Pertempuran sengit yang terjadi semakin memanas dan menggila, sepasang suami istri yang tak kenal takut itu terus memberikan perlawanan luar biasa. Keduanya mengamuk penuh semangat dalam bertempur seolah - olah memiliki energi yang tiada habisnya sebagai seorang Pendekar Suci.
Meskipun mereka hanya berdua dan harus menghadapi puluhan ahli yang terdiri dari Pendekar dan Kultivator, mereka sama sekali tidak menemui kesulitan. Begitu juga dengan pasukannya yang di dominasi oleh ratusan ribu ras Binatang Spiritual Buas Kuno di damping puluhan ribu bangsa Dewa di bawah pimpinan Dayang Cempaka, Permaisuri Ratna Manggali, Kaisar Huang Taizi, Ratu Citra Kencana dan Prabu Chandra Adhyaksa.
Puluhan ribu bangsa Dewa dan ratusan ribu ras Binatang Spiritual Buas Kuno sama sekali tidak memandang jumlah musuh yang beberapa kali lipat lebih banyak dari mereka. Mereka tetap fokus memberikan perlawanan terbaik mereka dan tidak ada niat sedikit pun untuk mengampuni musuh.
"Sondong... kau menyingkirlah dari arena pertempuran dan bawa Danur Setya Kencana..! Aku sudah menyiapkan portal teleportasi khusus untuk kalian..! Bawa serta Shandian Ying Bersama kalian.., tolong didiklah putraku sebaik mungkin..!" teriak Andhira memberi perintah kepada Sondong Sasongko.
Sondong Sasongko dan Shandian Ying yang mendengar perintah Andhira segera melesat pergi ke tempat persembunyian mereka. Dengan kecepatan Shandian Ying si Elang Petir Perak, hanya dalam Waktu singkat mereka sudah sampai di persembunyian mereka dan membawa Danur Seyta Kencana yang baru berusia tujuh bulan.
Sementara di medan pertempuran sudah banyak korban berjatuhan terutama dari pihak lawan. Meski pun mereka memiliki ranah Kaisar Tao Abadi, nyatanya masih keteteran menghadapi serangan para pendekar yang bagi mereka memiliki ranah misterius dengan keterampilan unik.
Benturan - benturan energi terus terjadi menimbulkan pijar cahaya warna - warni memenuhi langit Alam Suci. Hingga langit pun terus menerus bergemuruh memuntahkan petir - petir yang menggelegar dengan panik menambah keruh suasana yang sudah sangat mencekam.
Lintang Dharma Setya Bersama Trisula Emas kembarnya terus membombardir hampir dua puluh lima lebih para praktisi ranah Kaisar Tao Ilahi seorang diri. Lingkaran Cakra Energi di atas kepalanya terus berputar dengan cepat menyerap energi Suci alam semesta dan menyalurkan ke dalam tubuh Lintang Dharma Setya.
MAHAYANA MANUNGGALING JAGAT!
WUUUZZZZ!
BOOOM!
Kibasan silang Trisula Emas kembar Lintang Dharma Setya menghasilkan energi tajam berbentuk bulan sabit bersilangan dan berputar cepat seperti mata bor menghantam puluhan musuh yang sedang berusaha menggabungkan serangan mereka.
Tak ayal tubuh mereka berhamburan setelah dihantam serangan dahsyat Lintang Dharma Setya. Bahkan tujuh orang praktisi langsung tewas dengan tubuh meledak menjadi kabut darah dan Sebagian menjadi bubur daging. Akan tetapi Lintang Dharma tidak berhenti sampai di situ saja, dia langsung mengejar tubuh para praktisi yang berhamburan dan menghujam tubuh mereka dengan serangan yang sama.
Di sisi lain Andhira yang menghadapi lawan lebih banyak tampak lebih tenang di damping oleh Pedang Naga Kencana dan Cambuk Darah yang bergerak sendiri - sendiri dan sesuka hati mereka. Dengan Tongkat Semesta di tangannya, Andhira melintangkan tongkatnya di depan dada dan mengalirkan energi Nirwananya secara gila - gilaan dilambari aura kematian dan aura kekacauan.
ANGKARA SEMESTA!
WUUUUTTT!
Andhira mengayunkan Tongkat Semesta dengan sekuat tenaga secara horizontal hingga melesatkan energi kehancuran menderu ke arah puluhan musuh yang sudah terperangkap karena serangan membabi buta Pedang Naga Kencana dan Cambuk Darah.
BOOOMMM!
