Kadang ada ketidaksengajaan yang disengajakan untuk menciptakan kenangan paling dalam pada setiap kata dan tindakan. Seperti saat ini..
Hari berjalan begitu tenang dan damai seharian. Kini hujan bukanlah suatu hal lumrah yang mesti disesali. Tatkala hujan turun, akan ada waktu yang pas untuk seseorang secara tidak sengaja memberikan kehangatan untuk siapapun yang mereka ingin hangatkan.
Sehabis hujan kemarin yang begitu hangat yang semesta ciptakan. Aku mengingat ada hal yang harus kupulangkan lagi kepadanya. Hal yang dia teriaki berharga saat perlahan dia meninggalkanku dengan keteduhan yang dia titipkan. Payungnya, warna biru dongker dengan ukiran namanya itu harus kukembalikan.
Aku mencari-cari wajahnya sedari tadi, tapi tidak ketemu. Bel masuk sudah berbunyi, tapi masih belum ketemukan tanda-tanda kehadirannya. Aku melihat kebelakang kelas, terlihat bangkunya kosong dan hanya ada Angga di samping bangku tersebut. Ian yang selalu berada tepat di samping Angga tiba-tiba menjadi tidak ada.
Rasa penasaranku memenuhi kepalaku selama pembelajaran berlangsung. Sesekali aku kembali menatap kebelakang. Memperhatikan bangku kosong yang dari tadi tidak ada yang menduduki. Saat waktu istirahat tiba, aku langsung pergi menemui Angga mempertanyakan keberadaan Ian.
"Angga, Ian mana ya?"
"Ian sakit Al, dia demam semalam. Jadi hari ini tidak masuk."
"Demam kenapa?".
" Ya biasalah, kalau demam di Bogor ini, salah satu alasannya karena hujan-hujanan"
" Hmm begitu ya, bisa nggak kamu tolong kasih ini ke Ian. Kemarin dia pinjamkan payungnya kepadaku", tanyaku sambil memberikan paper bag yang berisikan payung.
"Baiklah, sini aku berikan"
"Eh tunggu sebentar," aku langsung jalan bergegas menuju mejaku mengambil stick note untuk memberikan ucapan terima kasih yang tidak bisa diucapkan secara langsung. Aku menuliskan dengan pulpen biruku "Terima Kasih payungnya Ian, semoga cepat sembuh"
"Ini Ngga, makasih ya,
"Sama-sama Al, aku juga kebetulan ingin ke asrama ada yang mau diambil sekalian melihat Ian," ujar Angga, kemudian perlahan meninggalkanku.
Apa mungkin dia demam karena payungnya dipinjamkan kepadaku ya? Tanyaku dalam hati begitu saja. Tiba-tiba aku mencemaskannya, sedikit merasa bersalah karena dia demam setelah meminjamkan payung berharganya kepadaku. Jadinya dia tidak punya payung untuk mengatasi hujan Bogor yang selalu turun ini.
Sehari tanpa Ian sudah terasa berbeda. Padahal aku baru pertama bertemu dengannya kemarin. Tapi dia sudah membuatku memikirkannya tanpa sengaja. Aku kembali menunggu teman yang piket dan mengantarkan buku kelas ke ruangan tata usaha ditemani Nana.
Satu hari tanpanya menjadi hal yang cukup tidak biasa saja jadinya. Semoga dia cepat sembuh dan dapat masuk lagi besok ucapku dalam hati sendiri. Nana memperhatikan aku yang dari tadi lesu dan banyak diam daripada hari kemarin.
Nana menarik lengan bajuku. Menghentikan langkahku yang hampir masuk kedalam selokan kecil di dekat ruang tata usaha. Nana memperhatikan tingkahku.
"Al kenapa, sakit juga?,"
"Ahh nggak kok."
"Yaudah jangan melamun lagi Al, nanti keburu masuk ke selokan tuh"
"Hehe, iyaa Na, makasih telah menyelamatkan gue Na," ujarku sambil tersenyum kepada Nana.
"Menyelamatkan gimananya, dari tadi lo duduk disini diam"
"Ya gitu deh Na, ah lo ga paham."
