Share

67. AKU INI SPESIAL

Penulis: mayuunice
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-07 22:10:51

“Irene! Zee!” seru Gita saat dirinya baru saja tiba di stasiun kereta api. Gadis itu langsung memeluk kedua sahabatnya. “Aaak! Kangen,” ucapnya lagi.

“Sama! Udah lama banget kita nggak ketemu begini,” timpal Zee. Mereka pun melepas pelukannya. Gita sengaja datang ke Bandung, karena lusa Zee akan wisuda. Setelah beberapa bulan lalu dia dinyatakan lulus yudisium, dan mendapatkan gelar sarjananya. “Udah udah kita ngobrolnya nanti lagi. Sekarang kita ke tempatku dulu. Biar Gita bisa istirahat.” Irene pun menengahi. Kemudian mereka pun segera memesan taxi online dan pergi menuju tempat Irene.

Untuk pertama kalinya, Irene membawa orang lain ke apartemen milik Juna. Sebenarnya Irene tak begitu ingin membawa sahabatnya itu. Karena pasti mengundang banyak pertanyaan dari kedua sahabatnya itu.

Namun, karena tempat Zee tak bisa disinggahi Gita—karena ada keluarganya yang akan menginap di sana. Mau tak mau, Irene yang harus memberikan tumpangan pada Gita. Dia juga sudah meminta izin pada Juna, s
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   68. PDKT

    Akhirnya Irene ingat, kalau dia memiliki satu kelebihan yang sangat langka di antara manusia lainnya.“… karena aku kan berbeda. Kalian tahu sendiri, kan, kalau aku ini spesial?”Gita dan Zee saling melempar tatap. Mereka mengangguk, mempercayai apa yang baru saja dikatakan Irene.“Oke, kamu memang spesial. Kamu lahir di tanggal yang unik, nggak tiap tahun ada,” timpal Zee sambil menepuk pundak temannya.Irene pun langsung mengangguk. Akhirnya dia bisa menggunakan alasan ini. Untuk kali pertama, Irene bersyukur kalau dirinya lahir di tanggal spesial, yang hanya ada empat tahun sekali. Padahal dulu dia sempat mengeluh, karena ketika harus melakukan syukuran atas kelahirannya. Dia harus nebeng di tanggal lain.“Terus siapa orangnya. Apa kita kenal?” Kini giliran Gita yang bertanya.Irene menghela napas, dan memasak mimik kecewa. “Untuk itu aku nggak bisa ngomong. Soalnya privacy dan

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-07
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   69. SALAH PAHAM

    Juna sedang merapikan barang-barangnya, dia baru saja menyelesaikan kelas terakhir di jam empat sore. Namun, karena ada pekerjaan lain, Juna pun baru hendak pulang satu jam setengah kemudian. Ponselnya sedari tadi berbunyi, memberi tahu bahwa ada beberapa pesan masuk untuknya. Sembari berjalan meninggalkan ruangannya, Juna memeriksa pesan-pesan itu“Huh.” Juna mendesah, tatkala dia membaca pesan dari sang ibu, Jessica. Rasanya agak malas untuk membalas dan membahas pertanyaan yang berujung sebuah permintaan dari sang ibu. Baru saja Juna hendak menyimpan ponsel pada saku celananya, benda pintar itu tiba-tiba berdering. Kini bukan sebuah pesan yang masuk, melainkan sebuah panggilan.“Halo, Ma,” sapa Juna, sambil mendorong pintu ruang kerjanya. “Kamu sudah selesai kerja, kan, Sayang?” tanya Jessica. Walau umur Juna sudah kepala tiga—bahkan lebih, tapi bagi sang ibu, dia tetaplah anak-anak. “Sudah. Aku baru membaca pesannya,” jawab Juna. Dia sudah tahu kalau tujuan sang ibu meneleponny

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-12
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   70. TUGAS TAMBAHAN

    “Maksud kamu? Emangnya dia nggak boleh deketin aku? Kenapa?”Jantung Juna berpacu dengan cepat, saat mendengar pertanyaan dari Irene barusan. Sedetik kemudian, dia pun ikut mempertanyakan pertanyaan tersebut pada dirinya sendiri.‘Kenapa aku bisa sekesal itu saat melihat Irene bersama dengan Ray si bocah ingusan itu?’ batinnya. Benar. Juna baru sadar, kalau dirinya memang sedang merasakan kesal. Awalnya dia selalu denial dengan perasaannya ini. Namun, kali ini dia tidak bisa menyangkal apa pun lagi. Melihat Irene dan Ray saling melempar senyuman. Bahkan mengetahui bahwa mereka seakrab itu, sampai dengan santainya mereka memanggil nama mereka masing-masing. Sukses membuat dada Juna merasa tak nyaman. “Juna, awas lampu merah!” seru Irene. Seketika Juna pun terkesiap. Dengan spontan kakinya itu menginjak pedal rem. Saking dadakannya, mereka berdua harus sedikit terpental.“So-Sorry,” ucap Juna. Dia mencoba memastikan ke depan mobilnya. Jarak yang nyaris sekali, terlambat satu detik,

