Hal yang biasa sekarang suatu saat akan jadi kenangan luar biasa yang tidak bisa lagi diulang. Karena porsi dan kerjanya hanya untuk berada di masa lalu.
"Hampir saja", ucapku dengan napas yang tersengal-sengal karena hampir saja terlambat dan berdiri tepat di luar gerbang sekolah.
"Pak... buka dong pak",
Terdengar suara Ian dari belakangku. Dia terlambat beberapa detik setelah gerbang sekolah ditutup. Tampak napasnya yang ikut ngos-ngossan kemudian melihatku. Mendengar itu, pak satpam menghiraukannya saja kemudian berlalu meninggalkan kami berdua.
"Terlambat, hampir saja tadi bisa masuk loh padahal."
"Iya namanya juga usaha, udah lari tetap aja terlambat. Al bantuin aku dong"
Melihat di sekitarku tidak ada guru dan satpam, Ian mencoba membujukku untuk membantunya sebelum jam pelajaran di kelas mulai. Tetapi gerbangnya sudah di gembok sama pak satpam yang pergi melewatiku tadi.
"Gimana mau bantuin, pagarnya di gembok"
"Al, lewat pintu rahasia, bantuin please" pinta ian memohon padaku, supaya aku membantunya.
"Emang dimana? perasaan pintu cuman satu deh."
"Bisa Al, ada tapi harus dibantu sama kamu dari dalam."
Aku pergi mengikuti arahan Ian tentang pintu rahasia yang dia maksud. Jalannya lumayan banyak rerumputan dan terlihat jarang dilewati oleh yang lain.
"Al, kamu ambilkan kursi plastik yang ada di dekat pohon cemara sana Al" Ian berbisik dari sebelah tembok pembatas sekolah.
"Mana, ga keliatan sama aku?"
"Cantik, coba diliat baik-baik yah. Ada di belakang pohonnya di sembunyiin"
"Iya ketemu, terus?"
"Kamu lempar ke luar, tapi ga dilempar juga yah pelan-pelan. Aku sambut dari sini"
Setelah mengikuti apa yang Ian bilang. Kemudian dia memanjat tembok yang lumayan tinggi dibandingkan tinggi badanku . Dia pun langsung menjangkau kursi yang dia pakai untuk bisa melewati tembok.
"Dah.., makasih ya Al"
"Ya udah sekarang buru, bentar lagi masuk kelas"
Kami berdua langsung berlari-lari pelan, supaya tidak ketahuan melewati pintu rahasia yang ditunjukkan Ian padaku tadi.
Awal sekolah yang cukup tegang. Lagi-lagi jangan deh sampai terlambat gini ucapku dalam hati. Masih dalam suasana ngos-ngosan. Sesekali aku melihat Ian yang sudah kembali membaringkan kepalanya di meja. Rasa ambisiusnya dalam pelajaran memang sangat minim sekali. Hampir di semua pelajaran dia bakalan memilih tidur daripada menyimak guru.
Hanya satu pelajaran yang tidak pernah aku lihat dia tidur dan mengabaikkannya yaitu pelajaran sejarah. Jiwa sejarawannya lebih membuatnya menggebu-gebu dari pada topik pelajaran lain.
******
"Pagi, Ibuk!!" sapa ku sambil memeluk Bu Iem - si penjual nasi goreng di kantin- dari belakang.
"Aih,, Si cantik, udah jarang kesini kemana aja"?
"Masa bu?, baru kemarin deh rasanya " jawabku sambil tertawa pada Bu Iem
"Yang biasa neng?"
Aku menggangguk menjawab pertanyaan Bi Iem. Kemudian Nana dan Rumi sudah sedia menyeruput teh manisnya masing-masing. Mencamil kerupuk yang tidak perlu membuat kami keluar uang untuk sarapan.
Tidak beberapa lama saat kami duduk, bahkan nasi goreng yang kupesan belum siap. Ian datang dengan Angga menghampiri kami.