Ledakan dahsyat tak dapat dihindarkan hingga membuat pertempuran berhenti sejenak. Dengan mata telanjang mereka semua menyaksikan tubuh puluhan praktisi ranah Kaisar Tao Ilahi meledak menjadi kabut darah secara bersamaan
Melihat seluruh temannya tewas mengenaskan, para praktisi ranah Kaisar Tao Ilahi yang tersisa pun mengambil Langkah seribu menyelamatkan nyawanya. Tindakan mereka tentu saja membuat seluruh pasukannya kecewa karena memiliki pemimpin yang berjiwa pengecut.
Namun meskipun melihat hal yang sangat memalukan dari para pemimpin mereka, tidak dijadikan alasan oleh mereka yang berjiwa patriot untuk menyerah begitu saja. Mereka memilih lebih baik mati dalam mempertahankan keyakinan mereka terlepas dari benar atau pun salah.
Mereka tetap berjuang hingga titik darah penghabisan meskipun sadar tidak akan menang bahkan dalam mimpi pun tidak ada. Namun pasukan Andhira bukanlah pasukan yang bermental picik, mereka mundur secara teratur dan membiarkan pertempuran bagi mereka yang sedang bertempur. Hingga pertempuran terlihat sangat adil satu lawan satu.
Melihat sikap kesatria pasukan Andhira membuat mereka yang sudah menyerah sangat menyesal karena tidak mau menjadi bagian dari pasukan Andhira sebelum perang maha dahsyat itu pecah. Bahkan mereka yang sudah menyerah pun tidak dilucuti baik senjata atau pun kekuatan mereka, mereka dibiarkan begitu saja untuk menentukan jalan hidup mereka sendiri.
Andhira yang masih melayang di udara dengan semangat bertarung yang masih membara dan berkobar tiba - tiba merasakan jika portal teleportasi yang sudah disiapkan untuk pelarian Sondong Sasongko demi menyelamatkan putra semata wayang sudah aktif.
"Heeemmm... akhirnya Sondong membawa putraku Danur Setya Kencana. Jadilah anak yang kuat kelak Ngger, jika Ibu dan Bopomu selamat pasti kita akan bertemu entah kapan itu waktunya.." gumam Andhira sambil menatap ke arah kejauhan dimana dia menciptakan portal teleportasi khusus sekali pakai.
Pada akhirnya perang maha dahsyat yang sudah terjadi berhari - hari pun akhirnya usai. Karena masih merasakan ancaman yang lebih besar lagi, Andhira dan seluruh pasukannya pun kembali bersembunyi dan entah sampai kapan mereka akan kembali menunjukan diri pada dunia.
Hal tersebut semata - mata hanya demi keselamatan bagi nyawa - nyawa yang tidak bersalah supaya tidak menjadi korban dan mati dalam rasa penasaran. Mereka semua menghilang begitu saja dan hanya menyisakan enam orang saja. Andhria, Lintang Dharma Setya, Mandhung, Gatya Kirana, Long Mei Shin dan Long Shen Hu.
"Begitulah Ngger kisah kehebatan orang tuamu dan pasukannya, selebihnya aku tidak tahu lagi apa yang terjadi dengan mereka semua karena saat itu aku sudah memasuki portal teleportasi khusus yang Ibumu ciptakan" ujar Sondong Sasongko setelah menceritakan secara singkat seluruh rangkaian peristiwa besar yang menimpa orang tua Liar alias Danur Setya Kencana.
Liar tampak merenung dan mendalami semua cerita pamannya yang mengisahkan betapa berat dan rumitnya perjalanan sepasang pendekar yang merupakan orang tuanya.
"Paman Sondong... lalu siapa sebenarnya musuh Ibu dan Bopoku dan berada dimana...?" tanya Liar dengan sedikit terpancar emosi dari matanya.
"Kami pun tidak tahu eksistensi seperti apa musuh orang tuamu Liar.." jawab Chen Jia singkat dan tak berdaya karena memang tidak mengetahui secara detail.
Liar kembali menundukkan kepalanya namun terlihat sangat jelas punggungnya bergetar hebat menahan amarah yang berkecamuk dalam dadanya.