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-12
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   71. DIA TUNANGANKU

    Sepanjang jalan, Irene merasa tidak nyaman. Dia terus memalingkan wajahnya dari Juna. Pikirannya berkelana, membayangkan bagaimana respon keluarga Juna ketika pria itu memperkenalkan Irene sebagai tunangannya.“Sebentar lagi kita sampai,” ucap Juna. Mereka kini sudah berada di Jakarta, lebih tepatnya di daerah Thamrin.Irene menarik napas dalam dan mengembuskannya dengan kasar. Kemudian dia menoleh ke arah Juna. “Jun, aku nggak siap,” kata Irene. “Kenapa? Bukannya tugas ini lebih mudah dari pada melayani aku?” timpal Juna. Irene mencoba menelan ludahnya dengan sudah payah. “Bukan begitu. Tapi … berpura-pura menjadi tunanganmu itu rasanya tidak mudah.”Selama kurang lebih tiga jam perjalanan. Irene memikirkan dampak yang ia terima jika menerima tugas tambahan itu. Terkadang Irene saja suka merasa khawatir ketahuan tentang hubungannya dengan Juna, yang sebagai client dan pemberi jasa. Apalagi sekarang, di mana Juna terang-terangan memberi tahu orang lain kalau Irene adalah tunangan-pa

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-13
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   72. DIA CANTIK

    “Dokter Juan?”Lelaki itu menarik kedua sudut bibirnya, bahkan matanya terlihat berbinar. “Ternyata benar, kamu Irene. Wah, kamu sudah besar, ya,” kata Juan.“Iya, Dok.” Irene mengangguk. Mendadak perasaannya tidak enak. Pria di samping Irene langsung mengerutkan alisnya. Kenapa Juan—sang kakak—bisa mengenal Irene dan begitu pun sebaliknya?Saat Juan hendak mengajukan pertanyaan lagi pada Irene. Sang master of ceremony, langsung menaiki panggung. “Selamat malam, hadirin sekalian. Mohon maaf atas sedikit keterlambatannya. Untuk mengefektifkan waktu, mari kita mulai acaranya.”Acara pun mulai, dan dibuka dengan sambutan dari pemilik Atmadjadarma Group, siapa lagi kalau bukan Jodi. Pria yang hari ini genap berumur delapan puluh tahun itu masih terlihat sehat. Irene merasa terkesima dengan pidato dari Jodi. Pasalnya pria itu bukan berasal dari keluarga kaya raya. Namun, atas kegigihan, keuletan dan keikhlasannya. Dirinya bisa sukses dan memimpin yayasan dengan baik. Berawal dari hanya

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-15
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   73. PUNYA ANAK ITU SERU

    “Halo, Mama Jessica dan semuanya. Kalian apa kabar?” Seorang perempuan memecah perhatian mereka. Tanpa sadar Jessica menaikkan kedua alisnya. Ketika mengetahui siapa orang yang baru saja menyapanya. “Oh, Amara. Kabar saya baik,” ucap Jessica.Setelah perempuan itu bercerai lima tahun lalu dengan anaknya. Amara sudah tidak pernah datang ke acara keluarga seperti ini. Entah apa yang merubah pikiran perempuan itu sekarang. Sampai akhirnya dia mau datang ke acara ulang tahun kakek Juna. “Mas Julian dan Mbak Shania?” Amara beralih menatap dua pasangan tersebut. “Baik,” jawab Juan irit. Kemudian pandangan Amara ia lemparkan pada Juna. Sudut bibirnya terangkat sebelah. Tipis memang, tapi Juna bisa melihatnya. “Kamu, Jun?”“Baik.” Pria itu pun segera menjawab dan enggan untuk balik melempar pertanyaaan. Amara diam sejenak, melirik mereka secara bergantian. Namun, apa yang diharapkannya tak terjadi. Dia pun menghela napas kasar. “Syukurlah kalau baik. Saya ke sini hanya ingin menyapa s

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-16
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   74. INTIMIDASI