"Boleh duduk?" ucap Ian meminta izin untuk bergabung dengan kami.
"Boleh.. boleh.." jawab Arum dengan semangat. Kemudian aku hanya tersenyum menatap Ian menandakan aku setuju kalau dia mau bergabung dengan kami untuk sarapan.
"Rombongannya mana nih, satu lagi?" angga bertanya kepada kami tentang satu orang lagi yang biasa selalu terlihat bersama yaitu Tania.
"Ada di kelas, katanya lagi ada tugas yang lagi dia kerjakan" jawab Arum
Aku yang dari tadi memilih diam dan Ian pun juga begitu yang duduk di sampingku. Dia lebih asik menikmati mie rebus yang barusan dia pesan. Setelah beberapa saat bel sekolah berbunyi kami langsung pergi ke kelas.
"Aline, Rian kalian dicari Pak Andre di suruh ke kantor" ucap seseorang teman kelasku dengan nadanya yang membuatku panik.
Aku bertanya-tanya dalam hati kenapa. Setiap yang murid yang dipanggil Pak Andre adalah muridnya yang punya masalah di kesiswaan. Jadi setiap mendengar nama itu, semuanya akan langsung paham bahwa ada hukuman yang akan menantinya di kantor kesiswaan sana.
"Jangan panik, kan ada aku" ucap Ian sambil melihat wajahku yang sudah pucat.
Aku murid yang sebisa mungkin akan menghindari masalah di sekolah. Berusan dengan kesiswaan adalah hal yang tidak pernah aku putuskan jadi pengalaman.
"Iyaa ga panik..." jawabku membalas perkataan Ian. "Tapi sekarang jadi panik" ucapku lagi membantah perkataanku sendiri.
"Al, gapapa" ucap Ian sambil tersenyum padaku, memastikan hal ini tidak apa.
Sesampai di kantor, ternyata Pak Andre membahas perihal pintu rahasia yang kulewati bersama Ian tadi. Kami ketahuan melalui cctv sekolah yang tidak kuperhatikan tadi saat membantu Ian masuk. Setelah beberapa lama kena tegur, Pak Andre memberikan kami berdua hukuman untuk membersihkan taman sekolah yang kami lewati tadi.
Pintu rahasia yang aku dan Ian lewati dahulunya memang sebuah taman sekolah yang tidak terawat. Karena mungkin posisinya juga di bagian belakang sekolah, yang jarang sekali orang akan kesana kecuali murid terlambat yang mengupayakan dirinya agar bisa masuk sekolah tanpa melewati pagar.
"Maaf ya Al, gara-garaku kamu..."
"Huss, gapapa. Lagian aku juga mau bantu kamu." jawabku meyakinkan Ian supaya membuang jauh-jauh rasa tidak enaknya.
Kami menikmati waktu hukuman dengan sesekali bercanda agar tidak suntuk. Ian sesekali menunjukkan hal konyol padaku agar membuatku tersenyum. Karena dari tadi wajahku yang sudah butek termakan kata hukuman.
"Al, sini deh kamu..."
"Kenapa, ada ulut?, gamau!"
"Bukan Aline, sini dulu"
Ian menunjuk sesuatu yang tidak kelihatan bagiku karena rumput-rumput liar disini juga cukup tinggi. Dia terus meyakinkan supaya aku tidak ragu menghampirinya. Seolah dia hanya berniat menunjukkan hal yang mesti aku lihat.
"Wah ada lavender?"
"Iyah lebih tepatnya bayi lavender. Bukan ulatkan"
Aku memandangi bayi bunga lavender yang masih kecil itu. Dia tumbuh di tengah-tengah semak belukar dan rumput liar lainnya. Sesuatu yang sangat tidak diduga, bahwa di taman yang tidak terawat dan terlihat seram ini tumbuh bunga secantik ini.