Sesampai di asrama aku membaringkan badanku yang seharian terkuras memikirkan apakah Ian baik-baik saja atau tidak. Perlahan-lahan lamunanku mengantarkan aku tidur tanpa mengganti seragam sekolah dulu. Aku hanyut dalam pikiranku tentang Ian. Sampai membuat Ian tiba-tiba masuk dalam mimpiku. Entah ini hal yang terlalu lebay, tapi ya dia sudah menjalar dipikiranku tanpa bisa kukendalikan. Mungkin ini hanya perasaan tidak enak karena persoalan payung kemarin.
Tiba-tiba mimpi tadi terhenti ketika pembina asrama membangunkan karena sudah maghrib dan kondisiku yang belum mengganti seragam. Kesal sekali rasanya mimpiku dipotong tiba-tiba. Tapi mungkin kalau tidak dibangunkan, aku akan tidur semalaman melewatkan banyak hal dengan baju seragamku yang sudah sangat kusut terbawa tidur.
Keesokan harinya, aku berangkat ke sekolah lebih awal. Agar bisa membuka kelas lebih cepat. Sesampai di sekolah aku langsung menuju ruang tata usaha, tapi kunci kelas yang kuletakkan kemarin sudah tidak ada. Aku mengintip pintu kelas dari ruang tata usaha. Memastikan apakah sudah terbuka atau tidak.
Ternyata pintu kelas sudah terbuka, setelah sampai di kelas aku penasaran siapa yang telah pagi-pagi datang lebih awal dari pada biasanya. Kutemukan tas yang tidak asing ada di bangku Ian. Itu tas dia, tas Ian. Tapi orangnya tidak ada.
Apakah Ian sudah sembuh ya, kuperiksa dimana dia berada, setelah meletakkan tas, aku kembali keluar mencarinya. Ternyata aku berpapasan lagi di pintu masuk kelas. Dia sepertinya suka muncul tiba-tiba ketika ada pintu yang menjadi pembatasnya.
"Ian", sapaku terkejut karena tiba-tiba dia muncul begitu saja seperti pertama kali bertemu dengannya.
"Hai, mau kemana Al?"
"Tidak kemana-mana, hanya saja ingin mencari tau siapa tersangka yang datang lebih awal ke sekolah, ternyata itu kamu. Apakah kamu sudah sembuh Ian"?
"Sudah kok Al, aku hanya sakit sekilas saja, jadi satu hari cukup untukku beristirahat. Owh ya payungnya sudah kuterima dari Angga kemarin. Makasih ya"
"Maaf ya Ian, gara-gara kamu pinjamkan payungmu, kamu tidak punya payung lagi jadinya, hingga membuatmu kena demam saat hujan kemarin"
"Kenapa harus minta maaf, ada-ada aja kamu AL, Aku juga sakit menikmati waktu istirahat dan tidur seharianku kemarin kok, jadi tidak ada penyesalan.
Perlahan-lahan teman di kelas mulai berdatangan. Kami melanjutkan aktifitas belajar seperti biasa. Ian sepertinya masih belum pulih banget. Dia ke sekolah memakai sweeter dongkernya yang cukup tebal, dan terkadang aku juga mendengar suara batuknya sesekali.
Saat waktu istirahat berlangsung aku berniat ingin membelikan Ian minuman panas sebagai ganti rasa terima kasihku karena dia telah meminjamkanku payung kemarin. Aku meletakkan minuman itu di atas mejanya dengan stick note bertulisan "Balasan atas payung penyelamatmu kemarin"
Hari perlahan merambat menuju sore. Pembelajaran di sekolah cukup berlangsung lama. Saat ini langit terasa begitu cerah dan tidak ada hujan sepanjang hari dari pagi. Semuanya bersiap-siap pulang dan beberapa teman masih bercengkrama di tepi-tepi balkon lantai 2. Cerita-cerita masa SMP memang peralihan dari SD yang dulu selalu asik dengan main-mainan anak kecil. Saat di SMP permainan itu mulai ditinggalkan, sekarang berada dalam masa-masa bercengkerama penuh cerita. Entah itu cerita yang bahagia ataupun sedih, tapi ketika melihat teman-teman lain yang asik berjalan dan bercerita dengan teman di sampingnya selalu ada mimik bahagia yang membuat tawa.
Masa-masa SMP adalah masa dimana si anak kecil yang suka rewel dan menangis perlahan sudah mulai tumbuh besar dan punya banyak teman. Teman bagi mereka sekarang tidak hanya teman bermain saja, tapi teman yang ada ketika cerita mereka dimulai. Mulai mencari teman-teman dekat yang selalu kemana-mana dengan dia. Pergi sekolah maupun pulang sekolah hampir pemeran ceritanya selalu sama.