    Tebak, siapa orang yang sedang duduk di depan Irene sekarang? Dengan perasaan canggung, Irene akhirnya mengiyakan ajakan orang tersebut untuk berbicara empat mata. Untungnya Mia mengizinkan Irene untuk izin keluar di jam kerjanya. Orang yang sedang duduk di hadapan Irene ini adalah seorang perempuan. Rambutnya panjang bergelombang, tubuhnya ramping. Untuk visual, jangan ditanya, dia sangat cantik sekali. Irene bukanlah tandingannya. “Maaf, ada perlu apa, Mbak Amara menemui saya?” tanya Irene dengan sopan, sekaligus ia memecahkan keheningan di antara mereka berdua. Benar, perempuan yang sedang bersama dengan Irene adalah mantan istri Juna. Irene begitu terkejut, ketika mendapati Amara jauh-jauh dari Jakarta datang ke Bandung untuk menemuinya. Dan dalam detik itu juga, Irene merasa bulu kuduknya berdiri. Ini pertanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Amara tak langsung menjawab. Dirinya sibuk memindai Irene yang sedang duduk di hadapannya, sembari menyeruput kopi miliknya. “Kamu

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-17
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   75. JANGAN MENGGANGU TUNANGANKU

    “Untuk perkuliahan hari ini cukup sekian. Saya harap kelompok selanjutnya bisa lebih baik dan matang dalam mempresentasikan materi di depan kelas. Terima kasih.”Juna baru saja menutup perkuliahan mahasiswa semester lima. Ia kemudian melangkah keluar kelas, sembari menenteng sebuah map. Sedari tadi, ponselnya terus bergetar di balik saku celana. Khawatir panggilan penting, dia pun segera merogoh dan mengambil ponsel pintar tersebut. Namun, saat ponselnya sudah ia pegang, untuk beberapa saat Juna terdiam. Matanya menyipit, ketika melihat nama yang tertera pada layar ponselnya itu. “Amara?” gumam Juna.Tak ingin ada yang menguping pembicaraannya. Ia pun segera beranjak menuju tempat yang sepi. “Halo,” sapa Juna pada lawan bicaranya yang ada di seberang sana. Untuk pertama kalinya, setelah mereka berdua dinyatakan bercerai oleh pengadilan. Wanita itu kembali menghubungi Juna. “Halo, Juna. Kamu benar bertunangan atau hanya sandiwara belaka?”Tanpa basa-basi, tiba-tiba saja Amara bert

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-18

Bab terbaru

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 5

    “Apa? Ada anak laki-laki yang menggoda anak perempuan Papa?” Tiba-tiba saja Juna datang dengan pakaian yang sudah lengkap. Dia langsung menghampiri anak dan istrinya. “Siapa dia, Nathan?” tanya Juna lagi. Nathan menoleh ke arah sang ayah, dia merasa memiliki teman sekarang. “Ada, Pa. Dia anak laki-laki di kelas sebelah. Nathan tidak suka Freya dekat dengan Farrel, karena laki-laki itu sering kali memberikan anak perempuan ikat rambut. Sudah jelas dia bukan laki-laki baik, kan, Pa?” ucap Nathan. “Wah, jelas. Dia bukan laki-laki yang baik. Dia dekat dengan semua perempuan. Bagus, Sayang, kamu harus melindungi adikmu.” Juna langsung mengelus puncak kepala Nathan. Sedangkan anak laki-lakinya itu tersenyum penuh kemenangan. Berbeda dengan Nathan yang merasa dibela oleh sang ayah. Freya terlihat matanya berkaca. “Papa kok membela Kak Nathan?” ucap Freya dengan suaranya yang bergetar, “padahal Papa bilang kalau kita harus menerima pemberian dan niat baik dari orang lain. Freya tahu kal

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 4

    “Pa, sebaiknya Papa di rumah saja. Nanti Jessica akan mengirim kabar secepatnya,” ucap Jessica pada ayah mertuanya.Kini mereka sedang di rumah sakit. Tidak, tidak ada yang sakit, hanya saja ada seseorang yang hendak melahirkan.“Tidak, Papa tidak bisa menunggu di rumah dengan tenang. Papa sudah sangat menantikan cicit dari Juna,” jawab Jodi yang sedang duduk di kursi roda dan di temani dengan asisten pribadinya.Kesehatan Jodi tidak seprima sebelumnya. Namun, begitu dia sangat mengayomi Irene. Bahkan hampir setiap minggu Jodi selalu mendatangi kediaman Jessica. Karena selama Irene hamil, perempuan itu tinggal dengan ibu mertuanya.Kehadiran anak Juna dan Irene sangat ditunggu-tunggu oleh semua orang, bukan hanya ibu bapaknya saja. Hampir seluruh keluarga besar Juna dan Irene menantikan kelahiran mereka. Bahkan tak sedikit dari mereka yang bertaruh, anaknya akan mirip seperti Juna atau Irene.“Suami Bu Irene apa sudah

