Suasana setelah pertempuran masih dipenuhi ketegangan. Tubuh makhluk besar yang mereka kalahkan tergeletak di tanah, namun udara di sekitar mereka tetap terasa berat. Meskipun kemenangan telah mereka raih, Ling tidak merasa lega. Dia tahu sesuatu yang lebih gelap menanti mereka.“Itu terlalu mudah,” gumam Guan Ping sambil menatap mayat makhluk raksasa itu. “Makhluk seperti ini tidak mungkin berdiri sendiri. Pasti ada sesuatu yang lebih besar mengendalikan mereka.”Ailin membersihkan darah dari pedangnya, ekspresi wajahnya serius. “Kita mungkin baru menyentuh permukaan masalah ini. Makhluk ini hanyalah kaki tangan.”Ling berdiri dengan tenang, matanya tetap mengawasi medan di sekitarnya. Dalam dirinya, bisikan Manggala telah menghilang, namun jejak kekuatan iblis itu masih terasa di tubuhnya, menggema di pikirannya. Kekuatan itu memberinya kemenangan, tetapi dengan harga yang tidak bisa ia abaikan.“Kita harus terus bergerak,” kata Ling akhirnya. “Tempat ini tidak aman.”Mereka mulai b
Mereka terus bergerak maju, menembus kabut yang semakin pekat. Langkah kaki mereka menyisakan jejak samar di tanah lembab, tetapi kabut tebal yang menyelimuti hutan menghapus jejak itu dalam sekejap. Di tengah suasana mencekam ini, setiap suara menjadi lebih tajam, setiap bayangan terasa lebih gelap. Ling berjalan paling depan, tatapannya fokus ke arah yang belum jelas tujuannya.Guan Ping melirik ke arah Ling, sedikit cemas. "Kau yakin tidak ada jalan lain?" tanyanya, suaranya pelan tapi cukup terdengar oleh Ling.Ling menggeleng pelan. "Tidak ada pilihan. Kita harus mencari tempat yang aman sebelum malam datang."Ailin, yang berjalan di samping Ling, menatap hutan yang kelam dengan mata waspada. "Aku tidak suka perasaan ini," gumamnya. "Seperti ada sesuatu yang mengintai dari jauh. Sesuatu yang tidak kita lihat, tapi terus mengawasi kita."Guan Ping mengangguk setuju. "Mungkin pria berpakaian hitam itu belum benar-benar meninggalkan kita. Dia bisa saja masih mengintai di sekitar sin
Suara gesekan pedang dan senjata lainnya mulai terdengar, menciptakan ketegangan yang merambat cepat di udara. Kabut yang semakin pekat seolah menjadi saksi diam dari pertempuran yang tak terelakkan. Ling menggenggam pedangnya erat, napasnya tenang namun dadanya terasa bergemuruh. Di sekelilingnya, para anggota aliran hitam semakin merapat, formasi mereka rapat, dan pergerakan mereka penuh kehati-hatian."Kita harus memecah formasi mereka," gumam Ling kepada Guan Ping dan Ailin yang sudah siap di sisinya. "Jangan biarkan mereka mengelilingi kita sepenuhnya."Guan Ping menanggapi dengan anggukan cepat, lalu tanpa ragu-ragu melompat maju dengan pedangnya terhunus. "Biar aku yang membuka jalan!" teriaknya sebelum tebasannya menghantam salah satu anggota aliran hitam. Tebasan itu berhasil menebas pelindung lawan, tetapi musuh tampak terlatih. Dengan gesit, mereka langsung membalas serangan.Ling bergerak cepat, tubuhnya meluncur seperti bayangan di antara kabut. Tebasannya meluncur ke ara
Pertarungan itu berakhir dengan ketegangan yang menyelimuti udara. Kabut mulai perlahan memudar, seiring sosok bertopeng yang menyelinap ke dalam bayangan, menarik diri dari pertempuran. Guan Ping dan Ailin bergegas mendekati Ling yang berdiri dengan napas berat, tubuhnya masih dilingkupi sisa-sisa aura gelap Manggala. Tapi kini, mata Ling kembali tenang, meskipun ketegangan dari dalam hatinya tak bisa disembunyikan."Kau baik-baik saja, Ling?" tanya Ailin dengan nada cemas, melihat lingkaran hitam di sekitar mata Ling."Aku baik-baik saja," jawab Ling pelan, mencoba menenangkan tubuhnya yang sedikit gemetar. "Mereka tidak akan mundur lama, kita harus cepat bergegas sebelum mereka kembali dengan bala bantuan."Guan Ping mengangguk setuju. "Aku setuju. Mereka seperti serigala yang siap menyerang kapan saja. Kita tidak bisa bertahan di sini lebih lama."Ketiganya segera bersiap meninggalkan lokasi, namun sebelum mereka melangkah lebih jauh, suara dari kejauhan terdengar. Samar, tetapi j
