Home / Fantasi / Legenda Kitab Surgawi / Bab 273 Keberanian di Tengah Kegelapan

Share

Bab 273 Keberanian di Tengah Kegelapan

Author: ACANKUN
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Suasana setelah pertempuran masih dipenuhi ketegangan. Tubuh makhluk besar yang mereka kalahkan tergeletak di tanah, namun udara di sekitar mereka tetap terasa berat. Meskipun kemenangan telah mereka raih, Ling tidak merasa lega. Dia tahu sesuatu yang lebih gelap menanti mereka.

“Itu terlalu mudah,” gumam Guan Ping sambil menatap mayat makhluk raksasa itu. “Makhluk seperti ini tidak mungkin berdiri sendiri. Pasti ada sesuatu yang lebih besar mengendalikan mereka.”

Ailin membersihkan darah dari pedangnya, ekspresi wajahnya serius. “Kita mungkin baru menyentuh permukaan masalah ini. Makhluk ini hanyalah kaki tangan.”

Ling berdiri dengan tenang, matanya tetap mengawasi medan di sekitarnya. Dalam dirinya, bisikan Manggala telah menghilang, namun jejak kekuatan iblis itu masih terasa di tubuhnya, menggema di pikirannya. Kekuatan itu memberinya kemenangan, tetapi dengan harga yang tidak bisa ia abaikan.

“Kita harus terus bergerak,” kata Ling akhirnya. “Tempat ini tidak aman.”

Mereka mulai b
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 274 Jejak yang Memudar

    Mereka terus bergerak maju, menembus kabut yang semakin pekat. Langkah kaki mereka menyisakan jejak samar di tanah lembab, tetapi kabut tebal yang menyelimuti hutan menghapus jejak itu dalam sekejap. Di tengah suasana mencekam ini, setiap suara menjadi lebih tajam, setiap bayangan terasa lebih gelap. Ling berjalan paling depan, tatapannya fokus ke arah yang belum jelas tujuannya.Guan Ping melirik ke arah Ling, sedikit cemas. "Kau yakin tidak ada jalan lain?" tanyanya, suaranya pelan tapi cukup terdengar oleh Ling.Ling menggeleng pelan. "Tidak ada pilihan. Kita harus mencari tempat yang aman sebelum malam datang."Ailin, yang berjalan di samping Ling, menatap hutan yang kelam dengan mata waspada. "Aku tidak suka perasaan ini," gumamnya. "Seperti ada sesuatu yang mengintai dari jauh. Sesuatu yang tidak kita lihat, tapi terus mengawasi kita."Guan Ping mengangguk setuju. "Mungkin pria berpakaian hitam itu belum benar-benar meninggalkan kita. Dia bisa saja masih mengintai di sekitar sin

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 275 Pertempuran di Tengah Kabut

    Suara gesekan pedang dan senjata lainnya mulai terdengar, menciptakan ketegangan yang merambat cepat di udara. Kabut yang semakin pekat seolah menjadi saksi diam dari pertempuran yang tak terelakkan. Ling menggenggam pedangnya erat, napasnya tenang namun dadanya terasa bergemuruh. Di sekelilingnya, para anggota aliran hitam semakin merapat, formasi mereka rapat, dan pergerakan mereka penuh kehati-hatian."Kita harus memecah formasi mereka," gumam Ling kepada Guan Ping dan Ailin yang sudah siap di sisinya. "Jangan biarkan mereka mengelilingi kita sepenuhnya."Guan Ping menanggapi dengan anggukan cepat, lalu tanpa ragu-ragu melompat maju dengan pedangnya terhunus. "Biar aku yang membuka jalan!" teriaknya sebelum tebasannya menghantam salah satu anggota aliran hitam. Tebasan itu berhasil menebas pelindung lawan, tetapi musuh tampak terlatih. Dengan gesit, mereka langsung membalas serangan.Ling bergerak cepat, tubuhnya meluncur seperti bayangan di antara kabut. Tebasannya meluncur ke ara