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 3

    “Good evening, My Honey.”Irene masih diam bagaikan patung. Dia merasa sangat sangat terkejut dengan kedatangan Juna. Ya, benar Juna suaminya, kini ada di hadapan Irene.“Kaget, ya?” goda Juna.“Kamu kok ada di sini? Kapan berangkatnya?” tanya Irene dengan mulut sedikit menganga.“Kemarin kalau waktu Indonesia,” jawab Juna cepat, “aku nggak dipersilakan masuk?” tanyanya lagi.Irene mengerejap, dia benar-benar dibuat ternganga oleh kedatangan Juna yang sangat tiba-tiba.“Ah, iya. Ayok masuk, tapi kamar apartemenku kecil. Cuman tipe studio,” ucap Irene.Juna menggeleng. “Tidak apa. Asal bersamamu, tempat sekecil lemari pun aku merasa nyaman,” gombalnya.Irene mendengus, lalu sedikit mendelik. Karena tak banyak bahan makanan yang tersedia. Irene hanya memasak mie instan untuk suaminya.“Maaf aku cuman bisa kasih ini. Kalau kamu bilang, aku bisa prepare,” ucap Irene.“No problem, Honey. Kalau aku bilang, bukan surprise namanya.”Irene menghela napas, lalu memberikan semangkuk mie instan p

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 2

    Atmosfer di kamar itu terasa sangat panas. Bahkan peluh dua insan manusia itu sudah melebur menjadi satu. Suara napas mereka saling berderu satu sama lain. Tak ketinggalan suara desahan demi desahan terdengar jelas keluar dari mulut sang perempuan muda.“Tahan, ini akan terasa sakit di awal,” ucap Juna sambil menatap kedua mata cokelat milik istrinya.Setelah pemanasan di kamar mandi, mereka pun kembali ke kamar, sesuai dengan permintaan Irene. Pasalnya Irene merasa tidak nyaman dan tidak leluasa. Apalagi dengan nol pengalaman yang dimiliki Irene.“Jun, aku takut,” rintih Irene. Namun, begitu rintihan itu terdengar seperti seseorang yang sedang menikmati nikmatnya dunia.“Tenang, kamu percayakan saja padaku,” kata Juna meyakinkannya. Kemudian dia mengecup kening istrinya.Irene pun mengangguk, walau perasaan takut kini mulai bisa ia rasakan. Dia sedikit ngeri ketika membayangkan sesuatu masuk ke dalam tubuhnya. Apalagi milik Juna terlihat sangat besar dan juga gagah. Apa bisa miliknya

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 1

    “Silakan, Mas Juna kita sudah sampai,” ucap seorang sopir yang duduk di balik kemudi. Setelah acara pesta selesai, Juna dan Irene menuju sebuah hotel mewah di ibu kota. Mereka belum sempat menyusun acara bulan madu, karena besok Juna ada agenda penting yang tidak bisa ia tinggalkan. Ya, wajarlah, mereka menikah itu the power of dadakan. Ketika Irene sudah mengatakan bahwa dia akan kembali pada Juna. Hanya berselang satu minggu, Juna langsung mempersunting Irene. Bahkan untuk momen tunangan saja mereka melewati hal tersebut. Juna merasa sedikit khawatir, kalau saja Irene kembali berubah pikiran. Atau sebenarnya memang Juna sendiri sudah merasa tidak tahan dengan statusnya sebagai duda loyo? Tak hanya Juna yang memiliki agenda penting, Irene pun sama demikian. Dia harus kembali ke Inggris untuk sementara waktu. Menyelesaikan apa yang seharusnya dia selesaikan terlebih dahulu. “Selamat datang Pak Juna Atmadjadarma dan juga istri,” sambut seorang pria jangkung dan mempunyai tubuh gagah

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   144. PELABUHAN TERAKHIR (END)

