Hari sudah menjelang siang saat Ling meninggalkan desa. Dengan langkah penuh tekad, dia melintasi jalan setapak yang menuju hutan yang lebih dalam. Suasana hutan terasa tenang, namun Ling tahu betul bahwa ketenangan ini bisa saja menipu. Dia harus tetap waspada terhadap setiap ancaman yang mungkin mengintai di balik pepohonan lebat.Ling menggenggam Kitab Dewa Naga di tangannya, mengingat kata-kata Yuren. “Setiap tempat yang aku kunjungi akan memberiku pelajaran berharga.” Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk menyerap semua pelajaran itu.Ketika melanjutkan perjalanan, dia memerhatikan detail sekelilingnya. Suara burung berkicau, suara angin yang berdesir di antara dedaunan, dan aroma tanah basah yang menyegarkan. Namun, dia juga merasakan kehadiran energi magis yang sangat kuat di hutan ini. “Apakah ini bagian dari energi Kitab Dewa Naga?” pikirnya. “Atau mungkin ini tanda dari kehadiran Manggala?”Sambil berjalan, Ling merencanakan langkah-langkah yang perlu diambil untuk sampai
Hari-hari berlalu di hutan yang damai, di mana Ling semakin mahir mengendalikan kekuatan alamnya di bawah bimbingan Ailin. Setiap pagi, mereka berlatih di tepi kolam, membangun koneksi yang lebih dalam dengan alam. Ling merasa energinya meningkat, dan rasa percaya dirinya tumbuh seiring dengan kemampuannya untuk mengendalikan kekuatan magis yang ada di dalam dirinya.Suatu sore, saat mereka sedang berlatih, Ling merasakan gelombang energi yang berbeda di hutan. “Ailin, ada yang tidak beres,” katanya dengan nada khawatir. “Rasanya ada sesuatu yang mengganggu keseimbangan di sini.”Ailin menghentikan latihannya dan mengerutkan kening. “Aku merasakannya juga. Energi ini terasa gelap dan mengancam. Kita harus menyelidikinya.”Mereka berdua bergerak cepat menuju sumber energi yang terasa tidak wajar itu. Ling mengikuti jejak Ailin yang memiliki kemampuan luar biasa untuk melacak perubahan energi di sekitarnya. Semakin mereka mendekat, semakin jelas aura kegelapan yang menyelimuti hutan.Ak
Setelah pertempuran yang melelahkan, Ling dan Ailin berdiri di tengah clearing, merasakan ketenangan yang kembali menyelimuti hutan. Suara burung berkicau kembali, dan hembusan angin lembut membawa aroma segar dari dedaunan hijau. Ling menatap sekeliling, merasakan kedamaian yang mendalam.“Kita harus memastikan hutan ini aman sepenuhnya,” kata Ailin, memecah keheningan. “Ada kemungkinan makhluk-makhluk itu akan kembali.”Ling mengangguk, menyadari betapa pentingnya menjaga keseimbangan di alam. “Tapi sebelum itu, aku ingin tahu lebih banyak tentang hutan ini. Ada sesuatu yang terasa berbeda, dan aku merasa ada yang lebih dalam dari sekadar pertarungan ini.”Ailin menatap Ling, seolah merasakan hasrat yang membara dalam dirinya. “Baiklah. Mari kita jelajahi lebih dalam.” Mereka berdua melangkah maju, menjelajahi bagian hutan yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.Sambil berjalan, Ling merasakan gelombang energi yang berbeda. “Ailin, apakah kau merasakannya?” tanyanya, berhenti sej
Setelah mereka meninggalkan Danau Dewa, Ling dan Ailin kembali ke markas sementara mereka di tepi hutan. Suasana malam mulai tenang, hanya ditemani oleh suara alam yang mengiringi langkah mereka. Di kejauhan, mereka bisa melihat cahaya dari perapian yang dibuat oleh teman-teman mereka, siap menyambut kedatangan Ling dan Ailin.“Kita harus membicarakan apa yang kita lihat di sana,” kata Ling sambil menatap Ailin. “Visi itu bukan sekadar gambaran, tetapi petunjuk untuk langkah selanjutnya.”Ailin mengangguk setuju. “Aku setuju, tapi kita juga tidak boleh gegabah. Banyak musuh mengincar kekuatanmu, terutama setelah apa yang terjadi dengan Manggala dan Kitab Dewa Naga.”Sesampainya di markas, mereka disambut oleh beberapa orang yang setia bersama mereka sejak awal perjalanan ini. Guan Ping duduk di samping perapian, memutar-mutar pedangnya di tangannya, sementara En Jio terlihat asyik menikmati secangkir teh. Namun, keduanya langsung berdiri ketika melihat Ling dan Ailin tiba.“Kalian bai
