Hari itu setelah makan dan istirahat, Jiu Long bertiga Gwangsin dan Jen Ting pamitan kepada semua orang. Tian Shan memeluk murid dan putra sahabatnya itu. "Ilmumu sekarang sudah maju pesat, kamu sudah menjadi pendekar kelas utama, hati-hati dan waspada, jangan terbuai sanjungan dan nafsu kekuasaan. Jiu Long jika kamu butuh sesuatu, kamu cari aku di Pegunungan Salju Meili, sementara aku menetap di sana." Tian Shan berkata sambil melirik Mei Hwa yang berdiri di sampingnya.
Keintiman Tian Shan dengan Mei Hwa tak luput dari mata Jiu Long. Ia berbisik, "Guru, apakah kamu dengan Mei Hwa, sudah berkawan akrab ?"
Mei Hwa tersenyum agak malu-malu. "Kami sudah kawin, beberapa hari lalu."
Karuan saja Jiu Long, Jen Ting dan Gwangsin memberi hormat dan ucapan selamat. Jen Ting bahkan memeluk Mei Hwa. "Syukur, akhirnya kamu bisa mencairkan hati pamanku itu."
Mei Hwa menarik Jen Ting menjauh. "Dia sudah cerita semuanya padaku, tentang perasaan cintanya pada ibunya Jiu L
"Tetapi bagaimana dengan kedudukanmu sebagai utusan para pendekar Himalaya dalam tarung mendatang?""Aku kan hanya sebagai utusan, sebagai juru bahasa, jadi tidak ada pengaruh apa-apa""Setelah pertarungan, apa kamu pulang ke negerimu?""Aku sudah memutuskan tetap tinggal di negeri ini sejak aku menjadi isteri pamanmu. Di negeri Himalaya ada pepatah yang khusus bagi kaum wanita, jika kamu kawin dengan penjahat, maka kamu juga menjadi penjahat. Itu ungkapan yang artinya, perempuan Himalaya itu akan setia mengikuti ke mana suaminya pergi." Mei Hwa menoleh ke arah Gwangsin yang mendampingi Jiu Long. "Jen Ting, apakah Gwangsin sudah jadi isteri Jiu Long?"Jen Ting tersenyum. Ia berbisik ke telinga Mei Hwa "Untung ada Gwangsin, jadi kami berdua bisa bergantian melayani Jiu Long."Mei Hwa memandang Jen Ting, kemudian tertawa geli. Ia sepertinya mengerti apa maksud ucapan Jen Ting. Dua perempuan itu semakin akrab satu sama lain. Keduanya berpelukan ketika
Beberapa hari kemudian mereka sampai di Partai Naga Emas. Semua murid menyambut dengan suka cita. Rupanya kabar kemenangan Jiu Long lebih cepat datang. Jiu Long kembali sibuk sebagai seorang ketua. Kepada Yu Jin dan Liu Xing, Jiu Long hanya bercerita singkat tentang pertarungannya. Dua sepuh perguruan itu heran. Keduanya melihat perubahan Jiu Long yang bingung, seperti seseorang yang sedang dilanda persoalan yang membutuhkan pemikiran keras.Ia tetap bergaul erat dan akrab dengan anak muridnya. Namun, ia masih mengerjakan kebiasaan yang baru, duduk menyendiri dan melamun. Yu Jin, Liu Xing, Gwangsin dan Jen Ting tak bisa mencegah kebiasaan ini. Karena begitu kebiasaannya disebut-sebut, Jiu Long langsung berdiam diri seperti anak kecil yang merajuk.Makin hari kebiasaan Jiu Long semakin mencolok. Waktunya kini lebih sering dihabiskan sendirian, duduk melamun atau berlatih silat sendirian. Ia tak lagi mengurus dirinya, agak mirip orang tak waras. Anehnya, ia berlatih sila
Xang Xi Tao memikirkan ramuan yang bisa menyembuhkan orang yang mengalami tekanan pikiran berlebihan. "Aku bisa membuat ramuan itu, tetapi kita harus temukan cara untuk meminumkannya pada Jiu Long. Sampai saat ini, ia tak bisa didekati siapa pun."Dewi Obat berkata lirih, "Aku pikir lebih baik sekarang ini kamu bikin ramuan obat itu, sementara kita semua memikirkan cara meminumkannya."Xang Xi Tao membuka bungkusan pakaiannya. Di dalamnya banyak tabung bambu yang berisi ramuan obat. Sementara ia meracik dan mencampur ramuan, Dewi Obat bersama Gwangsin, Jen Ting, Yu Jin, Liu Xing berpikir keras. "Banyak pendekar ahli mengalami hal yang sama dengan Jiu Long, pemahaman ilmu yang melebihi kesanggupan pikiran, membuat seseorang bisa gila bahkan tewas," kata Yu Jin. "Sebenarnya ilmu apa yang sedang ia pikirkan?"Jen Ting dan Gwangsin mengulang sekali lagi kejadian di hutan, ketika Jiu Long berteriak memanggil Sepuh Sun Jian. Mendadak Dewi Obat memanggil Jen Ting
Sebenarnya ia telah menembus pencerahan tetapi ada sesuatu yang seperti titik bayangan kabur di depannya. Ia tahu bahwa ia harus sampai ke titik tersebut. "Aku berterima kasih kepada kalian semua, guru Xang Xi Tao dan Dewi Obat serta dua isteriku dan guru Yu Jin serta paman Liu Xing, tanpa kalian mungkin aku sudah tewas atau gila.Tetapi aku harus terus mencari pengertian itu. Kalian jangan khawatir."Jiu Long seharusnya merasakan Sengsara dalam pengalaman hidupnya baru ia bisa menguasai sempurna. Sengsara delapan rasa itu seperti bisikan Sepuh, Glana (Sedih), Harsa (Gembira), Syura (Berani), Prabhawa (Kekuasaan), Raga (Nafsu birahi), Kamuka (Jatuh cinta), Haju (Keselamatan), Kapejah (Kematian).Menyelusuri delapan rasa itu ternyata bukan hal yang mudah. Jiu Long melakukan kesalahan besar karena terlampau memaksakan diri. Seharusnya delapan rasa itu ditelusuri sambil ia menyelami asam garam kehidupan dunia. Ia nyaris tewas karena tenaga itu berbalik menghantam otak dan