"Kecil sekali, tapi dia sudah sangat cantik dan lucu"
"Kamu tahu arti dari bunga lavender ga Al"
"Eh ada artinya, aku melihat bunga ya dari cantiknya aja"
"Ada dong Al, kadang ketika kita tahu arti dari bunga ini. Semakin dalam rasa jatuh cinta padanya. Bunga merupakan salah satu cara bagi seseorang untuk menyampaikan perasaannya kepada orang lain. Setiap bunga memiliki makna yang mendalam dan dapat dijadikan salah satu alternatif untuk menyampaikan sesuatu yang mungkin kita malu atau enggan untuk mengatakannya secara langsung"
"Itu artinya?"
"Bukan Aline, itu baru argumenku kenapa bunga perlu kita tahu maknanya. Lavender punya makna melambangkan cinta, kesetiaan dan keanggunan."
"Wah dalam sekali maknanya. Karena ini masih kecil, aku mau dia bisa tumbuh besar. Kita bersihin semua yang disekitar dia yah"
"Oke siap laksanakan Bu" ucap Ian sambil memegang cangkulnya dari tadi.
Kami menghabiskan waktu hampir dua jam lamanya untuk membersihkan taman ini. Hukuman yang tadi membuatku sedikit kesal sekarang berubah menjadi hal yang menyenangkan ketika bertemu dengan bunga lavender tadi.
Taman yang sudah cukup bersih setidaknya tidak menghalang pertumbuhan si bayi kecil tadi. Aku tersenyum melihat bunganya menjadi pusat mataku dari jauh. Karena semua rumput-rumput liar yang menghalangi tadi sudah hilang.
Setelah selesai membersihkan taman, kami berdua ke kantin untuk menyeruput teh es manis dingin setelah cukup berkeringatan dan juga lelah membersihkan tamannya.
"Kamu kok bisa tahu tentang bunga, jarang-jarang kan ada cowok paham soal bunga"
"Mamaku penjual bunga. Setiap liburan sekolah aku selalu membantunya di toko. Jadi mau gak mau juga aku pasti paham tentang bunga dan maknanya. Lagian juga setiap orang mau beli bunga kadang suka nanyain bunga apa yang pas dengan momennya."
"Wah, pasti seru sekali bisa melihat bunga yang indah dan beragam setiap saat"
"Ya ga setiap saat juga Aline"
Ian menceritakan momen apa yang dia kerjakan kalau sedang liburan sekolah. Segala hal yang dia ceritakan sangat menarik dan tidak aku sangka dia anak yang rajin membantu mamanya. Sedangkan aku hanya anak Bunda yang selalu disiapkan segalanya dan kerjaanku kalau pulang ke rumah hanya mengisi waktu berantem dengan abang.
*******************
Terimakasih yang sudah mau membaca cerita ini,
Maaf untuk segala kekurangan
penulisan, maklum penulis pemula yang akan terus belajar dan memperbaikiagar menuju kata sempurna.Bantu cerita ini dengan cara vote dan comment ya, jangan lupa.
