Setelah menelusuri hutan sejauh puluhan kilometer, Du Shen akhirnya tiba di sebuah lembah yang diapit oleh pegunungan berbatu yang menjulang tinggi. Langkahnya terhenti di tepi jurang sempit, di mana angin pegunungan berdesir kencang, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang berguguran. Mata Du Shen menyapu sekeliling, memeriksa setiap celah yang bisa menjadi tempat persembunyian atau ancaman tersembunyi. Dengan gerakan ringan dan nyaris tak bersuara, tubuhnya melesat ke udara. Dalam sekejap, ia sudah berada di puncak salah satu gunung tertinggi, berdiri di atas batu besar yang lapuk oleh waktu. Dari ketinggian ini, pemandangan di depannya begitu luas dan mencengangkan: ratusan gunung menjulang, hamparan hutan lebat yang menyerupai lautan hijau, dan yang paling mencolok adalah reruntuhan sebuah kota kecil yang tersembunyi di antara perbukitan dan pegunungan berbatu. Dari kejauhan, puing-puing bangunan itu tampak suram, seperti luka lama yang belum sepenuhnya sembuh. Dinding-dind
Di tengah perjalanannya, Hao Yexin tiba-tiba berhenti. Perasaannya terusik oleh sesuatuâtatapan dingin yang mengintai dari kegelapan hutan di depannya. Napasnya tertahan sejenak, nalurinya mengatakan bahwa ada bahaya yang mengintainya.Dengan hati-hati, ia memperkuat genggaman pada pedangnya, matanya menyapu sekitar, berusaha memastikan ancaman yang bersembunyi di balik rimbun pepohonan dan semak belukar. Daun-daun bergemerisik, ranting-ranting kecil patah dengan suara lirih yang membuat suasana semakin tegang.Tiba-tiba, dari balik semak-semak lebat, seekor serigala abu-abu muncul. Matanya berkilat tajam, sorotnya penuh kelicikan dan niat membunuh. Binatang buas itu menggeram rendah, suaranya menggetarkan udara di sekeliling, menciptakan suasana mencekam. Rahangnya terbuka sedikit, menampakkan taring-taring tajam yang siap merobek mangsanya tanpa ampun."Binatang buas...?" gumam Hao Yexin, tak merasa terkejut sedikitpun.Setelah menempuh perjalanan panjang meninggalkan kota Danau Hit
Wilayah di luar Hutan Kabut Ilusi dikenal sebagai Hutan Perbatasan, daerah liar yang jarang dikunjungi manusia. Meskipun berbahaya, tempat ini masih lebih ramah dibandingkan Hutan Kabut Ilusi, yang konon menyembunyikan kengerian tak terbayangkan. Kabarnya tidak ada yang bisa kembali setelah melangkah ke dalam kabut pekatnya.Hutan Perbatasan terbagi menjadi dua lapisan: bagian luar dan bagian dalam. Lapisan luar masih memungkinkan para pemburu atau kultivator biasa untuk mencari sumber daya, meski selalu dalam bahaya. Namun, bagian dalamnya adalah dunia lain yang dipenuhi makhluk buas dan energi qi yang kacau, tempat yang hanya segelintir orang yang berani menginjakkan kaki.Di ujung barat, beberapa ratus kilometer dari bagian luar Hutan Perbatasan, dulunya pernah berdiri Kota Batu Giok. Kota ini satu-satunya benteng pertahanan manusia yang berdiri tegak dan mampu bertahan dari ancaman binatang buas. Dikelilingi tembok kokoh dan benteng alami pegunungan berbatu, Kota Batu Giok bertah
