"Baik, aku minta maaf," katanya sambil tertawa. Kepada orang-orang di sekitar, Jiu Long berkata, "Nona Mei Li Tsu ini tak ada hubungannya dengan aku. Tadi aku cuma main-main, ia bukan kekasihku." Sambil mendekati Mei Li Tsu, Jiu Long bergumam, pelan dan hanya bisa didengar gadis itu sendiri. "Apa perlu aku remas bokongmu lagi?"
Secara naluriah, tangan Mei Li Tsu bergerak melindungi bokongnya. Jiu Long melangkah terus, tak peduli. "Kau kurang ajar," gerutu si gadis. Tetapi dalam benaknya, Mei Li Tsu bertanya-tanya, apakah Jiu Long punya perhatian khusus kepadanya atau hanya iseng.
Jiu Long dikawal Mei Li Tsu, Qianfan, Liu Xingsheng dan Cian Cie memasuki balairung. Beberapa orang tampak sedang menanti. Antaranya beberapa dari delapan belas pengawal kerajaan. Seorang lelaki separuh baya tampil ke depan. "Kak Jiu Long, ketua Partai Naga Emas, selamat datang di Dinasti Giok Barat. Sudah lama kita tidak bertemu, aku prihatin dan belasungkawa atas kematian isterimu."
J
Liang Zhipu dan Jiu Long berjalan di belakang gadis pelayan itu menuju keputren. Begitu masuk ke keputren, Jiu Long mencium wewangian yang harum Ruangan besar dipenuhi warna warni tirai dan selendang. Beberapa dayang yang terdiri dari gadis-gadis remaja, cantik dan bersih, menyiapkan makanan di meja besar. Gadis-gadis tampak sibuk, meski sekali-sekali berhenti memberi hormat kepada Jiu Long dan Liang Zhipu.Dua gadis pelayan mempersilahkan dua tetamu itu duduk di kursi besar. "Silahkan duduk paduka tuan, tak lama lagi gusti permaisuri dan Kaisar akan masuk ruangan."Tak lama kemudian, para dayang memberi hormat sambil jongkok sembah memberi hormat Sepasang pria dan wanita muncul dari ruangan dalam Liang Zhipu dan Jiu Long berdiri. Jiu Long mengenali, Im ji hye dan Yuan Shu.Liang Zhipu jongkok sembah memberi hormat. Jiu Long serba salah. Selama ini ia belum pernah berjongkok sembah memberi hormat kepada seseorang. Secara naluri ia membungkuk memberi hormat denga
Jiu Long teringat percakapannya dengan Liu Xing dan Yu Jin. Persengketaan antara Dinasti Giok Timur dan Dinasti Giok Barat, perselisihan antar keluarga sendiri, tidak jelas siapa salah siapa benar. Yang jelas, keduanya memperebutkan kekuasaan. Itu sebab Jiu Long sepakat tidak mau ikut campur apalagi menyeret Partai Naga Emas masuk dalam kancah pertarungan kekuasaan itu. Jiu Long hanya akan menghadapi tokoh silat di kubu Dinasti Giok Timur lantaran mereka berniat menghancurkan Partai Naga Emas.Im ji hye gembira ketika Jiu Long berjanji membantu istana Kaisar Giok Barat. Hanya saja Jiu Long menyatakan tidak mau terlibat dalam perang, jika memang terjadi perang antara dua kerajaan itu. "Hamba akan menghadapi orang-orang Dinasti Giok Timur terutama tokoh silat yang memusuhi Partai Naga Emas. Khususnya dua orang itu, Yun Ching dan Ma Teng akan mendapat bagiannya."Yuan Shu, Im ji hye dan Liang Zhipu gembira mendengar janji Jiu Long, namun ada keraguan. Mungkinkah Jiu Long
Yuan Shu berdiri dan merangkul iparnya. "Kakak, kamu baru datang dari perjalanan jauh, kak Jiu Long sudah berjanji akan menghadapi para pendekar yang membela istana Kaisar Giok Timur."Shu han tertawa, menyalami Jiu Long. "Sudah lama kita tidak berjumpa Kakak Jiu Long. Aku lihat kepandaianmu makin dahsyat. Beberapa hari lalu aku menyaksikan pertarunganmu di desa Yinchuan, kau tidak cuma mengalahkan Yuwen dan tiga muridnya tetapi juga telah mempermalukan mereka."Usai makan malam permaisuri memerintah seorang punggawa mengantar Jiu Long ke kamar tamu. Di tengah jalan menuju kamar tamu yang letaknya di kebun bunga, Jiu Long melihat Mei Li Tsu mendatangnya.Pendekar ini sudah ganti busana, tidak lagi mengenakan seragam pengawal, melainkan pakaian biasa. Ia tampak cantik. Mei Li Tsu memerintah punggawa itu pergi. "Biar aku yang mengantar pendekar tamu ini melihat-lihat pemandangan kebun," katanya sambil melirik Jiu Long.Jiu Long tersenyum "Kamu tidak takut k