With Love, Aponi line❤️
Untuk rasa bahagia yangberlalu-lalang.Jikalauinginmenetapberhentilah. Tapi jika hanyasinggahpergilah. Karena rasa bukan sepertibianglala yangdikemudikan.Aktifitas sekolah yang sudah mulai sibuk dengan ujian membuat semua punya wajah kusut kusam saat bel sekolah berbunyi. Rasa ingin membaringkan badan segera di kasur dan batal yang empuk sekarang adalah tujuan satu-satunya.Hari ini, pulang sekolah cukup telat daripada biasanya. Sudah banyak persiapan soal-soal ujian akhir semester yang harus dipelajari lagi. Tidak banyak tapi tidak juga sedikit untuk ditimbang mata dan kepala yang sudah merindukan senja dan r
Bahwa kaumenyukaiseseorang berarti, kau salahmemahamiorang itu dengancaramusendiri.Cuaca terlalu cerah untuk di cemberutkan rasa lelah. Rasa syukur bisa menatap langit malam penuh bintang yang didesain semesta hari ini amat sangat luar biasa lebih dari kata sempurna. Dari sudut kota Bogor dan jauh dari keluarga ternyata kehangatan itu masih ada walau tanpa ada mereka. Semua punya peran masing-masing dan warnanya sendiri seperti pelangi yang di jelaskan Ian kemarin. Di segala titik kehidupan dan proses yang kita lalui semesta telah menetapkan rencana kejutannya masing-masing untuk kita.Sebuah kertas yang sudah terlihat lusuh terlipat menjadi dua bagian ini diberikan Ian kemarin baru sempat kubaca. Karena secara cepat tubuh langsung
Jika ada satu kata yang punyasejutamaknadari setiap jiwaitulahPerasaan. Karena Perasaan ibaratgalaksidari semua rasa jatuh, sedih, bahagia, bingung, suka, luka bahkan cinta.Apakah ada sebuah alat untuk membaca dengan jelas segala perasaan yang membuat kebingungan bisa dilihat penyebabnya. Jika ada sepertinya aku adalah orang yang pertama yang akan jadi pembelinya. Sulitnya mengatasi kebingungan dari rasa yang kian gundah sampai pada detak jantung yang termakan waktu sehingga harus berdetak dengan begitu laju.Ketidaknyamanan yang seharusnya dilewatkan begitu saja, tapi tetap menetap seperti jamur yang membaur di segala dentangan jam detik maupun hari. Untuk siap menutup telinga bisa, tapi tidak menutup asumsi
Hampir saja tidak sempat untuk masuk ke perpustakaan sebelum Bu Dinda pegawai pustaka mengunci pintu karena sudah menunjukan waktu istirahat. Tapi untuk beberapa orang yang lebih memilih stay buat membaca buku diperbolehkan berada di dalam saja sampai pintunya di buka kembali sama Bu Dinda.Aku mulai sering ke perpustakaan karena beberapa target dari buku-buku kedokteranku terbang kalai. Untuk memenuhi dan mengebut supaya ga lost lagi sama planning yang udah aku susun. Duduk dan berdiam diri di perpustakaan adalah cara paling praktis menyelesaikan buku ini dengan cepat.Terlihat Soma yang sedang asik melukis. Aku mengagetkannya dari belakang tapi sebisa mungkin tidak akan membuatnya mengacaukan lukisan indahnya itu. Soma tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihatku yang usil."Usilnya masih sama ya kayak waktu kecil Al""Hehehe, habisnya fokus banget"Aku membuka buku kedokteran dan segera membacanya dengan sebuah pena warna yang akan