Hao Yexin menatap pemuda itu dengan ekspresi penuh kewaspadaan. Bahunya masih terasa nyeri akibat serangan mendadak dari Iblis Kera itu. Ia mengeratkan genggamannya pada pedang di tangannya, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih berpacu.Beberapa saat yang lalu, ia tengah terburu-buru melewati hutan yang luas dan menyesatkan itu. Dengan kultivasinya yang masih rendah, perjalanan ini bukanlah hal mudah. Setiap langkahnya dipenuhi ketegangan, menyadari bahwa bahaya bisa muncul dari balik pepohonan kapan saja.Ketakutannya terbukti nyata ketika seekor Iblis Kera, makhluk buas dengan kekuatan yang hampir mencapai puncak ranah Blue Core, muncul dari balik rerimbunan pohon dan menghalangi jalannya. Berbeda dengan serigala abu-abu yang sebelumnya ia hadapi, Iblis Kera ini memiliki kekuatan yang jauh melampaui kemampuannya. Setiap gerakannya menggetarkan tanah, dan tatapan mata merahnya tampak penuh kebuasan. Hao Yexin tahu bahwa melawan makhluk itu berarti menantang kematian. Na
Hao Yexin melirik pemuda itu dengan penuh kewaspadaan. Tangannya masih sedikit gemetar, refleks dari pertarungan sengit yang baru saja ia lewati. Namun, pemuda itu tak menunjukkan niat buruk sedikitpun, hanya berdiri dengan sikap santai. Hao Yexin tetap berjaga-jaga, tetapi untuk saat, ia memutuskan untuk menyambut sapaannya."Hao Yexin," jawabnya singkat, suaranya terdengar dingin dan berjarak. "Dan kau...?""Qin Chen, murid sari sekte Pedang Bulan." pemuda itu menjawab dengan nada percaya diri, senyum tipis tersungging di bibirnya. Mata Hao Yexin sedikit menyipit mendengar nama itu. Sekte Pedang Bulan adalah salah satu dari tiga sekte terbesar di benua ini. Jika pemuda ini benar berasal dari sana, tidak heran jika ia memiliki kekuatan yang cukup untuk mengalahkan Iblis Kera di puncak ranah Blue Core dengan mudah.Qin Chen tersenyum bangga, ia tampaknya sadar bahwa namanya cukup menarik perhatian, dan ia segera melanjutkan, "Oh? Apakah kau baik-baik saja? Aku lihat dirimu tampak ke
Reruntuhan kota Batu Giok. Tempat itu tampak diselimuti kabut tipis, menciptakan suasana suram di antara puing-puing bangunan yang sudah lama ditinggalkan. Dinding-dinding yang runtuh kini ditumbuhi tanaman liar yang merambat tinggi, seolah alam berusaha menelan kembali kota yang dahulu megah ini. Angin berhembus lembut, membawa bisikan samar seakan ada suara-suara dari masa lalu yang tertinggal di sana. Di atas tanah yang penuh pecahan batu dan tembok sisa-sisa bangunan, seorang pemuda melayang dengan tenang. Du Shen, terbang santai beberapa meter di atas permukaan sambil mengamati reruntuhan dengan tatapan tajam. Matanya yang hitam berkilat tajam meneliti daerah sekitarnya tanpa melewatkan satupun celah. 'Hao Jifeng mengatakan bahwa di sinilah jejak terakhir yang ditinggalkan oleh para bandit itu... Tapi apa yang mereka cari di tempat seperti ini? Mungkinkah ada sesuatu yang berharga di kota ini dulu hingga menarik perhatian mereka?' batin Du Shen, semakin penasaran. Dengan gera
Du Shen tiba-tiba merasakan sekujur tubuhnya membeku. Hatinya bergetar hebat melihat pemandangan yang terbentang di hadapannya.Sebagai seorang yang hampir mencapai puncak kekuatan umat manusia di daratan luas ini, ia telah memahami seberapa kejamnya takdir kehidupan, merasakan penderitaan tak terhitung jumlahnya hanya untuk menjadi lebih kuat. Namun, di balik kekuatan dan ketegarannya, hatinya tetaplah seperti seorang manusia biasa yang bisa merasakan berbagai emosi penderitaan.Sepanjang matanya memandang, hanya ada kerangka-kerangka tak terhitung jumlahnya berserakan di lantai batu yang dingin dan berdebu. Sisa-sisa kehidupan yang telah lama sirna. Rasa iba dan kesedihan menyelinap ke dalam hati sanubarinya, mencengkeramnya erat, seolah mencegahnya untuk melangkah lebih jauh.Tulang-belulang itu tampaknya milik penduduk kota Batu Giok yang terjebak di ruang bawah tanah ini. Mereka mungkin melarikan diri dari bahaya, berharap menemukan tempat aman untuk bertahan hidup. Namun, nasib