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 276 Hembusan Angin Takdir

    Pertarungan itu berakhir dengan ketegangan yang menyelimuti udara. Kabut mulai perlahan memudar, seiring sosok bertopeng yang menyelinap ke dalam bayangan, menarik diri dari pertempuran. Guan Ping dan Ailin bergegas mendekati Ling yang berdiri dengan napas berat, tubuhnya masih dilingkupi sisa-sisa aura gelap Manggala. Tapi kini, mata Ling kembali tenang, meskipun ketegangan dari dalam hatinya tak bisa disembunyikan."Kau baik-baik saja, Ling?" tanya Ailin dengan nada cemas, melihat lingkaran hitam di sekitar mata Ling."Aku baik-baik saja," jawab Ling pelan, mencoba menenangkan tubuhnya yang sedikit gemetar. "Mereka tidak akan mundur lama, kita harus cepat bergegas sebelum mereka kembali dengan bala bantuan."Guan Ping mengangguk setuju. "Aku setuju. Mereka seperti serigala yang siap menyerang kapan saja. Kita tidak bisa bertahan di sini lebih lama."Ketiganya segera bersiap meninggalkan lokasi, namun sebelum mereka melangkah lebih jauh, suara dari kejauhan terdengar. Samar, tetapi j

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 277 Tekanan dari Dalam

    Malam bergulir dengan lambat, namun hati Ling tak kunjung tenang. Di bawah naungan bintang yang berkelap-kelip di langit malam, dia duduk diam, merenungi peristiwa yang baru saja terjadi. Pikiran-pikiran tentang Manggala, musuh-musuh aliran hitam, dan Kitab Dewa Naga berputar-putar dalam kepalanya, membuatnya tidak bisa tidur.Angin malam berembus lembut, menggerakkan dedaunan dan api unggun yang hampir padam. Di sekeliling api unggun itu, para prajurit dari Kerajaan Utara yang dipimpin Pang Zhi terlelap, beristirahat setelah perjalanan panjang melewati hutan siluman. Ailin dan Guan Ping juga tampak tertidur pulas, tubuh mereka kelelahan setelah pertempuran sebelumnya.Namun, dalam benak Ling, satu pikiran terus mengusik: kekuatan Manggala yang terus tumbuh dan berusaha mengambil alih tubuhnya."Sampai kapan aku bisa menahannya?" Ling bergumam pelan, merasakan ketegangan dalam dirinya.Tiba-tiba, sebuah suara lembut memecah keheningan malam. "Takdir kita tidak pernah mudah, Ling."Lin

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 278 Pertempuran yang Melebihi Batas

    Suara benturan senjata terdengar menggema di udara, menggetarkan tanah di bawah kaki Ling. Pedangnya menari cepat, mengeluarkan tujuh tebasan angin yang meluncur ke arah Tong Guan, yang dengan sigap melindungi dirinya menggunakan perisai energi hitam yang tebal. Tebasan Tujuh Bintang yang dikeluarkan Ling hanya meninggalkan goresan kecil pada perisai tersebut."Kau mulai lelah, Ling," ejek Tong Guan dengan suara serak, matanya bersinar dengan kilatan kegelapan. "Energi dari Kitab Dewa Naga mengalir dalam tubuhku. Setiap tebasanmu hanya akan memperkuatku!"Ling merasakan kelelahan mulai menyerang tubuhnya. Setiap serangan yang ia luncurkan membuat Manggala di dalam dirinya semakin aktif, berdesir dalam aliran darahnya, berusaha merobohkan pertahanannya. Ia harus segera menyelesaikan pertarungan ini sebelum Manggala sepenuhnya mengambil alih kendali."Aku harus bertahan," gumam Ling pelan, seraya menggigit bibirnya. Energi yang mengalir dari Kitab Dewa Naga semakin kuat, terasa menekan

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 279 Jejak yang Tersisa

    Hembusan angin malam menerpa wajah Ling saat ia duduk di tepi sungai kecil di dekat hutan. Pertempuran dengan Tong Guan telah usai, namun efeknya masih terasa dalam setiap otot tubuhnya yang lelah. Kilatan pertempuran itu seakan masih bermain di dalam pikirannya, terutama saat dia hampir menyerah pada kekuatan Manggala.Pang Zhi berjalan mendekati Ling, wajahnya terlihat lelah namun tetap menyiratkan rasa hormat. "Kau telah melakukan hal yang luar biasa, Ling. Meski Tong Guan melarikan diri, kita telah memenangkan pertempuran ini."Ling hanya menunduk, matanya terfokus pada aliran air di bawahnya. "Aku hampir kehilangan kendali," katanya lirih. "Jika aku menyerah pada Manggala, mungkin hasilnya akan berbeda."Pang Zhi menghela napas, duduk di samping Ling. "Kekuatan seperti itu memang sulit untuk dikendalikan, tapi kau berhasil. Itu yang penting. Dan kau harus ingat, kita semua berada di sini bersamamu.""Tapi aku tak bisa terus bergantung pada kekuatan Manggala," jawab Ling tegas. "S

