghentikan mobilnya tepat di depan mansion keluarga Levi. Megan menggigit bibirnya, wajahnya terlihat cemas.“Kau yakin baik-baik saja masuk sendiri?” Zachary bertanya dengan nada rendah.Megan mengangguk pelan, meskipun rasa takut mulai merayap di hatinya. “Aku harus pergi, Sayang. Ini terlalu berbahaya.”Zachary memandangi mansion megah itu dengan tatapan datar sebelum dia akhirnya mengangguk. "Kalau begitu berikan aku sesuatu." Bibirnya mengulas senyum.Megan mengernyit. "Apa?"Zachary tidak menjawab, pria itu menunjuk bibirnya sendiri.Megan mencebikkan bibirnya, ia mencubit paha Zachary, dan membuat Zachary mengadu."Sakit, Baby. Kenapa kau mencubitku?""Kau yang bersalah, aku sedang cemas karena takut ketahuan. Tapi kau justru meminta hal yang aneh-aneh."Zachary tersenyum, pria itu mengusap puncak kepala Megan. "Kau bahkan tahu siapa aku, jika mereka membuangmu. Masih ada aku yang akan menerimamu.""Aku tahu, tap—""Masuklah, kita akan
Megan terduduk di tepi tempat tidur, matanya menerawang jauh, hatinya berkecamuk. Pertengkarannya dengan Levi tadi malam masih terngiang-ngiang di telinganya, seperti badai yang mengamuk tanpa henti.Ia bisa merasakan luka yang ditinggalkan oleh hinaan Emma, ibu mertuanya, dan ancaman Abraham, ayah Levi, yang terus menghantui pikirannya.Ancaman Abraham begitu jelas: jika Megan tidak segera hamil, ia tidak akan mendapatkan bagian dari harta warisan keluarganya. Bukan itu saja, kehormatan dan martabatnya sebagai istri Levi juga dipertaruhkan.Sudah beberapa hari ini Megan menghindar dari Zachary, ia tidak menghubungi, dan membalas pesan Zachary. Bahkan dia mematikan ponselnya.Perasaannya begitu campur aduk. Di satu sisi, Zachary selalu menjadi pelariannya, tempatnya berlindung ketika dunia terasa terlalu berat.Namun di sisi lain, ada Levi, suaminya, pria yang dia pilih dalam ikatan pernikahan meski hubungan mereka tidak pernah baik-baik saja, bagai kapal yang hampir karam.Megan bahk
Zachary memandangi Megan dengan tatapan yang tidak bisa diterjemahkan. Ada sesuatu yang jauh lebih dalam di balik mata pria itu—sesuatu yang membuat Megan sulit mengalihkan pandangannya.Kata-kata yang baru saja diucapkannya terngiang di kepala Megan.'Haruskah aku membunuh mereka semua agar kau puas, Megan?' Jantung Megan berdegup kencang. Ia tahu bahwa Zachary memiliki kekuasaan dan koneksi yang luas, termasuk di dunia gelap yang jarang dibicarakan.Meskipun ia mengatakan itu dengan nada yang tenang, Megan tidak bisa menepis perasaan bahwa Zachary benar-benar bersedia melakukan apa saja untuknya, bahkan hal-hal yang mungkin tidak pernah terpikirkan olehnya.Namun di balik ketakutan dan kekhawatiran, ada sesuatu yang membuat Megan merasa terlindungi—perasaan aman yang selalu muncul saat Zachary berada di dekatnya. Meskipun ia tahu bahwa pria ini penuh bahaya, ia juga tahu bahwa Zachary tidak akan pernah menyakitinya.Zachary mendekatkan wajahnya, jemarinya masih membelai lembut pipi