Malam bergulir dengan lambat, namun hati Ling tak kunjung tenang. Di bawah naungan bintang yang berkelap-kelip di langit malam, dia duduk diam, merenungi peristiwa yang baru saja terjadi. Pikiran-pikiran tentang Manggala, musuh-musuh aliran hitam, dan Kitab Dewa Naga berputar-putar dalam kepalanya, membuatnya tidak bisa tidur.Angin malam berembus lembut, menggerakkan dedaunan dan api unggun yang hampir padam. Di sekeliling api unggun itu, para prajurit dari Kerajaan Utara yang dipimpin Pang Zhi terlelap, beristirahat setelah perjalanan panjang melewati hutan siluman. Ailin dan Guan Ping juga tampak tertidur pulas, tubuh mereka kelelahan setelah pertempuran sebelumnya.Namun, dalam benak Ling, satu pikiran terus mengusik: kekuatan Manggala yang terus tumbuh dan berusaha mengambil alih tubuhnya."Sampai kapan aku bisa menahannya?" Ling bergumam pelan, merasakan ketegangan dalam dirinya.Tiba-tiba, sebuah suara lembut memecah keheningan malam. "Takdir kita tidak pernah mudah, Ling."Lin
Suara benturan senjata terdengar menggema di udara, menggetarkan tanah di bawah kaki Ling. Pedangnya menari cepat, mengeluarkan tujuh tebasan angin yang meluncur ke arah Tong Guan, yang dengan sigap melindungi dirinya menggunakan perisai energi hitam yang tebal. Tebasan Tujuh Bintang yang dikeluarkan Ling hanya meninggalkan goresan kecil pada perisai tersebut."Kau mulai lelah, Ling," ejek Tong Guan dengan suara serak, matanya bersinar dengan kilatan kegelapan. "Energi dari Kitab Dewa Naga mengalir dalam tubuhku. Setiap tebasanmu hanya akan memperkuatku!"Ling merasakan kelelahan mulai menyerang tubuhnya. Setiap serangan yang ia luncurkan membuat Manggala di dalam dirinya semakin aktif, berdesir dalam aliran darahnya, berusaha merobohkan pertahanannya. Ia harus segera menyelesaikan pertarungan ini sebelum Manggala sepenuhnya mengambil alih kendali."Aku harus bertahan," gumam Ling pelan, seraya menggigit bibirnya. Energi yang mengalir dari Kitab Dewa Naga semakin kuat, terasa menekan
Hembusan angin malam menerpa wajah Ling saat ia duduk di tepi sungai kecil di dekat hutan. Pertempuran dengan Tong Guan telah usai, namun efeknya masih terasa dalam setiap otot tubuhnya yang lelah. Kilatan pertempuran itu seakan masih bermain di dalam pikirannya, terutama saat dia hampir menyerah pada kekuatan Manggala.Pang Zhi berjalan mendekati Ling, wajahnya terlihat lelah namun tetap menyiratkan rasa hormat. "Kau telah melakukan hal yang luar biasa, Ling. Meski Tong Guan melarikan diri, kita telah memenangkan pertempuran ini."Ling hanya menunduk, matanya terfokus pada aliran air di bawahnya. "Aku hampir kehilangan kendali," katanya lirih. "Jika aku menyerah pada Manggala, mungkin hasilnya akan berbeda."Pang Zhi menghela napas, duduk di samping Ling. "Kekuatan seperti itu memang sulit untuk dikendalikan, tapi kau berhasil. Itu yang penting. Dan kau harus ingat, kita semua berada di sini bersamamu.""Tapi aku tak bisa terus bergantung pada kekuatan Manggala," jawab Ling tegas. "S
Matahari baru saja terbit, sinarnya memancar lembut di balik bukit-bukit jauh di cakrawala. Hutan yang tadi malam terasa penuh ketegangan kini mulai terasa lebih damai, meskipun kegelisahan masih menyelimuti hati Ling dan rombongannya.Ling berdiri di depan kelompoknya, tatapannya tegas, dan keyakinan baru tampak di matanya. "Kita akan menuju Pegunungan Timur," katanya, menatap setiap anggotanya. "Jika ada kesempatan untuk mengendalikan Manggala, aku tidak akan menyia-nyiakannya."Pang Zhi mengangguk. "Ini mungkin perjalanan yang panjang dan berbahaya, tapi kita bersamamu, Ling."Ailin, yang sejak tadi memperhatikan dalam diam, akhirnya berbicara. "Jika ini adalah cara untuk menghentikan Manggala dan menjaga kita semua tetap aman, maka kita harus melakukannya. Aku juga akan ikut.""Dan aku," tambah Guan Ping dengan nada penuh tekad. "Mungkin aku bisa membantu menemukan ahli spiritual itu lebih cepat."Setelah menyelesaikan persiapan mereka, rombongan Ling pun mulai bergerak. Jalan men