Du Shen melangkah mendekati pilar batu itu, tatapannya tajam mengamati setiap detail ukiran inskripsi yang terukir di permukaannya. Jarinya hampir menyentuh simbol-simbol kuno tersebut, ketika tiba-tiba cahaya redup merambat dari permukaan pilar, merayap seperti akar bercahaya dan menyebar ke pilar lain di seberangnya.Sekelebat kilau keemasan berpendar di udara, membentuk pola inskripsi yang berputar perlahan, membangun formasi tulisan kuno yang mengambang di antara dua pilar itu. Du Shen tertegun. Teks inskripsi yang muncul tampak kompleks, penuh misteri, namun ada sesuatu yang menggugah kesadarannyaâsesuatu yang seolah berbisik di dalam jiwanya.Meski tidak memahami sepenuhnya makna teks inskripsi itu, ia bisa merasakan kekuatan luar biasa yang tersimpan di dalamnya. Setiap baris inskripsi tampak seperti serpihan dari teknik kultivasi kuno yang sangat kuat. Namun, yang ia lihat hanyalah sebagian kecil. Du Shen menyipitkan mata, mengamati pola yang samar namun terasa mendalam di pik
Tiga hari kemudian.Langit di atas hutqn Kabut Ilusi tampak kelabu, diselimuti awan tipis yang berputar lembut seperti pusaran tak kasat mata. Hutan lebat di depan gerbang raksasa itu kini dipenuhi oleh beberapa kubu manusia. Yang beberapa hari lalu hanya mencapai ribuan orang, kini menjadi belasan ribu kultivator dari segala penjuru benuaâmengenakan jubah khas sekte masing-masing sebagai lambang kehormatan, dan setiap orang tampak memancarkan aura kuat yang saling bertabrakan di udara seperti badai yang tertahan.Walaupun orang-orang dari tiga sekte besar tampak terlihat tenang di permukaan, namun semua itu hanyalah awal dari persaingan yang sebenarnya setelah memasuki Wilayah Dewa Leluhur.Di antara kerumunan, sekelompok murid muda dari Sekte Pedang Bulan berkumpul, duduk di atas batu besar sambil memperhatikan gerbang batu kuno yang berdiri gagah menempel dengan dinding tebing tinggi yang curam."Hei, menurutmu... harta karun seperti apa yang bisa kita temukan di dalam?" tanya sal
Dengan gerakan tenang, Du Shen menggigit ibu jarinya, meneteskan setitik darah segar. Darah itu tidak jatuh ke tanah, melainkan melayang di udara, berpendar dengan cahaya merah tua yang samar dan dikelilingi aura Qi tipis yang berputar perlahan.Rubah itu, yang seolah memahami apa yang Du Shen lakukan, juga menggigit jarinya. Setetes darah kemerahan muncul dan ikut melayang di udara, menyatu dengan tetesan darah Du Shen.Begitu kedua darah itu bertemu, keduanya bergetar, lalu perlahan menyatu membentuk satu gumpalan merah yang bersinar lembut, dikelilingi pusaran energi spiritual yang memancar tenang. Dalam sekejap, gumpalan itu terbelah menjadi dua cahaya kecil yang masing-masing melesat masuk ke dalam tubuh Du Shen dan tubuh rubah ekor sembilan itu.Seketika itu, sebuah koneksi halus namun kuat terjalin di antara mereka. Aura mereka saling menyatu, dan jiwa mereka beresonansi seolah dapat saling memahami satu sama lain.Ritual itu dikenal sebagai Ikatan Jiwaâikatan sakral yang hanya