Kamar tamu itu letaknya di pojokan kebun bunga. Tidak ada obor, tetapi cahaya bulan purnama sedikit menerangi kebun. Sampai di depan pintu, Jiu Long masuk sambil menarik tangan Mei Li Tsu yang terlempar ke pelukannya. Di belakang pintu Jiu Long memeluk perempuan cantik itu. Tangan Jiu Long meremas bokong, satu lainnya menyusup dalam pakaian, meraba buah dada yang montok kenyal. Jiu Long mencium dengan liar. Mei Li Tsu terengah-engah.Ia bicara dengan nafas memburu, "Jiu Long, kamu menyukai aku? Jangan di sini, tidak boleh. Tengah malam nanti kamu kutunggu di kamarku, kamarku di seberang sana, di depannya ada pohon mangga, satu-satunya pohon mangga di keputren ini." Jiu Long masih memeluk, menciumi leher dan mulutnya. Mei Li Tsu susah payah melepaskan diri, kabur ke kamarnya dengan hati berbunga-bunga.Tengah malam itu Jiu Long nyelinap ke kamar Mei Li Tsu. Perempuan itu sudah menantinya dengan hanya sepotong kain melilit tubuhnya. Mei Li Tsu memburu dan melompat ke dal
Esok paginya Jiu Long melakukan perjalanan cepat menuju desa Guandong, memenuhi janji bertemu Mayleen. Dua malam kemarin ia puas menikmati tubuh Mei Li Tsu. Tetapi sekarang, mengingat akan segera bertemu Mayleen, ia merasa bersemangat dan gairahnya bangkit.Di tengah jalan ketika memasuki hutan di batas desa Prigen, Jiu Long merasa ada sesuatu yang aneh di sekitarnya, ada seseorang membuntutinya. Namun setiap dia menoleh ke belakang, tak ada siapa pun. Dia memasang telinga, tak ada suara. Tak ada siapa pun, tetapi ia merasa ada orang di dekatnya. Tanpa sadar bulu kuduknya berdiri. Saat itu matahari masih di atas kepala, cukup menerangi kepadatan hutan. Namun hutan itu senyap. Tiba-tiba ia merasa desir angin, seseorang menyerang dari belakang.Jiu Long menoleh ke belakang. Terlambat, serangan itu datang sangat cepat. Dia berkelit, menangkis. Sia-sia, tamparan lawan menerpa kepalanya. Anehnya tamparan itu bagai usapan, lembut, lunak dan tak bertenaga. Jiu Long melihat ba
Jiu Long manggut. "Aku sudah lama kangen dan rindu bertemu Eyang, hari ini Tetua sudah mau memperlihatkan diri, cucumu sangat berbahagia, mati pun cucumu ini rela.""Jiu Long, putra Jiu Biao, cucu murid Sun Zuolin , murid Yu Jin, kamu bocah nakal. Buat apa kamu mati, kalau kamu mati banyak perempuan yang nangis," katanya sambil tersenyum Kakek itu melanjutkan. "Hwang Mi Hee cucu Wang Xun itu dan gadis dari Hirnalaya itu, juga si cantik Gwangsin, semua perempuan itu akan menangis. Kamu memang bocah nakal! Aku muncul di depanmu ini tidak untuk menghukum kamu, apalagi hanya soal-soal sepele itu."Jiu Long terkesiap. Ia heran Sepuh bisa mengetahui semua kisahnya. "Ampun Eyang, aku memang bersalah, ampuni aku.""Lho, salah apa. Eyangmu ini waktu masih muda dulu lebih nakal, jumlah istri dan selirku tidak bisa kuhitung, sangat banyak," katanya dengan mimik jenaka, menggoda.Ada keramahan dan keakraban dalam suara Sepuh Sun Jian membuat Jiu Long berani menatap m
Jiu Long diam, ragu-ragu. Ia tak tahu ke mana tujuan pertanyaan Sepuh. Namun ia menjawab jujur. "Tadinya sangat mencintai, sekarang semakin lama semakin aku mulai bisa melupakan.""Bagus, cucuku. Semua itu, cinta, dendam adalah bagian dari hidup. Berlatih silat juga bagian dari hidup. Semua itu bisa mempermudah hidup tetapi bisa juga mempersulit hidup kita. Hidup ini perbudakan. Kita menjadi budak, diperbudak berbagai macam keinginan. Kamu lihat awan, dia bergerak mengikuti angin. Lihat angin yang begitu merdeka, bergerak semaunya. Dan hebatnya lagi dia berganti-ganti arah sesuka dia. Di dunia tak ada suatu kekuatan pun yang bisa menghentikan pergerakan angin. Coba pikirkan seandainya kamu bisa menaklukkan angin, atau paling tidak meniru persis sifat dan kelakuan si angin itu, pasti hebat ya?"Jiu Long merenung, pikiran menerawang mengikuti ajaran Eyang. "Cucuku, jadilah seperti angin Bajra, dia bisa semilir Sirir membuat orang ngantuk dan nyaman, tetapi pada saat yang
Jiu Long memandang Sepuh. Kakek itu duduk bersila, perlahan sedikit demi sedikit tubuhnya terangkat dari tanah. Dia berdiri. Gerakan dari duduk ke berdiri dilakukan tanpa kakinya menginjak tanah. Dia bersilat, juga tanpa berpijak di bumi Jiu Long mencoba tapi gagaL Sepuh membimbing tangan Jiu Long."Jangan rasakan bumi, lupakan bumi, tengadah memandang langit, rasakan angin, bebaskan diri macam awan. Rasakan angin di bawah kakimu. Pusatkan pikiran, tenaga dan hasratmu"Ketika kakek itu melepas tangannya, Jiu Long tak lagi berpikir sesuatu pun, pikiran bebas, kaki tak berpijak di bumi. Jiu Long melayang, tetapi begitu dia merasa gembira karena berhasil, saat itu juga kakinya menginjak tanah. Sepuh Sun Jian melatihnya berulang kali. "Pikiran harus kuat, sinambungan tidak boleh putus."Malam hari kakek itu tidur dalam semadi, sementara Jiu Long berlatih tanpa henti. Semalaman Jiu Long berlatih menguasai angin.Esok paginya Jiu Long sudah mampu duduk, sila da