Halo, kak! Terima kasih sudah menunggu, ya. Nanti malam aku akan update satu bab lagi. <3
“Motormu ke mana?” tanya Irene, yang baru pertama kali melihat Ray membawa mobil.“Ada. Ini mobil minjem punya temen. Kalau ke Lembang pakai motor, takut hujan. Apalagi cuacanya udah agak mendung,” ujar Ray.Irene pun mengintip menatap langit. Memang benar, cuaca di luar sedang tidak cerah. Terkadang hujan pun datang tanpa pemberitahuan.“Btw, makasih, ya udah mau temenin. Aku ngajak temen seangkatan, tapi pada sibuk. Mentang-mentang aku koordinator logistik, jadi harus sama aku sendiri. Padahal maksudku biar ada orang yang kasih pandangan. Nanti kalau nggak sesuai sama mereka, misuh-misuh. Apalagi cewek, ribet banget, deh, kalau mereka udah nyerocos kayak keran ae. Berisik,” gerutu Ray.Baru pertama kali Irene
Ctas!Suara konfeti yang meletus di dalam ruangan membuat Irene tersentak. Matanya sampai terpejam, dan dia memegang dadanya.“Happy Birthday!” seru beberapa orang yang ada di dalam ruangan.Mata Irene pun terbuka, lalu dia kembali terkejut. Pasalnya, di hadapannya, kini berdiri tiga orang yang sempat mengabari, kalau mereka tidak bisa hadir di sisinya untuk saat ini.Saking terkejutnya, Irene tak bisa berbicara sepatah kata pun. Dirinya masih tidak percaya kalau kedua sahabat dan adik satu-satunya ada di hadapannya.“Irene? Kamu baik-baik saja?” tanya Ray, yang nampak khawatir melihat Irene yang hanya bisa mematung.“Hah?” Irene pun mengerejap, seolah sadar dari lamunannya setelah Ray menyenttuh pundaknya.Kedua matanya itu kembali menatap tiga orang yang kini ada hadapannya.“Kenapa kalian ada di sini?” tanya Irene yang akhirnya membuka mulut, “bukannya kalian sedang ada urusan masing-masing?” imbuhnya yang masih tidak percaya.Irgie, sang adik, mengabari kalau dia sedang sibuk deng
Juna baru saja memasuki mobil hitamnya. Namun, begitu pikirannya masih belum bisa fokus, seolah tertinggal di lobby apartemen.Beberapa menit yang lalu, Juna merasa yakin, kalau dia baru saja melihat Irene. Lebih tepatnya, dia berpapasan dengan gadis itu di depan lift. Dan, gadis itu tidak sendirian, tapi bersama dengan laki-laki yang menjadi mahasiswanya.Sudah dua kali, di hari yang sama, Juna melihta Irene bersama dengan Ray.“Shit! Mau apa mereka ke sini?” rutuk Juna sembari memukul kemudinya.Tadi Juna sempat berdiri di depan lift sedikit lebih lama. Mencoba memantau, lift tersebut berhenti di lantai mana. Namun, sayangnya, lift tersebut berhenti di beberapa lantai. Sehingga Juna tidak bisa mengetahui tujuan Irene dan juga Ray.“Apa yang akan mereka lakukan di sini?”Pikiran Juna berkelana jauh. Otaknya itu tidak bisa berpikir dengan jernih. Dia memikirkan kemungkinan terburuk, jika dua insan yang berbeda memasuki sebuah apartemen.Pria itu melirikkan pandangannya ke samping kiri
“Ren, maaf … maaf aku bener-bener nggak sengaja. Aku terbawa suasana,” ucap Ray setengah berbisik.Mereka sedang berjalan meniti tangga lantai dua fakultas. Irene tak menanggapi, sedangkan Ray mencoba untuk mendapatkan permintaan maaf dari Irene.Malam itu, Ray merasa terbawa suasana. Sehingga tanpa sadar dia malah mengecup Irene. Serius itu hanya kecupan biasa, dan Ray pun segera tersadar beberapa detik kemudian.Namun, sayangnya setelah kejadian itu, wajah Irene langsung berubah. Air mukanya itu menunjukkan perasaan tidak suka dan tidak nymana. Pada akhirnya, mereka mengakhiri percakapan, dan Irene memutuskan untuk memasuki kamarnya.Saat pagi, Ray sudah tak mendapati Irene di apartemen yang disewanya. Gita berkata kalau gadis itu segera berangkat kerja. Dan itulah yang menjadi alasan Ray menunggu Irene di depan fakultas pagi-pagi seperti ini. Padalah kelasnya baru akan mulai nanti jam sepuluh.“Iya. Nggak usah dibahas lagi,” ucap Irene.Gadis itu terpaksa membuka mulutnya, karena a
