Happy eid mubarak🙏🎉
Di suatu tempat yang tampak suram, Du Shen melangkah perlahan di antara pepohonan raksasa yang menjulang tinggi di dalam hutan lebat. Walaupun matahari telah meninggi, cahaya hanya mampu menyelinap samar-samar melalui celah dedaunan yang begitu rapat. Suasana yang lembap dan kabut tipis yang melayang di udara menambah kesan mistis hutan itu.Beberapa hari telah berlalu sejak Du Shen meninggalkan kota Danau Hitam. Perjalanannya sejauh ini cukup lancar, meski sesekali ia bertemu dengan binatang-binatang buas yang mengintai dari balik pepohonan. Namun, kali ini, suasana berubah. Hawa di sekitar tiba-tiba terasa lebih menekan, dan keheningan yang tak biasa membuatnya berhenti sejenak.Sebuah bayangan besar bergerak di antara batang pepohonan yang rimbun. Perlahan, dari dalam kegelapan, muncullah sosok mengerikan—seekor beruang iblis bertubuh kekar dengan bulu hitam legam. Sepasang matanya bersinar merah seperti bara api, dan setiap langkahnya mengguncangkan tanah. Nafasnya yang kasar te
Setelah menelusuri hutan sejauh puluhan kilometer, Du Shen akhirnya tiba di sebuah lembah yang diapit oleh pegunungan berbatu yang menjulang tinggi. Langkahnya terhenti di tepi jurang sempit, di mana angin pegunungan berdesir kencang, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang berguguran. Mata Du Shen menyapu sekeliling, memeriksa setiap celah yang bisa menjadi tempat persembunyian atau ancaman tersembunyi. Dengan gerakan ringan dan nyaris tak bersuara, tubuhnya melesat ke udara. Dalam sekejap, ia sudah berada di puncak salah satu gunung tertinggi, berdiri di atas batu besar yang lapuk oleh waktu. Dari ketinggian ini, pemandangan di depannya begitu luas dan mencengangkan: ratusan gunung menjulang, hamparan hutan lebat yang menyerupai lautan hijau, dan yang paling mencolok adalah reruntuhan sebuah kota kecil yang tersembunyi di antara perbukitan dan pegunungan berbatu. Dari kejauhan, puing-puing bangunan itu tampak suram, seperti luka lama yang belum sepenuhnya sembuh. Dinding-dind
Di tengah perjalanannya, Hao Yexin tiba-tiba berhenti. Perasaannya terusik oleh sesuatu—tatapan dingin yang mengintai dari kegelapan hutan di depannya. Napasnya tertahan sejenak, nalurinya mengatakan bahwa ada bahaya yang mengintainya.Dengan hati-hati, ia memperkuat genggaman pada pedangnya, matanya menyapu sekitar, berusaha memastikan ancaman yang bersembunyi di balik rimbun pepohonan dan semak belukar. Daun-daun bergemerisik, ranting-ranting kecil patah dengan suara lirih yang membuat suasana semakin tegang.Tiba-tiba, dari balik semak-semak lebat, seekor serigala abu-abu muncul. Matanya berkilat tajam, sorotnya penuh kelicikan dan niat membunuh. Binatang buas itu menggeram rendah, suaranya menggetarkan udara di sekeliling, menciptakan suasana mencekam. Rahangnya terbuka sedikit, menampakkan taring-taring tajam yang siap merobek mangsanya tanpa ampun."Binatang buas...?" gumam Hao Yexin, tak merasa terkejut sedikitpun.Setelah menempuh perjalanan panjang meninggalkan kota Danau Hit