Setelah menunggu beberapa menit, teman-teman yang piket akhirnya selesai juga. Ian ikut piket karena sekarang jadwalnya. Jadi setelah semuanya selesai. Ian mengunci pintu kelas dan membawa buku kelas yang ada di meja Bu Fira keluar kemudian memberikannya kepadaku.
"Ini Al, buku kelasnya, biar sekalian aku antar ke ruang tata usaha," ujar Ian sambil memberikan buku kelasnya ke tanganku.
Aku tidak menjawabnya, Ian langsung jalan duluan dua langkah lebih dulu dari posisiku. Aku hanya memandangi lantai sesekali memandang punggung Ian yang cukup tegap. Suasana diam sebentar saja bersama kami, sampai suatu ketika Ian memecahkan suasana yang hening ini.
"Aline, kamu masih di sini kan?," tanya Ian dengan pertanyaan konyol sekali. Padahal dia sudah tahu aku berada di belakangnya. Sepertinya dia memang memiliki karakter yang aneh tiba-tiba.
"Iya masih di sini Ian, kan aku dari tadi tepat berada di belakangmu. Itupun masih kamu tanyakan"
"Aku pikir kamu sudah terbang ke dalam duniamu, karena dari tadi diam saja"
"Duniaku dan duniamu kan sama Ian"
"Lalu apa yang membuatmu melamun dan diam seperti ini?, tenang saja aku bukan pemangsa seperti keluarga simba, tidak perlu takut Al,"
"Keluarga simba, hahaha., Siapa yang bisa menjamin kalau kamu bukan salah satu dari mereka?", jawabku meladeni gurauan dia yang aneh itu. Entah apa yang aku pikirkan sampai mau membalas gurauannya tadi. Mungkin aku hanya ingin memecahkan suasana kaku di sepanjang jalan menuju ruang tata usaha dengan dia.
"Hahaha, kamu lucu sekali Aline, jadi sekarang aku dianggap simba oleh orang di sampingku ya", jawab Ian sambil tertawa puas mendengar jawabanku.
"Aline kau memang penuh misteri ya, tak kusangka dirimu banyak bicara".
"Sepertinya yang penuh misteri itu lebih tepatnya untukmu Ian, bukan aku", jawabku menolak tuduhannya.
Kami berdua menikmati perbincangan singkat yang tidak disengaja itu. Perjalanan menuju ruang tata usaha sekolah sudah selesai. Sudah waktunya berpisah dengan Ian. Dia melambaikan tangannya setelah arah kami pulang berbeda.
Aku merasa ada hal asing yang tidak pernah terjadi dalam hidupku. Untuk mengobrol dengan waktu yang cukup panjang dan pembahasan yang di luar dugaan itu sepertinya baru pertama kali kualami. Selama ini aku cukup menjaga jarak dengan laki-laki. Ketika tidak ada hal yang penting aku tidak mau berkomunikasi dengan mereka. Sebagian orang menyebutku gadis pemalu sejak kecil.
Laki-laki yang paling banyak kuajak bicara semenjak aku kecil hanya satu orang yaitu ayahku. Tidak pernah ada orang lain rasanya yang menempati posisi seperti ayah. Aku bisa dibilang anak rumahan temanku juga semuanya perempuan. Ketika ada laki-laki yang mengisengiku dulu. Ayah selalu jadi penyelamat, hingga tak ada satupun dari teman SD ku dulu yang berani mengganggu lagi.
Tapi kali ini rasanya berbeda saja. Aku seperti telah merasakan perubahan selama beberapa hari semenjak kelas 2 ini. Lebih tepatnya setelah aku mulai mengenal Ian. Rasanya aku sedikit banyak berbicara dengannya yang dulunya tidak pernah kulakukan dengan teman laki-laki lain.
Ian seperti tokoh cerita baru dalam kehidupanku. Dia baru saja muncul tapi sudah menjadi tokoh utama dalam beberapa hari ini. Terkadang aku juga memikirkannya tanpa disengaja. Ketika Ian sakit kemarin aku juga mencemaskannya. Karenanya aku mulai menyadari bahwa sekarang aku sudah lumayan tidak minder lagi untuk mengobrol dengan laki-laki.