Ternyata perasaan tidak perlu izin untuk mencemaskan seseorang yang bukan siapa-siapa.Langit siang di kota Bogor hari ini cukup terik daripada biasanya. Tidak ada saupun tanda-tanda mendung dilihat dari beberapa awan yang hanya sedikit melindungi bumi dari matahari. Hal-hal yang seperti ini akan jadi momen langka tapi juga menguntungkan bagi beberapa orang seperti petani-petani yang berharap padi mereka akan cepat kering.Lokasi sekolahku yang cukup jauh dari pusat kota membuat sekolah ini punya kesan sendiri seperti berada di desa. Kanan kiri gedung sekolah masih dikelilingi oleh luasnya lahan sawah dari masyarakat disini.Hampir setiap pagi bahkan sampai menjelang siang udara disini masih sangat segar dihirup. Tidak ada polusi udara dan juga tidak banyaknya asap kendaran. Tapi karena banyak yang bersekolah disini, suasananya tidak pernah sepi.Aku mulai berangkat sekolah hari ini bersama Nana, Arum dan Tania. Tapi satu
Tidak semua perasaan bisa untuk disembunyikan begitu rapi. Tapi ada beberapa hal yang memaksanya cukup dalam diam sajaSetelah pelukan sore itu sampai sekarang kejadiannya masih terbayang-bayang di kepalaku ini. Aku mulai memikirkan beberapa hal yang akan membuatku canggung jika bertemu dengannya kembali.Bodohnya keberanian itu telah berhasil membuatku terperangkap dengan rasa malu. Memeluknya tanpa aba-aba bahkan sambil menangis di pelukannya, oh semesta sepertinya aku sudah kehilangan akal.Baiklah sekarang saatnya harus amnesia sekejap atas apa yang terjadi kemaren. Supaya dapat kukumpulkan sisa-sisa rasa berani itu untuk berangkat ke sekolah hari ini. Yang mau tidak mau, wajah Ian pasti akan kulihat, karena kami yang sekelas.Aku terlalu malu untuk kembali ke sekolah. Nana sudah memanggilku yang dari tadi yang sebeneranya sudah siap. Tapi hanya tidak siap untuk melangkahkan kaki ke sekolah. Rasa malu kali ini tidak bi
Karena rasa itu tidak semestinya ada dan terlalu lama menetap Pagi sudah menyongsong rapi garis kerutan di gambar yang cemberut.Matahari menggelitik mataku yang melamun sedari tadi.Lamunanku buyar ketika suara seseorang dari belakang mulai mendekati perlahan.Aku yang peka dengan langkah kaki itu, sengaja tidak mempedulikan siapa yang berada di belakang.Langkahnya mendekat tapi lagunaku terlalu nikmat untuk dihentikan. "Dorr!!", ucap seseorang yang mencoba membuatku kaget tapi tidak denganku yang sudah tahu dia berada di belakang.Soma dengan wajah manisnya yang selalu melempar senyum membuat lamunan senduku tadi mulai buram dan perlahan tersingkirkan. "Somaa, aku udah nyadar loh daritadi kamu jalan pelan bu
Perasaan yang kuketahui melalui dirimuJiwa ini terlalu banyak diam meskipun mulut bersuara terbuka. Tapi hati dan jiwa menolak semua pintu untuk berani mengutarakan segala rasa yang dirasakan. Begitulah serba sulitnya menjadi seorang Aline. Jika boleh menarik diri sendiri untuk berani ngutarain apapun tolong aku mau banget. Karena capek sembunyi kayak kucing-kucingan dengan segala rasa yang kadang aku tahu ini bagaimana.Sehabis beranjak pergi dari kantin untuk menemui Ian kini mataku tertuju padanya. Banyak hal yang ingin diucapkan tapi yang jelas aku butuh satu jawaban yang benar-benar dari mulutnya saat ini.“Aline..” panggil Ian dengan nada sendu memandangiku yang dari tadi terpaku tidak berniat menjangkaunya lebih dekat.“Jadi gimana?, yang dikatakan Tania itu betul atau salah?”“Aku masih disini kok, belum kemana-mana.”“Bukan itu maksudku, kamu sudah tahu apa yang harus kamu jawab Ia