Wilayah di luar Hutan Kabut Ilusi dikenal sebagai Hutan Perbatasan, daerah liar yang jarang dikunjungi manusia. Meskipun berbahaya, tempat ini masih lebih ramah dibandingkan Hutan Kabut Ilusi, yang konon menyembunyikan kengerian tak terbayangkan. Kabarnya tidak ada yang bisa kembali setelah melangkah ke dalam kabut pekatnya.Hutan Perbatasan terbagi menjadi dua lapisan: bagian luar dan bagian dalam. Lapisan luar masih memungkinkan para pemburu atau kultivator biasa untuk mencari sumber daya, meski selalu dalam bahaya. Namun, bagian dalamnya adalah dunia lain yang dipenuhi makhluk buas dan energi qi yang kacau, tempat yang hanya segelintir orang yang berani menginjakkan kaki.Di ujung barat, beberapa ratus kilometer dari bagian luar Hutan Perbatasan, dulunya pernah berdiri Kota Batu Giok. Kota ini satu-satunya benteng pertahanan manusia yang berdiri tegak dan mampu bertahan dari ancaman binatang buas. Dikelilingi tembok kokoh dan benteng alami pegunungan berbatu, Kota Batu Giok bertah
Hao Yexin menatap pemuda itu dengan ekspresi penuh kewaspadaan. Bahunya masih terasa nyeri akibat serangan mendadak dari Iblis Kera itu. Ia mengeratkan genggamannya pada pedang di tangannya, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih berpacu.Beberapa saat yang lalu, ia tengah terburu-buru melewati hutan yang luas dan menyesatkan itu. Dengan kultivasinya yang masih rendah, perjalanan ini bukanlah hal mudah. Setiap langkahnya dipenuhi ketegangan, menyadari bahwa bahaya bisa muncul dari balik pepohonan kapan saja.Ketakutannya terbukti nyata ketika seekor Iblis Kera, makhluk buas dengan kekuatan yang hampir mencapai puncak ranah Blue Core, muncul dari balik rerimbunan pohon dan menghalangi jalannya. Berbeda dengan serigala abu-abu yang sebelumnya ia hadapi, Iblis Kera ini memiliki kekuatan yang jauh melampaui kemampuannya. Setiap gerakannya menggetarkan tanah, dan tatapan mata merahnya tampak penuh kebuasan. Hao Yexin tahu bahwa melawan makhluk itu berarti menantang kematian. Na
Hao Yexin melirik pemuda itu dengan penuh kewaspadaan. Tangannya masih sedikit gemetar, refleks dari pertarungan sengit yang baru saja ia lewati. Namun, pemuda itu tak menunjukkan niat buruk sedikitpun, hanya berdiri dengan sikap santai. Hao Yexin tetap berjaga-jaga, tetapi untuk saat, ia memutuskan untuk menyambut sapaannya."Hao Yexin," jawabnya singkat, suaranya terdengar dingin dan berjarak. "Dan kau...?""Qin Chen, murid sari sekte Pedang Bulan." pemuda itu menjawab dengan nada percaya diri, senyum tipis tersungging di bibirnya. Mata Hao Yexin sedikit menyipit mendengar nama itu. Sekte Pedang Bulan adalah salah satu dari tiga sekte terbesar di benua ini. Jika pemuda ini benar berasal dari sana, tidak heran jika ia memiliki kekuatan yang cukup untuk mengalahkan Iblis Kera di puncak ranah Blue Core dengan mudah.Qin Chen tersenyum bangga, ia tampaknya sadar bahwa namanya cukup menarik perhatian, dan ia segera melanjutkan, "Oh? Apakah kau baik-baik saja? Aku lihat dirimu tampak ke
Reruntuhan kota Batu Giok. Tempat itu tampak diselimuti kabut tipis, menciptakan suasana suram di antara puing-puing bangunan yang sudah lama ditinggalkan. Dinding-dinding yang runtuh kini ditumbuhi tanaman liar yang merambat tinggi, seolah alam berusaha menelan kembali kota yang dahulu megah ini. Angin berhembus lembut, membawa bisikan samar seakan ada suara-suara dari masa lalu yang tertinggal di sana. Di atas tanah yang penuh pecahan batu dan tembok sisa-sisa bangunan, seorang pemuda melayang dengan tenang. Du Shen, terbang santai beberapa meter di atas permukaan sambil mengamati reruntuhan dengan tatapan tajam. Matanya yang hitam berkilat tajam meneliti daerah sekitarnya tanpa melewatkan satupun celah. 'Hao Jifeng mengatakan bahwa di sinilah jejak terakhir yang ditinggalkan oleh para bandit itu... Tapi apa yang mereka cari di tempat seperti ini? Mungkinkah ada sesuatu yang berharga di kota ini dulu hingga menarik perhatian mereka?' batin Du Shen, semakin penasaran. Dengan gera