Pemikiran ini segera aku hilangkan daripada membua pusing mempertanyakan kenapa hal ini lebih terasa menyenangkan dari kisah sebelumnya. Aku sudah kembali ke asrama kemudian langsung mengganti baju seragamku dengan baju harian. Lalu menikmati waktu istirahat pulang sekolah dengan membaca novel yang belum kuselesaikan.
*******************
Terimakasih yang sudah mau membaca cerita ini,
Maaf untuk segala kekurangan penulisan, maklum penulis pemula yang akan terus belajar dan memperbaiki agar menuju kata sempurna.
Bantu cerita ini dengan cara vote dan comment ya, jangan lupa.
With Love, Aponi line❤️
Masa-masa sekolah yang tidak melulu soal belajar mata pelajaran yang dipaparkan pada jam pelajaran di kelas tetapi juga melibatkan kegiatan sehabis pulang sekolah yaitu ekstrakurikuler. Kegiatan ini cenderung menjadi kegiatan yang paling ditunggu-tunggu ketika jam kelas sudah usai. Bahkan ketika rasa lelah dan kantuk yang menemani saat sepanjang pelajaran di kelas tidak akan mempengaruhi semangat para siswa lainnya untuk mengikuti kegiatan ini.Sepertinya suasana ini juga pasti pernah dirasakan semua orang, ketika mereka menjalani hari yang tidak lumayan nyaman akan ada saatnya mereka melupakan itu ketika telah bersama hal yang mereka suka.Di sekolah lumayan banyak sekali ekstrakurikulernya. Yayasan sekolah menjadikan ekstrakurikuler sebagai bonus tambahan bagi siswanya untuk menemukan minat dan bakat bahkan kebahagian yang sederhana melalui ekstrakuriler yang dipilih. Hampir dari segala bidang ada dalam form pendaftaran ekstrakuriler yang diberikan Bu Fir
Rasa terlalu sibuk berkenalan dan mengenal yang satu tapi tidak sama lain“Bunga itu sudah cukup indah Al, jangan kau pandangi terus”, tiba-tiba suara seorang laki-laki yang terasa asing memecahkan lamunanku menatap bunga lavender di belakang kelas. Sosok wajahya baru kukenal tapi seolah dia sudah mengenalku lama.“Ngaco aja kamu”“Ya sudah kalau tidak percaya, aku mengatakannya bukan untuk membuatmu percaya”“Kok kamu tahu namaku?”.“Siapa yang tidak tahu namamu Al, Aline Clarissa Putri.” Satu sekolah rasanya sudah tahu namamu.“Ah masa, dari tadi kamu melantur aja”, ketus ku kesal meninggalkannya.“Aku Theo”Seketika aku berhenti karena mendengar namanya, teringat kepada sebuah surat misterius yang dulu keterima, tapi langsung kubuang begitu saaja. Aku menghentikan langkah ku lalu memutar badan melihatnya.“
Ada kalanya waktu suka bercanda terkait beberapa hal yang seharusnya diletakkan pada porsi serius. Karena kadang untuk serius malah menjadikannya sebuah kata sulit yang tidak mampu untuk dileburkan. Hingga sampai pada akhirnya segala yang serius tidak mesti mati dalam definisinya, tetapi bisa hangat jika ada kata bercanda dalamnya.Hampir dua tahun sekolah yang jauh dari Ayah, Bunda dan Abang menuntut si gadis kecil yang dulunya manja ini perlahan mulai mandiri dan dewasa dengan sendirinya. Menjalankan hari-hari dengan bertahan tanpa pernah bisa untuk mengungkapkan perasaan mengeluh sedikit pun pada siapa pun selain diri sendiri adalah hal luar biasa yang sepatutnya aku banggakan kepada diri sendiri.Dari hal itu, banyak momen dan kejadian yang terjadi mewarnai perjalanan seorang Aline Clarissa Putri yang perlahan mengantarkannya mengenal sisi-sisi dunia dan sudut pandang yang berbeda. Dari menemukan sahabat-sahabat tersayang yang selalu ada bahkan sedia 24 jam untuk s