Venesia, sebuah mansion megah Ignacio. "Dimana Levi, Noa?" Seorang wanita cantik, dan sexy berdiri di depan seorang maid bernama Noa. Noa menunduk hormat, dan menjawab. "Tuan Levi belum pulang, Nona Megan." Megan Victoria Lewis. 24 tahun, tubuhnya yang jenjang dan ramping tampak sempurna dalam balutan dress berwarna hitam. Rambut panjangnya yang berkilau tergerai indah hingga pinggang, menambah pesona pada kulitnya yang halus dan bercahaya. Mata coklatnya yang tajam, kontras dengan bulu matanya yang lentik. Wajahnya, yang memadukan kelembutan dan ketegasan, diperindah dengan makeup tipis yang menonjolkan fitur alaminya. Megan bekerja sebagai model internasional yang menikah dengan Levi Ignacio, seorang CEO perusahaan bergerak di bidang industri film. Pernikahan ini terjadi akibat perjodohan konyol dari kedua orang tua mereka. Selama dua tahun pernikahan mereka, Megan tidak pernah di sentuh oleh Levi. Bahkan hubungan keduanya terkesan dingin, tidak jarang Levi bersikap kasar kepa
Zachary memandangi Megan dengan tatapan yang tidak bisa diterjemahkan. Ada sesuatu yang jauh lebih dalam di balik mata pria itu—sesuatu yang membuat Megan sulit mengalihkan pandangannya.Kata-kata yang baru saja diucapkannya terngiang di kepala Megan.'Haruskah aku membunuh mereka semua agar kau puas, Megan?' Jantung Megan berdegup kencang. Ia tahu bahwa Zachary memiliki kekuasaan dan koneksi yang luas, termasuk di dunia gelap yang jarang dibicarakan.Meskipun ia mengatakan itu dengan nada yang tenang, Megan tidak bisa menepis perasaan bahwa Zachary benar-benar bersedia melakukan apa saja untuknya, bahkan hal-hal yang mungkin tidak pernah terpikirkan olehnya.Namun di balik ketakutan dan kekhawatiran, ada sesuatu yang membuat Megan merasa terlindungi—perasaan aman yang selalu muncul saat Zachary berada di dekatnya. Meskipun ia tahu bahwa pria ini penuh bahaya, ia juga tahu bahwa Zachary tidak akan pernah menyakitinya.Zachary mendekatkan wajahnya, jemarinya masih membelai lembut pipi
Megan terduduk di tepi tempat tidur, matanya menerawang jauh, hatinya berkecamuk. Pertengkarannya dengan Levi tadi malam masih terngiang-ngiang di telinganya, seperti badai yang mengamuk tanpa henti.Ia bisa merasakan luka yang ditinggalkan oleh hinaan Emma, ibu mertuanya, dan ancaman Abraham, ayah Levi, yang terus menghantui pikirannya.Ancaman Abraham begitu jelas: jika Megan tidak segera hamil, ia tidak akan mendapatkan bagian dari harta warisan keluarganya. Bukan itu saja, kehormatan dan martabatnya sebagai istri Levi juga dipertaruhkan.Sudah beberapa hari ini Megan menghindar dari Zachary, ia tidak menghubungi, dan membalas pesan Zachary. Bahkan dia mematikan ponselnya.Perasaannya begitu campur aduk. Di satu sisi, Zachary selalu menjadi pelariannya, tempatnya berlindung ketika dunia terasa terlalu berat.Namun di sisi lain, ada Levi, suaminya, pria yang dia pilih dalam ikatan pernikahan meski hubungan mereka tidak pernah baik-baik saja, bagai kapal yang hampir karam.Megan bahk
Di malam yang gelap dan gerimis, Zachary menghentikan mobilnya tepat di depan mansion keluarga Levi. Megan menggigit bibirnya, wajahnya terlihat cemas.“Kau yakin baik-baik saja masuk sendiri?” Zachary bertanya dengan nada rendah.Megan mengangguk pelan, meskipun rasa takut mulai merayap di hatinya. “Aku harus pergi, Sayang. Ini terlalu berbahaya.”Zachary memandangi mansion megah itu dengan tatapan datar sebelum dia akhirnya mengangguk. "Kalau begitu berikan aku sesuatu." Bibirnya mengulas senyum.Megan mengernyit. "Apa?"Zachary tidak menjawab, pria itu menunjuk bibirnya sendiri.Megan mencebikkan bibirnya, ia mencubit paha Zachary, dan membuat Zachary mengadu."Sakit, Baby. Kenapa kau mencubitku?""Kau yang bersalah, aku sedang cemas karena takut ketahuan. Tapi kau justru meminta hal yang aneh-aneh."Zachary tersenyum, pria itu mengusap puncak kepala Megan. "Kau bahkan tahu siapa aku, jika mereka membuangmu. Masih ada aku yang akan menerimamu.""Aku tahu, tap—""Masuklah, kita akan