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 280 Perjalanan Menuju Pegunungan Timur

    Matahari baru saja terbit, sinarnya memancar lembut di balik bukit-bukit jauh di cakrawala. Hutan yang tadi malam terasa penuh ketegangan kini mulai terasa lebih damai, meskipun kegelisahan masih menyelimuti hati Ling dan rombongannya.Ling berdiri di depan kelompoknya, tatapannya tegas, dan keyakinan baru tampak di matanya. "Kita akan menuju Pegunungan Timur," katanya, menatap setiap anggotanya. "Jika ada kesempatan untuk mengendalikan Manggala, aku tidak akan menyia-nyiakannya."Pang Zhi mengangguk. "Ini mungkin perjalanan yang panjang dan berbahaya, tapi kita bersamamu, Ling."Ailin, yang sejak tadi memperhatikan dalam diam, akhirnya berbicara. "Jika ini adalah cara untuk menghentikan Manggala dan menjaga kita semua tetap aman, maka kita harus melakukannya. Aku juga akan ikut.""Dan aku," tambah Guan Ping dengan nada penuh tekad. "Mungkin aku bisa membantu menemukan ahli spiritual itu lebih cepat."Setelah menyelesaikan persiapan mereka, rombongan Ling pun mulai bergerak. Jalan men

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 281 Bayangan di Balik Kabut

    Suasana kembali tegang setelah serangan mendadak itu, meskipun lawan mereka telah terpojok, tetapi gelombang ancaman masih terasa di udara. Ling berdiri, menatap pria yang terluka di depan mereka dengan kebencian yang tersirat dalam tatapannya. Pria itu memegang bahunya yang terkena panah dari Ailin, darah menetes dari sela-sela jarinya."Kami tidak datang untuk membuat kekacauan," kata Ling tegas. "Tetapi jika kalian memaksa, aku tidak akan mundur!"Pria itu tersenyum sinis meski dalam kesakitan. "Kau mungkin kuat, bocah. Tapi kau tidak tahu siapa yang kau hadapi."Sebelum Ling sempat bereaksi, kabut tebal tiba-tiba menyelimuti sekeliling mereka. Kabut itu begitu pekat sehingga dalam sekejap, jarak pandang mereka terhalang, hanya menyisakan siluet samar di sekitar mereka.Pang Zhi mendekat ke Ling, matanya waspada. "Ini bukan kabut biasa. Mereka mencoba sesuatu."Ailin mengencangkan genggamannya pada busurnya, matanya terus mencari pergerakan dalam kabut. "Siapkan diri. Mereka bisa m

Latest chapter

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 344: Cahaya di Tengah Kegelapan

    Ling terdiam dalam keheningan, tatapannya masih terpaku pada tempat di mana sosok berjubah putih itu menghilang. Lengkukup dan En Jio berdiri di sisinya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Namun, pertanyaan yang menggantung di udara tidak segera menemukan jawaban."Siapa dia?" En Jio akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar lemah. "Penjaga Kuil Tianlong? Aku tidak pernah mendengar tentang sosok seperti itu..."Lengkukup, yang biasanya tenang dan penuh perhitungan, hanya menggelengkan kepala. "Dia muncul tepat saat kita membutuhkannya. Entah siapa atau apa tujuannya, kita sebaiknya bersyukur."Ling menghela napas panjang, tubuhnya masih lelah setelah serangan besar yang hampir menghabisi kekuatannya. "Kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini penuh dengan kegelapan, dan aku merasakan sesuatu yang tidak beres."Mereka bertiga mengangkat diri, meskipun tubuh mereka masih t

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 343: Perlawanan Terakhir di Kaki Gunung Tianfeng