Masa lalu kadang datang, kadang juga pergi. Tapi yang pasti akan ada kejadian yang akan selaludirindukanyaituKenangan."Aline, ada keluarga kamu di depan asrama" , sahut pembina asrama yang datang mengabariku ke kamar."Bunda saya Bu?" tanya ku memperjelas ucapannya."Iya, silahkan ke depan ya supaya tidak menunggu terlalu lama" ucapnya kemudian berlalu meninggalkanku.Aku kemudian bersiap-siap untuk menemui bunda karena sudah tidak sabar lagi. Hal yang paling seru dari sekolah asrama adalah dikunjungi keluarga secara tiba-tiba, perasaan dikasih kejutan seperti itu sungguh sangat luar biasa. Apalagi jika sudah lama tidak bertemu, bisa-bisa pas ketem
Pertemuan tidak selalu tentang direncanakan,Tapi kadang ketidaksengajaan juga merupakan rencana semesta untuk kita ketemu lagi.Setelah kejutan yang sangat luar biasa kemarin kepalaku keram berputar-putar. Bahkan perasaan canggung juga muncul ketika bertemu Theo sepertinya. Sosok Soma yang selalu membuatku penasaran dia ada dimana sekarang selama ini. Ternyata dia begitu dekat, tapi tidak kusangka dia harus datang dengan membuatku jengkel terhadapnya untuk pertama kalinya.Tapi sekarang apapun yang terjadi mengenai Theo sebelumnya bisa kuleburkan saja. Kalau dilihat sebenarnya dia tidak begitu salah. Hanya saja aku yang terlalu jutek padanya saat pertemuan pertama kami di sekolah.Ternyata Theo adalah murid pindahan dari Jogja ke sekolahku. Rasa penasaran yang banyak serasa ingin kuhabiskan dengan bertanya kepadanya. Tapi mengingat awal pertemuan itu, kadang membuatku juga malu.Sulit mempercayai bahwa
Hal yang biasa sekarang suatu saat akan jadi kenangan luar biasa yang tidak bisa lagi diulang. Karena porsi dan kerjanya hanya untuk berada di masa lalu."Hampir saja", ucapku dengan napas yang tersengal-sengal karena hampir saja terlambat dan berdiri tepat di luar gerbang sekolah."Pak... buka dong pak",Terdengar suara Ian dari belakangku. Dia terlambat beberapa detik setelah gerbang sekolah ditutup. Tampak napasnya yang ikut ngos-ngossan kemudian melihatku. Mendengar itu, pak satpam menghiraukannya saja kemudian berlalu meninggalkan kami berdua."Terlambat, hampir saja tadi bisa masuk loh padahal.""Iya namanya juga usaha, udah lari tetap aja terlambat. Al bantuin aku dong"Melihat di sekitarku tidak ada guru dan satpam, Ian mencoba membujukku untuk membantunya sebelum jam pelajaran di kelas mulai. Tetapi gerbangnya sudah di gembok sama pak satpam yang pergi melewatiku tadi."Gimana
Untuk rasa bahagia yangberlalu-lalang.Jikalauinginmenetapberhentilah. Tapi jika hanyasinggahpergilah. Karena rasa bukan sepertibianglala yangdikemudikan.Aktifitas sekolah yang sudah mulai sibuk dengan ujian membuat semua punya wajah kusut kusam saat bel sekolah berbunyi. Rasa ingin membaringkan badan segera di kasur dan batal yang empuk sekarang adalah tujuan satu-satunya.Hari ini, pulang sekolah cukup telat daripada biasanya. Sudah banyak persiapan soal-soal ujian akhir semester yang harus dipelajari lagi. Tidak banyak tapi tidak juga sedikit untuk ditimbang mata dan kepala yang sudah merindukan senja dan r
Bahwa kaumenyukaiseseorang berarti, kau salahmemahamiorang itu dengancaramusendiri.Cuaca terlalu cerah untuk di cemberutkan rasa lelah. Rasa syukur bisa menatap langit malam penuh bintang yang didesain semesta hari ini amat sangat luar biasa lebih dari kata sempurna. Dari sudut kota Bogor dan jauh dari keluarga ternyata kehangatan itu masih ada walau tanpa ada mereka. Semua punya peran masing-masing dan warnanya sendiri seperti pelangi yang di jelaskan Ian kemarin. Di segala titik kehidupan dan proses yang kita lalui semesta telah menetapkan rencana kejutannya masing-masing untuk kita.Sebuah kertas yang sudah terlihat lusuh terlipat menjadi dua bagian ini diberikan Ian kemarin baru sempat kubaca. Karena secara cepat tubuh langsung