Perasaan yang kuketahui melalui dirimuJiwa ini terlalu banyak diam meskipun mulut bersuara terbuka. Tapi hati dan jiwa menolak semua pintu untuk berani mengutarakan segala rasa yang dirasakan. Begitulah serba sulitnya menjadi seorang Aline. Jika boleh menarik diri sendiri untuk berani ngutarain apapun tolong aku mau banget. Karena capek sembunyi kayak kucing-kucingan dengan segala rasa yang kadang aku tahu ini bagaimana.Sehabis beranjak pergi dari kantin untuk menemui Ian kini mataku tertuju padanya. Banyak hal yang ingin diucapkan tapi yang jelas aku butuh satu jawaban yang benar-benar dari mulutnya saat ini.“Aline..” panggil Ian dengan nada sendu memandangiku yang dari tadi terpaku tidak berniat menjangkaunya lebih dekat.“Jadi gimana?, yang dikatakan Tania itu betul atau salah?”“Aku masih disini kok, belum kemana-mana.”“Bukan itu maksudku, kamu sudah tahu apa yang harus kamu jawab Ia
Karena rasa itu tidak semestinya ada dan terlalu lama menetap Pagi sudah menyongsong rapi garis kerutan di gambar yang cemberut.Matahari menggelitik mataku yang melamun sedari tadi.Lamunanku buyar ketika suara seseorang dari belakang mulai mendekati perlahan.Aku yang peka dengan langkah kaki itu, sengaja tidak mempedulikan siapa yang berada di belakang.Langkahnya mendekat tapi lagunaku terlalu nikmat untuk dihentikan. "Dorr!!", ucap seseorang yang mencoba membuatku kaget tapi tidak denganku yang sudah tahu dia berada di belakang.Soma dengan wajah manisnya yang selalu melempar senyum membuat lamunan senduku tadi mulai buram dan perlahan tersingkirkan. "Somaa, aku udah nyadar loh daritadi kamu jalan pelan bu
Tidak semua perasaan bisa untuk disembunyikan begitu rapi. Tapi ada beberapa hal yang memaksanya cukup dalam diam sajaSetelah pelukan sore itu sampai sekarang kejadiannya masih terbayang-bayang di kepalaku ini. Aku mulai memikirkan beberapa hal yang akan membuatku canggung jika bertemu dengannya kembali.Bodohnya keberanian itu telah berhasil membuatku terperangkap dengan rasa malu. Memeluknya tanpa aba-aba bahkan sambil menangis di pelukannya, oh semesta sepertinya aku sudah kehilangan akal.Baiklah sekarang saatnya harus amnesia sekejap atas apa yang terjadi kemaren. Supaya dapat kukumpulkan sisa-sisa rasa berani itu untuk berangkat ke sekolah hari ini. Yang mau tidak mau, wajah Ian pasti akan kulihat, karena kami yang sekelas.Aku terlalu malu untuk kembali ke sekolah. Nana sudah memanggilku yang dari tadi yang sebeneranya sudah siap. Tapi hanya tidak siap untuk melangkahkan kaki ke sekolah. Rasa malu kali ini tidak bi
Ternyata perasaan tidak perlu izin untuk mencemaskan seseorang yang bukan siapa-siapa.Langit siang di kota Bogor hari ini cukup terik daripada biasanya. Tidak ada saupun tanda-tanda mendung dilihat dari beberapa awan yang hanya sedikit melindungi bumi dari matahari. Hal-hal yang seperti ini akan jadi momen langka tapi juga menguntungkan bagi beberapa orang seperti petani-petani yang berharap padi mereka akan cepat kering.Lokasi sekolahku yang cukup jauh dari pusat kota membuat sekolah ini punya kesan sendiri seperti berada di desa. Kanan kiri gedung sekolah masih dikelilingi oleh luasnya lahan sawah dari masyarakat disini.Hampir setiap pagi bahkan sampai menjelang siang udara disini masih sangat segar dihirup. Tidak ada polusi udara dan juga tidak banyaknya asap kendaran. Tapi karena banyak yang bersekolah disini, suasananya tidak pernah sepi.Aku mulai berangkat sekolah hari ini bersama Nana, Arum dan Tania. Tapi satu