Du Shen tiba-tiba merasakan sekujur tubuhnya membeku. Hatinya bergetar hebat melihat pemandangan yang terbentang di hadapannya.Sebagai seorang yang hampir mencapai puncak kekuatan umat manusia di daratan luas ini, ia telah memahami seberapa kejamnya takdir kehidupan, merasakan penderitaan tak terhitung jumlahnya hanya untuk menjadi lebih kuat. Namun, di balik kekuatan dan ketegarannya, hatinya tetaplah seperti seorang manusia biasa yang bisa merasakan berbagai emosi penderitaan.Sepanjang matanya memandang, hanya ada kerangka-kerangka tak terhitung jumlahnya berserakan di lantai batu yang dingin dan berdebu. Sisa-sisa kehidupan yang telah lama sirna. Rasa iba dan kesedihan menyelinap ke dalam hati sanubarinya, mencengkeramnya erat, seolah mencegahnya untuk melangkah lebih jauh.Tulang-belulang itu tampaknya milik penduduk kota Batu Giok yang terjebak di ruang bawah tanah ini. Mereka mungkin melarikan diri dari bahaya, berharap menemukan tempat aman untuk bertahan hidup. Namun, nasib
Tapi tekanan dari manifestasi tangan Qi itu begitu besar hingga bahkan dia sendiri mulai terdorong mundur, tubuhnya terseret di antara udara tipis yang kini nyaris menyusut karena gesekan energi.Sementara itu, Zhao Lao menoleh cepat ke arah seorang gadis muda yang berdiri kaku di balik formasi pelindung yang hampir runtuh."Artefak ini terlalu kuat... aku tak bisa mengendalikannya lebih lama. Tapi jika aku bisa memanfaatkan momen ini…"Dengan segenap kekuatan terakhir, Zhao Lao melepaskan sebagian kendali pada tangan Qi, dan mengalihkan sebagian besar energi spiritualnya untuk menciptakan portal dimensi kecil. Dalam sekejap, dia menerobos badai energi, dan meraih tubuh Han Jue."Gu-Guru!?" Han Jue tergagap, namun sebelum ia sempat bertanya lebih jauh, tubuh mereka berdua telah terserap masuk ke dalam celah dimensi.Luo Ming, yang baru sadar akan hilangnya keberadaan Zhao Lao, meraung keras seperti binatang buas."Pengecut! Kau kabur saat aku lengah! Dasar tua bangka pengecut!"Namun,
Langit di atas Wilayah Dewa Leluhur telah berubah menjadi ungu gelap yang pekat, seolah menandakan bahwa malam ini bukanlah malam biasa. Dua bulan kembar menggantung di angkasa, menyinari tanah yang telah lama kehilangan kehangatan mentari. Namun cahaya lembut itu tak mampu mengusir hawa dingin yang menyelimuti beberapa sisi wilayah tersebut—tempat di mana dua ahli besar bertarung memperebutkan gelar terkuat dalam rivalitas mereka.Di atas tanah yang hangus dan retak oleh gelombang energi spiritual, Zhao Lao terhuyung sembari menekan dadanya yang terasa seperti diremuk dari dalam. Napasnya berat dan berderak, dan darah merah pekat mengalir dari sudut bibirnya. Meski tubuhnya nyaris tak mampu berdiri, sorot matanya masih memancarkan perlawanan yang dipenuhi tekad. Ia menatap lurus ke depan, ke arah lawannya: Luo Ming, yang juga tampak terluka namun masih berdiri tegak di atas udara, dengan dada naik-turun dalam tarikan napas yang lebih stabil.Tawa Luo Ming meledak di udara malam y