Pagi hari tiba dengan cepat. Matahari baru saja terbit, namun Ling dan yang lainnya sudah bersiap untuk bergerak. Suara daun yang bergemerisik ketika angin bertiup menambah ketenangan di sekitar hutan, meskipun di dalam hati mereka, ada kegelisahan yang semakin membesar.“Kita harus bergerak sebelum Tong Guan kembali,” ujar Ailin sambil mengencangkan tali pedangnya.Ling memimpin rombongan kecil mereka menuju sebuah desa terdekat, tempat yang dianggap aman untuk mencari sekutu. Namun, semakin dekat mereka dengan perbatasan hutan, Ling merasakan sesuatu yang janggal. Energi aneh mengalir di sekitarnya, seolah ada sesuatu yang mengawasi mereka dari kejauhan.“Berhenti,” bisik Ling tiba-tiba, membuat yang lain berhenti seketika.“Ada apa?” tanya En Jio, yang segera meraih gagang pedangnya, bersiap menghadapi ancaman yang tak terlihat.Ling menyipitkan matanya, berusaha merasakan dengan lebih jelas. “Kita diawasi. Mereka sudah mengetahui keberadaan kita.”“Siapa?” Ailin mendekat, suaranya
Langit di atas mereka berubah kelabu, seolah mencerminkan ketegangan yang kini dirasakan oleh Ling dan rombongannya. Setelah pertarungan sengit, mereka bergerak cepat meninggalkan area hutan tempat mereka diserang. Suara langkah kaki yang teredam oleh tanah lembab menjadi satu-satunya suara yang terdengar selain desahan napas mereka yang masih berat setelah pertempuran.Ling berjalan paling depan, pandangannya terus menelusuri pepohonan di sekeliling mereka. Meski musuh telah mundur, kewaspadaannya tidak berkurang. Serangan mendadak yang terjadi barusan hanya mempertegas bahwa musuh-musuh mereka semakin dekat. Ailin, Guan Ping, dan En Jio mengikuti di belakang, masing-masing terdiam memikirkan langkah selanjutnya.“Apakah kita menuju desa yang aman?” tanya En Jio dengan suara rendah, menghancurkan kesunyian yang menekan.“Itu rencana awalnya,” jawab Ling tanpa menoleh. “Tapi setelah kejadian tadi, aku tidak yakin desa itu aman. Kita harus membuat keputusan cepat sebelum mereka bisa me
Rumah besar di tengah desa itu tampak semakin menegangkan saat Ling dan rombongannya mendekatinya. Matahari sudah benar-benar tenggelam, meninggalkan desa dalam gelap yang hanya diterangi cahaya lentera dari rumah-rumah penduduk. Namun, rumah besar itu tampak lebih misterius dengan cahaya redup yang menyelinap dari jendela-jendelanya.“Apa kalian merasa tempat ini terlalu sunyi?” bisik Ailin, suaranya nyaris tidak terdengar.“Ya,” jawab Guan Ping tanpa ragu. “Seolah mereka tahu sesuatu yang kita tidak tahu.”Ling mengangguk pelan. “Tetap tenang dan waspada. Kita akan tahu lebih banyak begitu kita masuk ke dalam.”Mereka berdiri di depan pintu gerbang besar itu, dibuat dari kayu tebal yang tampak tua namun kokoh. Ling mendekat dan mengetuk pintu dengan tenang. Suara ketukan terdengar nyaring di dalam, bergema melalui rumah besar itu. Setelah beberapa saat, pintu terbuka perlahan, memperlihatkan seorang pria paruh baya dengan wajah yang dingin.“Apa yang kalian inginkan?” suaranya datar
Pagi datang dengan udara yang dingin dan lembap, mengisi desa dengan ketenangan yang aneh. Matahari baru saja mulai terbit, namun suasana tetap terasa suram. Ling, Ailin, Guan Ping, dan En Jio berkumpul di halaman rumah kecil tempat mereka menginap, bersiap menghadapi malam yang akan datang.“Aku tidak suka ini,” kata En Jio sambil mengikat tali sepatunya. “Makhluk di pegunungan? Ini bisa jadi jebakan. Atau mungkin ada lebih dari satu.”“Kita tidak punya pilihan,” jawab Ling dengan tenang, meski hatinya penuh keraguan. “Informasi tentang aliran hitam sangat penting. Kita harus siap menghadapi apa pun yang muncul.”Ailin, yang berdiri sambil menajamkan pedangnya, memandang Ling dengan serius. “Kita harus berhati-hati. Makhluk itu bisa jadi lebih kuat dari yang kita duga, terutama jika berkaitan dengan ilmu hitam.”Ling mengangguk, lalu mengalihkan pandangannya ke puncak pegunungan yang menjulang di kejauhan. “Kita akan mencari tempat persembunyian makhluk itu saat malam tiba. Sebelum i