Megan tertegun, kata-kata Zachary menghantamnya dengan keras. Hamil keturunan Alexander dan Leonardo? Pikiran itu berputar-putar di kepalanya, tak mampu dia proses dengan segera.Jantungnya berdebar cepat, dan tubuhnya terasa lemas dalam pelukan Zachary yang erat. Matanya melebar, menatap pria itu dengan tatapan tak percaya, sementara napasnya tercekat di tenggorokan.“Zachary...” bisik Megan dengan suara yang nyaris tak terdengar. “Apa maksudmu?”Zachary tidak menjawab langsung, tetapi tatapan matanya yang tajam penuh g4i-rah, mendekat padanya dengan intensitas yang membuat Megan semakin kehilangan kendali atas dirinya. “Aku tahu kau menginginkanku, Baby,” gumamnya, suaranya rendah dan serak. “Seperti aku menginginkanmu. Dan aku bisa memberikanmu lebih dari yang kau kira.”Tangan Zachary meluncur lembut di sepanjang punggung Megan, menyentuh kulitnya dengan cara yang begitu familiar, namun kali ini terasa lebih dalam, lebih mengikat.Megan mencoba melawan perasaan yang semakin memban
Lama pangutan itu terjadi, sampai akhirnya Zachary melepaskan pangutan tersebut. Ia mengusap jejak salivanya di sekitar bibir Megan, dan mengecup bibir Megan sejenak."Sebentar." Zachary ingin membawa Megan sedikit menyingkir.Namun, bukannya sedikit minggir. Justru Megan memeluk pinggang Zachary."Biarkan seperti ini." Megan mendongak, menatap Zachary dengan tajam.Zachary tersenyum tipis, tipis sekali. Dia sangat suka melihat Megan yang seperti ini.Dia mengangguk, lantas menatap wanita sexy yang tadi berbincang dengannya. "Pergilah, Edgar akan menghubungimu nanti.""Baik, Tuan. Kalau begitu saya pergi dulu, permisi." Wanita itu ingin tersenyum, namun ia urungkan saat melihat tatapan tajam Megan."Permisi, Nona." Ia segera berbalik, dan melangkah pergi meninggalkan Zachary, serta Megan.Megan mendengkus melihat kepergian wanita itu, ia beralih ke arah Zachary, dan ingin melepaskan pelukannya.Namun, alih-alih terlepas. Yang ada Zachary semakin memeluknya."Lepaskan ak—""Are you jea
Zachary melihat ke arah sampingnya, pria itu terkekeh melihat Megan yang tertidur pulas."Apa kau sangat mengantuk?" Zachary menjauhkan tubuh Megan, dan membenarkan posisi Megan.Lantas, ia turun dari mobil dan pindah ke sisi Megan. Zachary menggendong Megan, dan membawanya masuk ke dalam mansion. Ya—mansion pribadi milik Zachary.Malam ini, Zachary memutuskan untuk membawa Megan menuju mansionnya.Zachary membaringkan Megan di atas ranjang secara perlahan, sebelum akhirnya dia masuk ke dalam kamar mandi, dan menyusul Megan yang sudah sangat pulas.Keesokan harinya.Megan menggeliat, wanita itu membuka matanya secara perlahan. Setelah mendapatkan kesadarannya, ia mendongak. Menatap wajah tampan Zachary."Bahkan saat tidur saja dia sangat tampan." Megan terkekeh lirih saat bergumam tanpa sadar, wanita itu membaringkan kepalanya di atas da-da bidang Zachary.Rasanya sangat nyaman, dan aman. Ntah kenapa, Megan melakukan ini. Menjadikan ia suka.Megan memejamkan matanya, menikmati rasa ny