"A-aku hanya pesuruh dari kelompok kecil yang disebut Bandit Kapak Hitam," ucap Mu Gui dengan suara gemetar, napasnya tersengal, dan tubuhnya menggigil di bawah tekanan tak kasat mata. Pria berjubah hitam sebelumnya, yang kini telanjang bulat, tampak tak lebih dari seekor kambing malang yang tengah menunggu waktu untuk disembelih. Tubuhnya masih terangkat beberapa jengkal dari tanah, dicekik oleh tekanan Qi milik Du Shen yang begitu dingin dan menakutkan. Du Shen memandangnya dengan tatapan tajam, kilatan kebencian di sorot matanya menunjukkan betapa dalam amarahnya tersimpan. Namun saat mendengar nama "Kapak Hitam," seketika seluruh dunianya di penuhi oleh bara emosi yang meluap-luap. "Bandit Kapak Hitam?" ulang Du Shen dengan suara berat, bibirnya nyaris tak bergerak. "Apa hubungan kalian dengan Bandit Kapak Merah?" Seketika, wajah Mu Gui memucat. Napasnya terhenti sepersekian detik. Nama itu, bukan lah nama yang seharusnya keluar dari mulut sembarang orang. Itu adalah organisa
Sosok pria berjubah hitam itu terkekeh pelan, suaranya menggema di dalam gua yang mulai terasa sempit oleh aura membunuhnya. Di balik tudung yang menutupi sebagian wajahnya, deretan gigi putih berkilat tampak saat dia tersenyum licik."Sepertinya batu kristal emas itu memang harta karun langka dari tempat ini," ucapnya dengan nada cukup puas. "Dan berkat usahamu, kami tak perlu repot-repot mengmabilnya sendiri."Du Shen masih berdiri diam, meskipun ujung kapak besar pria itu nyaris menyentuh kulit lehernya. Ia bisa merasakan hawa pembunuhan yang nyaris membekukan darah di sekitarnya. Suasana terasa seperti berada dalam sarang predator yang siap menerkam kapan saja. Namun, bukan rasa takut yang membuatnya tak bergerak—melainkan berbagai spekulasi yang justru membuatnya penasaran.Setelah pertarungan sengit melawan boneka jiwa sebelumnya, sebagian besar energi Qi-nya telah terkuras habis. Nafasnya belum sepenuhnya stabil, dan tubuhnya masih menanggung efek dari penggunaan jiwa primord
Debu tebal mengepul di udara, menyelimuti sebagian kecil gua. Suara batuan runtuh dan hawa panas dari energi spiritual yang bertabrakan menciptakan atmosfer yang mencekam. Di tengah kekacauan itu, siluet seorang pemuda masih tampak berdiri tegak. Du Shen, dengan tubuhnya sedikit membungkuk dan tangan bersilang melindungi bagian kepala dan dadanya, tetap tidak goyah. Matanya yang tajam mengintip dari celah lengannya, menatap lurus ke depan dengan penuh kewaspadaan.Tebasan bilah energi keemasan tadi begitu cepat dan mematikan—hampir saja merenggut nyawanya jika ia tidak bereaksi tepat waktu. Potongan kecil rambutnya melayang di udara, menjadi saksi betapa tipisnya jarak antara hidup dan mati barusan.Du Shen menarik napas pelan, dadanya naik turun sesaat. "Siapa sangka," gumamnya lirih, "boneka jiwa ini... bahkan mampu menyamai kekuatan seorang kultivator di puncak ranah Golden Core."Ia menyipitkan mata, memperhatikan sosok lawannya yang kini melayang perlahan di udara. Boneka jiwa
Du Shen memutar otaknya. Jika saja ia bisa menghancurkan boneka itu dalam satu pukulan, ia pasti akan melakukannya. Namun dengan batu kristal emas yang tertanam di dadanya, ia tak bisa semena-mena jika tak ingin batu kristal emas itu ikut hancur. Bahkan jika ia mengerahkan kekuatan penuh, kemungkinan besar seluruh gua akan runtuh, dan ia bersama Hu Jiu—akan terkubur bersama tulang-belulang sosok di atas singgasana itu. Ia mendesah pelan, menghindari serangan susulan berupa tusukan lurus ke arah jantungnya, lalu membalas dengan semburan tajam energi Qi yang menabrak bahu boneka jiwa itu—hanya untuk melihatnya nyaris tak bergeming. "Hmm~ Tak bisa sembarangan menyerang..." Langkahnya ringan, berpindah dari satu titik ke titik lain dengan gerakan seperti menari. Ia mulai mengamati pola pergerakan boneka itu, seolah mencari celah untuk melakukan serangan telak. "Boneka jiwa ini sama sekali tak terpengatuh oleh tekanan Qi milikku. Apakah ini karena batu kristal emas itu? Aneh sekali," gu