Hampir saja tidak sempat untuk masuk ke perpustakaan sebelum Bu Dinda pegawai pustaka mengunci pintu karena sudah menunjukan waktu istirahat. Tapi untuk beberapa orang yang lebih memilih stay buat membaca buku diperbolehkan berada di dalam saja sampai pintunya di buka kembali sama Bu Dinda.Aku mulai sering ke perpustakaan karena beberapa target dari buku-buku kedokteranku terbang kalai. Untuk memenuhi dan mengebut supaya ga lost lagi sama planning yang udah aku susun. Duduk dan berdiam diri di perpustakaan adalah cara paling praktis menyelesaikan buku ini dengan cepat.Terlihat Soma yang sedang asik melukis. Aku mengagetkannya dari belakang tapi sebisa mungkin tidak akan membuatnya mengacaukan lukisan indahnya itu. Soma tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihatku yang usil."Usilnya masih sama ya kayak waktu kecil Al""Hehehe, habisnya fokus banget"Aku membuka buku kedokteran dan segera membacanya dengan sebuah pena warna yang akan
Jika ada satu kata yang punyasejutamaknadari setiap jiwaitulahPerasaan. Karena Perasaan ibaratgalaksidari semua rasa jatuh, sedih, bahagia, bingung, suka, luka bahkan cinta.Apakah ada sebuah alat untuk membaca dengan jelas segala perasaan yang membuat kebingungan bisa dilihat penyebabnya. Jika ada sepertinya aku adalah orang yang pertama yang akan jadi pembelinya. Sulitnya mengatasi kebingungan dari rasa yang kian gundah sampai pada detak jantung yang termakan waktu sehingga harus berdetak dengan begitu laju.Ketidaknyamanan yang seharusnya dilewatkan begitu saja, tapi tetap menetap seperti jamur yang membaur di segala dentangan jam detik maupun hari. Untuk siap menutup telinga bisa, tapi tidak menutup asumsi
Bahwa kaumenyukaiseseorang berarti, kau salahmemahamiorang itu dengancaramusendiri.Cuaca terlalu cerah untuk di cemberutkan rasa lelah. Rasa syukur bisa menatap langit malam penuh bintang yang didesain semesta hari ini amat sangat luar biasa lebih dari kata sempurna. Dari sudut kota Bogor dan jauh dari keluarga ternyata kehangatan itu masih ada walau tanpa ada mereka. Semua punya peran masing-masing dan warnanya sendiri seperti pelangi yang di jelaskan Ian kemarin. Di segala titik kehidupan dan proses yang kita lalui semesta telah menetapkan rencana kejutannya masing-masing untuk kita.Sebuah kertas yang sudah terlihat lusuh terlipat menjadi dua bagian ini diberikan Ian kemarin baru sempat kubaca. Karena secara cepat tubuh langsung
Untuk rasa bahagia yangberlalu-lalang.Jikalauinginmenetapberhentilah. Tapi jika hanyasinggahpergilah. Karena rasa bukan sepertibianglala yangdikemudikan.Aktifitas sekolah yang sudah mulai sibuk dengan ujian membuat semua punya wajah kusut kusam saat bel sekolah berbunyi. Rasa ingin membaringkan badan segera di kasur dan batal yang empuk sekarang adalah tujuan satu-satunya.Hari ini, pulang sekolah cukup telat daripada biasanya. Sudah banyak persiapan soal-soal ujian akhir semester yang harus dipelajari lagi. Tidak banyak tapi tidak juga sedikit untuk ditimbang mata dan kepala yang sudah merindukan senja dan r
Hal yang biasa sekarang suatu saat akan jadi kenangan luar biasa yang tidak bisa lagi diulang. Karena porsi dan kerjanya hanya untuk berada di masa lalu."Hampir saja", ucapku dengan napas yang tersengal-sengal karena hampir saja terlambat dan berdiri tepat di luar gerbang sekolah."Pak... buka dong pak",Terdengar suara Ian dari belakangku. Dia terlambat beberapa detik setelah gerbang sekolah ditutup. Tampak napasnya yang ikut ngos-ngossan kemudian melihatku. Mendengar itu, pak satpam menghiraukannya saja kemudian berlalu meninggalkan kami berdua."Terlambat, hampir saja tadi bisa masuk loh padahal.""Iya namanya juga usaha, udah lari tetap aja terlambat. Al bantuin aku dong"Melihat di sekitarku tidak ada guru dan satpam, Ian mencoba membujukku untuk membantunya sebelum jam pelajaran di kelas mulai. Tetapi gerbangnya sudah di gembok sama pak satpam yang pergi melewatiku tadi."Gimana