Sinar matahari menerobos masuk melalui celah tirai, menyentuh kulit pria yang telah terjaga lebih dulu. Zachary membuka matanya, dan hal pertama yang ia lihat adalah sosok Megan yang masih terlelap di sampingnya. Matanya melunak. Dengan penuh kasih, ia mencondongkan tubuh, mengecup lembut kening wanita itu. Hari ini terasa istimewa. Dengan hati yang berbunga, Zachary bangkit dari tempat tidur, melangkah ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Tangannya terampil mengaduk adonan pancake, sesekali menoleh ke arah kamar memastikan Megan masih tertidur. Saat aroma pancake mulai menguar, ponselnya berdering. Nama Edgar terpampang di layar. Zachary mendengus kecil, lalu mengangkat panggilan itu. "Ada apa?" "Kau masih di tempat Megan?" "Ya, kenapa?" "Tak ada alasan khusus. Hanya mengingatkan kalau siang ini ada rapat penting. Aku khawatir kau lupa. Bukankah orang yang sedang jatuh cinta biasanya jadi bodoh?" Zachary mendecak, setengah sebal setengah geli. "Itu kau, bukan aku. Aku akan data
Megan mengedipkan kedua matanya beberapa kali, yang mana nampak sangat lucu di mata Zachary. Wanita itu menatap Zachary dengan berani, dan bertanya, "Apa katamu tadi?" Megan ingin memastikan telinganya, ia ingin memastikan apa yang baru saja Zachary ucapkan. Zachary tersenyum, pria itu mengecup bibir Megan. Yang mana membuat wajah Megan merona. "Aku ingin memilikimu, Megan." Zachary menatap Megan dalam. "Jadikan aku selingkuhanmu." God Dammit! Apa-apaan ini? Apakah Megan tidak salah mendengar? Apa katanya tadi? Jadikan dia sebagai selingkuhannya? Bagaimana bisa. Oh sial! Rasanya Megan ingin tidak mempercayai ucapan Zachary, Namun mendengar Zachary berbicara seperti itu. Membuatnya benar-benar terpaku. "Megan?" Zachary mengusap pipi mulus Megan. Megan tersentak, wanita itu mengalihkan tatapannya ke arah lain. "Jangan bercanda, Zachary. Lebih baik sekarang aku panggilkan dokter, aku tidak ingin lukamu semakin parah." Megan berdiri, wanita itu meninggalkan Zachary yang menatapny
Beberapa hari kemudian,Setelah acara pesta di kapal pesiar tersebut selesai, Megan, dan Elise kembali ke mansion masing-masing.Kini Megan berada di mansionnya, wanita itu baru saja selesai membersihkan tubuhnya. Ia melangkah keluar dari kamar, dan melihat Levi sedang bercumbu bersama kekasihnya.Megan membuang nafasnya kasar, ia kembali ke kamarnya sendiri. Lantas, menguncinya. Melihat suaminya, kedua matanya jadi sakit."Aku ingin sekali membuat video perselingkuhan mereka, untuk menjadi bukti ketika kami bercerai. Tapi mengingat jika kekayaan mendiang Daddy di tahan keluarga mereka, bagaimana bisa aku menceraikannya begitu saja?" Megan membaringkan tubuhnya, wanita itu memejamkan kedua matanya.Dia berpikir, bagaimana caranya untuk terbebas dari belenggu yang sangat menyakitkan ini? Dia ingin bebas, dan memulai segalanya dengan hal-hal baru. Namun, melihat bagaimana pengaruh besar keluarga Levi. Menjadikan Megan tidak bisa bercerai begitu saja.Tak lama kemudian, suara dering pons