Setelah penjelasan panjang lebar dari Zhao Lao mengenai Hutan Kabut Ilusi dan Wilayah Dewa Leluhur, Du Shen hanya mengangguk tenang. Pandangannya dingin namun dalam, seakan memikirkan seribu langkah ke depan. Dengan gerakan pelan, ia memberi isyarat pada Zhao Lao dan muridnya untuk pergi."Terima kasih atas informasinya. Sekarang, kalian boleh pergi," ucapnya singkat.Zhao Lao langsung membungkuk sopan, kemudian menarik lengan muridnya. Namun Han Jue justru mematung, matanya masih menatap lekat ke arah Du Shenâwalau tidak berani menatap langsung tepat ke mata pemuda itu. Pupil matanya bergetar halus, seolah dipenuhi keraguan.Sebelumnya, ia begitu yakin bahwa pria ini hanyalah kultivator muda biasa yang tak mengerti betapa luasnya dunia ini. Namun setelah mendengar gurunya yang begitu menghormati Du Shen dan melihat bagaimana makhluk buas itu tunduk padanya, benaknya mulai kacau. Ada sesuatu yang jauh lebih dalam dari sekadar kekuatanâsesuatu yang tidak bisa ia jelaskan, seperti aura
Dengan langkah yang terasa berat, Zhao Lao akhirnya memberanikan diri untuk melangkah maju. Wajahnya yang sebelumnya dipenuhi dengan ketegangan kini dipulas dengan ekspresi ragu dan penuh kehati-hatian. Ia sedikit menunduk hormat, lalu mengepalkan kedua tangannya di depan dada sebagai bentuk penghormatan para kultivator."Mohon maafkan tindakan menyinggung kami sebelumnya, Tuan," ucap Zhao Lao, nadanya jauh lebih sopan dan merendah dibandingkan sikapnya beberapa saat lalu. "Kami sungguh tidak tahu dengan siapa kami berhadapan. Jika diperkenankanâĶ bolehkah kami tahu siapa Anda sebenarnya?"Suasana mendadak hening, seolah alam pun menahan napas. Angin yang tadi berhembus lembut kini terasa dingin menusuk kulit, membawa ketegangan yang tak terlihat namun jelas terasa.Du Shen hanya menatapnya diam. Pandangannya dingin, seolah tak terusik sedikit pun oleh perubahan sikap pria tua itu. Namun ada seulas senyum getir yang perlahan mengembang di sudut bibirnyaâsenyum yang cukup mengintimidasi
Di sisi lain, Du Shen mengangkat kepalanya perlahan, menatap Han Jue dan Zhao Lao secara bergantian. Matanya tenang, tapi menyimpan kedalaman yang tak terjangkau."Beraninya kau menghindar dan meremehkan kekuatankuâĶ mati saja kau!" teriak Han Jue, amarah semakin membara di matanya.Teriakannya menggema, membuyarkan lamunan Zhao Lao yang sedari tadi terus mengamati situasi dengan penuh keraguan. Ia sudah bisa melihat ke mana arah pertarungan ini akan berakhirâdan ia tidak menginginkan hal itu terjadu sama sekali.Han Jue bukan murid biasa. Ia adalah anak didik kebanggaannya, salah satu jenius muda di Sekte Azure Dragon, dikenal luas karena kekuatan serta potensinya yang luar biasa. Namun, pemuda yang berdiri di hadapan mereka iniâbukanlah seseorang yang bisa di hadapi oleh muridnya.Zhao Lao menggertakkan giginya. Ia tak boleh membiarkan muridnya terseret lebih jauh dalam konfrontasi ini. Aura yang terpancar dari Du Shen tak berkurang sedikit pun, malah semakin tajam seperti pedang yan
Lusinan bilah pedang Qi melesat dari segala arah, mengoyak udara dengan suara siulan tajam. Setiap bilah memancar dalam cahaya merah muda yang menyilaukan, melesat ke arah Du Shen bagaikan hujan kematian yang tak terelakkan.Namun Du Shen segera bergerak dengan lincah, kecepatannya luar biasa hingga mustahil untuk lihat oleh mata biasa. Dalam sekejap, Du Shen membelokkan tubuhnya ke kiri, lalu memutar ke belakang dengan kecepatan yang mengejutkan. Tubuhnya seakan lentur bagai aliran air, melayang di udara dan berputar seperti dedaunan yang menari dihembus angin.Beberapa bilah pedang Qi nyaris menyentuh jubahnya, bahkan sehelai rambutnya pun hampir tertebas, namun tak satu pun dari serangan itu berhasil menyentuhnya. Setiap langkahnya seolah sudah diperhitungkan dengan presisi mutlak, membuatnya tampak seperti bayangan yang menari di antara bilah-bilah mematikan.Han Jue membelalak, nafasnya terasa sedikit tercekat.'Bagaimana bisa?' pikirnya, matanya melebar tak percaya. Ia tahu bet