Setelah menapaki lorong-lorong lembab ke dalam gua, Du Shen dan Hu Jiu akhirnya tiba di sebuah ruang besar yang tersembunyi di perut gua. Begitu mereka melangkah masuk, pandangan Du Shen langsung disambut oleh hamparan kabut emas yang melayang ringan di udara. Kabut itu tidak tebal, namun menyelimuti seluruh ruangan dalam pancaran berpendar—berkelap-kelip seperti kunang-kunang di malam hari, menyulap tempat itu menjadi sesuatu yang terasa mistis. Langkah kaki Du Shen terhenti. Matanya menyapu seluruh ruangan yang dikelilingi dinding batu berlumut. Sebuah tekanan halus membelai kulitnya, tekanan energi spiritual yang luar biasa padat, membuat Du Shen mengangkat alisnya. "Tempat apa ini?" gumam Du Shen agak terkejut dengan apa yang dia lihat dan rasakan. "Energi spiritual di tempat ini luar biasa pekat. Dan apa itu...?" Matanya menyipit menatap sebuah singgasana kuno di sisi terdalam ruangan. Singgasana itu terlihat seperti dipahat dari batu hitam, penuh ukiran rumit yang hampir
Langit di atas terdengar bergemuruh. Dengan satu lambaian tangan, Luo Ming mengendalikan bilah-bilah pedang energi yang mengelilinginya langsung melesat ke depan. Terdengar suara berdesis tajam saat pedang-pedang energi itu menembus udara, begitu cepat hingga membentuk garis-garis cahaya keemasan di langit. Setiap bilah energi memancarkan aura tajam dan dingin, seolah bisa membelah gunung atau memotong ombak laut dalam sekali tebas.Desiran itu mirip badai hujan yang menggetarkan udara di sekitar. Beberapa bilah pedang bahkan meninggalkan jejak cahaya yang masih membakar udara setelahnya. Tanah di bawah mereka mulai bergetar, dan batuan kecil terangkat melayang karena tekanan Qi yang luar biasa.Namun, Zhao Lao bukanlah lawan sembarangan. Ia mengangkat kedua tangannya ke samping, mengumpulkan energi dalam sebuah gerakan lambat namun presisi. Ujung jarinya menyala memancarkan energi Qi biru tua, dan dari pusaran energi itu terbentuk sebuah bola energi berkilau sebesar kepalan tanga
Bagian barat Wilayah Dewa Leluhur.Udara bergetar hebat. Alam seolah menahan napas ketika dua sosok tua berdiri saling berhadapan, terpisah dalam jarak seratus meter. Di antara mereka, hawa Qi keemasan dan biru tua berdesir di udara, memancarkan tekanan yang cukup untuk membuat tanah retak dan pepohonan di sekitar bergoyang liar. Binatanng buas yang tadinya berkeliaran di sekitar sana kini pergi menjauh, merasakan bahaya luar biasa dari pancaran Qi kedua sosok itu.Di sisi kiri, berdiri seorang pria tua berjubah biru tua yang mengibarkan simbol naga melingkar di punggungnya. Dialah Zhao Lao, salah satu tetua dari sekte Azure Dragon. Sorot matanya tajam, penuh kehormatan, namun kini diselimuti amarah yang ditahan. Tak jauh di hadapannya berdiri seorang pria tua lain, mengenakan jubah hijau tua yang seolah menyatu dengan alam—Luo Ming, atau dikenal sebagai Master Luo, sosok berpengaruh dari sekte Pedang Bulan.Di sisi lain, tak jauh dari kedua pria tua itu, berdiri beberapa sosok muda