Namun, ketika sampai malam hari belum juga Jiu Long berhenti, orang mulai khawatir. Semalaman penuh, Jiu Long belum juga menghentikan latihannya. Bahkan berlanjut sampai pagi harinya.Semua orang terutama Jen Ting dan Gwangsin tidak tidur semalaman, menemani Jiu Long. Mereka khawatir melihat keadaan Jiu Long. Anehnya silat yang dimainkan Jiu Long mirip jurus Partai Naga Emas tetapi banyak perubahan yang aneh. Tetapi Jiu Long memainkannya dengan hebat.Jiu Long tidak mengutamakan kehebatan jurus atau ilmu tenaga dalam. Ia bersilat sesuai perasaan hati. Ada kalanya ia menggeram marah dan bersilat cepat serta beringas. Terkadang ia bersilat lambat dan tampak seperti orang berduka. Saat berikutnya seperti sikap seorang raja yang memiliki pengaruh.Delapan rasa dan satu aksi yang ia mainkan itu merupakan inti permainan silatnya, inti dari Jurus Penakluk Langit yang kesohor. Tentu saja tidak dimengerti oleh sebagian besar murid Partai Naga Emas. Yu Jin dan Liu Xing me
Perjalanan panjang yang melelahkan Jiu Long sejak pencerahan ilmu Angin Es dan Api di Lembah Kera, Inti Naga Emas Pamungkas dan penemuan Jurus Penakluk Langit telah berakhir pada hari kemarin. Resiko hampir gila dan hampir tewas telah mewarnai perjalanannya dalam penguasaan ilmu kelas utama. Dendam atas kematian orangtuanya dan semangat membayar semua hutang darah perguruannya membuat Jiu Long tak pernah surut dalam melangkah. Tujuannya jelas, ingin melunasi dendam serta ambisi besar mengangkat kembali citra Partai Naga Emas yang sudah terpuruk selama duapuluh lima tahun.Pencerahan ilmu dimulainya ketika dia menemukan rahasia kehebatan Inti Naga Emas Pamungkas saat tarung lawan tiga murid Zhang Ma di Wuwei. Dia berhasil menembus misteri memahami inti falsafah jurus pusaka itu. Kalimat ‘Aku hendaknya menjadi perahumu menyeberangi laut kesusahan’ telah sempurna dipahaminya pada saat-saat terakhir ketika nyawanya berada di ambang
Setelah melewati masa kritis itu, Jiu Long ragu-ragu melanjutkan pendalaman Jurus Penakluk Langit, takut gagal yang berakhir kehilangan akal waras lagi. Saat itulah, terdengar suara bisikan, "Kenapa harus takut, takut dan berani sama saja. Jurus Penakluk Langit terlalu ampuh dan agung sehingga pantas untuk dipelajari meskipun ada resiko kematian di situ."Jiu Long tahu, itu suara Sepuh. "Jadi memang benar yang tiap malam menolong aku adalah Sepuh." Timbul semangat dan keberanian Jiu Long. Ia berlatih kembali, memainkan delapan rasa menuju satu aksi. Mulanya ia mempersiapkan sikap jiwa delapan rasa kemudian baru memainkan jurus-jurus Pamungkas. Tahapan berikut ia berhasil memainkan jurus Kesempurnaan berbarengan sikap jiwa delapan rasa.Tidak ada kesulitan atau hambatan setiap ia memainkan aksi jurus. Itulah yang disebut Jurus Penakluk Langit, ilmu dari segala ilmu. Jiu Long bahkan tidak sadar bahwa ia kini telah melompati tingkat kepandaian silat kelas utama.Hari itu, suatu pagi yang
Yu Jin menatap muridnya. "Muridku, selama kamu sakit, ada utusan Wuwei datang mengundang kamu. Belakangan aku mendengar bahwa mereka telah mengganti dirimu dengan Dong Zhuo. Tarung itu akan dilaksanakan pada saat purnama bulan, tempatnya di hutan bagian selatan Pegunungan Salju Meili, sekarang masih ada sisa waktu tiga hari lagi. Jika kau bergegas menunggang kuda, kau akan tiba pada siang di hari tarung."Sebelum Jiu Long menjawab, terdengar suara Jen Ting, "Aku dan Gwangsin ikut bersamamu" Dua perempuan itu sudah berada di situ."Guru, aku ke sana hanya sekadar nonton tarung. Aku tak punya maksud unjuk jago." Ia menoleh ke dua isterinya. "Jadi sebaiknya aku pergi sendiri saja.""Jiu Long, ajaklah isterimu. Kamu perlu ada yang menemani. Biar aku yang menjaga perguruan ini."Dua perempuan itu cepat berkemas dan menyediakan kuda. Jiu Long bertiga kemudian pamit pada Yu Jin dan sebagian murid. Mereka melecut kuda tunggangannya masing- masing. Malam hari mereka istirahat di hutan. Mereka