Perasaan yang kuketahui melalui dirimuJiwa ini terlalu banyak diam meskipun mulut bersuara terbuka. Tapi hati dan jiwa menolak semua pintu untuk berani mengutarakan segala rasa yang dirasakan. Begitulah serba sulitnya menjadi seorang Aline. Jika boleh menarik diri sendiri untuk berani ngutarain apapun tolong aku mau banget. Karena capek sembunyi kayak kucing-kucingan dengan segala rasa yang kadang aku tahu ini bagaimana.Sehabis beranjak pergi dari kantin untuk menemui Ian kini mataku tertuju padanya. Banyak hal yang ingin diucapkan tapi yang jelas aku butuh satu jawaban yang benar-benar dari mulutnya saat ini.“Aline..” panggil Ian dengan nada sendu memandangiku yang dari tadi terpaku tidak berniat menjangkaunya lebih dekat.“Jadi gimana?, yang dikatakan Tania itu betul atau salah?”“Aku masih disini kok, belum kemana-mana.”“Bukan itu maksudku, kamu sudah tahu apa yang harus kamu jawab Ia
Karena rasa itu tidak semestinya ada dan terlalu lama menetap Pagi sudah menyongsong rapi garis kerutan di gambar yang cemberut.Matahari menggelitik mataku yang melamun sedari tadi.Lamunanku buyar ketika suara seseorang dari belakang mulai mendekati perlahan.Aku yang peka dengan langkah kaki itu, sengaja tidak mempedulikan siapa yang berada di belakang.Langkahnya mendekat tapi lagunaku terlalu nikmat untuk dihentikan. "Dorr!!", ucap seseorang yang mencoba membuatku kaget tapi tidak denganku yang sudah tahu dia berada di belakang.Soma dengan wajah manisnya yang selalu melempar senyum membuat lamunan senduku tadi mulai buram dan perlahan tersingkirkan. "Somaa, aku udah nyadar loh daritadi kamu jalan pelan bu
Tidak semua perasaan bisa untuk disembunyikan begitu rapi. Tapi ada beberapa hal yang memaksanya cukup dalam diam sajaSetelah pelukan sore itu sampai sekarang kejadiannya masih terbayang-bayang di kepalaku ini. Aku mulai memikirkan beberapa hal yang akan membuatku canggung jika bertemu dengannya kembali.Bodohnya keberanian itu telah berhasil membuatku terperangkap dengan rasa malu. Memeluknya tanpa aba-aba bahkan sambil menangis di pelukannya, oh semesta sepertinya aku sudah kehilangan akal.Baiklah sekarang saatnya harus amnesia sekejap atas apa yang terjadi kemaren. Supaya dapat kukumpulkan sisa-sisa rasa berani itu untuk berangkat ke sekolah hari ini. Yang mau tidak mau, wajah Ian pasti akan kulihat, karena kami yang sekelas.Aku terlalu malu untuk kembali ke sekolah. Nana sudah memanggilku yang dari tadi yang sebeneranya sudah siap. Tapi hanya tidak siap untuk melangkahkan kaki ke sekolah. Rasa malu kali ini tidak bi
Ternyata perasaan tidak perlu izin untuk mencemaskan seseorang yang bukan siapa-siapa.Langit siang di kota Bogor hari ini cukup terik daripada biasanya. Tidak ada saupun tanda-tanda mendung dilihat dari beberapa awan yang hanya sedikit melindungi bumi dari matahari. Hal-hal yang seperti ini akan jadi momen langka tapi juga menguntungkan bagi beberapa orang seperti petani-petani yang berharap padi mereka akan cepat kering.Lokasi sekolahku yang cukup jauh dari pusat kota membuat sekolah ini punya kesan sendiri seperti berada di desa. Kanan kiri gedung sekolah masih dikelilingi oleh luasnya lahan sawah dari masyarakat disini.Hampir setiap pagi bahkan sampai menjelang siang udara disini masih sangat segar dihirup. Tidak ada polusi udara dan juga tidak banyaknya asap kendaran. Tapi karena banyak yang bersekolah disini, suasananya tidak pernah sepi.Aku mulai berangkat sekolah hari ini bersama Nana, Arum dan Tania. Tapi satu