Liar yang berdiri di tepi tebing memandang luas ke arah cakrawala, tampangnya yang dingin tidak sedikit pun menunjukkan kegundahan hatinnya. Kedua gurunya hanya menatap santai di belakangnya dan membiarkan murid tercinta mereka meresapi makna di balik cakrawala sore. "Liar... aku rasa kau sudah cukup untuk turun melihat hiruk pikuk kehidupan di luar sana. Ranah kependekaranmu sudah berada di atas ranah pilih tanding, jika harus menggunakan ranah kultivasi pun kau sudah mencapai ranah Kaisar Dewa Penguasa menengah... Jadi kurang apa lagi.." tanya Sondong Sasongko."Pamanmu itu benar Liar... di usiamu yang baru lima belas tahun itu merupakan pencapaian luar biasa dan kau bisa disebut sebagai jenius tiada tara bahkan jenius langka.." timpal Chen Jia.Liar membalikkan badannya dan menghadap ke arah kedua gurunya dengan tatapan dan wajah yang tetap dingin, namun bagi kedua praktisi hebabt itu sudah menjadi hal biasa melihat sikap Liar yang seperti itu."Aku hanya akan turun gunung saat ak
Liar melesat dengan kecepatan tinggi menuju ke tempat kedua gurunya yang di yakini masih bermain catur. Dalam sekejap dia pun sampai di tempat kedua gurunya. Sondong Sasongko dan Chen Jia menatap Liar dengan tanda tanya besar karena sama sekali tidak merasakan ranah pendekar atau pun kultivator dari tubuhnya."Sondong... mungkinkah bocah ini benar - benar mampu menggabungkan dua ensensi beladiri...?" tanya Chen Jia melalui transmisi suara."Aku rasa begitu.. karena aku juga tidak merasakan apa pun dari bocah beku ini..." jawab Sondong Sasongko juga melalui transmisi suara.Liar hanya mengamati tingkah aneh kedua gurunya dengan tatapan dingin dambil melepaskan auranya.BUUUZZZ....!Aura setingkat ranah Kaisar Dewa Leluhur menyeruak dari dalam tubuh Liar membawa tekanan yang beberapa kali lipat dari ranah Kaisar Dewa Leluhur biasanya. Sontak Chen Jia dan Sondong Sasongko membelalakan matanya penuh keterkejutan dan rasa tidak percaya.Dengan menyeimbangkan kekauatannya, Chen Jia menyeran
Darah pun tampak mengalir dari luka gores di lehernya menandakan pedang yang menempel di lehernya itu sangat tajam. Liar yang masih bersembunyi sambil memegang Caping Basunanda yang baru saja dia gunakan untuk memotong tangan pemimpin bandit.Matanya terlihat memicing dan kembali melemparkan capingnya dengan kecepatan luar biasa.SIIIUUUTTT...!CRAAASSS....!Kepala bandit yang baru saja berteriak tampak mencelat ke udara dan tanpa ada darah sedikit pun. Auara kematian yang Liar gunakan ternyata cukup efektif untuk membuat luka tanpa darah tetapi dengan efek rasa sakit yang mengerikan. Caping yang di lemparkan oleh Liar tidak berhenti sampai di situ, tetapi terus berputar dan menebas kepala dua orang bandit lagi yang masih menyandera gadis - gadis dewasa itu.Dengan fikirannya, Liar merubah capingnya menjadi cukup besar dan menutupi tiga orang gadis dewasa itu.PLOK...! PLOK...! PLOK...! PLOK...!"Luar biasa jantannya kalian sebagai kaum pria, berjumlah puluhan orang dan menganiaya tig
Meskipun mendengar dengan jelas, Liar tidak menanggapi teriakan Xiang Mei, dia terus larut dan fokus dalam pemahamannya. Karena tidak ada tanggapan barang sepatah kata pun, kelima anggota klan Xiang akhirnya memilih untuk diam dan memejamkan mata mereka hingga mentari padi memaksa mereka untuk bangun.Namun saat Xiang Mei membuka mata dia dikejutkan oleh seorang pemuda berpakaian serba hitam dengan sebuah caping bambu tergantung di punggungnya sedang duduk malas di atas atap kereta mereka. Xiang Mei pun segera membangunkan yang lainnya."Ayo cepat bangun... kita harus segera melanjutkan perjalanan pulang dan berikan hormat kepada dermawan kita..!" ujar Xiang Mei dengan suara sedikit melengking membuat yang lain kaget.Dan saat mereka mengikuti pandangan Xiang Mei, mereka segera membungkuk dengan menangkupkan kedua tangan mereka."Tuan Muda... terima kasih sudah menyelamatkan dan melindungi kami, aku Xiang You, di samping kananku Kak Xiang Mei dan di samping kanan Kak Xiang Mei adalah