"Kalau iya, memangnya kenapa?" sahut Du Shen, nadanya datar namun menusuk, diselimuti aura dingin dan keangkuhan layaknya anak muda dari kalangan terhormat yang terbiasa berada di atas angin.Seketika udara di sekeliling terasa berat. Kalimat itu, yang terucap dengan begitu ringan, seolah menampar harga diri mereka. Pria tua yang berdiri tegak di balik jubah biru tuanya tampak terdiam beberapa detik. Wajah keriputnya semula tenang, namun kini perlahan mengeras, menampakkan sorot mata gelap penuh tekanan. Ada kilatan kemarahan yang tak bisa ditutupi, meski ia mencoba mempertahankan sikap berwibawa dan bijaknya."Kalau begitu... serahkan saja rubah itu. Kami akan mengurus sisanya," ucapnya pelan namun tajam, seolah kata-katanya adalah perintah yang tak bisa dibantah.Mendengarnya Du Shen hanya mendengus pelan, sudut bibirnya terangkat tipis dalam senyum sinis. Ia melirik sekilas ke arah rubah ekor sembilan yang masih tergeletak di atas tanah, tubuhnya gemetar menahan rasa sakit dari lu
Rubah ekor sembilan. Salah satu binatang buas langka yang tercatat dalam sejarah Benua Yin. Keberadaannya begitu jarang hingga sebagian orang menganggapnya hanya dongeng. Namun kenyataan di depan mata Du Shen berkata lain.Du Shen berdiri terpaku di antara rimbun hutan berkabut, menatap tubuh makhluk itu yang kini tergeletak lemah di atas tanah yang becek oleh darah. Cahaya keemasan yang samar masih memancar dari tubuh binatang itu, rubah ini telah mencapai tingkat kultivasi ranah Golden Coreâsebuah pencapaian langka bahkan di antara makhluk-makhluk buas lainnya di dunia ini. Inti roh dan darah rubah ini, jika dimurnikan, bisa menjadi bahan utama dalam pembuatan pil tingkat tinggi atau Artefak tingkat tinggi yang berkualitas.Tak heran jika banyak orang-orang ataupun kultivator ingin memburunya.Tubuh rubah itu tampak compang-camping. Bekas tebasan dan tusukan tampak melekat di seluruh tubuhnya, dengan darah yang terus mengalir tak terkendali. Beberapa jarum perak setipis bulu masih
Di bawah cahaya bulan purnama yang menggantung tinggi di langit malam, sinarnya yang pucat menembus celah dedaunan lebat hutan. Cahaya itu memantul lembut di permukaan kabut tipis yang menggantung rendah, menciptakan ilusi seperti dunia mimpi. Suasana tampak tenang di permukaan, namun Du Shen merasakan kejagalan yang tak bisa dijelaskan.Ia berdiri tegak di atas sebuah batu datar, jubahnya berkibar lembut tertiup angin malam. Matanya menyipit, menatap ke arah barat, tempat hawa yang tidak biasa mulai merambat perlahan. Hidungnya mengendus samar, mendeteksi bau logam tipis bercampur dengan aroma tanah basah."Kabut ini tidak biasa," gumamnya dalam hati. "Seolah-olah mengandung Qi yang terdistorsiâĶ presepsiku bahkan tak bisa menembus lebih dari beberapa kilometer. SesuatuâĶ atau mungkin seseorangâĶ telah mengacaukan medan spiritual tempat ini."Beberapa detik berlalu. Kemudian, tanah tiba-tiba bergetar, ranting-ranting dan dedaunan kering juga tampak berderak. Suara langkah besar yang me