Hampir saja tidak sempat untuk masuk ke perpustakaan sebelum Bu Dinda pegawai pustaka mengunci pintu karena sudah menunjukan waktu istirahat. Tapi untuk beberapa orang yang lebih memilih stay buat membaca buku diperbolehkan berada di dalam saja sampai pintunya di buka kembali sama Bu Dinda.Aku mulai sering ke perpustakaan karena beberapa target dari buku-buku kedokteranku terbang kalai. Untuk memenuhi dan mengebut supaya ga lost lagi sama planning yang udah aku susun. Duduk dan berdiam diri di perpustakaan adalah cara paling praktis menyelesaikan buku ini dengan cepat.Terlihat Soma yang sedang asik melukis. Aku mengagetkannya dari belakang tapi sebisa mungkin tidak akan membuatnya mengacaukan lukisan indahnya itu. Soma tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihatku yang usil."Usilnya masih sama ya kayak waktu kecil Al""Hehehe, habisnya fokus banget"Aku membuka buku kedokteran dan segera membacanya dengan sebuah pena warna yang akan
Jika ada satu kata yang punyasejutamaknadari setiap jiwaitulahPerasaan. Karena Perasaan ibaratgalaksidari semua rasa jatuh, sedih, bahagia, bingung, suka, luka bahkan cinta.Apakah ada sebuah alat untuk membaca dengan jelas segala perasaan yang membuat kebingungan bisa dilihat penyebabnya. Jika ada sepertinya aku adalah orang yang pertama yang akan jadi pembelinya. Sulitnya mengatasi kebingungan dari rasa yang kian gundah sampai pada detak jantung yang termakan waktu sehingga harus berdetak dengan begitu laju.Ketidaknyamanan yang seharusnya dilewatkan begitu saja, tapi tetap menetap seperti jamur yang membaur di segala dentangan jam detik maupun hari. Untuk siap menutup telinga bisa, tapi tidak menutup asumsi
Bahwa kaumenyukaiseseorang berarti, kau salahmemahamiorang itu dengancaramusendiri.Cuaca terlalu cerah untuk di cemberutkan rasa lelah. Rasa syukur bisa menatap langit malam penuh bintang yang didesain semesta hari ini amat sangat luar biasa lebih dari kata sempurna. Dari sudut kota Bogor dan jauh dari keluarga ternyata kehangatan itu masih ada walau tanpa ada mereka. Semua punya peran masing-masing dan warnanya sendiri seperti pelangi yang di jelaskan Ian kemarin. Di segala titik kehidupan dan proses yang kita lalui semesta telah menetapkan rencana kejutannya masing-masing untuk kita.Sebuah kertas yang sudah terlihat lusuh terlipat menjadi dua bagian ini diberikan Ian kemarin baru sempat kubaca. Karena secara cepat tubuh langsung
Untuk rasa bahagia yangberlalu-lalang.Jikalauinginmenetapberhentilah. Tapi jika hanyasinggahpergilah. Karena rasa bukan sepertibianglala yangdikemudikan.Aktifitas sekolah yang sudah mulai sibuk dengan ujian membuat semua punya wajah kusut kusam saat bel sekolah berbunyi. Rasa ingin membaringkan badan segera di kasur dan batal yang empuk sekarang adalah tujuan satu-satunya.Hari ini, pulang sekolah cukup telat daripada biasanya. Sudah banyak persiapan soal-soal ujian akhir semester yang harus dipelajari lagi. Tidak banyak tapi tidak juga sedikit untuk ditimbang mata dan kepala yang sudah merindukan senja dan r
Hal yang biasa sekarang suatu saat akan jadi kenangan luar biasa yang tidak bisa lagi diulang. Karena porsi dan kerjanya hanya untuk berada di masa lalu."Hampir saja", ucapku dengan napas yang tersengal-sengal karena hampir saja terlambat dan berdiri tepat di luar gerbang sekolah."Pak... buka dong pak",Terdengar suara Ian dari belakangku. Dia terlambat beberapa detik setelah gerbang sekolah ditutup. Tampak napasnya yang ikut ngos-ngossan kemudian melihatku. Mendengar itu, pak satpam menghiraukannya saja kemudian berlalu meninggalkan kami berdua."Terlambat, hampir saja tadi bisa masuk loh padahal.""Iya namanya juga usaha, udah lari tetap aja terlambat. Al bantuin aku dong"Melihat di sekitarku tidak ada guru dan satpam, Ian mencoba membujukku untuk membantunya sebelum jam pelajaran di kelas mulai. Tetapi gerbangnya sudah di gembok sama pak satpam yang pergi melewatiku tadi."Gimana