“Tidak usah memaksakan kalau kamu sama sekali belum siap, Ren,” ucap Gita pada panggilan telepon.Sudah hampir satu minggu berlalu sejak kejadian kemarin. Irene sendiri belum menghubungi Ray. Padahal beberapa kali Ray mengiriminya pesan, dan tentu Irene tak membalasnya.“Iya,” jawab Irene singkat.“Terus sama Pak dosen itu gimana? Kamu nggak ada niat untuk balik lagi, kan?” todong Gita.Karena sahabatnya ini sedikit memaksa, akhirnya Irene menceritakan apa yang terjadi antara dia dengan Juna. Namun, tentu saja Irene tidak menceritakan secara detail bagaimana rumitnya hubungan mereka berdua.Apalagi Irene tidak menceritakan kalau Juna adalah Jun. Karena Gita adalah orang yang sangat menentang Irene berhubungan dengan laki-laki bernama Jun itu.“Jangan pernah mau balikan sama cowok yang suka selingkuh,” cicitnya lagi.Benar, Irene beralasan kalau hubungan antara Juna dan Irene berakhir, karena pria itu selingkuh dengan perempuan lain. Karena tidak mungkin dia cerita hal yang sebenarnya
22 Maret, 6 tahun yang lalu. “Pa, padahal besok aku mau ulangan, loh. Tapi malah diajak jalan-jalan gini,” komentar seorang gadis yang masih mengenakan seragam SMA. Pada dada kanannya tersemat papan identitas nama gadis tersebut, tertulis ‘Irene Isabella H’. “Mumpung Papa lagi libur, Ren. Kamu juga pulang cepat dari sekolah. Sesekali otakmu itu harus refreshing, jangan dipakai belajar terus. Tapi … jangan bilang Irgie kalau kita jalan-jalan berdua, ya,” balas seorang laki-laki paruh baya. Laki-laki itu memiliki perawakan yang lebih tinggi dari Irene. Tidak biasa ayah Irene mengajak anak gadisnya itu jalan-jalan. Terakhir Irene mengingat momen mereka jalan-jalan bersama, mungkin sekitar lima tahun lalu. “Kita mampir ke toko itu, yuk! Papa pengin belikan kamu baju,” ajak Ilyas, ayah dari Irene. “Ih, nggak usah, Pa. Baju Irene masih banyak,” tolak sang gadis. “Banyak, tapi nggak ada yang baru dan bagus, kan? Ayok, jangan menolak. Papa lagi ada rezeki.” Ilyas menarik lengan anak ga
“Papa.”Dengan perasaan kacau, tak karuhan, Irene berlari masuk ke dalam ruang IGD. Suasana di dalam ruangan itu sangat sibuk, bahkan untuk berjalan saja rasanya sesak.“Suster, di mana Papa saya?” tanya Irene pada seorang perawat.Sayangnya karena perawat tersebut sedang kesusahan menangani pasiennya, dia pun tak menggubris Irene. Yang dilakukan gadis itu sekarang adalah mencari sang ayah ke setiap penjuru ruang IGD.“Papa di mana?” lirihnya dengan pipi yang sudah basah, karena air mata tak hentinya mengalir. Sayangnya, Irene tak bisa menemukan ayahnya di mana pun.“Wali Pak Ilyas Syahputra belum datang?” tanya seorang perawat pada rekan sejawatnya.Mendengar nama ayahnya disebut, Irene langsung menoleh ke sumber suara. Dengan cepat dia menghampiri perawat tersebut.“Saya, Suster. Saya anak dari Pak Ilyas,” ucap Irene dengan cepat.Suster itu pun memperhatikan Irene. Kemudian dia memberikan secarik kertas pada Irene.“Dek, Ayahmu harus segera di operasi. Maka dari itu, ada dokumen ya
Irene baru saja terbangung dari tidurnya. Mimpi buruk yang terjadi enam tahun yang lalu kini kembali menghantuinya. Gadis itu menarik napas dalam, lalu dia memutuskan untuk turun dari tempat tidur. Ia meraih ponsel yang ada di atas nakas, dan membaca sebuah pesan yang dikirimkan oleh sang adik. [Irgie: Aku udah sampai rumah. Aku tunggu Kakak, ya. Kita ke makam Papa sama Mama bareng-bareng. Kakak nggak pernah nengokin sama sekali, semenjak Kakak sudah di Bandung.] Lagi, Irene menghela napas. Pesan yang dikirim oleh sang adik pukul sepuluh malam itu, baru Irene baca pagi ini. “Ah, Irgie,” desah Irene. Memang benar setelah Irene pergi jauh dari kampung halaman untuk kuliah dan bekerja. Dia tidak pernah mengunjungi tempat perisirahatan terakhir orang tuanya. Bahkan untuk pulang ke rumah bibinya pun tidak . Padahal dulu, Irene sering sekali mampir mengunjungi makan sang ibu bersama almarhum ayah dan adiknya. Namun, bukan berarti Irene sudah tidak peduli. Hanya saja, banyak kenangan de