    Sima Yan berdiri tegak di hadapan Ling, Lengkukup, dan En Jio. Aura kegelapan yang memancar dari tubuhnya membuat udara di sekitar mereka terasa berat. Pedangnya yang besar dan hitam berkilauan dengan cahaya merah yang jahat, menandakan kekuatan yang luar biasa.Ling mengepalkan tangannya lebih kuat di sekitar gagang pedangnya. Napasnya terasa berat, dan dadanya bergemuruh dengan adrenalin. Dia tahu ini bukan hanya pertarungan melawan seorang musuh yang kuat, tapi juga perjuangan untuk tetap hidup."Kita tidak bisa membiarkan dia menang!" desis Ling dengan penuh semangat, meski dia tahu dalam hatinya bahwa mereka mungkin tidak akan bertahan dari pertarungan ini.Lengkukup berdiri di sampingnya, menatap dingin ke arah Sima Yan. "Kita bertarung sampai napas terakhir. Tidak ada pilihan lain."En Jio, yang masih terluka, mengangguk dengan susah payah. Meskipun kondisinya jauh dari ideal, dia tahu tidak ada waktu untuk mundur.

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 342: Bayangan di Balik Gunung Tianfeng

    Ketika mereka keluar dari gua, lembah yang dulunya gelap sekarang diterangi cahaya redup matahari yang mulai tenggelam. Udara terasa lebih berat, seolah sesuatu yang jahat menyelimuti mereka dari kejauhan. Langit di atas Gunung Tianfeng mulai berubah menjadi merah darah, pertanda bahwa bahaya semakin dekat.

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 341: Pertempuran di Lembah Kematian

    Suasana di dalam ruangan besar itu mendadak tegang. Pria berjubah hitam yang berdiri di hadapan mereka tampak mengintimidasi, dengan senyum penuh kebencian yang menyiratkan keyakinan mutlak pada kekuatannya. Cahaya dari kristal elemen hijau memantul di zirah hitamnya, mempertegas aura kegelapan yang menyelimuti tubuhnya."Aku adalah pengawal elemen ini," ucap pria itu dengan suara rendah yang bergetar. "Namaku Hei Long, dan kalian tak akan bisa melewati gerbang kehidupan ini."Ling menatap pria itu dengan tajam, mempersiapkan diri. "Kalau begitu, kita tak punya pilihan lain selain melawanmu."Lengkukup dan En Jio mengambil posisi di sebelah Ling. Meskipun mereka tahu bahwa Hei Long adalah lawan yang kuat, mereka tidak punya waktu untuk ragu. Kristal elemen hijau itu adalah kunci untuk melengkapi kekuatan Kitab Dewa Naga, dan mereka harus mendapatkannya, apa pun risikonya."Serahkan saja elemen itu

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 340: Perjalanan Menuju Lembah Kematian

    Malam mulai menyelimuti perbukitan, namun Ling, Lengkukup, dan En Jio terus melangkah. Suasana semakin mencekam saat kabut tipis mulai muncul, menyelimuti jalanan setapak yang semakin sempit. Hutan lebat di kiri dan kanan mereka seolah menjadi dinding kegelapan yang tak tertembus. Hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di tengah keheningan itu."Kita semakin dekat," kata Lengkukup, matanya terus mengawasi setiap gerakan di sekitar. "Aku bisa merasakan kehadiran sesuatu yang tidak biasa di sini."Ling mengangguk setuju. Dari kitab Dewa Naga yang berada dalam genggamannya, ia bisa merasakan energi yang semakin kuat. "Lembah itu tak jauh lagi. Energi dari elemen berikutnya sangat jelas terpancar dari sana."En Jio, yang biasanya penuh semangat, kali ini tampak lebih tenang. "Apa kalian sudah siap? Kalau pasukan hitam benar-benar menunggu di sana, ini akan menjadi pertempuran yang sulit."

