Pertarungan tak terhindarkan lagi. Jiu Long dan Malini saling gempur. Tanpa ayal, Jiu Long menggelar semua ilmu andalannya. Bergantian ia menyerang dengan mengerahkan tenaga Angin Es dan Api-nya. Malini tak mau kalah, ia mainkan jurus-jurus aneh.
Malini berkata sinis, "Cuma begini saja ilmu Partai Naga Emas, tak ada yang hebat. Kau bukan tandinganku, Jiu Long. Aku heran, kenapa kau mau membuang jiwa untuk orang tua pengecut itu?"
Tigapuluh jurus berlalu. Jiu Long tahu lawan mulai memainkan ilmu Tenaga Bumi. Semua pukulan Jiu Long seperti nyemplung di sumur, tak berbekas. Melihat itu Jiu Long berlaku cerdik memancing lawan untuk menyerang. "Ia pasti menyerang hebat kalau tahu aku tak menggunakan tenaga".
Benar perhitungannya. Malini memukul dengan tenaga bagai air bah. Tanpa ragu Jiu Long menyambut dengan jurus Inti Naga Emas Pamungkas.
Kembali Jiu Long kalah tenaga. Ia terlempar dua tongkat. Begitu kakinya mendarat Jiu Long merasa dadany
Jiu Long bicara sendiri namun bisa didengar Malini. "Cinta atau tidak cinta, sama saja. Ya, tarung di udara atau pun di bumi, sama saja, aku tetap kalah. Menang atau kalah, sama saja. Dua sifat yang berlawanan namun tetap sama. Kenapa? Dipukul atau memukul, sama saja. Kenapa? Delapan dan satu, sama saja. Delapan jalan menuju satu tujuan, apa itu? Kenapa menyebut delapan, bukannya sembilan atau sepuluh. Tetapi delapan dengan sepuluh, sama saja. Kalau delapan sama dengan satu, empat juga sama dengan delapan, sama juga dengan satu."Malini kesal mendengar jawaban Jiu Long. "Jadi kamu menolak cinta dan uluran tangan berteman denganku, kamu kurang ajar Jiu Long, kuhajar kamu, biar tahu rasa!" Ia menyerang gencar.Jiu Long berpikir. Dia berpikir terus sementara tubuhnya tak henti bergerak menghindar dan menangkis gempuran Malini yang makin gencar dan ganas. Dua pukulan Malini menghantam tubuh Jiu Long. Ia terhempas ke kanan dan ke kiri, dua kali ia muntah darah.Tian
Malini terpelanting ke belakang. Ia jatuh berdiri di atas dua kaki. Ia heran, ia tak melihat gerakan Jiu Long, tahu-tahu saja pipinya kena tampar. Ilmu siluman! Bagaimana Jiu Long menamparnya tadi, ia tak tahu. Ia merasa ada cairan kental di mulutnya, ia meludah. Ia marah luar biasa melihat dua giginya copot.Malini marah, menyerang ganas. Jiu Long mengelak dan menampar bokong Malini. Ia tak cuma menampar namun meremas bokong perempuan itu. Malini makin marah. Jiu Long mencengkeram leher, lalu tiba-tiba tangannya ke bawah, meremas buah dada perempuan itu.Kontan Malini melompat mundur. Ia tak habis pikir bagaimana mungkin Jiu Long bisa meremas bokongnya, meremas buah dadanya tanpa ia sanggup menangkis. "Kurang ajar, ia telah menghina aku habis-habisan, tetapi ilmu apa itu? Bagaimana jika ia menurunkan tangan jahat. Aku bisa mati atau paling tidak terluka parah!" gumamnya dalam hati.Pada saat itu, Kumarawet sudah masuk ke medan tarung, berdiri di sisi Malini. Ia
Melihat rekannya kesakitan, Malini maju mendampingi Kumarawet Keduanya berbincang lirih. Lalu Malini berseru, "Jiu Long kamu menggunakan ilmu siluman, karena itu kami akan maju berdua, apakah kamu takut? Jika takut kamu cepat mundur menyerah dan mengaku di mana Sun Jian bersembunyi"Gwangsin berteriak dari pinggiran, "Hei, wanita goblok, tak punya malu, sudah keok masih tak tahu malu, sekarang mau main curang dua mengeroyok satu""Kamu mau bela kekasihmu, maju saja sekalian biar kucabik-cabik wajahmu yang burik." Malini seperti kelepasan omong. Ia heran tanpa sadar ia berseru, "Hei kamu sudah tidak burik lagi, waktu di Wuwei aku tidak begitu perhatikan. Kamu cantik, pantas saja Jiu Long tergila-gila padamu!"Jiu Long tertawa "Kamu ini tak tahu diri, kenapa masih mau tarung lawan kakek guruku, menghadapi aku cucu muridnya saja, kalian tak ungkulan apalagi melawan Sepuh Sun Jian. Kalian mau maju berdua, ya maju saja, dari dulu aku sudah tahu persis kalian ini tak
Pertarungan jadi lain. Tadi seorang diri Malini menghajar Jiu Long sampai babak belur. Kemudian setelah memperoleh pencerahan dan menemukan Inti Naga Emas Pamungkas Jiu Long menghajar balik Malini. Kini berdua, Kumarawet dan Malini bahkan tampak terdesak. Jiu Long memainkan Naga Emas dan Big Bang dengan leluasa. Duapuluh jurus berlalu, dua pendekar asing itu terdesak, bernapas pun sulit! Dalam keadaan bingung dan frustasi, Kumarawet dan Malini berlaku nekad Adu jiwa!Mereka menggelar jurus yang paling diandalkan perguruan mereka Atehai Zaminpar Kabhiyeh Chand Sitare (Kadang bulan dan bintang pun turun ke bumi), jurus yang bisa digunakan dua atau tiga orang secara bersatu padu. Dua pasang tangan saling bantu, mencakar dan memukul dengan seluruh kekuatan yang ada.Jiu Long melihat datangnya serangan, bukannya mengelak malah maju menerjang. Dua tangan melakukan gerak memutar kemudian mendorong. Ia menggabung dua jurus Naga Emas Pamungkas yaitu