    Juna merasa gelisah, karena dirinya khawatir tidak sempat untuk bertemu dengan Irene. Dirinya langsung keluar dari mobil SUV hitam dan langsung berlari memasuki bandara. Beberapa kali Juna harus menyalip beberapa kerumunan, dan dia terus meminta maaf. “Please, Tuhan. Semoga sempat,” batin Juna, yang tak pernah memperlambat langkahnya. Sampai di suatu titik di mana Juna melihat gadis yang sedang dicarinya sedang berlari dari arah yang berlawanan. Entah apa yang sedang gadis itu lakukan, tapi Juna merasa bersyukur karena masih diberikan kesempatan untuk bertemu dengannya. Juna rela meninggalkan rapat penting demi menyusul Irene. Dia tidak ingin kehilangan gadis itu untuk kesekian kalinya. Juna tidak bisa membiarkan Irene pergi meninggalkannya sendiri. Walau Juna siap menunggu Irene sampai kapan pun, tapi jika masih bisa untuk menahannya maka akan Juna lakukan. Gadis itu semakin dekat dengannya. Juna bisa melihat kalau Irene pun ikut memandangnya. Sedetik kemudian, Juna melihat kalau

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   143. WE MEET AGAIN

    Padang rumput yang sangat hijau kini menghiasi pandangan Irene. Bunga butercup terlihat menghiasi di atasnya. Kombinasi warna hijau dan hiasan berwarna kuning, begitu menyejukkan mata.Irene sedang berdiri di tengah-tengah padang rumput itu. Angin sepoi-sepoi sesekali menyibak rambutnya. Ia sesekali menyisir rambut hitamnya itu. Kemudian, tiba-tiba di ujung sana, Irene melihat sebuah objek yang membuat matanya menyipit untuk mengamati objek tersebut.“Mama? Papa?” gumam Irene kecil.Objek itu semakin jelas. Irene bisa melihat sosok kedua orang tuanya sedang memandang Irene dari kejauhan. Terlihat mereka tersenyum lebar, sembari tangannya terulur.“Mama! Papa!” teriak Irene, saat dirinya sudah yakin bahwa yang dilihatnya adalah sosok kedua orang tuanya.Dalam hitungan detik, Irene pun berlari mendekati kedua orang tuanya. Tanpa berpikir panjang, dia langsung memeluk mereka berdua.“Ma, Pa, aku kangen,” lirih Irene. Air matanya pun tumpah ruah seketika.“Kamu sudah besar, ya, Sayang,” b

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   142. TEH HANGAT

    Irene sedikit terkejut dengan apa yang baru saja terjadi padanya. Saat dirinya sedang berjalan mundur, tanpa sengaja dia menabrak nenek yang sudah tua dan renta, yang sedang membawa kayu bakar di punggungnya. Seketika kayu yang dibawa sang nenek berjatuhan. Dengan cepat Irene langsung berjongkok dan membantu sang nenek merapikan ranting dan juga kayu tersebut. “Nek, sekali lagi maafkan saya. Saya tidak sengaja,” ucap Irene dengan perasaan sangat bersalah. “Ndak papa, Nduk,” balas sang nenek yang sudah renta tersebut sambil menatap Irene dan tersenyum. “Biar saya yang bawa saja, Nek. Nenek tinggal di mana? Biar saya antarkan.” Merasa sangat bersalah, Irene pun berinsiatif menawarkan bantuan. “Tidak usah. Tidak apa-apa, rumah Nenek masih jauh,” balas sang Nenek. Irene mendesah, “Apalagi rumah Nenek jauh. Biar saya yang batu, ya, Nek. Nenek jangan menolak,” paksa Irene. Saking tidak mau ditolak bantuanya, Irene langsung menggendong kayu tersebut di punggungnya. Dia sedikit merin

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   141. PERMOHONAN SEORANG IBU

    Entah sejak kapan Jessica ada di tempat itu. Namun, sekarang wanita yang sudah terlihat tua itu duduk di hadapan Irene. Mau tidak mau, Irene harus meluangkan waktu untuk sekedar mengobrol dengannya.“Apa kabar?” tanya Jessica membuka pembicaraan.“Baik, Tante,” jawab Irene sambil tersenyum canggung.Jessica pun balas melemparkan senyumannya. “Kamu tambah cantik saja. Gimana kerjaan di sana?” Wanita itu masih berbasa-basi.“Terima kasih banyak, Tante. Lumayan nyaman. Tante dan Om Justin bagaimana kabarnya?” tanya Irene.“Kabar kami baik, Ren.”“Tante, kenapa harus repot-repot datang ke mari?” tanya Irene dengan raut wajah yang sedikit kurang nyaman.Bukan, Irene bukan merasa kurang nyaman dengan Jessica. Melainkan, dia merasa sedikit tidak nyaman karena tiba-tiba saja Jessica ada di sini. Kota yang bisa dibilang lumayan jauh dari tempat tinggalnya.“Tante dapat kabar dari Irgie, kalau kamu pulang ke Indonesia. Jadi, Tante menyempatkan hadir. Tadinya Om Justin juga ingin datang, tapi ka

DMCA.com Protection Status