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 339: Kabar di Balik Perbukitan

    Setelah berhasil mengalahkan Pengawal Bayangan dan mengamankan elemen es, Ling, Lengkukup, dan En Jio melanjutkan perjalanan mereka menuju perbukitan yang lebih rendah, meninggalkan puncak es yang mencekam di belakang. Udara di sini lebih hangat, tapi suasana tegang masih melingkupi mereka. Masing-masing terdiam, merenungkan pertempuran yang baru saja mereka lalui.“Kita sekarang memiliki dua elemen,” kata Lengkukup, memecah keheningan. “Tapi musuh kita pasti semakin sadar dengan keberadaan kita.”Ling mengangguk. “Kita harus bergerak cepat. Mereka tidak akan tinggal diam dan membiarkan kita mengambil semua elemen begitu saja.”En Jio, yang biasanya ceria, kali ini terlihat lebih serius. “Kalau mereka sudah mengirim Pengawal Bayangan, berarti kekuatan besar sedang memantau kita. Kita harus siap menghadapi mereka, kapan pun mereka menyerang.”

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 338: Bayangan di Balik Puncak Es

    Setelah berhasil mendapatkan elemen es dari Puncak Es, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak bisa beristirahat lama. Meski mereka baru saja mengalahkan serigala es yang menjaga elemen tersebut, perasaan cemas tidak pernah benar-benar pergi. Keheningan yang melingkupi pegunungan bersalju seolah menyembunyikan ancaman yang belum terungkap.“Ling,” kata Lengkukup tiba-tiba, matanya tajam menatap ke kejauhan. “Kita sedang diawasi.”Ling yang sedang mengatur napas setelah pertempuran, langsung siaga. Dia mengeluarkan pedangnya dengan gerakan cepat, memfokuskan seluruh indranya untuk mendeteksi ancaman yang disampaikan Lengkukup. Seiring angin dingin yang menusuk, bayangan mulai terlihat di balik kabut tebal.En Jio, yang sebelumnya sedang bercanda untuk menghilangkan ketegangan, kini mengalihkan pandangannya dengan wajah serius. “Sepertinya, penjaga elemen es bukan satu-satunya yang harus kita hadapi.”Dari kabut yang semakin pekat, muncul sosok-sosok berpakaian hitam. Mereka bergerak dengan k

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 337: Perjalanan ke Puncak Es

    Setelah berhasil mendapatkan elemen api dari Gunung Berapi Hitam, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak memiliki banyak waktu untuk merayakan keberhasilan mereka. Tantangan berikutnya, elemen es, menanti mereka di ujung dunia yang berlawanan, di Puncak Es yang dilapisi salju abadi.“Kita tidak bisa berlama-lama di sini,” ujar Ling, napasnya masih terengah-engah setelah pertarungan yang menegangkan. “Puncak Es jauh, dan kita tidak tahu apa yang menanti kita di sana.”Lengkukup menyetujui, mengangkat elemen api dengan hati-hati. Cahaya merah yang menyala dari elemen itu berdenyut lembut, memberikan rasa hangat yang kontras dengan suhu yang akan mereka hadapi di perjalanan berikutnya.“Kau benar, Ling,” katanya. “Kita harus segera bergerak. Semakin lama kita menunda, semakin besar kemungkinan musuh kita mengetahui keberadaan elemen ini.”En Jio, yang telah berhasil mengalihkan perhatian naga api, berjalan mendekat. Dia tersenyum puas, meskipun wajahnya dipenuhi keringat. “Aku tidak sabar unt

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 336: Menuju Gunung Berapi Hitam

    Dengan hati yang penuh semangat dan ketegangan yang meningkat, Ling, Lengkukup, dan En Jio meninggalkan pasar malam. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan menjadi salah satu yang paling menantang yang pernah mereka hadapi. Mereka harus mendapatkan dua elemen yang berlawanan, dan langkah pertama adalah menuju Gunung Berapi Hitam.Di jalan, Ling merenungkan kata-kata lelaki tua itu. Kekuatan tidak hanya datang dari kemampuan fisik, tetapi juga dari keputusan yang mereka buat. Perjalanan ini bukan hanya tentang mencari kunci, tetapi juga tentang menemukan diri mereka sendiri dan menguji batasan mereka.Sesampainya di tepi hutan, mereka berhenti sejenak. Ling bisa merasakan perubahan udara, dari segar menjadi panas dan berbau sulfur. “Kita sudah dekat dengan gunung,” ujarnya.“Kau yakin kita siap menghadapi makhluk yang menjaga elemen api?” Lengkukup bertanya, merasakan ketegangan di udara.“Kita harus percaya satu sama lain,” jawab Ling. “Kita sudah melalui banyak hal bersama. Ini hanya

DMCA.com Protection Status