"Bocah!, mulutmu benar - benar harus ditertibkan, ayo tunjukkan kesombonganmu itu apa sebanding dengan kemampuanmu?" ujar salah satu tetua klan Xiang.BUZZZ!Tetua itu melepas ranah kultivasi Kaisar Dewa Maha Agung tahap awal. Liar hanya tersenyum sinis kemudian ikut meledakkan aura kekacauan yang terasa sangat ganas, bahkan terasa setara dengan ranah Kaisar Leluhur Dewa suci tahap awal."Jika ingin bertarung sebaiknya kita bertarung di luar saja, jangan rusak jerih payah Patriak kalian yang sudah membangun tempat ini.." ujar Liar sambil berjalan menuju lapangan yang ada di depan aula pertemuan.Gelapnya malam semakin mencekam dengan semburan aura kekacauan dari tubuh Liar yang berdiri di tengah lapangan bersama tetua yang dia tantang. Sementara Patriak dan yang lainnya hanya menonton di luar lapangan. Beberapa tetua ahli formasi pun langsung membangun formasi pembatas supaya pertarungan mereka tidak menimbulkan kegaduhan."Aku sangat menghargai keberanianmu meskipun sangat konyol. Ap
"Patriak, apa yang dilakukan bocah sombong anak dari tetua divisi senjata kita... Apa kita akan membiarkan dia melawan Tuan Muda Liar kemudian kita harus kehilangan salah satu jenius klan Xiang ini?" tanya salah satu tetua.Belum sempat Patriak Xiang Hun menjawab pertanyaan dari salah satu tetuanya, Liar sudah bergerak keluar dengan santai membuka pintu."Hanya orang tuli yang jika berbicara dengan suara yang sangat keras dan penuh kesombongan.. Ada perlu apa kau mencariku dan apa kita sudah saling mengenal sebelumnya?" ujar Liar santai dengan tatapan sangat dingin."Kau sudah berani membuat keributan di klan Xiangku jadi sudah sewajarnya sebagai salah satu anggota klan harus menertibkan siapa pun yang mumbuat keributan di dalam klan!" jawabnya tegas."Jangna bertingkah seperti orang paling bijak se-alam semesta ini, tanpa mengetahui masalah yang sebenarnya seolah - olah kau sudah paling tahu dan paling punya hak. Apakah di klan ini tidak memiliki sorang Patriak atau seorang tetua seh
"Jurus pedangku tidak pernah gagal sebelumnya, tetapi kenapa kali ini tidak berdaya menghadapi bocah udik ini.. Sudah di ranah apa sebenarnya dia..." batin Xiang Fang sambil melangkah maju meskipun hatinya sangat bimbang.Melihat langkah Xiang Fang yang dipenuhi keraguan, diam - diam banyak penonton yang mengeluarkan cibiran."Anak sombong ini benar - benar tidak tahu mana yang baik untuknya. Seharusnya mendengar tetua utama Xiang Bai saja dapat dikalahkan dengan mudah olehnya, dia tidak nekat memprovokasi seorang monster. Pantas saja anak muda itu memanggilnya Keledai Batu dan aku rasa itu sangat cocok. Hahahahaha...." ujar seorang penonton sambil tergelak diikuti yang lainnya.Di sisi lain tampak seorang paruh baya berada si atas sebuah menara ikut menyaksikan pertarungan itu."Dasar anak tidak tahu diri dan katak dalam sumur yang sejati... Kali ini aku tidak akan menolongnya bahkan jika dia tewas pun aku tidak akan menuntut apa - apa. Sudah terlalu sering kau meyusahkanku sebagai o
Hari itu menjadi hari yang penuh pelajaran bagi para anggota muda klan Xiang, mereka menerima rasa malu yang sangat luar biasa di atas kesombongan yang selama ini mereka banggakan. Bahkan para tetua pun merasa wajah mereka sudah di tampar begitu keras oleh seorang pemuda misterius yang dibawa oleh Nona Muda klan Xiang.Keesokan harinya saat Liar berjalan menuju tempat Patriak Hun, tidak ada seorang pemuda pun yang tidak menundukkan kepala ketika berpapasan dengannya. Nama Liar mejadi momok sekaligus idola baru di hati para pemuda dan tetua Klan Xiang.TOK.. TOK..TOK...!"Senior, ini aku Liar!""Masuklah Nak..." sahut Patriak Hun dengan suara yang menyenangkan.Liar memasuki ruangan Patriak Hun dan langsung memberikan hormat."Junior menemui Senior Hun!""Tidak perlu sopan seperti itu, duduklah. Ada hal yang ingin aku bicarakan. Hari ini aku akan mengantarmu ke tanah terlarang klan Xiang sesuai permintaan Leluhur Klan Xiang kami. Aku harap kau tidak mengecewakan leluhur dan mau menerim