Kumarawet dan Malini menyaksikan sepak terjang kakek berjubah putih itu, merasakan angin Lesus bawaan si kakek serta syair yang dinyanyikan dengan tenaga dahsyat serta mengandung wibawa kekuasaan. Dalam hati mereka mengakui takkan mungkin bisa menandingi ilmu tokoh sakti itu. Keduanya duduk bersila di tanah, mengerahkan tenaga mengobati luka dalamnya. Sia-sia. Tenaga mereka belum bisa digunakan. Perlu waktu satu bulan untuk memulihkan tenaga.Jiu Long menghampiri dua musuhnya itu. "Aku tahu rahasiamu. Kalian adalah si syair Maut itu. Kalian membunuh banyak orang. Sekarang kalian luka dan mungkin satu bulan lagi baru bisa sembuh. Kalau aku buka rahasiamu sekarang ini, banyak orang akan mengejar kalian, membalas dendam kematian keluarganya, kalian akan dikejar ratusan orang."Kumarawet dan Malini memandang ketakutan. Butir keringat dingin muncul di wajahnya. Selama ini dengan ilmu yang begitu tinggi, mereka tidak pernah membayangkan akan dikalahkan seseorang apalagi samp
Hari itu setelah makan dan istirahat, Jiu Long bertiga Gwangsin dan Jen Ting pamitan kepada semua orang. Tian Shan memeluk murid dan putra sahabatnya itu. "Ilmumu sekarang sudah maju pesat, kamu sudah menjadi pendekar kelas utama, hati-hati dan waspada, jangan terbuai sanjungan dan nafsu kekuasaan. Jiu Long jika kamu butuh sesuatu, kamu cari aku di Pegunungan Salju Meili, sementara aku menetap di sana." Tian Shan berkata sambil melirik Mei Hwa yang berdiri di sampingnya.Keintiman Tian Shan dengan Mei Hwa tak luput dari mata Jiu Long. Ia berbisik, "Guru, apakah kamu dengan Mei Hwa, sudah berkawan akrab ?"Mei Hwa tersenyum agak malu-malu. "Kami sudah kawin, beberapa hari lalu."Karuan saja Jiu Long, Jen Ting dan Gwangsin memberi hormat dan ucapan selamat. Jen Ting bahkan memeluk Mei Hwa. "Syukur, akhirnya kamu bisa mencairkan hati pamanku itu."Mei Hwa menarik Jen Ting menjauh. "Dia sudah cerita semuanya padaku, tentang perasaan cintanya pada ibunya Jiu L
"Tetapi bagaimana dengan kedudukanmu sebagai utusan para pendekar Himalaya dalam tarung mendatang?""Aku kan hanya sebagai utusan, sebagai juru bahasa, jadi tidak ada pengaruh apa-apa""Setelah pertarungan, apa kamu pulang ke negerimu?""Aku sudah memutuskan tetap tinggal di negeri ini sejak aku menjadi isteri pamanmu. Di negeri Himalaya ada pepatah yang khusus bagi kaum wanita, jika kamu kawin dengan penjahat, maka kamu juga menjadi penjahat. Itu ungkapan yang artinya, perempuan Himalaya itu akan setia mengikuti ke mana suaminya pergi." Mei Hwa menoleh ke arah Gwangsin yang mendampingi Jiu Long. "Jen Ting, apakah Gwangsin sudah jadi isteri Jiu Long?"Jen Ting tersenyum. Ia berbisik ke telinga Mei Hwa "Untung ada Gwangsin, jadi kami berdua bisa bergantian melayani Jiu Long."Mei Hwa memandang Jen Ting, kemudian tertawa geli. Ia sepertinya mengerti apa maksud ucapan Jen Ting. Dua perempuan itu semakin akrab satu sama lain. Keduanya berpelukan ketika
Beberapa hari kemudian mereka sampai di Partai Naga Emas. Semua murid menyambut dengan suka cita. Rupanya kabar kemenangan Jiu Long lebih cepat datang. Jiu Long kembali sibuk sebagai seorang ketua. Kepada Yu Jin dan Liu Xing, Jiu Long hanya bercerita singkat tentang pertarungannya. Dua sepuh perguruan itu heran. Keduanya melihat perubahan Jiu Long yang bingung, seperti seseorang yang sedang dilanda persoalan yang membutuhkan pemikiran keras.Ia tetap bergaul erat dan akrab dengan anak muridnya. Namun, ia masih mengerjakan kebiasaan yang baru, duduk menyendiri dan melamun. Yu Jin, Liu Xing, Gwangsin dan Jen Ting tak bisa mencegah kebiasaan ini. Karena begitu kebiasaannya disebut-sebut, Jiu Long langsung berdiam diri seperti anak kecil yang merajuk.Makin hari kebiasaan Jiu Long semakin mencolok. Waktunya kini lebih sering dihabiskan sendirian, duduk melamun atau berlatih silat sendirian. Ia tak lagi mengurus dirinya, agak mirip orang tak waras. Anehnya, ia berlatih sila